Anda di halaman 1dari 14

TARIAN ADAT SIMALUNGUN

Tor-tor Huda-huda/ Toping-toping

Tortor Huda-huda/ Toping-toping yaitu tarian yang dilakukan untuk menghibur keluarga maupun
orang yang melayat di mana orang yang meninggal tersebut sudah sayurmatua atau sudah berusia
uzur (lanjut usia). Tarian ini dulunya digunakan untuk menghibur keluarga raja karena anaknya
meninggal agar tidak larut dalam kesedihan. Dan sekarang juga tarian ini sudah digunakan dalam
konteks pertunjukan seperti yang diadakan dalam pestaa Rondang Bittang. Tarian ini menggunakan
media topeng dengan sepasang pemain toping-toping dan satu orang pemain huda-huda yang
menirukan gerakan kuda.

Tortor Sombah

Tortor Sombah yaitu tor-tor yang digunakan untuk menyambut tanu (tondong) yang datang
dalam sebuah acara maupun upacara. Tor-tor ini dilakukan sebagai tanda penghormatan terhadap
keluarga maupun tamu yang datang.
PERANGKAT BUSANA WANITA
 Baju Soja, sejenis baju tradisional Simalungun, khusus untuk wanita. Bahannya dari
kain berwarna hitam, lengan panjang. Leher bagian belakang diberi hiasan pohon
enau dan benang tiga warna
 Bulang, sejenis tudung kepala bagi kaum ibu (perempuan yang sudah menikah, gadis
tidak dibenarkan memakai bulang). Bermakna keibuan (Parinangon).
 Hiou, sejenis kain penutup hasil tenunan Simalungun, bermakna rasa tanggungjawab
terhadap tugas yang diemban di tengah keluarga maupun masyarakat.
 Suri-suri (hadang-hadangan), yaitu sejenis kain selendang tenunan Simalungun,
bermakna rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diemban di tengah keluarga
maupun masyarakat. Seluruh hiou Simalungun dapat dipakai.
 Bajut Hundul, sejenis keranjang kecil bertali khusus dipakai kaum ibu, dibuat dari
pandan dan dihias bersilang-silang kecil, tempat perangkat sirih bagi tamu. Pada
pinggiran lingkaran bagian atas, dilapis dengan kain warna putih dan hitam (warna
tradisional Simalungun), bermakna persaudaraan terhadap sesama dan pengakuan
akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.
 Asesoris terdiri dari hudung-hudung, sejenis anting-anting disangkutkan pada telinga
kiri dan kanan. Tempat sangkutannya berbentuk lingkaran namanya “Purih-purih”
diperbuat dari emas atau suasa disebut “Sutting”.
 Buah Banban yaitu hiasan kepala yang ditempelkan pada sanggul, diselipkan di
sebelah kanan si pemakai.
 Sinokkok yaitu kalung yang terbuat dari emas atau perak bentuknya seperti ayam
mengeram “Dayok Manrongkob”.
 Ponding, yaitu ikat pinggang berupa rantai terbuat dari emas atau perak.
 Panjetter, tusuk sanggul terbuat dari emas atau perak.
 Tintin Pitta-pitta yaitu cincin di jari manis sebelah kanan terbuat dari emas atau
perak.
 Golang yaitu sejenis gelang terbuat dari emas atau perak.
 Hassing, paun, tiga tingkat terbuat dari emas.
TATA CARA PEMAKAIAN BUSANA WANITA
Bulang :

Digunakan dalam bentuk Bulang Teget, Rudang Hapias diselipkan pada sanggul,
Hudung-hudung dipakai di teling akiri dan kanan disangkutkan pada sunting. Rudang
Jambulan ditusukan pada sanggul.

Hiou :

Hiou dililitkan pada tubuh, diatur sedemikian rupa mulai dari pinggang, bagian atas
buah dada sampai di bagian atas mata kaki, rambu-rambunya kelihatan dari depan
menghadap ke sebelah kanan (arah suami). Lalu memakaikan baju soja.

Suri-suri disandang pada bahu sebelah kanan, setelah dilipat empat pada bidang
lehernya. Panjang suri-suri bagian sebelah depan sama dengan bagian yang menjurai di
bagian belakang
Pakaian Pengantin Simalungun
Pakaian Pengantin Simalungun
November 01, 2017

PAKAIAN PENGANTIN SIMALUNGUN

Simalungun merupakan salah satu suku di Sumatera Utara. Suku Simalungun menggunakan
bahasa/sahap/hata Simalungun sebagai bahasa Ibu. Bila diselidiki lebih dalam, Simalungun memiliki
berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari Datu
(dukun). Masyarakat Simalungun membuat persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu
didahului panggilan kepada Tiga Dewa yang disebut Naibata, yaitu Naibata di atas (warna putih),
Naibata di tengah (warna merah), dan Naibata di bawah (warna hitam). Sehingga tidak heran, ketiga
warna tersebut mendominasi ornamen Simalungun mulai dari pakaian hingga hiasan
Partuturan adalah cara suku Simalungun menentukan perkerabatan atau keteraturan yang
merupakan bagian dari hubungan keluarga (pardihadihaon) dalam kehidupan sosialnya sehari-hari
terutama dalam acara adat. Awalnya orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah
karena penentu partuturan di Simalungun adalah “hasusuran” (tempat asal nenek moyang) dan
“tibalni parhundul” (kedudukan/peran) dalam "horja-horja adat" (acara-acara adat). Hal ini dapat
dilihat pada pertanyaan yang diajukan oleh seorang Simalungun di saat orang mereka saling
bertemu, dimana bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do
hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?". Hal ini dipertegas lagi oleh pepatah Simalungun
: “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei”
(dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih). Sebagian sumber
menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat
oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon”
(permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya.

Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari
penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain
khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya.

Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat
religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan.
Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan
dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala,
kain dan ulosnya.
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia
(selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena
bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti
suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang
salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou
dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian
bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.

Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda,
misalnya hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, hiou penutup badan bagian bawah bagi
wanita misalnya Ragi Panei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut abit. Hiou
dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu
sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian
bawah (abit).

Nah hasoman, kali ini saya akan membahas tentang kelengkapan busana pengantin pria dan
wanita Simalungun masa dulu dan sekarang. Karena terdapat berbagai macam perbedaan mulai dari
pakaian yang dikenakan, hingga aksesorisnya akibat dari pengaruh budaya asing yang masuk ke
Tanoh Simalungun.

A. Perlengkapan pengantin pria

Gotong

Penutup kepala pria simalungun dinamakan gotong yakni penutup kepala yang berbentuk
seperti kerucut, biasanya gotong dipergunakan dalam acara pesta dan acara resmi lainnya yang
bernuansa budaya Simalungun. Gotong pada dasarnya dipakai oleh pria simalungun yang sudah
berumahtangga pada suatu acara pesta, dimana yang empunya pesta adalah mereka atau dalam
bahasa simalungun dinamakan suhut. Namun bisa juga dipakai dalam acara acara resmi seperti
seminar, pagelaran budaya, opera oleh pemuda Simalungun walaupun belum berumahtangga.

Selain topi kopiah sebagai bahan gotong ada juga simbol pagar atau rantei gotong yang
masing masing terbuat dari perak maupun emas. Ada juga Doramani yang merupakan perwujudan
simbol hirarki pada masa pemerintahan feodalisme di simalungun, dora mani merupakan hiasan di
gotong simalungun letaknya di sebelah kiri gotong, bergantung dengan jumlah yang ganjil dan
ukuran yang sama besar, doramani berbentuk bulat namun bolong di tengahnya seperti donat
namun ukurannya lebih kecil dengan tujuan sebagai tempat menggantungkan doramani tersebut di
gotong. Doramani terbuat dari emas, dan biasanya angkanya ganjil, 7 buah untuk melambangkan
yang berhak memakai adalah raja, 5 buah untuk melambangkan yang berhak memakai panglima
dan 3 buah melambangkan yang berhak memakai tuan dan 1 buah melambangkan yang berhak
memakai penatua suatu kampung ataupun orang yang dapat dipercaya di suatu perkampungan.
Namun pada masa sekarang orang orang sudah bebas menggunakan doramani sesuka hatinya, jika
sudah menjadi pejabat dapat memakai doramani dengan jumlah seperti raja atau juga jika memiliki
finansial yang cukup dapat juga melakukan hal tersebut.

Selain itu ada juga hiasan rudang hapias omas yang diselipkan sedemikian rupa di gotong,
hiasan ini juga terbuat dari emas, kuningan perunggu atau perak benda ini berbentuk seperti patung
budha dan biasanya memiliki tiang penyangga unutk di selipkan sedemikian rupa di gotong.
Penggunaan Rudang Hapias omas biasanya dipakai dalam acara penobatan raja dan upacara
kebesaran di kerajaan sehingga tidak heran jarang dipergunakan oleh orang orang Simalungun pada
umumnya pada masa sekarang.

Hiou

Hiou dililitkan melingkari tubuh dan rambu-rambunya dibuat ke bagian depan, menghadap sisi
kiri pemakai, mulai dari batas pinggang sampai mata kaki. Pangkal hiou pada batas pinggang
dilingkari dengan ikat pinggang (Ponding). Pisou Suhul Gading diselipkan pada pinggang sebelah
kiri. Hiou yang digunakan adalah Ragi Panei, Ragi Santik, dan Hiou Sarung.

Hiou Ragi Panei memiliki potongan bagian tengah ini berwarna hampir sama seperti pinggiran
tetapi memiliki banyak garis memanjang berwarna biru muda. Pada kedua sisi bagian tengah ini
terdapat sebuah garis pemisah berwarna putih kelabu atau biru muda. Kain sederhana ini dikenakan
oleh pria dan wanita tua, tetapi tidak terlarang bagi orang muda.

Hiou ini sama seperti Ragi Sapot tetapi pada ujung luarnya dilengkapi dengan jumbai. Kain ini
bisa dikenakan oleh siapapun.

Suri-suri

Suri-suri disandang di bahu sebelah kanan dan memiliki panjang yang sama di bagian depan
dan belakang.

Toluk Balanga
Pakaian atas berupa ‘jas tanpa kerah’ yang melingkar di leher dan berwarna hitam pekat
(seperti kuali).

Celana (saluar)

Pakaian bawah (celana) mulai dari pinggang hingga mata kaki berwarna hitam pekat.

Pita atau Benang Emas

Pita atau benang berwarna emas yang dirajut atau tergantung antara kantung sebelah kiri
hingga bros (kancing) jas tanpa kerah (toluk balanga).

* Perlengkapan pengantin pria masa dulu : gotong, hiou, pisou suhul, dan suri-suri
**Perlengkapan pengantin pria sekarang : gotong, toluk balanga, celana (saluar), hiou
ragi panei, suri-suri, rantei gotong emas, doramani emas, rudang hapias emas, pisou halasan, pita
atau benang emas, dan golang banggal,

B. Perlengkapan pengantin wanita

Bulang

Bulang, digunakan dalam bentuk Bulang Sulappei. Untuk membedakan bulang yang digunakan
pengantin perempuan dengan yang dikenakan hasuhuton (tuan rumah, mertua/ibunya), maka
bulang pengantin adalah Bulang Sulappei dengan warna asli Simalungun (merah hati/kecoklatan).

Rudang Hapias

Rudang Hapias diselipkan pada tusuk sanggul.

Hudung-hudungan

Hudung-hudungan dipakai di telinga kiri dan kanan, disangkutkan pada sutting (berbentuk
lingkaran). Sutting ditusukkan pada kedua daun telinga.

Hiou
Hiou, segala jenis hiou dipakai untuk menutup pada batas pinggang sampai pada mata kaki.
Hiou dililitkan melingkari tubuh, diatur sedemikian rupa sehingga rambu-rambunya kelihatan di
bagian depan, menghadap ke kanan si pemakai.

Bajut Hundul

Bajut Hundul dikempit pada siku lengan kiri merapat pada pinggang sebelah kiri.

Puei

Puei dipegang dengan telapak tangan kiri, diupayakan agar gagangnya kelihatan dari depan.

Suri-suri

Suri-suri, disandang pada bahu sebelah kanan dan memiliki panjang yang sama di bagian
depan dan belakang.

Soja

Soja, yaitu pakaian atas berupa kebaya lengan panjang dan berwarna putih cerah.

Hiou

Suri-Suri

Sutting

Sutting, yaitu hiasan bulang berupa cincin berwarna emas yang disematkan pada kedua sisi
bulang di bahagian telinga.

Bajud

Bajud, yaitu tempat sirih berwarna putih atau ragam hias (pinar) tertentu yang ditenteng
tangan kiri.

Sinokkod Baggal
Sinokkod Banggal, yaitu kalung besar berwarna emas yang digantungkan di leher dan tampak
berada di luar soja.

Ponding

Ponding, yaitu ikat pinggang yang dipakai melingkar di pinggang

Golang Baggal

Golang Banggal, yaitu gelang emas yang dikenakan lengan tangan kiri dan kanan.

* Perlengkapan pengantin wanita masa dulu : bulang, rudang hapias, hadung-hadungan, hiou, bajut
hundul, puei, dan suri-suri.
**Perlengkapan pengantin wanita sekarang : bulang, soja, hiou ragi panei, suri-suri nanggar suasah,
sutting, hudung-hudungan, bajud, sinokkod baggal, ponding, dan golang baggal.

Pakaian pengantin masa sekarang


*Pakaian Adat Simalungun*
*HIOU*

Kain Adat Suku Batak Simalungun disebut HIOU. Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya,
pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo).
Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan
berbagai ornamennya.

Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat
religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan.
Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan
dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala,
kain dan ulosnya.

SURI-SURI
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia
(selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena
bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti
suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang
salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou
dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian
bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.

BULANG (WANITA)

Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya
Hiou penutup kepala WANITA disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita
misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam
pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu
sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian
bawah (abit).

GOTONG DAN BULANG


GOTONG (PRIA)

Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup


Kepala PRIA Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara
kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog
Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari
kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka
memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.
Makanan Khas Batak Simalungun
1. Dayok Nabinatur

Dayok Nabinatur

Setiap suku tentunya memiliki makanan khasnya masing masing. Demikian pula dengan
Simalungun, ada beberapa jenis makanan yang merupakan khas dari Simalungun. Salah satu
diantaranya adalah Dayok Nabinatur, jika diartikan secara langsung ke dalam bahasa
Simalungun, Dayok Nabinatur bisa diartikan , Ayam (Dayok) yang disusun secara Teratur
(Nabinatur). Pengertian dari “disusun” yaitu cara memotong bagian tubuh dari ayam yang teratur
dan disusun dalam sebuah tempat penghidang dengan susunan yang teratur layaknya seperti
susunan Ayam tersebut ketika masih hidup.
Dayok Nabinatur biasanya dihidangkan pada saat acara-acara adat ataupun acara keluarga.
Dayok Nabinatur memiliki filosofi/ tujuan agar kehidupan kita menjadi teratur seperti keteraturan
dari masakan ayam yang sudah diatur sedemikian rupa. Dayok nabinatur biasanya di Surdukkan
(diberikan) kepada seseorang (sekelompok orang) sebagai bentuk/wujud terima kasih dan raya
syukur serta doa agar yang menerima diberikan kesehatan oleh Tuhan, memiliki “keteraturan” di
dalam kehidupan, dan memiliki semangat dalam menjalaninya. Dalam proses memberikan
Dayok Nabinatur ini sering di sebutkan kata kata seperti, “Sai andohar ma songon paratur ni
Dayok Nabianur On….” yang artinya semoga seperti keteraturan dari ayam yang diatur ini….”
Sesuai namanya Dayok Nabinatur, tentunya Makanan ini merupakan Olahan makanan yang
terdiri dari Daging Ayam yang diolah dengan berbagai jenis rempah/bumbu, Biasanya Ayam
yang digunakan adalah Ayam Jantan Kampung , Ayam jantan sebagai simbol dari kegagahan,
kekuatan, semangat , kerja keras, pantang menyerah dan kewibawaan. Umumnya Dayok
Nabinatur diolah dalam dua proses memasak, yaitu Dipanggang dan juga Digulai (Ilompah).
2. Nitak
Nitak merupakan salah satu makanan khas Simalungun. Makanan khas ini memiliki
filosifi yang luar biasa. Makanan berbahan gula, garam, kelapa dan tepung ini sering
dihidangkan dalam acara-acara sukacita.

Nitak

3. Na Hinasumba

Sebagian besar orang/halak Simalungun di Sumatera Utara tentunya mengenal dan pernah
mencicipi nikmatnya sensasi rasa NA HINASUMBA sebagai kuliner khas Simalungun.
Sebenarnya ada Kuliner lainnya yang khas Simalungun, yaitu LABAR.

Labar adalah makanan khas Simalungun yang berbahan dasar Ubi Kayu dan Daging,
khususnya daging yang mengandung tulang yang agak lunak - "garap garap" (bahasa
Simalungun). Daging yang biasanya digunakan yaitu: Daging ayam bagian punggung
(Tanggurung), Daging Tupai (Buyut: Simalungun), Puyuh (Leto), Kelelawar Buah
(Lingkaboh).

Mungkin ini yang bisa saya pos hari ini, mauliate godang,Sai diramoti Tuhan ma hita
haganupan.
Boras ibagas supak, ibaen huparasanding
Horas nasiam namulak, horas homa hanami na tading

Anda mungkin juga menyukai