DISUSUN OLEH
Kelompok 2 :
Miftahul Jannah
Nurlaila
Nur Anna Ameliana
2022
KATA PENGANTAR
Dengan makalah yang dibuat ini, kami rasa masih jauh dari kata
sempurna karena masih banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan dan kekuarangan pada
makalah ini, mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................2
Todolo................................................................................4
A. Kesimpulan......................................................................10
B. Saran................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan
yang terjadi bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan
budaya manusia. Hubungan erat antara manusia dan lingkungan kehidupan fisiknya
itulah yang melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena kemampuan manusia
mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali waktu demi waktu.
Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok
orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha manusia,
perjuangan setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari depannya.
Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan. 1 Oleh
sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan penemuan-penemuan baru.
Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut
mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan
arah yang dituju dalam perencanaan kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga
humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan.
Pengertian Kearifan Lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2
kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom
sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local)
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya.2 Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius.
Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch
Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini
(Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius
adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing
sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka dapat dikemukakan tiga rumusan
masalah penelitian yaitu:
1. Apa konsep dari Aluk Todolo?
2. Bagaimana kepercayaan masyarakat Tanah Toraja terhadap Aluk Todolo?
3. Bagaimana Kebudayaan Aluk Todolo di Tanah Toraja?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui Konsep dari Aluk Todolo.
2. Untuk mengetahui kepercayaan masyarakat Tanah Toraja terhadap Aluk Todolo.
3. Untuk mengetahui Kebudayaan Aluk Todolo di Tanah Toraja.
3 Poespowardojo, Soerjanto, et al. Kepribadian budaya bangsa (local genius). Pustaka Jaya, 1986.
ii
BAB II
PEMBAHASAN
6 Sanderan Rannu, Stratifikasi Sosial, Kepemimpinan tradisional Toraja dalam Dinamika Demokrasi
Modern.
7 Surur, Umar R. Dan Musda Mulia. 1998. Kepercayaan Aluk To Dolo. Badan Penelitian dan
Pengembangan Agama.
iv
kepercayaan yang mereka anut akan memberikan ketentraman batin. Begitupun
sebaliknya ketika terjadi pengingkaran atau tindakan-tindakan yang bersifat
melanggar aturan dari Aluk To Dolo, maka dengan sendirinya malapetaka akan
menimpa daerah mereka. Menurut suku Toraja siapa pun yang melanggar aturan
yang ada pada Aluk To Dolo, tanpa memandang siapa yang melanggar maka harus
menerima hukuman yang berlaku. Salah satu bencana dari melanggar aturan tersebut
adalah gagal panen, penyakit aneh yang menimpa warga, hama yang banyak
bermunculan itulah salah satu dampak dari ketidakpatuhannya pada Aluk To Dolo.
Aturan ini tidak memandang sanak keluarga, kerabat dekat atau sahabat. Orang-
orang yang tidak menganut Aluk To Dolo tidak akan dimakamkan melalui
Pa’tomate.8
Konsep spiritual Aluk To Dolo berbeda dari konsep Kristen. Agama Aluk To
Dolo menganut sistem dualistis yaitu kepercayaan pada kekuatan leluhur yang
setelah upacara lengkap menjadi dewa di langit dan kepercayaan pada adanya dewa-
dewa langit, bumi dan bawah bumi. Agama Kristen menganut sistem monoteisme,
Allah satu adanya. Karena itu kekuasaan dewa-dewa dan arwah nenek moyang
melemah. Hal ini berpengaruh pada lapisan kedua kebudayaan yaitu tingkah laku
ritual. Tingkah laku ritual dipertahankan minus konsep spiritualitas lokal dan
direduksi pada adat. Dalam hal itu unsur global bersifat hegemonik. Namun
masyarakat Kristen memakai berbagai strategi untuk mempertahankan unsur agama
lokalnya. Strategi itu memakai metode penambahan dan bukan pengurangan. Dalam
kasus tongkonan, nenek moyang pendiri tongkonan tidak dihilangkan tetapi dapat
diperpanjang ke nenek moyang orang Kristen pada umumnya. Dalam kasus sistem
ritual, pelaksanaan sebagian ritus-ritus tradisional dipertahankan dan pelaksanaan
ritus Kristen dilakukan pada permulaan dan penutupan upacara tradisional. Dalam
kasus pembuatan patung, praktik ini tidak dihilangkan tetapi boleh mengganti gaya
pemahat dari patung idealistik ke patung realistik, dari simbolik ke ikonik.9
12 Bigalke, Terance W 2005 Tana Toraja: a social history of an Indonesian people. Singapore: Singapore
University Press.
vii
melantik tau-tau menjadi badan baru dewa yang sudah lengkap upacaranya. Lalu ia
disemayamkan di sisi kiri mayat selama semalam untuk menangkap arwah si mati.
Seperti yang kita ketahui tujuan suatu upacara kematian-rambu solo’ Aluk To Dolo
adalah untuk mentransformasi bombo (arwah yang menakutkan) menjadi bombo
mendeatanna (arwah setengah dewa) di Puya dan lewat masseroi, mensucikan arwah
dan keluarga yang ditinggalkan yang kemudian diikuti upacara rambu tuka’, bombo
mendeatanna menjadi mendeatanna, ’dewa’ (untuk orang menengah ke bawah) dan
mengkapuanganna, menjadi Puang). Dengan kata lain, upacara kematian bertujuan
mentransformasi arwah menjadi dewa yang badan barunya adalah tau-tau. Tau-tau
ini ditempatkan di atas balkon secara berjejer di dekat liang tempat mengurburkan
mayat yang kemudian sangat terkenal dan menarik wisatawan ke Toraja. Rambu
solo’ dan rambu tuka’ menciptakan nenek moyang ke depan. Dewa-dewa ini sangat
dipercayai kekuatannya oleh penganut Alukta. Hal-hal inilah yang membuat pihak
gereja mencap praktik ini sebagai kepercayaan tahyul, sehingga selama beberapa
dekade patung-patung ini dilarang pemakaiannya dalam upacara kematian.13
Keadaan berubah ketika kesadaran baru muncul untuk menemukan kembali
tradisi yang sudah ditinggalkan. Konsep universal arwah yang langsung menghadap
Tuhan, suatu ajaran Calvin dan Luther, kemudian diterima dan ditunjang oleh
universalisme teknologi kamera yang diperkenalkan ke daerah itu sejak kedatangan
Belanda. Terjadilah reinterpretasi dengan mendialogkan yang lokal dan
global.Pemakaian patung dibolehkan gereja kembali sejauh tau-tau tersebut foto
almarhum. Dengan kata lain penekanannya pada representasi suatu momen
kehidupan almarhum sebagaimana layaknya makna foto. Perubahan konsep ini
menyebabkan terjadinya perubahan pada ciri-ciri patung yang dibuat. Muncullah
artis gaya baru dengan karya gaya realistik. Untuk itu patung dibuat sesuai dengan
wajah almarhum posisi tangan berubah. Semua ciri dualitas Alukta diubah ke ciri
monoteis Kristen seperti posisi tangan dan lain-lain. Singkatnya, glokalisasi terjadi
pada konsep waktu. Bila patung Aluk To Dolo berfungsi untuk menjadi badan baru
pada Leluhur di masa mendatang, maka patung Kristem mengekstensi waktu ke
masa lampau. Foto adalah satu momen kehidupan di masa lampau. Dengan demikian
glokalisasi menggabung dua dimensi waktu, masa lampau ditambah tanpa
13 Adams, Kethleen, Marie1988 Carving a new identity: ethnic and artistic change in Tana Toraja,
Indonesia, University of washington
viii
menghapuskan masa akan datang. 14
3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini kami dapat menyimpulkan bahwa, Desa wisata
berkelanjutan adalah Masyarakat Toraja adalah masyarakat yang sangat menjaga
adat istiadat dan kebudayaannya. Salah satu bentuk keunikan lain dari Tana Toraja
adalah bentuk toleransinya yang cukup tinggi. Salah satu kearifan local Tanah Toraja
adalah Aluk Todolo. Dalam budaya Toraja juga dikenal dengan namanya Aluk
Todolo, kepercayaan leluhur sebelum adanya Agama yang kita anut sekarang ini.
Aluk berarti aturan atau cara hidup yang sementara, sedangkan todolo berarti nenek
moyang. Aluk Todolo berarti agama para leluhur, atau cara/aturan hidup para
leluhur. Kebudayaan Toraja seperti upacara kematian yang terkenal tak dapat
dipisahkan dari agama, bahkan ia bersumber dan mendapatkan inspirasi dari agama
lokal. Sebagai sistem kepercayaan Aluk To Dolo masuk ke dalam sistem lapisan
budaya tertinggi yaitu sistem kepercayaan yang berpengaruh ke dalam sistem nilai,
norma dan perilaku serta ke dalam benda-benda.
3.2 Saran
Berdasarkan makalah ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut. Sebagai
mahasiswa yang tidak terlepas dari segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan
dan bidang keilmuan. Kita diharapkan dapat mempelajari Kearifan Lokal di
Indonesia. Karena Pendidikan berbasis kearifan lokal bermanfaat antara lain: (a)
melahirkan generasi-generasi yang kompeten dan bermartabat; (b) merefleksikan
nilai-nilai budaya; (c) berperan serta dalam membentuk karakter bangsa; (d) ikut
berkontribusi demi terciptanya identitas bangsa; dan (e) ikut andil dalam
melestarikan budaya.
x
DAFTAR PUSTAKA
xi