Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PPKN

Tentang Kebudayaan Batak

Disusun oleh :
Kelompok 6
Ketua : ADAM
Wakil Ketua : MANDA
Sekretaris : SITI
Bendahara : INTAN
 HUDA

SMP NEGERI 1 JATIWANGI


Jl.Raya Timur No.68 jatiwangi-majalengka
ADAT ISTIADAT SUKU BATAK

Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema
kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal
dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan
sebagai Batak adalah:Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak
Angkola, dan Batak Mandailing.

Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik,
dan Islam Sunni. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni:
tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu),
walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.

Konsep Religi Suku Bangsa Batak – Debata Mulajadi Na Bolon

Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak, terdapat beberapa agama,
Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam disyiarkan sejak 1810 dan sekarang
dianut oleh sebagian besar orang Batak Mandailing dan Batak Angkola.

Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke Toba dan Simalungun oleh para zending
dan misionaris dari Jerman dan Belanda sejak 1863. Sekarang ini, agama Kristen (Katolik
dan Protestan) dianut oleh sebagian besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun,
dan Batak Pakpak.

Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki konsepsi bahwa alam ini beserta isinya
diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Debata Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo).

Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan di atas
langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon
(Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo).

 Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu sebagai berikut.
 Tondi, adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatannya.
 Sahala, adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
 Begu, adalah tondi yang sudah meninggal.

Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa Batak

Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang
laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga mengikat kaum kerabat laki-laki dan kaum
kerabat perempuan.
Menurut adat lama pada orang Batak, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih jodoh.
Perkawinan antara orang-orang rimpal, yakni perkawinan dengan anak perempuan dari
saudara laki-laki ibunya, dianggap ideal. Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu
marga dan perkawinan dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.

Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara


patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek moyang. Perhitungan hubungan
berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok
kekerabatan terkecil adalah keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak).

Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan kekerabatan yang mantap.
Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok kerabat seseorang, antara kelompok
kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat suami saudara perempuannya.

Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.

 Hula-hula; orang tua dari pihak istri, anak kelompok pemberi gadis.
 Anak boru; suami dan saudara (hahaanggi) perempuan kelompok penerima gadis.
 Dongan tubu; saudara laki-laki seayah, senenek moyang, semarga, berdasarkan
patrilineal.

Konsep Pemimpin Politik Suku Bangsa Batak

Pada masyarakat Batak, sistem kepemimpinan terdiri atas tiga bidang.

1. Bidang adat. Kepemimpinan pada bidang adat ini tidak berada dalam tangan seorang
tokoh, tetapi berupa musyawarah Dalihan Na Tolu (Toba), Sangkep Sitelu (Karo).
Dalam pelaksanaannya, sidang musyawarah adat ini dipimpin oleh suhut (orang yang
mengundang para pihak kerabat dongan sabutuha, hula-hula, dan boru dalam Dalihan
Na Tolu).
2. Bidang agama. Agama Islam dipegang oleh kyai atau ustadz, sedangkan pada agama
Kristen Katolik dan Protestan dipegang oleh pendeta dan pastor.
3. Bidang pemerintahan. Kepemimpinan di bidang pemerintahan ditentukan melalui
pemilihan.

Konsep Agrikultural Suku Batak – Marsitalolo dan Solu. Orang Batak bercocok tanam padi
di sawah dengan irigasi. Pada umumnya, panen padi berlangsung setahun sekali. Namun, di
beberapa tempat ada yang melakukan panen sebanyak dua atau tiga kali dalam setahun
(marsitalolo).
Selain bercocok tanam, peternakan merupakan mata pencarian penting bagi orang Batak. Di
daerah tepi danau Toba dan pulau Samosir, pekerjaan menangkap ikan dilakukan secara
intensif dengan perahu (solu). Konsep Bahasa, Pengetahuan, dan Teknologi Suku Bangsa
Batak

Bahasa, pengetahuan, dan teknologi adalah bentuk budaya dasar sebuah bangsa atau suku
bangsa. Mari kita ulas ketiga aspek tersebut pada suku bangsa Batak.

1. Bahasa

Suku Batak berbicara bahasa Batak. Bahasa Batak termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu
– Polinesia. Hampir setiap jenis suku Batak memiliki logat tersendiri dalam berbicara. Oleh
karena itu bahasa Batak memiliki 6 logat, yakni logat Karo oleh orang Batak Karo, logat
Pakpak oleh orang Batak Pakpak, logat Simalungun oleh orang Batak Simalungun, logat
Toba oleh orang Batak Toba, Mandailing, dan Angkola.

2. Pengetahuan

Masyarakat suku Batak mengenal sistem gotong royong kuno, terutama dalam bidang
bercocok tanam. Gotong royong ini disebut raron oleh orang Batak Karo dan disebut
Marsiurupan oleh orang Batak Toba. Dalam gotong royong kuno ini sekelompok orang
(tetangga atau kerabat dekat) bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.

3. Teknologi

Teknologi tradisional suatu suku bangsa adalah bentuk kearifan lokal suku bangsa tersebut.
Suku bangsa Batak terbiasa menggunakan peralatan sederhana dalam bercocok tanam,
misalnya bajak (disebut tenggala dalam bahasa Batak Karo), cangkul, sabit (sabi-sabi),
tongkat tunggal, ani-ani, dan sebagainya.

Teknologi tradisional juga diaplikasikan dalam bidang persenjataan. Masyarakat Batak


memiliki berbagai senjata tradisional seperti hujur (semacam tombak), piso surit (semacam
belati), piso gajah dompak (keris panjang), dan podang (pedang panjang).

Di bidang penenunan pun teknologi tradisional suku Batak sudah cukup maju. Mereka
memiliki kain tenunan yang multifungsi dalam kehidupan adat dan budaya suku Batak, yang
disebut kain ulos.

Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak

Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, kata ‘marga’ merupakan istilah antropologi yang
bermakna ‘kelompok kekerabatan yang eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal
maupun patrilineal’ atau ‘bagian daerah (sekumpulan dusun) yang agak luas (di Sumatra
Selatan).

Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga diletakkan sebagai nama belakang seseorang,
seperti nama keluarga. Dari marga inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah
benar orang Batak.

Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di antaranya:

Aritonang, Banjarnahor (Marbun), Baringbing (Tampubolon), Baruara (Tambunan), Barutu


(Situmorang), Barutu (Sinaga), Butarbutar, Gultom, Harahap, Hasibuan, Hutabarat,
Hutagalung, Gutapea, Lubis, Lumbantoruan (Sihombing Lumbantoruan), Marpaung,
Nababan, Napitulu, Panggabean, Pohan, Siagian (Siregar), Sianipar, Sianturi, Silalahi,
Simanjuntak, Simatupang, Sirait, Siregar, Sitompul, Tampubolon, Karokaro Sitepu,
Peranginangin Bangun, Ginting Manik, Sembiring Galuk, Sinaga Sidahapintu, Purba
Girsang, Rangkuti.

Masyarakat Batak yang menganut sistim kekeluargaan yang Patrilineal yaitu garis keturunan
ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun dari
marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah
atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum wanita. Namun
bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah. Apalagi pengaruh perkembangan zaman yang
menyetarakan kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan.

Upacara Pernikahan Adat Batak Toba

Adapun tata cara adat Batak dalam pernikahan yang disebut dengan adat na gok, yaitu
pernikahan orang Batak secara normal berdasarkan ketentuan adat terdahulu seperti tahap-
tahap berikut ini:
1. Mangaririt

Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir tangga langsung
setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang mereka namakan “Ulaon Sadari”.

2. Mangalehon Tanda

Mangalehon tanda maknanya mengasih tanda apabila laki-laki telah menemukan perempuan
sebagai calon istrinya, kemudian keduanya saling memberikan tanda.

Laki-laki biasanya mengasih uang kepada perempuan sedangkan perempuan menyerahkan


kain sarung kepada laki-laki, setelah itu maka laki-laki dan perempuan tersebut telah terikat
satu sama lain.

Laki-laki lalu memberitahukan hal tersebut kepada orang tuanya, orang tua laki-laki akan
menyuruh prantara atau domu-domu yang telah mengikat janji dengan putrinya.

3. Marhori-hori Dinding atau Marhusip

Marhusip artinya berbisik, tetapi arti dalam tulisan ini yaitu pembicaran yang bersifat tertutup
atau bisa juga disebut pembicaraan atau perundingan antara utusan keluarga calon pengantin
laki-laki dengan wakil pihak orang tua calon pengantin perempuan, mengenai mas kawin
yang harus di siapkan oleh pihak laki-laki yang akan diberikan kepada pihak perempuan.

Hasil-hasil pembicaraan marhusip belum perlu diketahui oleh umum karena untuk menjaga
adanya kemungkinan kegagalan dalam mencapai kata sepakat.

Marhusip biasanya dilaksanakan di rumah perempuan. Domu-domu calon pengantin laki-laki


akan menerangkan tujuan kedatangan mereka pada keluarga calon pengantin perempuan.

4. Martumpol (baca : martuppol)

Martumpol bagi orang Batak Toba bisa disebut juga sebagai acara pertunangan tetapi secara
harafiah martupol merupakan acara kedua pengantin di hadapan pengurus jemaat gereja
diikat dalam janji untuk melangsungkan pernikahan.

Upacara adat ini diikuti oleh orang tua kedua calon pengantin dan keluarga mereka beserta
para undangan yang biasanya diadakan di dalam gereja, karena yang mengadakan acara
martumpol ini kebanyakan adalah masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen.
5. Marhata Sinamot

Marhata sinamot biasanya diselenggarakan setelah selesai membagikan jambar. Marhata


sinamot adalah membicarakan berapa jumlah sinamot dari pihak laki-laki, hewan apa yang di
sembelih, berapa banyak ulos, berapa banyak undangan dan dimana dilaksanakan upacara
pernikahan tersebut.

Adat marhata sinamot bisa juga dianggap sebagai perkenalan resmi antara orang tua laki-laki
dengan orang tua perempuan. Mas kawin yang diserahkan pihak laki-laki biasanya berupa
uang sesuai jumlah mas kawin tersebut di tentukan lewat tawar-menawar

Adat dan Kematian Suku Batak

Melanjutkan tulisan saya di “Aku Boruni Raja” saya kembali menulis sedikit ulasan dari
kampung halaman saya. Tulisan yang menceritakan beberapa tata cara yang dilakukan oleh
masyarakat Batak jika salah satu keluarga ada yang meninggal.

Dalam proses kehidupan banyak hal yang membuat orang bahagia mulai dari
kelahiran,prestasi dan pernikahan,dari banyaknya hal yang membuat orang bahagia ada satu
hal proses kehidupan yang membawa duka dalam keluarga bahkan sampai mancanegara yaitu
kematian. Defenisi mati adalah tidak hidup;tidak menyala dan kematian sendiri mengandung
arti perjalanan hidup manusia yang sudah usai,sehingga tidak perlu ditakuti karena tak tahu
kapan tapi yang pasti kematian itu akan menghampiri kita satu persatu.

Berbagai macam tata cara adat istiadat dari berbagai suku di Indonesia tentang prosesi
pemakaman yang dipercayai oleh masing-masing suku, disini saya mencoba menulis tata cara
adat pemakanan secara adat Batak Toba. Proses kematian sebenarnya tanpa disadari adalah
hal yang ditunggu-tunggu oleh manusia karena itu merupakan proses menuju hidup yang
kekal dan abadi.

Masyarakat Batak memperlakukan orang mati dengan khusus, dimana kematian orang Batak
dilakukan dengan pesta dan suka cita, keadaan ini memang sangat jauh berbeda dengan suku
lain yang ada di Indonesia. Tata cara kematian secara adat Batak di bagi berdasarkan usia dan
statusnya.

Beberapa jenis kematian yang dikenal orang Batak Toba*berbabagai sumber :

1. kematian yang dialami ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) untuk kematian
yang dialami dalam kandungan belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa
peti mati).
2. Kematian masih bayi (mate poso-poso), mati saat anak-anak (mate dakdanak), mati saat
remaja (mate bulung), dan mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate
ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi
selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup
mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk mate dakdanak dan
mate bulung, ulos dari tulang (saudara laki-laki ibu) si orang yang meninggal.

3. Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (mate di paralang-alangan/mate


punu),

4. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil (mate
mangkar),

5. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun
belum bercucu (mate hatungganeon),

6. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (mate sari matua).

7. Telah bercucu tapi tidak harus dari semua anak-anaknya (mate saur matua).

Pada masyarakat Batak kematian seseorang pada usia tua dan yang telah memiliki
keturunan, akan mengalami ritual penguburan dengan tidak sembarangan karena
kedudukannya kelak adalah sebagai leluhur yang disembah. Hal ini ditemukan dari
banyaknya temuan kubur-kubur megalitik dengan patung-patung leluhur sebagai objek
pemujaan (Soejono,1984:24), dari hal diatas hal yang ingin saya uraikan adalah tata cara
penguburan ketika seseorang masyarakat Batak mati saur matua, dimana kondisi jika mati
saut matua seperti ini, masyarakat Batak mengadakan pesta untuk orang yang meninggal
dunia tersebut. Ini menjadi sebuah tanda bahwa orang yang meninggal tersebut memang
sudah waktunya (sudah tua) untuk menghadap Tuhan dan ini disambut dengan rasa bahagia
dan suka cita. Sedih pasti ada, tapi mengingat meninggalnya memang dikarenakan proses
alami (sudah tua) maka kesedihan tidak akan berlarut-larut.
Pakaian Adat Suku Batak Toba
Pakaian adat suku Batak Toba merupakan kain tenun atau yang dikenal dengan nama Ulos.
Kain ulos sendiri merupakan kain yang sering sekali dijadikan ciri khas suku Batak. Bahkan,
ulos sudah menjadi identitas dari pakaian adat Sumatera Utara tingkat nasional.

Bahasa Batak
Bahasa Batak dapat mengacu pada beberapa hal berikut:

 Rumpun bahasa Batak, termasuk bahasa-bahasa di dalamnya, seperti:


o Bahasa Batak Toba
o Bahasa Batak Pakpak
o Bahasa Batak Angkola
o dan sebagainya
 Bahasa Batak Palawan, sebuah bahasa yang dituturkan oleh orang Negrito di Pulau
Palawan,

Rumah adat
Rumah adat suku Batak di daerah Sumatera Utara namanya Rumah Bolon atau sering
disebut dengan Rumah Gorga. Rumah ini menjadi simbol keberadaan masyarakat Batak
yang hidup di daerah tersebut. Suku Batak di Sumatera Utara terdiri dari beberapa jenis,
yaitu Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Pakpak, dan Angkola
Daerah Sumatera Utara Paling Populer

 Lagu Daerah Sumatera Utara Paling Populer


o 1. Butet
o 2. Sinanggar Tulo
o 3. Na Donang Do Hita Nadua
o 4. Anju Ahu
o 5. Dago Inang Sarge
o 6. Ketabo
o 7. Lisoi
o 8. Madekdek Magambiri
o 9. Maria Tamong
o 10. A Sing Sing So
o 11. Sik Sik Sibatumanikam

Tarian Daerah Sumatera Utara:


1. Tari Piso Surit

Piso Surit adalah salah satu tarian Suku Karo yang menggambarkan seorang
gadis sedang menantikan kedatangan kekasihnya. Penantian tersebut sangat lama dan
menyedihkan dan digambarkan seperti burung Piso Surit yang sedang memanggil-
manggil. Piso dalam bahasa Batak Karo sebenarnya berarti pisau dan banyak orang
mengira bahwa Piso Surit merupakan nama sejenis pisau khas orang karo.
Sebenarnya Piso Surit adalah bunyi sejenis burung yang suka bernyanyi.
Kicau burung ini bila didengar secara seksama sepertinya sedang memanggil-manggil
dan kedengaran sangat menyedihkan. Jenis burung tersebut dalam bahasa karo disebut
“pincala” bunyinya nyaring dan berulang-ulang dengan bunyi seperti “piso serit”.
Tari Serampang Dua Belas

Tari Serampang Dua Belas via Google Image

Tari Serampang Dua Belas adalah tarian yang berkembang di bawah Kesultanan Serdang di
Kabupaten Serdang Bedagai (dahulu Kabupaten Deli Serdang). Merupakan jenis tari
tradisional, Tari ini dimainkan sebagai tari pergaulan yang mengandung pesan tentang
perjalanan kisah anak muda dalam mencari jodoh, mulai dari perkenalan sampai memasuki
tahap pernikahan.

PENINGGALAN SEJARAH\

Bangso Batak adalah sebuah bangsa yang sangat spesial dengan sebutan Bangso yang
apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah BANGSA. Bangso batak adalah
sebuah suku yang sangat besar, keturunannya sudah menyebar kemana-mana. Selain itu juga
telah banyak orang batak yang sudah berhasil dengan berbagai profesi.
keberhasilan maupun kekayaan yang kita miliki tidak berarti apabila kita lupa akan latar
belakang kita. Budaya adalah salah satunya yang tidak bisa terlepas dari kehidupan
kita.Karena dari budayalah kita dapat bersosialisasi dengan orang lain. Sehingga pengetahuan
akan budaya sangat penting bagi generasi saat ini. Kenapa..?, takutnya generasi Batak
kedepannya telah kehilangan jati dirinya sebagai orang Batak.
Dalam tulisan kali ini, saya ingin membagikan sedikit informasi atau pengetahuan tenatang
budaya orang Batak. Berikut ini adalah benda-benda peninggalan nenek moyang kita orang
Batak, dimana saat ini sudah banyak orang Batak yang melupakan benda ini. Untuk lebih
jelasnya, mari kita kenali satu persatu...!!!
1. Lak-lak Batak

Lak-lak Batak adalah sebuah buku tua yang isinya menggambarkan keadaan orang Batak
jaman dahulu kala. Buku ini di tulis dalam Aksara Batak. Keberadaan buku ini saat ini ada di
museum Belanda. Adapaun isi dari buku ini antara lain adalah sebagai berikut:

 Tentang Peraturan Adat Batak


 Sejarah Asal-usul Batak
 Ilmu Pengobatan
 Ilmu Mantra
 ilmu Beladiri
 dll

2. Tungkot Malehat

Tongkat ini ada dua macam: contoh yang lebih besar (tunggal panaluan) diukir dari satu
potong kayu dan tongkat kombinasi yang lebih kecil (tungkot malehat) dengan secara
terpisah membuat finials. Bilangan kuningan yang dilihat di sini ialah semula finial tungkot
malehat.

Lambang ini melambangkan subyek yang kemungkinan di trans.


Ini, bersama dengan bejana silindris bertahan di samping figur tersebut, yang mungkin
melambangkan wadah untuk bahan gaip, kegaiban ini menggambarkan datu selama kinerja
ritual. Bagian dalam berongga bilangan dipenuhi dengan resinous bahan, kelihatan lewat
lubang di hiasan kepala dan dada. Ini adalah bahan gaib, yang meningkatkan kekuasaan
kegaiban.
3. Sigale-gale

Sigale-gale adalah nama sebuah boneka kayu yang bisa digerakkan untuk menari. Boneka ini
lazim ditemui di Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara. Bentuknya unik dengan
pakaian tradisional batak melekat di badannya.

Konon, si Gale-gale ini adalah anak bangsawan atau katakanlah Raja di Pulau Samosir.
Namun kemudian meninggal dan orang tuanya tak rela dengan kepergian anaknya tersebut.
Maka untuk menghibur diri, mereka membuat replika anaknya tersebut. Boneka kayu itu
dibuat dengan sedemikian rupa sehingga bisa digerakkan dari belakang oleh seseorang.
Gerakan itu terjadi karena bagian lengan dan kepala dihubungkan dengan tali tersembunyi.
Konon pada masa dulu kala jumlah tali yang menggerakkan si Gale-gale itu sama dengan
jumlah urat yang ada di tangan manusia.

Makanan Khas Batak

Dali Ni Horbo

Makanan khas Batak paling terkenal dan sudah mendapatkan nama sebagai makanan unik di
Indonesia adalah dali ni horbo. Mungkin terdengar sedikit asing akan tetapi jika melihatnya
mungkin sudah pernah merasakannya. Dali ni horbo merupakan makanan berbentuk seperti
tahu yang terbuat dari susu kerbau alami.

Susu kerbau dimasak dengan menambahkan air garam kemudian dicampur dengan air
perasan daun pepaya. Setelah didiamkan cukup lama maka susu akan semakin mengental dan
mengendap. Endapan inilah yang bentuknya mirip dengan tahu sutra.

Berbeda dengan tahu yang kebanyakan digoreng terlebih dahulu untuk menikmatinya,
makanan ini tidak perlu digoreng alias sudah siap untuk disantap. Rasanya? Enak, lembut,
lumer di mulut, dan pastinya banyak kandungan protein hewani, vitamin, serta mineral yang
didapatkan dari susu kerbau alami. Makanan ini sering disajikan bersama dengan makanan
khas Batak lainnya yakni arsik.

Itak Gurgur

Itak gurgur termasuk camilan sederhana yang bisa dibuat dalam waktu yang singkat.
Makanan sering disajikan ketika berkumpul bersama keluarga atau kedatangan tamu di
rumahnya. Itak gurgur terbuat dari adonan itak yang dicampurkan dengan parutan kelapa
muda dengan gula pasir dan air panas.

Setelah tercampur semua kemudian adonan dibuat dengan cara dikepal-kepal seperti
membuat mendol jika di Jawa. Jika sudah terbentuk bulat lonjong setengah pipih kemudian
dikukus sebentar sampai terlihat kering. Setelah itu barulah bisa disajikan. Gurgur artinya
membara sehingga makanan ini digunakan sebagai penyemangat para pejuang terdahulu
untuk mengusir penjajahnya.

Untuk zaman sekarang makanan ini dibuat untuk penyemarak ketika sedang berkumpul
bersama keluarga atau teman. Jangan tanyakan rasanya karena akan terasa enak serta legit di
mulut.
Lapet

Makanan khas Batak berikutnya adalah lapet. Proses pembuatan makanan ini tidaklah sulit
karena dari bahan-bahannya sangat mudah ditemukan. Lapet sendiri mengambil dari cara
membungkusnya yang dilipat-lipat menggunakan daun pisang.

Lapet mempunyai bentuk seperti limas segiempat atau seperti nasi bungkus pada umumnya.
Bahan pembuatan lapet terdiri dari tepung beras, parutan kelapa yang tidak terlalu muda dan
tidak terlalu tua, kemudian dicampur menggunakan gula aren atau gula merah.

Selanjutnya setelah dibungkus, kue lapet di kukus sampai mengeluarkan aroma harus dari
kue dan pembungkusnya. Kue ini sering disajikan pada upacara adat suku Batak. Rasanya
yang manis dan gurih sangat cocok dihidangkan bersama kopi khas Batak atau teh selagi
panas.

Ombus-Ombus

Ombus-ombus mempunyai arti hembus-hembus karena saat memakannya ada rasa panas dari
dalamnya. Bahan yang digunakan ombus-ombus tidak jauh berbeda dengan lapet yakni
tepung beras, parutan kelapa, dan gula aren. Akan tetapi yang membedakan adalah
susunannya.
Jika pada lapet gula aren dicampur langsung dengan adonan, maka ombus-ombus meletakkan
gula aren atau gula merah hanya dibagian tengahnya saja. Gula aren tersebut kemudian
dibungkus dengan adonan tepung beras dan parutan kelapa.

Setelah dibungkus dengan daun pisang barulah kemudian dikukus hingga matang. Makanan
ini termasuk camilan wajib dalam setiap acara adat Batak. Seringkali masyarakat Batak
khususnya ibu-ibu akan bahu membahu untuk membuat makanan tradisional ini.

Anda mungkin juga menyukai