Anda di halaman 1dari 7

MA` NENEK : TEOLOGI KONTEKSTUAL DALAM PERSPEKTIF

MODEL TRANSENDENTAL
HENDRIANI TETI MATTU
E-mail: hendrianiteti1234@gmail.com
Prodi Teologi dan Sosiologi Kristen (FTSK)
Institut Agama Kristen Negeri Toraja (IAKN) Toraja

Abstrak : Penulisan ini bertujuan untuk memahami mengenai upacara ma`nenek yang
merupakan salah satu bagian dari upacara rambu solo` versi aluk todolo yang bertransformasi
ke upacara ma`nenek versi Kristen sebagai model transendental yang merupakan salah satu
pendekatan teologi kontekstual. Dalam merampungkan penulisan ini, metode yang penulis
gunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan studi pustaka. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa model transendental dalam tardisi ma` nenek.

Kata Kunci: ma` nenek, model transendental, teologi kontekstual

PENDAHULUAN
Masyarakat Toraja sampai hari ini masih setia memelihara, melakukan, bahkan sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai yang ada dalam adat dan budaya, yang diwariskan para
leluhurnya. Kebudayaan masyarakat Toraja sarat akan nilai-nilai yang merupakan warisan
leluhur, yang sangat memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Toraja. Sebelum
Injil masuk dan berkembang di daerah Toraja, kehidupan masyarakat Toraja sebagian besar
diatur oleh berbagai sistem nilai yang sangat terikat oleh budaya dan adat istiadat mereka
sendiri.1 Masyarakat Toraja tumbuh dan berkembang secara tradisional, dengan norma dan
tatanan sosial yang melahirkan entitas budaya serta identitasnya. Kehidupan dan budaya orang
Toraja tersebut menggambarkan kualitas berpikir dan kualitas hidup mereka.2
Bagi masyarakat Toraja, riwayat panjang leluhur mereka harus dijaga dengan
menghormati mereka yang sudah meninggal dengan melaksanakan upacara-upacara adat, salah
satunya ialah ma` nenek. Ma’ nenek adalah salah satu aluk yang ada di Toraja. Aluk (sebagai
agama) yang akan digambarkan adalah Aluk Todolo, nama agama tradisional sebelum Kristen,

1
Th Kobong, Manusia Toraja (Rantepao: Pusbang Gereja Toraja, 1990). 24
2
Rannu Sanderan, “Heuristika Dalam Pendidikan Karakter Manusia Toraja Tradisional”, 3 (2020): 306–327.
https://www.jurnalbia.com/index.php/bia/article/view/213
Islam dan agama baru lainnya datang ke Toraja.3 Melalui aluk orang di Toraja akan mudah
memahami tentang Kekristenan melalui kontekstualisasi. Tradisi ma`nenek merupakan
upacara untuk mengenang keluarga yang telah meninggal sebagai bentuk rasa terima kasih dan
penghargaan kepada mendiang atas jasanya bagi keturunan yang telah ditinggalkan dengan
membawa binatang (babi atau kerbau) untuk dikurbankan dalam upacara keagaaman yang
bertempat di pekuburan serta membersihkan dan mengangkat mayat dari liang (kuburan) dan
melapisi pakaian atau membungkus mayat tersebut dengan kain baru.4

TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dari penulisan ini adalah akan memberikan informasi untuk pemahaman lebih
dalam kepada pembaca tentang ritual ma’ nenek yang ada di Toraja, yang menjadi warisan dari
leluhur dan masih dilaksanakan sampai saat ini. Tulisan ini juga akan memberikan manfaat
kepada pembaca mengenai ritual ma’nenek ini yang dilakukan oleh leluhur kemudian menjadi
sebuah hal yang sesuai dengan ajaran Kristen dan masih terus dilakukan hingga saat ini. Model
transendental yang ada dalam Teologi Kontekstual yang membantu para pembaca di dalam
memahami ma’ nenek versi Kristen.

PEMBAHASAN

Definisi Teologi Kontekstual


Secara etimologi, teologi kontekstual adalah refleksi dari individu dalam
konteks hidupnya atas Injil Yesus Kristus, maksudnya ialah tentang bagaimana
Injil yang sudah ada dan utuh itu dibubuhi sampul yang baru yang bertujuan untuk
memberikan keseimbangan melalui refleksi teologis dari penerima Injil (individu)
tersebut. Setiap individu yang merefleksikan proses teologi kontekstual akan
memperoleh pemahaman, penerimaan, pendirian dan keseimbangan terhadap
kejadian atau peristiwa dari kenyataan yang dikondisikan berdasarkan kebudayaan dan sejarah
manusia dengan situasi yang dialami saat ini. Teologi kontekstual
merupakan dasar dari semua teologi yang ada. Untuk memahami teologi
kontekstual dibutuhkan upaya yang bersumber dari sudut pandang refleksi

3
Rannu Sanderan, “TOSANGSEREKAN, A Theological Reflection on the Integrity of Creation in the Torajan
Context”, OSF Preprints:1, (November 6, 2021), 18, https://osf.io/v5u8e/
4
Upa Marampa, T dan Labuhari, Budaya Toraja (Jakarta: Penerbit Yayasa Maraya, 1997).
objektif, yang berdasarkan; iman, kitab, kebiasaan atau tradisi dan pengalaman
masa kini.5
Dalam penerapannya Teologi Kontekstual mengalami proses
kontekstualisasi. Proses tersebut tampak dengan timbulnya keyakinan individu
terhadap sesuatu yang diperoleh melalui proses berpikir, sehingga memperoleh
pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menalar dan analisa.6 Pengalaman kontekstualisasi
merupakan sumber dalam berteologi, perbedaan cara berpikir dalam memahami fenomena
yang ada menjadikan teologi kontekstual hadir sebagai penutup atau pelindung yang bersifat
subjektif juga bersifat relatif. Akan tetapi pada kenyatannya setiap individu pasti akan tetap
terikat dengan tradisi karena secara historis hal tersebut merupakan asal-usul dan sumber
sejarah.7
Dasar Teologi Kontekstual
Dasar dari Teologi Kontekstual merupakan inkulturasi yang berhubungan
dengan pemberdayaan budaya setempat yang relatif tradisional sebagai sarana
untuk berkomunikasi tentang kabar sukacita.8 Allah menyatakan diri-Nya dan
berinkarnasi melalui wahyu dalam Alkitab sebagai Sang pencipta, sehingga Allah
menjadikan kehendak-Nya yang abadi dan menciptakan manusia. Penekanan
utamanya adalah Allah merupakan penggerak utama atas kontekstualisasi, dimulai
ketika Allah menyatakan diri-Nya dan semuanya yang ada berasal dari-Nya.9
Pernyataan Allah akan diri-Nya, membangun relasi/hubungan-Nya dengan
manusia (objek penerima injil) melalui wahyu.
Kontekstualisasi dinyatakan dalam konteks budaya total dari suatu
masyarakat yang berkembang oleh kreativitas manusia dan refleksi teologis
dinyatakan lewat filter budaya dan akan seimbang dengan
pemahaman/penerimaan yang terbungkus dalam kebudayaan.10 Manusia
diciptakan untuk berkreativitas dalam berbudaya dan menjadikan Wahyu Allah
sebagai dasarnya. Terdapat dua hal yang dapat dipahami dalam pernyataan
tersebut yaitu; hubungan Allah sebagai pencipta dan bertanggungjawab atas

5
Stephen Bevans, Model-Model Teologi Kontekstual (Maumere, Flores: Ledalero, 2002).1
6
Y Tomatala, Teologi Kontekstualisasi (Suatu Pengantar) (Malang: Gandum Mas, 1996).73
7
Bevans, Model-Model Teologi Kontekstual. 2-3
8
Emanuel Gerrit Singgih, Berteologi Dalam Konteks (Yogyakarta: Kanisius, 2000). 17
9
Tomatala, Teologi Kontekstualisasi (Suatu Pengantar).12
10
Ibid.18
penyataan diri-Nya dan manusia yang menerima pernyataan-diri Allah melalui
filter kebudayaan.11
Dalam pemahamannya, teologi kontekstual memiliki dua sisi, yang
pertama; setiap individu berhadapan dengan konteks, budaya dan agama
tradisional; di sisi lainnya setiap individu bergumul dengan konteks modernisasi
yang menyebabkan perubahan terhadap nilai dan kebiasaan setiap individu.12
Teologi Kontekstual Model Transendental
Model Transendental merupakan salah satu pendekatan Teologi Kontekstual yang
melihat bahwa realitas bukan sebagai yang “ada di luar” dan lepas dari pengenalan manusia
melainkan berada pada dinamika kesadaran diri. Model Transendental bukan berpusat pada
pewartaan Injil atau tradisi tetapi bertitik tolak pada pengalaman religius dan pengalaman yang
menyangkut diri sendiri. Ada beberapa prasangka mengenai model transendental yaitu bahwa
model transendental mengajak seseorang untuk kembali melakoni kehidupannya sebagai orang
Kristen yang memiliki pengalaman kultural, religuis dan ungkapan iman yang khas
sebagaimana keadaan subjek tersebut. Prasangka lain yaitu bahwa menurut model
transendental pewahyuan ilahi tidak terletak “di luar” tetapi terjadi pada pengalaman manusia.
Selain itu terdapat juga prasangka bahwa meskipun kenyataan subjektivitas berbeda-beda
namun proses pemahamannya tetap sama. Oleh karena itu model transendental dipahami
sebagai proses penyingkapan diri seseorang (subjek) berdasarkan hasil dari analisis situasi
historis, geografis, sosial dan budaya. Dengan kata lain model ini menekankan keaslian
subjek.13
Teologi Kontekstual Model Transendental dan Tradisi Ma’ nenek
Makna ma` nenek bagi orang yang menganut Aluk todolo hampir sama dengan makna
ma` nenek bagi masyarakat yang beragama Kristen saat ini. Ma` nenek merupakan tanda kasih
sayang kepada para leluhur agar mereka selalu mengingat dan mengenangnya meskipun
mereka sudah meninggal tetapi tetap memiliki hubungan melalui upacara ma` nenek. Tradisi
ma` nenek memiliki keunikan tersendiri yaitu tradisi yang bukan sekedar membersihkan jasad
dan memakaikannya baju baru. Ritual ini mempunyai makna yang lebih, yakni mencerminkan
betapa pentingnya hubungan antar anggota keluarga bagi masyarakat Toraja, terlebih bagi
sanak saudara yang telah terlebih dahulu meninggal dunia. Masyarakat Toraja menunjukkan
hubungan antar keluarga yang tak terputus walaupun telah dipisahkan oleh kematian, ritual ini

11
Ibid. 13
12
Ibid.18-19
13
Bevans, Model-Model Teologi Kontekstual.
juga digunakan untuk memperkenalkan anggota-anggota keluarga yang muda dengan para
leluhurnya.
Pengaruh ma` nenek terhadap kehidupan masyarakat Toraja saat ini yang sudah
menganut agama Kristen tidak terlalu mencolok, namun pengaruh agama Kristen terhadap
tradisi ma` nenek sangat besar, dimana agama Kristen secara perlahan menghilangkan paham
aluk todolo baik dalam tata cara dan aturan- aturan yang berlaku dalam ma` nenek versi aluk
todolo, Seiring berjalannya waktu dan pengaruh dari agama Kristen banyak pamali yang
kemudian di hilangkan karena mengikuti kaidah agama. Walaupun demikian, masih ada
sebagian masyarakat Toraja yang mempertahankan tata cara pelaksanaan dan syarat-syarat dari
ma` nenek versi aluk todolo yang agama Kristen tidak menyadarinya.
Pada satu sisi agama Kristen diakui dan dijadikan rujukan dan pedoman saat berada
dalam suasana ibadah. Tetapi pada sisi lain, etos dan pandangan dunia yang lahir dari budaya
nenek moyang berdasarkan aluk tetap berpengaruh saat berada diluar suasana ibadah. Hal
inilah yang menyebabkan masyarakat Toraja sering menampilkan sikap dualisme dan juga
dikotomis. Pada saat ibadah mereka menjadikan agama Kristen sebagai pegangan, pedoman
dan sumber etika, tetapi pada saat melakukan tradisi ma` nenek, aluklah yang menjadi rujukan,
pedoman dan alat kontol dalam pelaksanaan.
Proses kontekstualisasi dalam upacara ma` nenek dapat terjadi ketika seseorang mampu
untuk memposisikan diri ditengah lingkungannya, namun tidak harus berubah total agar
menjadi sama dan diterima oleh lingkungannya. Adapun unsur-unsur yang selalu tampak
dalam kontekstualisasi ialah pernyataan-diri Allah, transformasi dan penghayatan perjanjian
berkat Allah yang direfleksikan dari perspektif sudut pandang budaya. Fakta adalah iman lebih
dominan diperoleh (dipelajari) justru melalui budaya; dan secara konkrit mealui keteladanan
dan interelasi individual.14 Pendalaman gagasan Hans-George Gadamer tentang Intuisi sebagai
supralogika.15 Intuisi membantu memahami tentang pandangan yang baik akan kebenaran yang
sesungguhnya. Seorang anak Kristen sangat perlu diberi edukasi berkelanjutan untuk mengatur
berbagai bentuk kehidupannya dengan kepala dingin, tenang, penuh perhitungan dan sabar.16

14
Rannu Sanderan, “EXEMPLARY, Menemukan Kunci Pendidikan Iman bagi Anak dalam Keluarga dan
Pembelajaran Agama di Sekolah”, 3 Jurnal PAK_ganjil 2016_2017:1, (November 19, 2021), 1,
https://osf.io/bmtrk/
15
Rannu Sanderan,” Intuisi: Pendalaman Gagasan Hans-George Gadamer tentang Intuisi sebagai Supralogika”,
Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH): 2, (December, 2020), https://ojs-
jireh.org/index.php/jireh/article/view/39.
16
Rannu Sanderan, “Disiplin Asketisme dan Harmoni Kontribusi Disiplin Diri bagi Pengembangan Pendidikan
Kristen”,4 Jurnal Pascasarjana PAK 2016_Disiplin Arketisme dan harmoni:1, (November 29, 2021), 10,
https://osf.io/frsnz/
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Upacara ma’ nenek merupakan salah satu bagian dari upacara rambu solo’ versi
aluk todolo yang bertransformasi ke upacara ma’ nenek versi Kristen sebagai model
transendental yang merupakan salah satu pendekatan teologi kontekstual. Masyarakat
Toraja sampai saat ini masih setia memelihara, melakukan, bahkan menjunjung tinggi nilai-
nilai yang ada dalam adat dan budaya, yang diwarikan para leluhurnya. Masyarakat Toraja
tumbuh dan berkembang secara tradisional, dengan norma dan tatanan sosial yang
melahirkan entitas budaya serta identitasnya. Salah satunya ma’ nenek menjadi salah satu
riwayat Panjang yang diwariskan kemudian terus dijaga dengan menghormati mereka yang
sudah meninggal dengan melaksanakan upacara-upacara adat. Dalam hubungannya dengan
Kekristenan melalui teologi kontekstual dalam model pendekatan transendental, ma’ nenek
terus berkembang hingga saat ini yang merupakan proses inkulturasi dari pemberdayaan
budaya setempat yang relatif tradisional sebagai sarana berkomunikasi tentang kabar
sukacita. Pekanan pada teologi kontekstual mengenai ma’ nenek adalah Allah adalah
penggerak utama kontekstualisasi, dimulai ketika Allah menyatakan diri-Nya dan
semuanya berasal dari diri-Nya, untuk itu kontekstualisasi dalam ritual ma’ nenek dapat
terjadi ketika seseorang mampu memposisikan diri ditengah lingkungannya, namuntidak
harus berubah total agar menjadi sama dan diterima oleh lingkungannya.

B. Saran
Semoga melalui tulisan saya ini akan memberikan wawasan kepada kita bahwa budaya
leluhur kita itu sangat penting untuk kita ketahui. Melalui ritual ma’ nenek versi Kristen
ini akan membantu kita memahami salah satu dari bagian upacara rambu solo’ versi
aluk todolo.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Referensi

Sanderan, Rannu. “Disiplin Asketisme dan Hamoni Kontribusi Disiplin Diri bagi
Pengembangan Pendidikan Kristen” 4 Junal Pascasarjana PAK 2016_Disiplin
Arketisme dan Harmoni:1. (November 29, 2021). https://osf.io/frsnz/.
Sanderan, Rannu. “EXEMPLARY, Menemukan Kunci Pendidikan Iman bagi Anak dalam
Keluarga dan Pembelajaran Agama di Sekolah” 3 Jurnal PAK_ganjil 2016_2017:1.
(November 19, 2021). https://osf.io/bmtrk/.
Sanderan, Rannu. “Heuristika Dalam Pendidikan Karakter Manusia Toraja Tradisional”
3 (2020): 306–327. https://www.jurnalbia.com/index.php/bia/article/view/213.
Sanderan, Rannu. “Intuisi: Pendalaman Gagasan Hans-George Gadamer tentang Intuisi
sebagai Supralogi” Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH):2. (December,
2020). https://ojs-jireh.org/index.php/jireh/article/view/39.
Sanderan, Rannu. “TOSANGSEREKAN, A Theological on the Integrity of Creation in the
Torajan Context” OSF Preprints:1. (November 6, 2021). https://osf.io/v5u8e/ .
Buku Referensi

Bevans, Stephen. Model-Model Teologi Kontekstual.

Maumere, Flores: Ledalero, 2002.

Kobong, Th. Manusia Toraja.

Rantepao: Pusbang Gereja Toraja, 1990.

Marampa, T dan Labuhari, Upa. Budaya Toraja.

Jakarta: Penerbit Yayasa Maraya, 1997.

Singgih, Emanuel Gerrit. Berteologi Dalam Konteks.

Yogyakarta: Kanisius, 2000.

Tomatala, Y. Teologi Kontekstualisasi (Suatu Pengantar).

Malang: Gandum Mas, 1996.

Anda mungkin juga menyukai