1. Bahasa
Bahasa Karo adalah bahasa yang digunakan oleh suku Karo yang mendiami Dataran Tinggi
Karo (Kabupaten Karo), Langkat, Deli Serdang, Dairi, Medan, hingga ke Aceh Tenggara di
Indonesia. Bahasa Karo secara historis ditulis menggunakan aksara Karo yang termasuk dalam
Surat Batak karena huruf yng dipakai berasal dari wilayah Angkola-Mandailing daerah Tapanuli
bagian selatan ysng merupkan bagian dari Batak yang kemudian menyebar ke wilayah Batak
Toba-Samosir lalu ke Batak Simalungun dan Batak Pakpak-Dairi lalu yang terakhir adalah
wilayah suku Karo. Surat Karo atau sering juga disebut Surat Aru/Haru yang merupakan turunan
dari aksara Brahmi dari India Kuno. Namun ini hanya sejumlah kecil orang karo dapat menulis
atau memahami aksara karo, dan sebaliknya aksara latin yang dikunakan.
Untuk kata “Bujur Melala” (Terima Kasih Banyak), maka kita bia membalas ucapan itu
dengan kata ”Bujuren Kam” (Sama-sama).
Sampai saat ini Suku Karo masih menggunakan aksara Karo untuk tetap mempertahankan
tulisan Karo. Salah satunya adalah penamaan jalan yang dibuat juga dalam aksara Karo. Hal lain
yang tetaap dilakukan untuk tetap mempertahankan Aksara Karo adalah dengan tetap
mempeajari aksara Karo dalam mata pelajaran muatan lokkal “ Seni Budaya Karo “ ditngkat
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)di Kabupaten Karo.
a) Anding-andingen (Perumpamaan)
Berikut ini beberapa aanding-andingen yang masih digunakan oleh masyarakat Karo
dalam berkomunikasi.
b) Ndung-ndungen (Pantun)
Ndng-ndungen adalah salah satu puisi lama yang masih digemari sampai
sekarang, begitu juga halnya dengan masyarakat Karo. Pantun dalam bahasa Karo disebut
Ndung-ndungen. Pantun bahasa Karo bisa dignakan dalam percakapan sehari-hari
maupun pada upacara adat. Berikut adalah beberapa contoh Ndung-ndungen.
c) Turi-turin(Cerita)
Maka lit sekali jadi tua-tua nuan tualah. Tua-tua ‘ndai agakna waluh
puluh tahun umurna. Maka reh anak perana telu kalak, nina tare tua-tua nda,
“O nini, ‘ngkai maka km nuan tualah, mate kam denggo , lenga erbuah!”
Jenari lawes anak perana ndai. Sekalak ‘ndahi parik sabah bapana,
‘ncangkul. Tak! kedabuhen batu takalna, mate. Sekalak lawes jadi serdadu,
kena timah, mate. Sekalak ka kena sakit laya-laya, mate pe. Tapi tua-tua ndai
idahna denga tualah erbuah.
Nama suku Karo dijadikan menjadi nama kabupaten di Sumatra Utara, yang kita kenal
dengan Kabupaten Karo. Suku Karo menempati sebagian daerah di Sumatra Utara di antaranya
adalah: Kab.Karo, Kab. Simalungun, Kab.Dairi, Kab.Deli Serdang, Kab.Langkat, dan Kota
Medan. Secara Geografis letak kabupaten Karo berada pada koordinat 02° 50' sampai 03° 19'
Lintang utara dan 97° 55' sampai 98° 38' Bujur timur dengan luas 2.127,25 km2 atau 2,97%
dari luas provinsi Sumatra Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut.:
Suku Karo memiliki sapaan yang khas yaitu Mejuah-juah yang artinya adalah sehat-
sehat, damai, sejahtera , dan tidk kurang satu apapun. Ungkapan ini disampaikan ssesaat bertemu
dengan sesama suku Karo. Mejuah-juah juga digunakan untuk mengungkapkan sapaan halo atau
selamat tinggal.
Secara umum suku Karo memiliki pekerjaan sebagai petani, terutama bagi Suku Karo
yang berada di Kab. Karo. Kabupaten Karo terkenal dengan tanah yang subur dan hasil buah-
buahan serta sayur-sayuran yang dipasarkan sampai keluar Kabupaten Karo.
4. Kebiasaan Masyarakat
-Untuk laki-laki, mereka identik dengan merokok yang biasanya memakai bulungn ipah
dengan mbako entabeh sebagai tembakaunya, sedangkan
- Untuk wanitanya identik dengan makan sirih atau disebut dengan man belo.
Kedua kebiasaan ini juga sering digunakan untuk persembahan adat kepada pihak kalimbubu
yg disebut dengan dudurken isap (menawarkan rokok kepada kalimbubu) bagi yang laki-laki,
dan dudurken kampil ( menawarkan sirih ) bagi perempuan.
5. Sistem Kerabat
Suku Karo mrnggunakan sistem kekerabatan patrilinea, sehingga menarik garis keturunan
darii pihak ayah. Berdasarkan hal tersebut, maka marga orang Karo berasal dari pihak ayah.
Merga utnuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan disebut beru . Merga atau beru disandang di
belakng nama seseorang. Kekerabatan dalam masyarakat Karo disebut Perkadekaden dan
kerabat disebut kade-kade. Sistem kekerabatan masyarakat karo dikenal dengaan merga silima,
rakut sitelu, tutur siwaluh, dan perkadekaden sepuluh sada tambah sada.
Suku karo memiliki lima merga yang sering disebut dengan merga silima, yaitu :
Ginting, Karo-Karo, Perangin-angin,Sembiring,dan Tarigan. Kelima marga tersebut maasih
memiliki sub seperti dibawah ini .
Rakut Sitelu adalah sistem kekerabatan dalam Suku Karo yang terdiri dari
Kalimbubu,anak beru, dan senina. Kalimbubu adalah kelompok pemberi perempuan (istri)
kepada suatu keluarga. Anak beru merupakan pihak yang mengambil perempuan dari suatu
keluarga tertentu untuk dijadikan istri. Sedangkan, senina merupakan orang yang memiliki
merga atau submerga yang sama.
Minawati dalam (Ginting, 20015) mengemukakan bahwa tutur siwaluhmadalah kekerabatan
masyarakat Karo yang terdiri atas delapan jenis, yaitu :
1) Puang Kalimbubu
2) Kalimbubu
3) Sembuyak
4) Senina
5) Senina Sipemeren
6) Senina Sipengalon/sendalanen
7) Anak Beru
8) Anak Beru Menteri
(Ginting, 2015) mengemukakan bahwa dari merga silima, rakut si telu, tutur siwaluh
tebentukklah kemudian perkade-kaden sepuluh sada tambah sada. yaitu :
1) sembuyak
2) senina
3) senina sipemeren
4) senina siparibanen
5) senina sipengalon/sendalanen
6) kalimbubu
7) puang kalimbubu
8) puang ni puang
9) anak beru
10) anak beru menteri
11) anak beru singukuri
dan ditambah satu yaitu
12) teman meriah