Anda di halaman 1dari 13

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vo.27 No.

2, November 2018 (117-129)

MOTIF HIAS PADA ARSITEKTUR BANGUNAN PENINGGALAN


ZENDING DI PULAU ROON DAN WASIOR, KABUPATEN TELUK
WONDAMA, PROVINSI PAPUA BARAT

Ornaments on Zending Architectures in Roon and Wasior Islands,


Wondama Bay, West Papua

Marlin Tolla
Balai Arkeologi Papua
marlin_felle@yahoo.de

Naskah diterima : 11 Agustus 2018


Naskah diperiksa : 16 September 2018
Naskah disetujui : 1 Oktober 2018

Abstract. Ultrecht Protestant Mission Union (UZV), also known as Zending Utrecht, is group of
missionaries of Dutch government who did evangelism in Mansinam and its surrounding areas
in Cenderawasih Bay. Architectures built for the mission can be found in this area, including
in Roon and Wasior. This paper aims to explore the history of Christianity in Roon and Wasior
areas reflected in materials used for the construction as well as the architecture ornaments.
The descriptive method and literature-based ethnography study were applied in this study to
explain the meaning of the ornaments and the influence of local cultures to the colonial legacy.
The results shows that the local culture, Saireri, strongly influenced the variety of ornaments
used in the architectures. Another factor is adaptation with local climate that can be seen from
its building materials. The use of local culture was to serve as life guidance by the community.

Keywords: Zending, Decorative motifs, Christianity, Roon and Wasior.

Abstrak. Misionaris yang bergabung dalam perkumpulan zending Ultrecht untuk Misi Kristen
Protestan (UZV) melakukan pengenalan agama kristen protestan di daerah Mansinam dan daerah
sekitar Teluk Cenderawasih. Dalam misi tersebut, beberapa jenis bangungan didirikan termasuk
di Roon dan Wasior. Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi dan mengetahui makna dari arsitektur
bangunan, dalam hal ini motif hias yang diterapkan pada bangunan yang didirikan oleh zending
dalam misi kristiani yang dilakukan di daerah Roon dan Wasior. Metode yang digunakan adalah
metode deskriptif dengan menggunakan data etnografi yang diperoleh melalui data pustaka.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa bangunan peninggalan yang ada
di kedua daerah ini menggunakan bahan yang sesuai dengan iklim setempat, sedangkan motif
yang diterapkan sangat kuat dipengaruhi oleh budaya adat Saireri. Adopsi budaya lokal pada motif
bangunan dimotivasi oleh nilai luhur yang terkandung dalam motif tersebut yang selanjutnya
diaplikasikan pada bangunan sebagai pengingat untuk tetap dipedomani oleh masyarakat di daerah
tersebut pada masa lalu.

Kata kunci: Zending, Motif hias, Pekabaran Injil, Roon dan Wasior.

1. Pendahuluan identitas sosial dalam sebuah kelompok


Secara umum, motif hias adalah pola hias masyarakat (Kostaf 1995:19). Motif hias
yang diterapkan pada sebuah bidang secara pada umumnya di terapkan pada bidang datar
berulang yang merupakan hasil ide, aspirasi, termasuk pada komponen bangunan tempat
sikap sosial dari individu atau kelompok tinggal, rumah peribadatan dan berbagai jenis
masyarakat yang pada umumnya membentuk bangunan lainnya yang keberadaanya tidak

117
Motif Hias pada Arsitektur Bangunan Peninggalan Zending di Pulau Roon dan Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat,
Marlin Tolla

hanya memunculkan kesan indah pada orang para zending untuk menjalankan misi kristiani
yang melihatnya tetapi juga memiliki nilai dan pada masa itu, yang berhasil didata oleh Balai
makna bagi sang pembuat motif. Arkeologi Papua pada tahun 2011. Jenis
Semenjak pendudukannya di Indonesia, bangunan yang tersebar di kedua daerah
pemerintah Belanda mendirikan berbagai tersebut memiliki motif hias yang unik yang
macam jenis bangunan yang tersebar di terdapat pada beberapa bagian bangunan yang
beberapa wilayah di Indonesia. Jenis bangunan keberadaanya perlu di kaji lebih dalam untuk
yang didirikan tidak hanya khas pada bentuk mengetahui maksud dan makna yang tersirat
dan pola bangunan tetapi juga khas pada dibalik motif tersebut, serta kaitannya dengan
langgam arsitektur termasuk elemen motif politik kolonial Belanda dalam menguasai
hias. Di Indonesia, salah satu langgam tanah Papua.
arsitektur yang diperkenalkan oleh kolonial Pendudukan Belanda di Papua mulai
Belanda adalah gaya Indische/Indies/Hindia. dilakukan sekitar tahun 1828 yang ditandai
Kemunculan gaya Indies oleh kolonial dengan pendirian pos militer dan benteng yang
Belanda secara simbolik menunjukkan diberi nama Fort du bus di daerah Tritonbaai,
tentang Indonesia sebagai wilayah kekuasaan Papua Barat. Pendirian bangunan tersebut tidak
kolonial Belanda (Kusno 2012,219). Selain itu memberikan hasil yang baik yang berujung
kemunculan arsitektur ragam hias Indies pada pada diberhentikannya pembangunan benteng
pertengahan abad ke-18 sampai akhir abad ke- pada tahun 1836 karena dianggap terlalu
19 adalah sebagai sarana pemerintah Belanda mahal dan sia-sia (Soedharto 1996,209). Usaha
untuk menunjukkan bahwa betapa berbedanya pendirian benteng yang dibarengi dengan
Hindia Belanda/Indonesia dalam pemerintahan terobosan melalui pendekatan militer tidak
kolonial Belanda dibandingkan dengan negara- memberikan dampak yang maksimal. Hal ini
negara tanah jajahan Perancis dan Inggris pada terjadi karena pemerintah kolonial Belanda
abad tersebut (Gouda 1995). Gaya Indies yang pada masa itu terlalu disibukkan dengan
merupakan manifestasi dari percampuran pembenahan terhadap pos-pos pemerintahan
kebudayaan Eropa, kebudayaan China dan rencana-rencana politik dalam usaha
Peranakan serta elemen seni budaya lokal menguasai tanah Papua.
Indonesia, pada umumnya dapat ditemukan Kehadiran zending sebagai sebuah
pada bangunan yang difungsikan sebagai organisasi pemerintah Belanda yang dimulai
teater, pusat perbelanjaan serta bangunan di Mansinam pada tahun 1855 menjadi
gereja (Handonoto 2012). Berkembangnya awal penting bagi Belanda dalam usaha
bangunan dengan gaya Indies secara simbolik pendudukannya di Papua. Berdasarkan
dilatarbelakangi oleh upaya pemerintah asal kata, zendeling atau zending berasal
kolonial Belanda untuk mendapatkan dari bahasa Belanda: zenden yang artinya
kepercayaan rakyat Indonesia dalam usahanya ‘mengirim atau mengutus’ (Van den End,
menguasai wilayah Indonesia dengan cara Th & Weitjens 1996, 3). Kata zending pada
memberikan peluang untuk perkembangan umumnya digunakan untuk usaha pekabaran
budaya – budaya lokal melalui arsitektur Injil yang dilakukan oleh kolonial Belanda
bangunan pada masa tersebut (Kusno 2012, di tanah jajahan. Kehadiran zending pertama
219). kali di Papua dipimpin oleh Johannes Gossner
Sebagai wilayah yang pernah diduduki (1773-1858) (Kamma 1981,15). Zending yang
oleh Belanda, distrik Roon dan Wasior yang merupakan utusan/kiriman untuk melakukan
berada di Kabupaten Papua Barat memiliki misi kristiani di Papua tidak hanya memiliki
beberapa bangunan yang difungsikan oleh kemampuan di bidang pemberitaan Injil

118
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vo.27 No.2, November 2018 (117-129)

tetapi juga memiliki keahlian dalam bidang pekabar Injil di Mansinam, Manokwari-Papua
pertukangan seperti tukang kayu, tukang Barat. Kesuksesan kedua zending di Mansiman
besi, pertanian, dan perdagangan. Pada awal sekaligus membuka jalan bagi pemerintah
pengutusannya ke Papua, para zending tidak Belanda untuk melanjutkan rencana penguasaan
dibekali dengan gaji atau upah, tetapi dengan terhadap Papua saat itu. Selain misi pekabaran
pengetahuan pertukangan yang dimiliki, Injil kedatangan kedua zending tersebut di
mereka dapat memenuhi kebutuhannya selama Mansinam juga membawa misi pengembangan
menjalankan misi pekabaran Injil (Rumainum sumberdaya manusia dalam hal ini pendidikan
1966, 8-9). Keikutsertaan zending dalam misi (Wamea 2010,3). Misi pekabaran Injil yang
Belanda membawa angin segar dalam usaha dimulai di Mansinam-Manokwari kemudian
penaklukan wilayah Papua karena pendekatan semakin berkembang ke daerah lainnya di
yang digunakan oleh zending lebih mudah Kabupaten Teluk Wondama termasuk Pulau
diterima oleh masyarakat Papua pada saat itu Roon dan Wasior.
(Rumainum 1966, 9). Secara administrasi Pulau Roon dan
Berdasarkan sejarahnya, pengutusan Wasior adalah dua distrik yang termasuk dalam
zending ke Papua dimulai pada abad 19 dengan wilayah kabupaten teluk Wondama, Provinsi
mengirim tiga kelompok zending di tahun yang Papua barat (Gambar 1). Kegiatan pekabaran
berbeda seperti yang diuraikan berikut ini: Injil di pulau Roon dan Wasior dipelopori oleh
- Zendeling Werkleden (utusan tukang) yakni pendeta I.S. Kijne, pendeta berkebangsaan
pada tahun 1849 Jerman yang juga ikut serta dalam misi
- Netherlands Zendeling Genootschop (NZG pekabaran Injil di Papua (Onim 2006,127).
Belanda) 1858 Di Pulau Roon dan Wasior, para zending
- Ultrechte Zendeling Vereningin (UZL mendirikan beberapa jenis bangunan yang
Belanda) 1859 (Wamea 2010,14). menunjang misi pekabaran Injil yang mereka
Tahun 1855 menjadi tahun bersejarah lakukan di dua daerah tersebut. Tulisan ini
bagi pemerintah Belanda karena pada saat bertujuan untuk menjajaki sejarah pekabaran
itu dua orang zending berkebangsaan Jerman Injil di pulau Roon dan Wasior dengan
yaitu Carl Wilhem Ottow dan Johann Gottlob menganalisis motif ornamen yang terdapat
Geißler, memulai misinya sebagai tenaga pada bangunan peninggalan zending yang

Gambar 1. Peta Kabupaten Teluk Wondama (Sumber: Google)

119
Motif Hias pada Arsitektur Bangunan Peninggalan Zending di Pulau Roon dan Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat,
Marlin Tolla

terdiri dari gereja, sekolah, asrama, aula, dan masa lalu yang memiliki pengaruh besar dalam
rumah sakit yang merupakan hasil penelitian kehidupan masyarakat di Papua terutama dalam
Balai Arkeologi Papua pada tahun 2011 (Tolla kaitannya dengan penyebaran agama Kristen di
2011). Berkaitan dengan tujuan tersebut maka Papua. Nilai sejarah inilah yang akan ditelusuri
metode deskriptif digunakan untuk mengurai keberadaanya melalui peninggalan arkeologi
latarbelakang sejarah masuknya pengaruh khususnya di Pulau Roon (Yende) dan Wasior.
Kristen di wilayah ini serta menggunakan
data etnografi yang diperoleh melalui studi 3.1. Pulau Roon (Yende)
pustaka untuk menjelaskan makna motif serta Kehadiran zending di distrik Roon tidak
pengaruh budaya yang terdapat pada bangunan terlepas dari misi pekabaran Injil yang dimulai
peninggalan yang akan dikaji dalam tulisan ini. dari Mansinam, yang kemudian menyebar ke
daerah Yende (Roon) pada tanggal 2 April
2. Metode 1884. Perjalanan para zending ke daerah-daerah
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui yang termasuk dalam wilayah Teluk Wondama
motif ornamen yang terdapat pada bangunan terjadi dalam kurun waktu 1863-1907 yang
peninggalan zending yang terdiri dari gereja, memperlihatkan kemajuan yang cukup
sekolah, asrama, aula, dan rumah sakit yang pesat. Kemajuan ini terlihat dari kedatangan
merupakan hasil penelitian Balai Arkeologi para zending yang terjadi dalam beberapa
Papua pada tahun 2011(Tolla dkk 2011). gelombang dengan jumlah utusan yang terus
Berkaitan dengan tujuan tersebut, metode bertambah. Kemajuan misi pekabaran Injil ini
deskriptif digunakan untuk menguraikan terutama ditunjang oleh dana yang dimiliki
latar belakang sejarah masuknya pengaruh sehingga dapat membiayai kegiatan misi
Kristen di wilayah ini serta menggunakan termasuk gaji para zending (Wamea 2010, 35).
data etnografi yang diperoleh melalui studi Pulau Roon adalah sebuah distrik yang
pustaka untuk menjelaskan makna motif serta terletak di sebelah barat Kota Rasiei yang
pengaruh budaya yang terdapat pada bangunan pada saat pendudukan Belanda dihuni oleh
peninggalan yang dikaji dalam tulisan ini. suku Biak Numfor. Suku Biak adalah salah
satu suku yang berdiam di gugusan pulau
3. Hasil dan Pembahasan di bagian utara Teluk Cenderawasih atau
Masuknya zending ke daerah pesisir Geelvink Bay. Pada masa penjajahan Belanda,
utara terutama di daerah kepala burung hingga gugusan pulau ini disebut sebagai kepulauan
leher Pulau Papua memiliki arti tersendiri Schouten Eilanden. Bermukimnya suku Biak
bagi masyarakat Papua terutama dalam hal Numfor di Pulau Roon tidak terlepas dari latar
pengenalan Injil di tanah Papua. Bukti-bukti belakang mereka yang suka mengembara dan
arkeologis yang terdapat di Pulau Mansinam melakukan perjalanan atau pelayaran hingga
yang terdiri dari bangunan antara lain: gereja, keluar Papua. Dalam pengembaraan itu,
sekolah, asrama, makam, rumah tinggal suku Biak beperan sebagai pedagang yang
dan peninggalan artefaktual seperti alkitab, memasarkan hasil bumi Papua ke daerah lain,
peralatan dapur adalah bukti yang sekaligus termasuk ke Kesultanan Tidore yang pada
menjadi saksi bisu akan awal kedatangan masa itu merupakan salah satu kerajaan yang
para zending di Papua (Tim Peneliti 2009). berpengaruh di Nusantara. Melalui kontak
Jenis-jenis tinggalan arkeologi tersebut tidak inilah, Kesultanan Tidore mulai melakukan
hanya sebatas benda yang menunjukkan beberapa terobosan untuk memperoleh
bukti kependudukan Belanda di Papua tetapi komoditi unggulan dengan mengangkat
masing-masing tinggalan menjadi saksi sejarah pimpinan di setiap daerah khususnya di bagian

120
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vo.27 No.2, November 2018 (117-129)

kepala dan leher burung Papua. Pengangkatan dilanda banjir besar sehingga merusak beberapa
kepala kelompok di beberapa daerah di bagian fisik gereja Isna Jedi (Kamma 1994,
Papua dimaksudkan untuk memudahkan 431). Pendirian bangunan gereja di Roon pada
pengendalian atas komoditas perdagangan dari awalnya dilakukan oleh dua orang zending,
Papua. Dari pimpinan di setiap daerah tersebut, yakni Van Basel dan Bink, serta dibantu oleh
Kesultanan Tidore mendapatkan upeti seperti 16 budak yang ikut serta dalam perjalanan ke
kulit penyu, burung cenderawasih, dan budak Pulau Roon.
belian (Kamma 1976, 60-61). Kondisi inilah Pada tahun 1951, komponen gereja
yang menjadikan suku yang terdapat di daerah kembali diganti tanpa menghilangkan bentuk
pesisir Papua, termasuk suku Biak, menjelajahi aslinya. Perbaikan tersebut masih bisa
daerah-daerah di Papua untuk mencari ditemukan hingga sekarang ini (Gambar 2A).
komoditas yang diperlukan. Salah satu pulau Perbaikan gereja dilakukan oleh tukang yang
yang menjadi sasaran suku Biak adalah Pulau berasal dari Ambon yang terlibat dalam misi
Roon hingga akhirnya sebagian dari mereka pekabaran Injil bersama sama dengan zending.
menetap di pulau itu sampai sekarang ini. Kearifan lokal yang terdapat pada
Dalam upaya menyebarkan misi bangunan Gereja Isna Jedi dapat ditemukan pada
pekabaran Injil di Pulau Roon, pemerintah bahan-bahan fisik yang diperoleh dari daerah
Belanda mengutus dua orang zendeling, yaitu sekitar Pulau Roon. Fondasi gereja terdiri dari
G.L Bink dan Van Balen yang berkebangsaan batu jenis kerikil dan pasir yang pada umumnya
Belanda. Kedua zending ini tiba di Roon pada diperoleh dari Pulau Syeba dan Windesi yang
tanggal 2 april 1884. Dalam perjalanannya ke terletak di bagian utara Pulau Roon.
Roon, mereka membawa serta 16 orang yang Dalam pengerjaannya, bahan-bahan
sekaligus merupakan pengunjung pertama fondasi gereja tersebut awalnya diproses
dalam kebaktian di hari pertama mereka dengan cara menyatukan semua komponen
datang ke Pulau Roon. Pekerjaan awal yang (pasir dan kerikil) yang selanjutnya dibakar
berhasil dilakukan dalam menunjang misi dengan tambahan kerang laut (bia) sejenis
yang dilakukan adalah mendirikan sebuah bivalve. Tiang dan mur (pengganti paku)
gereja yang bernama Isna Jedi yang berarti terbuat dari kayu besi, sedangkan bagian
‘Akulah terang’. Gereja ini mengalami tiga dinding dan plafon menggunakan kayu Cina.
kali perombakan, yakni pada tahun 1891, 1910 Latar belakang digunakannya kedua jenis kayu
dan tahun 1951. Pada awalnya, komponen ini sebagai bahan dasar untuk bangunan Gereja
gedung gereja menggunakan rumbia sebagai Isna Jedi karena kedua kayu ini dianggap
atap, kayu sebagai dinding, dan lantai yang cukup kuat untuk bangunan yang berada di
terbuat dari tanah. daerah pantai seperti Pulau Roon.
Gereja Isna Jedi pada akhirnya mengalami Dinding gereja terbuat dari dua bagian,
pergantian fisik karena dilatarbelakangi oleh yaitu (1) dinding tembok yang bersambungan
faktor kontur tanah. Roon adalah sebuah pulau dengan lantai gereja dan (2) dinding tembok
yang memiliki kemiringan kontur tanah sekitar bagian atas yang menggunakan bahan kayu.
40% di atas permukaan laut. Kemiringan Tujuan tembok digunakan sebagai bahan
tanah tersebut diisi oleh tumbuhan bakau dinding bagian bawah yakni untuk menahan
(mangrove) yang mengakibatkan kerangka resapan air akibat banjir yang biasa terjadi di
bangunan mudah rapuh karena tergenang oleh Pulau Roon, sedangkan penggunaan dinding
air. Kondisi ini dikuatkan oleh keterangan dari bagian atas yang terbuat dari kayu yang
seorang zending yang menceritakan tentang bersambungan dengan plafon dimaksudkan
keadaan Pulau Roon pada tahun 1900-an yang untuk menjaga suhu agar tetap sejuk di dalam

121
Motif Hias pada Arsitektur Bangunan Peninggalan Zending di Pulau Roon dan Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat,
Marlin Tolla

gedung gereja. Ruang utama berbentuk segi terbakar (Tim Penyusun 2010, 3-4). Penduduk
empat (atrium), langit-langit terdiri dari plafon asli Kota Wasior adalah suku Wondamen yang
datar yang terbuat dari asbes dan ditopang oleh pada umumnya menghuni daerah sekitar Teluk
dua belas baris tiang yang terbuat dari jenis Wondama.
kayu hitam. Setelah misi pekabaran Injil sukses
Dinding gereja terbuat dari dua bagian, dilakukan di Mansinam tahun 1855, misi
yaitu: (1) dinding tembok yang bersambungan pekabaran Injil mulai diperkenalkan oleh para
dengan lantai gereja, dan (2) dinding tembok zending di daerah lainnya di sekitar Teluk
bagian atas yang menggunakan bahan kayu. Wondama, termasuk Wasior pada tahun 1925
Tujuan tembok digunakan sebagai bahan (Wamea 2010, 14). Selain membawa misi
dinding bagian bawah yakni untuk menahan pekabaran Injil di Wasior, para zending juga
resapan air akibat banjir yang biasa terjadi di menjalankan misi kedua, yakni pengembangan
Pulau Roon, sedangkan penggunaan dinding sumber daya manusia melalui pendidikan
bagian atas yang terbuat dari kayu yang yang ditandai dengan pembangunan sekolah
bersambungan dengan plafon dimaksudkan di Kampung Miei. Pembangunan sarana
untuk menjaga suhu agar tetap sejuk di dalam pendidikan di Kampung Miei dipelopori oleh
gedung gereja. Ruang utama berbentuk segi I.S. Kijne, seorang pendeta berkebangsaan
empat (atrium), langit-langit terdiri dari plafon Jerman yang juga turut dalam misi yang
datar yang terbuat dari asbes dan ditopang oleh dilakukan oleh Belanda. Misi pengembangan
dua belas baris tiang yang terbuat dari jenis sumber daya manusia yang melingkupi misi
kayu hitam. pekabaran Injil dan misi pendidikan yang
dikenal dengan sebutan Opleidingsschool voor
Volksonderwijzers.
Pendirian sekolah di Kampung Miei-
Wasior dimaksudkan untuk menampung
serta melatih para pemuda Papua agar belajar
hidup dalam suasana tertib sehingga mampu
mengubah kebiasaan mereka yang pada masa
itu dididik untuk berperang (Kamma 1981,
74-75). Selain itu, pendirian sekolah di Miei
bertujuan untuk mengatasi kesulitan tenaga
pekabaran Injil yang di latarbelakangi oleh
meluasnya daerah pekabaran Injil. Sebelum
Gambar 2. (a) Gereja Isna Jedi; (b) Pintu utama; (c) sekolah didirikan di Miei, pada tahun 1917 Van
Pintu semu; (d) Tiang semu dalam ruangan; Hasselt berhasil mendirikan sebuah sekolah di
(e) Atap dan menara gereja (Sumber: Balai
Arkeologi Papua)
Mansinam (Van den End, Th & Weitjens 1999,
128). Sekolah pertama yang didirikan ini pada
3.2. Distrik Wasior awalnya menerapkan kurikulum yang sangat
Wasior terletak di bagian selatan Pulau sederhana, yaitu pengajaran tentang hidup
Roon. Kata Wasior berasal dari bahasa suku- secara sehat/higienis, pelajaran bernyanyi,
suku yang menetap di pulau sekitar Teluk berhitung, dan pelajaran tentang disiplin dan
Wondama yang berarti ‘daerah yang mudah tertib.
terbakar’. Penamaan ini mengacu pada pohon Periode 1924-1942, pendeta zending
bambu yang cukup banyak tumbuh di Wasior semakin bertambah banyak yang berasal
yang pada musim kemarau sangat sering dari berbagai latar belakang keilmuan seperti

122
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vo.27 No.2, November 2018 (117-129)

lulusan berdiploma guru dan juga ahli ilmu Dari sisi ukuran, bangunan aula cukup luas
pengobatan. Lulusan dari sekolah keguruan untuk menampung zendeling saat melakukan
di Mansinam dan juga Miei-Wasior pada pertemuan atau konferensi yakni berukuran
umumnya menghasilkan tenaga yang siap 8.6 x 19 meter. Ukuran ini diperkirakan dapat
pakai dalam tugas-tugas yang diemban oleh menampung ± 100 orang zending pada saat
zending di Papua, terutama dalam usaha itu. Penggunaan ornamen baik pada bagian
pekabaran Injil. dinding, jendela, pintu, bahkan komponen
Bukti arkeologis dari sekolah keguruan di lainnya hampir tidak ditemukan di bangunan
Miei-Wasior terdiri dari gedung sekolah, aula, ini, kecuali pada bagian ventilasi yang terletak
asrama, tempat tinggal pendeta I.S Kijne, rumah pada setiap pintu dan jendela bagian depan,
jabatan pendeta, serta bangunan penunjang kiri, kanan, dan belakang aula yang motifnya
berupa dapur untuk para murid yang tinggal berbentuk belah ketupat (Gambar 6A).
di asrama (Gambar 3). Kompleks sekolah guru Di sebelah kiri aula terdapat sebuah
ini terletak di bukit yang diberi nama Bukit buah rumah yang merupakan kediaman
Aitumeri. Dalam bahasa Wondamen, Bukit pendeta I.S Keijne. Pendeta I.S. Kijne adalah
Aitumeri berarti ‘laut yang tenang’. Penamaan zending pertama yang menjadi pimpinan
yang diberikan terhadap bukit ini dilandasi oleh harian sekaligus ketua zending keempat
letaknya yang berada di bukit dan menghadap ke yang menggantikan pendeta Wetstein yang
laut serta jauh dari hiruk pikuk keramaian. Faktor sebelumnya bertugas. I.S Kijne selanjutnya
letak inilah yang menjadi salah satu alasan para pernah diasingkan ke Sumatera setelah
zending membangun sekolah di Miei, agar Perang Dunia II . Rumah I.S Keijne terbilang
proses belajar dapat berjalan dengan tenang. sederhana dan tergolong ke dalam rumah semi
Kompleks sekolah di Miei memiliki permanen dengan model rumah panggung
satu bangunan yang difungsikan sebagai karena memiliki umpak yang cukup tinggi
aula. Dalam kurun waktu 1925-1942, yakni (Gambar 3D). Bahan bangunan serta ornamen
sejak didirikannya bangunan sekolah di Miei, yang berbentuk belah ketupat yang sekaligus
pendeta zending semakin bertambah banyak berfungsi sebagai ventilasi memiliki kesamaan
serta memiliki keahlian yang beranekaragam dengan ornamen yang terdapat pada aula.
antara lain sebagai guru dan juga sebagai ahli Bahan dinding kediaman I.S Keijne terbuat
pengobatan. Aula dibangun untuk dijadikan dari bahan gaba-gaba yang disusun horisontal
tempat pertemuan oleh zendeling dan lulusan dengan kayu Cina yang disusun melintang
keguruan. diantara gaba-gaba tersebut.
Pada masa itu telah terbentuk Dalam kompleks sekolah keguruan, dua
beberapa komisi pekabaran Injil dan komisi buah bangunan asrama terletak di belakang
pengembangan kurikulum yang dikelola dan di samping kiri bekas kediaman I.S
khusus oleh zendeling. Setiap tahunnya komisi Kijne (Gambar 3A). Komponen serta bahan
yang terbentuk bersama-sama dengan para asrama tidak jauh berbeda dengan bangunan
pelajar mengadakan konferensi di aula tersebut. aula, rumah kediaman I.S Keijne, dan rumah
Bangunan fisik aula terbilang sederhana terlihat jabatan pendeta. Pembangunan asrama untuk
dari bahan-bahan yang digunakan, contohnya para murid yang diperuntukkan bagi putra dan
pondasi yang menggunakan batu serta kerikil, putri asli Papua ini dilatarbelakangi oleh jarak
dinding yang menggunakan bahan gaba-gaba yang harus ditempuh oleh murid dari kampung
(pelepah daun sagu), kerangka bangunan seperti tempat mereka tinggal ke sekolah yang dinilai
tiang, pasak, jendela, pintu pada umumnya cukup jauh. Hal itu terjadi karena pada saat
menggunakan kayu hitam dan kayu Cina. itu penduduk belum terkonsentrasi pada satu

123
Motif Hias pada Arsitektur Bangunan Peninggalan Zending di Pulau Roon dan Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat,
Marlin Tolla

tempat sehingga zendeling memutuskan untuk pejabat dan pegawai biasa (Gambar 4).
mendirikan asrama agar murid dapat dengan Bahan dinding rumah pejabat pada
tenang dan bisa berkonsentrasi secara penuh kompleks keguruan di Miei-Wasior memiliki
di kompleks sekolah tanpa harus pulang- balik kesamaan dengan bahan yang digunakan pada
ke rumah. Pendidikan yang diterapkan oleh rumah pejabat di Kabupaten Merauke (Tolla
zendeling di sekolah keguruan ini tidak hanya dkk 2010, 49). Bahan yang digunakan pada
berfokus pada kaum laki-laki saja, tetapi juga bagian dinding rumah pejabat dan pegawai
diperuntukkan untuk kaum perempuan. Dalam di kedua wilayah ini terbuat dari bambu yang
hal ini istri dari pendeta Carl Wilhem Ottow dibelah menjadi beberapa bagian sehingga
mempunyai peranan besar dalam pendidikan menyerupai tiang beton dengan ukuran masing-
kaum perempuan asli Papua yang dimulai masing belahan 2-3 cm.
di Mansinam pada tahun 1857. Pada saat Penggunaan bahan bambu sebagai
itu, sebuah bilik di rumahnya di Mansinam pengganti tiang beton atau besi pada
dijadikan ruang kelas tempat untuk mengajar bagian dinding bangunan kemungkinan
(Wamea 2010, 24). dilatarbelakangi oleh faktor ketahanan material.
Setelah sekolah keguruan didirikan di Bambu diperkirakan lebih tahan terhadap
Kampung Miei, dengan sendirinya Wasior kondisi daerah pantai. Selain itu, bambu juga
mengalami perkembangan yang begitu pesat. mudah didapatkan di Wasior seperti halnya di
Untuk mengorganisasi kebutuhan zendeling Merauke (Tim Penyusun 2010, 2).
serta penduduk yang mulai berdatangan di Penggunaan bahan bambu sebagai
Wasior pada tahun 1954, maka dibentuklah pengganti tiang beton atau besi pada
pemerintahan setingkat kacamatan/distrik yang bagian dinding bangunan kemungkinan
pada waktu itu bernama kepala pemerintahan dilatarbelakangi oleh faktor ketahanan material.
setempat (KPS) yang berlokasi di Kota Wasior. Bambu diperkirakan lebih tahan terhadap
Selain bangunan pemerintahan/bestuur, juga kondisi daerah pantai. Selain itu, bambu juga
terdapat bangunan rumah tinggal yang didirikan mudah didapatkan di Wasior seperti halnya di
untuk rumah tinggal zendeling dan juga untuk Merauke (Tim Penyusun 2010, 2).
pegawai kemiliteran. Bangunan ini terdiri dari Jenis bangunan lainnya yang didirikan
dua tipe yaitu rumah yang dikhususkan untuk oleh zendeling adalah gereja yang

A B
A
B
C
D

C D
Gambar 3. Kompleks sekolah keguruan di Miei-Wasior (searah jarum jam): Keletakan bangunan peninggalan zending
dalam peta Wasior kota; (a) Asrama; (b) Rumah jabatan pendeta; (c) Aula; (d) Rumah I.S. Keijne (Sumber:
Balai Arkeologi Papua)

124
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vo.27 No.2, November 2018 (117-129)

Gambar 4. Rumah pejabat (atas); Rumah pegawai biasa di Wasior (bawah) (Sumber: Balai Arkeologi Papua)

diperuntukkan bagi penduduk yang memiliki


penyakit lepra yang juga berada dalam kawasan 3.3. Motif hias
Kota Wasior. Gereja Lepra dibangun dalam Unsur arsitektur yang akan dibahas berikut
kurun waktu dua tahun oleh para penderita ini menyangkut motif hias yang terdapat pada
penyakit lepra tepatnya di tahun 1956 – 1958. bangunan yang telah diuraikan sebelumnya.
Dalam kurun waktu tersebut, penyakit lepra Motif hias pada beberapa jenis bangunan yang
mewabah di daerah Wasior, terutama pada dibangun oleh zendeling menarik untuk dikaji,
penduduk asli yang bermukim di tempat terutama untuk mengetahui unsur budaya yang
tersebut. Keadaan inilah yang memotivasi diterapkan pada arsitektur bangunan yang
zendeling untuk mendirikan bangunan khusus didirikan.
untuk penderita penyakit lepra dan memusatkan Dalam usaha untuk memahami motif
bangunan tersebut di suatu tempat sehingga hias yang terdapat pada bangunan-bangunan
penderita lepra tidak berbaur dengan penduduk tersebut, berikut ini akan diuraikan bentuk
yang masih sehat saat itu. Selain gereja, motif hias yang terdapat pada pintu, jendela,
bangunan yang didirikan untuk penderita lepra tiang, bangunan lepas (mimbar dan kotak
adalah rumah tinggal dan rumah sakit. Di persembahan) pada Gereja Isna Jedi, Gereja
bawah bimbingan zendeling, pembangunannya Lepra, dan motif pada rumah pejabat di Wasior.
dalam kurun waktu dua tahun. Pada jendela gereja di Roon dan Gereja
Khusus untuk Gereja Lepra (Gambar 5), Lepra di Wasior, ornamen yang diterapkan
bangunan ini didirikan dibawah pimpinan dua adalah model kubah yang ditemukan menyatu
orang tukang yaitu Babu Kandami Agustinus dengan dinding. Selain itu, bentuk busur
sebagai kepala tukang kayu dan Iwari Bokini setengah lingkaran ditemukan pada pintu
sebagai kepala tukang batu. bagian atas pada Gereja Isna Jedi dan pintu

125
Motif Hias pada Arsitektur Bangunan Peninggalan Zending di Pulau Roon dan Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat,
Marlin Tolla

I
II

III

II

III

IV

IV
Gambar 5. Gereja penderita lepra di Kota Wasior (atas); Ornamen pada tiang
gereja (bawah) (Sumber: Balai Arkeologi Papua)

gereja Lepra (Gambar 6). Model busur setengah Teluk Wondama tempat Kota Wasior berada,
lingkaran ini pada umumnya ditemukan pada tetapi sebaliknya ditemukan dalam kelompok
bangunan pada masa kekaisaran Romawi motif suku Meybrat serta suku Asmat. Pada
(Holtzapple M.T & Reece 2011, 64). Pada suku Meybrat, motif belah ketupat ini memiliki
bagian atas pintu dan jendela yang terdapat arti sebagai jalan kehidupan, garis yang tegas,
di kompleks sekolah guru di Kampung Miei aman dan tak berdosa (Flassy 2007, 68).
dan kompleks rumah pegawai di Wasior Sementara itu, dalam suku Asmat motif ini
terdapat ventilasi yang berbentuk belah ketupat dikenal dengan nama motif ‘amin fum wow’.
(Gambar 7A). Berdasarkan hasil analisis, motif Amin = kulit kayu, sedangkan fum = sejenis
hias belah ketupat tidak ditemukan dalam pohon yang pada bagian kulit dijadikan lantai
deretan motif hias yang terdapat di kawasan rumah sedangkan bagian serat digunakan

Gambar 6. Ornamen pintu bagian atas pada Gereja Isna Jedi (kiri); Gereja penderita lepra (kanan) (Sumber:
Balai Arkeologi Papua)

126
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vo.27 No.2, November 2018 (117-129)

B C D

E F G
Gambar 7. Motif pada Gereja lepra, Wasior (searah jarum jam): Motif belah ketupat; Motif
bunga; Motif ular; Motif belalang sembah; Motif udang sembah; motif salib; Motif
yang menyerupai pucuk daun pakis atau kerang yang merayap (Sumber: Balai
Arkeologi Papua)

untuk membuat tali. Terdapat dua makna yang motif belalang sembah yang termasuk dalam
tersirat dalam motif ini yaitu: kelompok motif Teluk Cenderawasih (Flassy
a. Pohon fum adalah pohon dihuni tokoh 2007, 60). Pada mimbar, terdapat motif yang
legendaris suku asmat yang bernama fumeritis menyerupai ukiran pucuk daun pakis. Motif
dan dari sanalah ia memanggil mBis dengan ini pada umumnya terdapat pada ukiran
meniup terompet bambu perahu (sara) dan juga patung (amfianir) yang
b. Motif ini berfungsi sebagai penangkal bala. merupakan motif khas suku Biak (Gambar
Bagi siapa yang mengenakan ukiran ini akan 6G). Dasar penggunaan motif ini diilhami oleh
terhindar dari kekuatan jahat dan sekaligus pucuk daun pakis atau mampena muda dan
akan menerima berkat karena menggunakan juga siput komomboa yang sedang merayap
lambang berhubungan dengan tempat tinggal mengeluarkan dua lidah. Dalam Suku Biak
fumeritis yakni tokoh pendiri kebudayaan Numfor, daun pakis dilambangkan sebagai
Asmat (Flassy 2007, 87). daun pengetahuan dan kemahiran (Flassy 2007,
Selain itu, terdapat beberapa motif yang 52). Pada bagian sisi depan mimbar terdapat
diterapkan pada sudut permukaan tiang gereja hiasan berbentuk salib yang merupakan
dalam kompleks rumah sakit lepra yakni ukiran lambang umat kristiani. Jika motif daun pakis
motif ular (Gambar 6C), motif bunga (Gambar disatukan dengan lambang salib, makna yang
6B) dan motif udang sembah (Gambar 6E). diperkirakan ingin disampaikan melalui motif
Dalam Gereja Lepra terdapat beberapa tersebut adalah mimbar (tempat) + salib =
komponen lepas yang terdiri dari mimbar, melambangkan iman Kristen + daun pakis=
tiang, dan kotak persembahan. Pada kotak pengetahuan. Jika digabungkan, pesan yang
persembahan terdapat motif yang biasa disebut ingin disampaikan dari kedua motif tersebut

127
Motif Hias pada Arsitektur Bangunan Peninggalan Zending di Pulau Roon dan Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat,
Marlin Tolla

adalah ‘tempat yang digunakan oleh orang pada peninggalan zending di Distrik Roon
yang memiliki pengetahuan tentang iman dan Wasior, memperlihatkan pengaruh sosial
Kristen. budaya lokal suku-suku yang hidup di wilayah
Secara umum, pengaplikasian motif hias ini. Konsep arsitektur yang diterapkan pada
Teluk Cenderawasih pada bangunan inti (tiang setiap komponen bangunan di Pulau Roon
gereja) dan komponen lepas pada bangunan dan Wasior pada umumnya dikembangkan
yang didirikan oleh zendeling di Roon maupun berdasarkan kebutuhan, situasi/zaman serta
di Wasior diperkirakan dilatarbelakangi oleh kenyamanan dengan tetap memperhatikan
keletakan kedua daerah ini yang berada dalam lingkungan di mana jenis bangunan tersebut
budaya adat Saireri. Budaya adat Saireri adalah dibangun. Penggunaan bahan-bahan lokal
salah satu dari tujuh wilayah adat di Pulau untuk komponen rumah terlihat melalui
Papua yang masing-masing membawahkan penggunaan bahan gaba-gaba (pelepah daun
kelompok suku yang tersebar di wilayah ini sagu), kayu lokal, serta bahan lantai yang
(Prie 2012, 3). Wilayah adat Saireri berada didapatkan di lingkungan sekitar.
di Teluk Cenderawasih yang membawahi Implementasi budaya lokal melalui motif
kurang lebih tiga puluh satu suku diantaranya Saireri pada bangunan peninggalan zending di
suku Biak, suku-suku yang berada di wilayah Roon dan Wasior diperkirakan dilatarbelakangi
Yapen-Waropen hingga Yeretur. oleh nilai luhur yang terkandung dalam motif-
Motif hias yang diterapkan pada motif tersebut yang mengandung makna yang
daerah adat ini menerapkan gaya hias yang ‘baik dan luhur’ yang dapat diimplementasikan
biasa disebut gaya korwar. Motif hias ini secara nyata terutama dalam kehidupan
berkembang mulai dari Pulau Waigeo di sebelah masyarakat baik di Pulau Roon maupun di
barat tanah Papua sampai ke daerah sebelah Wasior. Nilai-nilai luhur yang terkandung
timur Sungai Memberamo yang melingkupi dalam penggunaan motif hias tersebut
daerah seperti pulau Biak Numfor, Yapen, tidak hanya menggambarkan tentang nilai
Kurudu, Moor, dan Wandamen/Wondama keindahan, tetapi juga menyangkut cara hidup
(Flassy 2007, 58). Adapun ciri-ciri dari motif serta cara pandang sosial dan budaya suku-
ukir Teluk Cenderawasih adalah adanya garis suku yang berdiam di wilayah adat Saireri.
sudut dan lingkaran yang berbalas-balasan Nilai inilah yang kemudian diperkirakan
yang diukir dengan teknik cukil. Motif yang diangkat atau dimunculkan oleh zendeling
digambarkan pada umumnya menonjolkan melalui penerapan motif hias pada bangunan
motif yang berkaitan dengan lingkungan laut sebagai pengingat akan keluhuran nilai budaya
serta motif bertema flora. Tema motif ini yang sekaligus dapat diimplementasikan dalam
diilhami oleh lingkungan penduduk Teluk kehidupan bermasyarakat pada masa tersebut.
Cenderawasih yang bermukim di daerah Selain itu, diterapkannya motif lokal dalam
pesisir pantai. Pada kompleks bangunan arsitektur bangunan di Pulau Roon dan Wasior
sekolah di Kampung Miei, pengaruh lokal juga diperkirakan digunakan oleh pemerintah
dapat ditemukan pada bagian ventilasi yang Belanda sebagai sarana pendekatan terhadap
mengadopsi ornamen dengan bentuk belah masyarakat dalam usahanya menguasai tanah
ketupat yang ditemukan pada motif ukuran Papua.
suku Meybrat dan suku Asmat.
Daftar Pustaka
4. Penutup End, Th & Weitjens, J. Van den. 1996. Ragi
Carita 2: Sejarah Gereja Di Indonesia.
Secara umum, arsitektur bangunan, 1860-an- Sekarang. Jakarta: Gunung
terutama motif hias serta bahan material Mulia.

128
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vo.27 No.2, November 2018 (117-129)

----------. 1999. Harta Dalam Bejana Sejarah Pendidikan 1855 – 1962, Tinjauan
Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Awal Upaya Pengembangan SDM di
Irian Jaya. Manokwari: Sasako Papua
Flassy, Don A.L. 2007. Refleksi Seni Rupa di
Publisher Papua Institute.
Tanah Papua. Jakarta: Balai Pustaka.
Gouda, Francis. 1995. Dutch Culture Overseas;
Colonial Practice in the Netherlands
Indies 1900-1942. Amsterdam:
Amsterdam University Press.
Handonoto. 2012. Arsitektur Dan Kota-Kota di
Jawa Pada Masa Kolonial. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Holtzapple M.T & Reece, DanW. 2011.
Concepts in Engineering (Pengantar
Dasar Teknologi). Kencana: Prenada
Media Group.
Kamma, F.C. 1976. Ajaib Di Mata Kita (Dit
Wonderlijke Werk),Jilid I. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
----------. 1981. Ajaib Di Mata Kita. Seri Gereja,
Agama dan Kebudayaan Indonesia.
Nomor 7. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
----------. 1994. Ajaib di Mata Kita (Dit
Wonderlijke Werk), Jilid III. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.
Kostof, Spiro. 1995. History of Architecture:
Settings and Rituals. Oxford University
Press.
Kusno, Abidin. 2012. Rethinking the Nation.
The SAGE Handbook of Architectural
Theory. Edited by Hilde Heynen C.Greig
Crysler, Stephen Caims. SAGE.
Onim, J. F. 2006. Islam & Kristen di Tanah
Papua. Bandung: Jurnal Info Media.
Prie, Mitu M. 2012. Ini Tong Pu Hidup. Jakarta:
Gramedia.
Rumainum, F.J.S. 1966. Sepuluh Tahun G.K.I.
Sesudah Seratus Satu Tahun Zending di
Irian Barat. Gereja Kristen Indonesia.
Soedharto, Bondan. 1996. Sejarah Perjuangan
Rakyat Irian Jaya.
Tim Peneliti. 2009. “Penelitian Arkeologi
Kolonial Di Pulau Mansinam.”
Tim Penyusun. 2010. Kabupaten Teluk
Wondama Dalam Angka 2010.
Tolla. 2010. “Peninggalan Kolononial Belanda
Di Kabupaten Merauke.”
----------. 2011. “Peninggalan Kolonial di
Kabupaten Teluk Wondama.”
Wamea, Decky. 2010. Peranan Zending dalam

129

Anda mungkin juga menyukai