Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ALUK TODOLO


DI TANAH TORAJA

DISUSUN OLEH

Kelompok 2 :
Miftahul Jannah
Nurlaila
Nur Anna Ameliana

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
SEJARAH PERADABAN ISLAM

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha Pengasih lagi


Maha Penyayang, Marilah panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-
Nya yang telah melimpahkan Rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga
kami dapat meyelesaikan kajian makalah ini tentang “Kearifan Lokal Aluk
Todolo di Tanah Toraja”.

Kami ucapkan terima kasih banyak kepada pihak maupun sumber


yang telah ikut serta dalam mendukung dan membantu kami selama proses
pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Dengan makalah yang dibuat ini, kami rasa masih jauh dari kata
sempurna karena masih banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan dan kekuarangan pada
makalah ini, mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang “Kearifan


Lokal Aluk Todolo di Tanah Toraja” ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Parepare, 24 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB I: PENDAHULUAN............................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................2

C. Tujuan Penulisan................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN.............................................................................. 3

A. Konsep Aluk Todolo..........................................................3

B. Kepercayaan Masyarakat Tanah Toraja terhadap Aluk

Todolo................................................................................4

C. Kebudayaan Aluk Todolo di Tanah Toraja.......................5

BAB III: PENUTUP.................................................................................... 10

A. Kesimpulan......................................................................10

B. Saran................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan
yang terjadi bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan
budaya manusia. Hubungan erat antara manusia dan lingkungan kehidupan fisiknya
itulah yang melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena kemampuan manusia
mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali waktu demi waktu.
Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok
orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha manusia,
perjuangan setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari depannya.
Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan. 1 Oleh
sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan penemuan-penemuan baru.
Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut
mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan
arah yang dituju dalam perencanaan kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga
humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan.
Pengertian Kearifan Lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2
kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom
sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local)
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya.2 Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius.
Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch
Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini
(Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius
adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing
sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara

1 Anamofa, Jusuf Nikolas. "Kearifan Lokal Guna Pemecahan Masalah." (2018).


2 Affandy, Sulpi. "Penanaman Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Meningkatkan Perilaku Keberagamaan
Peserta Didik." Atthulab: Islamic Religion Teaching and Learning Journal 2.2 (2017): 201-225.
i
Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya
daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk
bertahan sampai sekarang.3
Kelompok kami membahas mengenai kearifan lokal Aluk Todolo di Tanah
Toraja. Dimana latar belakangi oleh Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri
dari beribu pulau,budaya,suku bangsa, bahasa, adat istiadat serta terdiri dari
beberapa agama. oleh sebab itulah kami angkat judul ini mengingat agar kaum muda
penerus bangsa dapat mempertahankan kearifan lokal yang sudah dari dulu ada
seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi saat ini. diharapkan agar anak
muda di Indonesia tidak terlena dengan perkembangan zaman yang serba praktis di
dunai yang super canggih dan sudah modern akibat berkembangnya dunia teknoligi
dan informasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka dapat dikemukakan tiga rumusan
masalah penelitian yaitu:
1. Apa konsep dari Aluk Todolo?
2. Bagaimana kepercayaan masyarakat Tanah Toraja terhadap Aluk Todolo?
3. Bagaimana Kebudayaan Aluk Todolo di Tanah Toraja?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui Konsep dari Aluk Todolo.
2. Untuk mengetahui kepercayaan masyarakat Tanah Toraja terhadap Aluk Todolo.
3. Untuk mengetahui Kebudayaan Aluk Todolo di Tanah Toraja.

3 Poespowardojo, Soerjanto, et al. Kepribadian budaya bangsa (local genius). Pustaka Jaya, 1986.
ii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Aluk Todolo


Berbicara tentang budaya, Budaya berarti cara hidup yang berkembang serta
dimiliki bersama oleh kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari berbagai unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik,
adat istiadat, bahasa, pakaian serta karya seni. Di dalam adat Toraja, terdapat Rambu
Tuka’ dan Rambu Solo’. Dalam budaya Toraja juga dikenal dengan namanya Aluk
Todolo, kepercayaan leluhur sebelum adanya Agama yang kita anut sekarang ini.
Aluk berarti aturan atau cara hidup yang sementara, sedangkan todolo berarti nenek
moyang. Aluk Todolo berarti agama para leluhur, atau cara/aturan hidup para
leluhur.4
Aluk Todolo jauh lebih agung dari agama. Karena itulah harus dilihat sebagai
bagian dari aluk. Agama dan budaya memanglah dua hal yang berbeda. Akan tetapi
perbedaan ini bukanlah hal yang perlu diperdebatkan. Agama dan kebudayaan bisa
berjalan berdampingan dan sama sama memperoleh kedamaian dalam menjalani
hubungan. Hanya saja, masih diperlukan kesadaran setiap orang untuk menerapkan
nilai toleransi. Relasi antara agama dan kebudayaan yaitu agama menyebarkan
ajarannya melalui budaya dan budaya membutuhkan agama untuk melestarikannya.
Agama merupakan segala sesuatu yang didapat dari Tuhan.5 Filosofi Tosangserekan
dalam konsep Aluk to dolo berarti Seluruh makhluk diciptakan oleh Puang Matua,
Bahan untuk menghasilkan nenek moyang itu adalah emas.
1. Dalam masyarakat Toraja masih kental dengan ajaran Aluk Todolo, apalagi dalam
bagian masyarakat pelosok. Disini, bukan berarti bahwa mereka belum percaya
dengan agama yang sudah ada sekarang ini, namun mereka hanya memeluk
kepercayaan yang telah mereka peluk sejak dulu. Stratifikasi sosial yaitu bagian
dari Aluk dalam budaya Toraja.
2. Aluk yang akan digambarkan adalah Aluk Todolo; nama agama tradisional
sebelum kristen, islam, dan agama baru lainnya datang ke toraja. Tingkatan
4 Sanderan Rannu, Tosangerekan, a theological reflection on the integrity of creation in the Torajan
Context
5 Cartono, Cartono. "Agama Dan Budaya Popular." ORASI: Jurnal Dakwah dan Komunikasi 10.1 (2019):
22-34.
iii
pelapisan sosial di Tana Toraja, dibagi antara lain;
1) Puang yaitu orang bangsawan.
2) To tangnga yaitu lapisan tengah, (bukan budak)
3) Kaunan yaitu lapisan orang bawah
Menurut mitos Toraja, seluruh materi di dunia ini awalnya dimulai di langit,
termasuk semua nenek moyang makhluk Sebenarnya, Aluk Todolo jauh lebih agung
dari agama. Dalam mitos Toraja, aluk ditentukan di langit, akibatnya aluk bersifat
ilahi. Puang Matua dan semua dewa tunduk kepada aluk sebagai otoritas yang lebih
tinggi. Sebenarnya, Aluk Todolo jauh lebih agung dari agama, karena itulah
penelitian sosial harus dilihat sebagai bagian dari aluk. Mayoritas suku Toraja
memeluk gama Kristen, sebagian menganut agama Islam, dan satu kepercayaan yang
dikenal sebagai Aluk Todolo.6

B. Kepercayaan Masyarakat Tana Toraja terhadap Aluk Todolo


Mayarakat Toraja adalah masyarakat yang memilki kepercayaan animisme,
atau biasa disebut dengan Aluk To Dolo atau agama leluhur yang diwariskan secara
turun temurun pada setiap generasi. Pada awalnya masyarakat toraja sangat
mempercayai hal-hal yang berbau animisme, setiap kegiatan dilakukan menurut adat
dan apabila ada yang melanggar aturan-aturan adat maka mereka akan mendapat
hukuman dari para leluhur atau nenek moyang mereka. Mereka percaya bahwa
agama leluhur adalah agama yang benar. Adapun kepercayaan masyarakat Toraja
yaitu Aluk To Dolo mereka menganggap hal itu semacam aturan hidup. Menurut
masyarakat Toraja di dalam Aluk To Dolo segala unsur dasar alam ini diturunkan
dari langit, bukan hanya manusia tetapi ayam, kerbau, besi, padi itu semua berasal
dari langit. Mereka menyebut sang pencipta dengan sebutan Puang Matua dan Datu’
Laukku adalah makhluk pertama yang diciptakan Puang Matua. Dimana Puang
Matua tidak turun ke bumi melainkan ia hidup di langit.7
Masyarakat Toraja sangat percaya pada keyakinannya yaitu Aluk To Dolo,
mereka beranggapan bahwa dengan meyakini adanya Aluk To Dolo maka mereka
akan menemukan kenyamanan, ketenangan dan kedamaian. Mereka yakin bahwa

6 Sanderan Rannu, Stratifikasi Sosial, Kepemimpinan tradisional Toraja dalam Dinamika Demokrasi
Modern.
7 Surur, Umar R. Dan Musda Mulia. 1998. Kepercayaan Aluk To Dolo. Badan Penelitian dan
Pengembangan Agama.
iv
kepercayaan yang mereka anut akan memberikan ketentraman batin. Begitupun
sebaliknya ketika terjadi pengingkaran atau tindakan-tindakan yang bersifat
melanggar aturan dari Aluk To Dolo, maka dengan sendirinya malapetaka akan
menimpa daerah mereka. Menurut suku Toraja siapa pun yang melanggar aturan
yang ada pada Aluk To Dolo, tanpa memandang siapa yang melanggar maka harus
menerima hukuman yang berlaku. Salah satu bencana dari melanggar aturan tersebut
adalah gagal panen, penyakit aneh yang menimpa warga, hama yang banyak
bermunculan itulah salah satu dampak dari ketidakpatuhannya pada Aluk To Dolo.
Aturan ini tidak memandang sanak keluarga, kerabat dekat atau sahabat. Orang-
orang yang tidak menganut Aluk To Dolo tidak akan dimakamkan melalui
Pa’tomate.8
Konsep spiritual Aluk To Dolo berbeda dari konsep Kristen. Agama Aluk To
Dolo menganut sistem dualistis yaitu kepercayaan pada kekuatan leluhur yang
setelah upacara lengkap menjadi dewa di langit dan kepercayaan pada adanya dewa-
dewa langit, bumi dan bawah bumi. Agama Kristen menganut sistem monoteisme,
Allah satu adanya. Karena itu kekuasaan dewa-dewa dan arwah nenek moyang
melemah. Hal ini berpengaruh pada lapisan kedua kebudayaan yaitu tingkah laku
ritual. Tingkah laku ritual dipertahankan minus konsep spiritualitas lokal dan
direduksi pada adat. Dalam hal itu unsur global bersifat hegemonik. Namun
masyarakat Kristen memakai berbagai strategi untuk mempertahankan unsur agama
lokalnya. Strategi itu memakai metode penambahan dan bukan pengurangan. Dalam
kasus tongkonan, nenek moyang pendiri tongkonan tidak dihilangkan tetapi dapat
diperpanjang ke nenek moyang orang Kristen pada umumnya. Dalam kasus sistem
ritual, pelaksanaan sebagian ritus-ritus tradisional dipertahankan dan pelaksanaan
ritus Kristen dilakukan pada permulaan dan penutupan upacara tradisional. Dalam
kasus pembuatan patung, praktik ini tidak dihilangkan tetapi boleh mengganti gaya
pemahat dari patung idealistik ke patung realistik, dari simbolik ke ikonik.9

C. Kebudayaan Lokal Aluk Todolo di Tanah Toraja


Kebudayaan Toraja seperti upacara kematian yang terkenal tak dapat
dipisahkan dari agama, bahkan ia bersumber dan mendapatkan inspirasi dari agama
8 Ibid.
9 Sandarupa, Stanislaus. "Glokalisasi Spasio-Temporal Dalam Agama Aluk To Dolo Oleh Agama Kristen
Di Toraja." Sosiohumaniora 17.1 (2015): 86-93.
v
lokal. Agama lokal ini disebut Aluk To Dolo (Aluk berarti “Agama”, To berarti
“orang” dan Dolo berarti, “Leluhur”). Biasa juga disingkat Alukta (Agama dimana
sufiks ta berarti “Kita”). Konsep-konsep tentang Agama Leluhur tersimpan dalam
teks-teks tradisi lisan yang mengonstruksi kehidupan dan hubungan sosial, yaitu
membangun obyek-obyek, dunia, dan ide. Teks-teks dalam berbagai bentuk, seperti
peribahasa, mitos, cerita, pemali, dan berbagai ungkapan lainnya, secara sistematis
mengatur relasi manusia dengan dunia sakral (dewa-dewa dan leluhur), manusia
dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya (Sandarupa 2007).
Sebagai sistem kepercayaan Aluk To Dolo masuk ke dalam sistem lapisan
budaya tertinggi yaitu sistem kepercayaan yang berpengaruh ke dalam sistem nilai,
norma dan perilaku serta ke dalam benda-benda. Secara umum, agama dapat
didefinisikan sebagai Dalam hal ini kebudayaan adalah serangkaian pemahaman dan
kesadaran yang sedang dikonstruksi yang dipakai anggota-anggota masyarakat untuk
menginterpretasi dunia sekelilingnya (Fox 1990). Atau semacam alat atau
serangkaian skenario yang anggota – anggota masyarakat pakai untuk melaksanakan
kehidupan sehari-harinya (Fox 1990:10).10
Definisi ini cukup representatif karena terkandung di dalamnya tiga wujud
kebudayaan. Setiap kebudayaan terdiri atas lapisan-lapisan yang dibedakan ke dalam
tiga sistem yang saling berhubungan yaitu sistem pengetahuan dan kepercayaan,
sistem nilai dan sistem makna, sistem perilaku sebagai perwujudan pengetahuan dan
nilai serta sistem benda-benda. Demikian pula, Koentjaraningrat mengemukakan tiga
wujud kebudayaan seperti ide atau mental simbolik, tingka laku dan karya
(Koentjaraningrat 1985[1974]):5)11. Penting membedakan ketiga lapisan budaya ini
karena hanya dengan itu dapat dibedakan dengan jelas wujud budaya mana yang
mendapatkan pengaruh globalisasi. Dari sudut agama Aluk To Dolo, ritual
kehidupan berkaitan dengan pemujaan terhadap Dewa-Dewi Langit, Bumi, dan
Bawah Bumi sedangkan ritual kematian berkaitan dengan Arwah Leluhur yang
sudah menjadi Dewa di Langit (To Membali Puang).
Satu praktik yang ditolak adalah pembuatan patung atau tau-tau untuk orang
mati kelas menengah ke atas pada upacara kematian karena terdapat perbedaan besar
tentang konsep arwah dalam kedua agama. Konsep arwah dalam Aluk To Dolo jauh
10 Fox, Richard G. Nationalist ideologies and the production of national cultures. Washington D.C.:
American Ethnological Society Monograph Series Number 2. (1990)
11 Koentjaraningrat. Kebudayaan, mentalitas, dan pembangunan. Jakarta: PT Gramedia. (1985)
vi
lebih kompleks ketimbang konsep arwah dalam paham Kristen. Dalam konteks
lokal, tau-tau adalah badan baru arwah calon dewa. Dalam Singgi’, ’pujian’ tomina
atau pendeta Aluk To Dolo dikatakan bahwa tau-tau representasi badan baru nenek
moyang dengan menceriterakan riwayat hidupnya di depan patung mulai dari
kehamilan sampai kembali ke langit: Waktu dihamilkan dan dilahirkan:
1. Tang dikandian maessu’, tang dileran bua kayu Tidak diidamkan buah asam, tidak
juga bua pohon
2. To dadi dao pussakna, dao bubungna dewata Dilahirkan di atas puncak, di atas
bubungan Dewa Waktu sudah sampai ke langit dan turun ke bumi memberi
berkat.
1) La turun la tiallenna Akan turun dari atas
2) Mananna’ tokkonan layuk, ubanan pa’kalandoan Akan berkembang
tongkonan mulia, capai umur panjang
3) Mananna’ pa’bala tedong Akan banyak kandang kerbau
4) Napokendek bura padang saba’ lelloan lembang Akan berlimpah hasil
pertanian, berjumlah banyak hasil dari kampung .
Satu praktik yang ditolak adalah pembuatan patung atau tau-tau untuk orang
mati kelas menengah ke atas pada upacara kematian karena terdapat perbedaan besar
tentang konsep arwah dalam kedua agama. Konsep arwah dalam Aluk To Dolo jauh
lebih kompleks ketimbang konsep arwah dalam paham Kristen. Dalam konteks
lokal, tau-tau adalah badan baru arwah calon dewa.12 Dalam Singgi’, ’pujian’ tomina
atau pendeta Aluk To Dolo dikatakan bahwa tau-tau representasi badan baru nenek
moyang dengan menceriterakan riwayat hidupnya di depan patung mulai dari
kehamilan sampai kembali ke langit: Waktu dihamilkan dan dilahirkan:
1) Tang dikandian maessu’, tang dileran bua kayu Tidak diidamkan buah asam,
tidak juga bua pohon
2) To dadi dao pussakna, dao bubungna dewata Dilahirkan di atas puncak, di
atas bubungan Dewa
Tau-tau ini merupakan praktik Aluk To Dolo penginggalan budaya
Austronesia. Mulai dari pemilihan pohon sampai pembuatannya disertai dengan
ritual dan korban ayam dan babi. Ada juga upacara massabu tau-tau, yaitu upacara

12 Bigalke, Terance W 2005 Tana Toraja: a social history of an Indonesian people. Singapore: Singapore
University Press.
vii
melantik tau-tau menjadi badan baru dewa yang sudah lengkap upacaranya. Lalu ia
disemayamkan di sisi kiri mayat selama semalam untuk menangkap arwah si mati.
Seperti yang kita ketahui tujuan suatu upacara kematian-rambu solo’ Aluk To Dolo
adalah untuk mentransformasi bombo (arwah yang menakutkan) menjadi bombo
mendeatanna (arwah setengah dewa) di Puya dan lewat masseroi, mensucikan arwah
dan keluarga yang ditinggalkan yang kemudian diikuti upacara rambu tuka’, bombo
mendeatanna menjadi mendeatanna, ’dewa’ (untuk orang menengah ke bawah) dan
mengkapuanganna, menjadi Puang). Dengan kata lain, upacara kematian bertujuan
mentransformasi arwah menjadi dewa yang badan barunya adalah tau-tau. Tau-tau
ini ditempatkan di atas balkon secara berjejer di dekat liang tempat mengurburkan
mayat yang kemudian sangat terkenal dan menarik wisatawan ke Toraja. Rambu
solo’ dan rambu tuka’ menciptakan nenek moyang ke depan. Dewa-dewa ini sangat
dipercayai kekuatannya oleh penganut Alukta. Hal-hal inilah yang membuat pihak
gereja mencap praktik ini sebagai kepercayaan tahyul, sehingga selama beberapa
dekade patung-patung ini dilarang pemakaiannya dalam upacara kematian.13
Keadaan berubah ketika kesadaran baru muncul untuk menemukan kembali
tradisi yang sudah ditinggalkan. Konsep universal arwah yang langsung menghadap
Tuhan, suatu ajaran Calvin dan Luther, kemudian diterima dan ditunjang oleh
universalisme teknologi kamera yang diperkenalkan ke daerah itu sejak kedatangan
Belanda. Terjadilah reinterpretasi dengan mendialogkan yang lokal dan
global.Pemakaian patung dibolehkan gereja kembali sejauh tau-tau tersebut foto
almarhum. Dengan kata lain penekanannya pada representasi suatu momen
kehidupan almarhum sebagaimana layaknya makna foto. Perubahan konsep ini
menyebabkan terjadinya perubahan pada ciri-ciri patung yang dibuat. Muncullah
artis gaya baru dengan karya gaya realistik. Untuk itu patung dibuat sesuai dengan
wajah almarhum posisi tangan berubah. Semua ciri dualitas Alukta diubah ke ciri
monoteis Kristen seperti posisi tangan dan lain-lain. Singkatnya, glokalisasi terjadi
pada konsep waktu. Bila patung Aluk To Dolo berfungsi untuk menjadi badan baru
pada Leluhur di masa mendatang, maka patung Kristem mengekstensi waktu ke
masa lampau. Foto adalah satu momen kehidupan di masa lampau. Dengan demikian
glokalisasi menggabung dua dimensi waktu, masa lampau ditambah tanpa

13 Adams, Kethleen, Marie1988 Carving a new identity: ethnic and artistic change in Tana Toraja,
Indonesia, University of washington
viii
menghapuskan masa akan datang. 14

14 Sandarupa, Stanislaus. "Kebudayaan Toraja modal bangsa, milik dunia." Sosiohumaniora 16.1 (2014):


1-13
ix
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini kami dapat menyimpulkan bahwa, Desa wisata
berkelanjutan adalah Masyarakat Toraja adalah masyarakat yang sangat menjaga
adat istiadat dan kebudayaannya. Salah satu bentuk keunikan lain dari Tana Toraja
adalah bentuk toleransinya yang cukup tinggi. Salah satu kearifan local Tanah Toraja
adalah Aluk Todolo. Dalam budaya Toraja juga dikenal dengan namanya Aluk
Todolo, kepercayaan leluhur sebelum adanya Agama yang kita anut sekarang ini.
Aluk berarti aturan atau cara hidup yang sementara, sedangkan todolo berarti nenek
moyang. Aluk Todolo berarti agama para leluhur, atau cara/aturan hidup para
leluhur. Kebudayaan Toraja seperti upacara kematian yang terkenal tak dapat
dipisahkan dari agama, bahkan ia bersumber dan mendapatkan inspirasi dari agama
lokal. Sebagai sistem kepercayaan Aluk To Dolo masuk ke dalam sistem lapisan
budaya tertinggi yaitu sistem kepercayaan yang berpengaruh ke dalam sistem nilai,
norma dan perilaku serta ke dalam benda-benda.

3.2 Saran
Berdasarkan makalah ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut. Sebagai
mahasiswa yang tidak terlepas dari segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan
dan bidang keilmuan. Kita diharapkan dapat mempelajari Kearifan Lokal di
Indonesia. Karena Pendidikan berbasis kearifan lokal bermanfaat antara lain: (a)
melahirkan generasi-generasi yang kompeten dan bermartabat; (b) merefleksikan
nilai-nilai budaya; (c) berperan serta dalam membentuk karakter bangsa; (d) ikut
berkontribusi demi terciptanya identitas bangsa; dan (e) ikut andil dalam
melestarikan budaya.

x
DAFTAR PUSTAKA

Anamofa, Jusuf Nikolas. "Kearifan Lokal Guna Pemecahan Masalah." (2018).


Affandy, Sulpi. "Penanaman Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Meningkatkan Perilaku
Keberagamaan Peserta Didik." Atthulab: Islamic Religion Teaching and Learning
Journal 2.2 (2017): 201-225.
Poespowardojo, Soerjanto, et al. Kepribadian budaya bangsa (local genius). Pustaka
Jaya, 1986.
Sanderan Rannu, Tosangerekan, a theological reflection on the integrity of creation in the
Torajan Context
Cartono, Cartono. "Agama Dan Budaya Popular." ORASI: Jurnal Dakwah dan
Komunikasi 10.1 (2019): 22-34.
Sanderan Rannu, Stratifikasi Sosial, Kepemimpinan tradisional Toraja dalam Dinamika
Demokrasi Modern.
Surur, Umar R. Dan Musda Mulia. 1998. Kepercayaan Aluk To Dolo. Badan Penelitian
dan Pengembangan Agama.
Sandarupa, Stanislaus. "Glokalisasi Spasio-Temporal Dalam Agama Aluk To Dolo Oleh
Agama Kristen Di Toraja." Sosiohumaniora 17.1 (2015): 86-93.
Fox, Richard G. Nationalist ideologies and the production of national cultures.
Washington D.C.: American Ethnological Society Monograph Series Number 2.
(1990)
Koentjaraningrat. Kebudayaan, mentalitas, dan pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.
(1985)
Bigalke, Terance W 2005 Tana Toraja: a social history of an Indonesian people.
Singapore: Singapore University Press.
Adams, Kethleen, Marie1988 Carving a new identity: ethnic and artistic change in Tana
Toraja, Indonesia, University of washington
Sandarupa, Stanislaus. "Kebudayaan Toraja modal bangsa, milik
dunia." Sosiohumaniora 16.1 (2014): 1-13

xi

Anda mungkin juga menyukai