DISUSUN OLEH:
1. ENMIYA RIZKINTA ANGKAT (NIM:2205052007)
2. EDWARD ALEXANDER B.P. SINAGA(NIM:2205052055)
3. GUSTAV IRVAN SIAHAAN(NIM:2205052043)
Merunut kembali sejarah suku Pakpak di Tanah Dairi, Anda mungkin tak akan mengira bahwa
suku ini sebenarnya berasal dari India Selatan. Dalam sebuah literatur disebutkan bahwa nenek
moyang suku ini ialah Kada dan Lona yang merupakan warga asli India.
Kada dan Lona diceritakan pergi dari India lalu menetap di Tanah Dairi. Selama mendiami
Tanah Dairi, keduanya memiliki anak bernama Hyang. Saat dewasa, Hyang menikah dengan
putri Raja Dairi. Keduanya pun dikaruniai 7 orang putra juga seorang putri. Masing–masing
diberi nama Mahaji, Perbaju Bigo, Ranggar Jodi, Mpu Bada, Raja Pako, Bata, Sanggar, dan (
putri ) Suari.
Si sulung, Mahaji, diketahui memiliki kerajaan di Banua Harhar ( saat ini disebut Hulu Lae
Kombih, Kecamatan Siempat Rube ). Namun gosipnya, Mpu Bada adalah yang paling
fenomenal. Sosok ini diakui suku Toba sebagai onyang mereka. Bahkan tak sedikit yang
menyebutkan bahwa Mpu Bada merupakan salah satu keturunan Parna yang bermarga
Sigalingging.
Lompati saja soal Mpu Bada yang asal usulnya dapat mengundang perdebatan baru. Suku bangsa
Pakpak sendiri, oleh Antropolog, dimasukkan ke dalam sub etnis suku Batak. Oleh karena itu,
status Pakpak dalam struktur sosial disetarakan dengan Toba, Karo, Angkola, Mandailing, dan
Simalungun.
Hal ini semakin kuat dengan didukung oleh folkore ( cerita rakyat ), kesamaan bahasa, dan
kemiripan nama marga yang dimiliki keduanya. Jadi, itulah fakta yang selama ini diakui oleh
publik.
SUAK PAKPAK
Rakyat Pakpak seperti suku daerah lainnya, memiliki keunikan tersendiri. Suku ini memiliki
dialek yang khas dan terdiri atas banyak suak alias sub suku. Menurut wilayah persebarannya,
Pakpak memiliki 5 suak, diantaranya ialah suak kelasen, suak keppas, suak simsim, suak
pegagan, dan suak boang.
Suak keppas, suak simsim, dan suak pegagan secara administratif menempati Kabupaten Dairi
dan Pakpak Bharat. Sementara, suak kelasen banyak tersebar di Kabupaten Humbang
Hasundutan dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Untuk suak boang, daerah penyebarannya
berfokus di Kabupaten Singkil ( Aceh )
RUMAH ADAT SUKU PAKPAK
Rumah adat Pakpak memiliki bentuk yang khas yang dibuat dari bahan kayu dengan atap dari
bahan ijuk. Bentuk desain Rumah Adat Pakpak Sumatera Utara selain sebagai wujud seni budaya
Pakpak, setiap bentuk desain dari bagian-bagian Rumah Adat Pakpak tersebut memiliki arti
tersendiri. Jika diteliti dengan cermat dan diketahui maknanya, maka cukup dengan
melihat rumah adat Pakpak akan bisa mendeskripsikan bagaimana Suku Pakpak berbudaya.
Tampuk bubungan yang bersimbolkan “Caban”, artinya : “Simbol kepercayaan Puak Pakpak“
Tanduk kerbau yang melekat dibubungan atap, artinya: “Semangat kepahlawanan Puak Pakpak”.
Bentuk segitiga pada Rumah Adat Pakpak Sumatera Utara, artinya menggambarkan susunan
adat istiadat Puak Pakpak dalam kekeluargaan yang terbagi atas tiga bahagian atau unsur besar
sebagai berikut:
(a). SENINA, adalah saudara kandung laki laki,
(b). BERRU, adalah saudara kandung perempuan,
(c). PUANG”, adalah kemanakan.
Dua buah tiang besar disebelah muka rumah “Binangun”, artinya “Kerukunan rumah tangga
antara suami istri”.
Satu buah balok besar yang dinamai “Melmellon” Rumah Adat Pakpak Sumatera
Utara yang melekat disamping muka rumah, menggambarkan “Kesatuan dan Persatuan dalam
segala bidang pekerjaan melalui musyawarah, atau lebih tepat disebut “Gotong royong”.
Ukiran-ukiran yang terdapat pada segitiga muka Rumah Adat Pakpak Sumatera
Utara yang bentuknya bermacam macam corak, dalam bahasa daerah Pakpak disebut:
(a). Perbunga Kupkup,
(b). Perbunga kembang,
(c). Perbunga Pancur, dan sebagainya yang menggambarkan bahwa puak Pakpak pun berdarah dan
berjiwa seni.
Tangga Rumah Adat Pakpak Sumatera Utara yang biasanya terdiri dari bilangan ganjil, 3
(tiga), 5 (lima) dan 7 (tujuh), menggambarkan bahwa penghuni rumah itu adalah keturunan raja
(marga tanah), sebaliknya yang memakai tangga rumah genap, menandakan bahwa penghuni
rumah tersebut bukan keturunan marga tanah (genengen).
Pintu masuk dari bawah kolong rumah menunjukkan kerendahan hati dan kesiapsiagaan.
1. Penggunaaan rumah adat : Rumah adat adalah tempat permusyawaratan mengenai masalah yang
menyangkut kepentingan umum dan tempat mengadakan upacara upacara adat istiadat.
• Genderang,
• Garantung,
• Serunai,
• Sordan, labat, taratoa, seruling, semuanya alat alat kesenian daerah.
• Patung panglima atau pahlawan pahlawan, dan
• Mejan, ditempatkan dihalaman rumah.
3. Pilo-pilo yang digantung dalam segitiga dipermukaan Rumah Adat Pakpak Sumatera Utara
menggambarkan adanya hubungan yang harmonis antara masyarakat dan pemimpinnya dan
sebagai lambang kebijaksanaan pimpinan dalam mengayomi masyarakatnya.
Kebudayaan suku Pakpak yang lain ditunjukkan lewat aktivitas pertukaran marga. Hal ini
sebenarnya adalah cara orang Pakpak dalam beradaptasi dengan lingkungan “baru”, misalnya
saat merantau.
Kebanyakan orang-orang asli Pakpak cukup mudah dalam mempelajari bahasa daerah lain dan
tak segan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari–hari. Perlahan, bahasa ibu pun
terlupakan.
Adaptasi level ekstrem terjadi kala orang Pakpak menikah dengan suku lain. Ketika itu terjadi,
orang Pakpak rela melebur dengan kebudayaan baru dan menyebabkan terjadinya dekulturasi
nilai / subkultur Pakpak.
Hal ini dapat berujung pada perubahan marga Pakpak menjadi marga yang lain. Contohnya
marga Matanari ( Pakpak ) menjadi Karo–Karo ( Karo ), marga Sambo menjadi Sihotang, marga
Matanari menjadi Sinulingga ( sub Karo- Karo ), dan lain sebagainya.
Jelas, tenggelamnya identitas suku ini dikarenakan dominasi etnis lain. Tetapi tak ada yang perlu
disalahkan. Pasalnya, suku Pakpak melakukannya dengan “suka rela”. Sebab, suku ini dikenal
penuh toleransi dan senang hidup berdampingan dengan orang lain.
1. Mengririt (meminang) berasal dari kata ririt, artinya seorang pemuda dan kerabatnya terlebih
dahulu meneliti seorang gadis yang akan dinikahinya. Mengindangi berasal dari kata indang
yang artinya disaksikan atau dilihat secara langsung bagaimana watak dan kepribadian atau sifat-
sifat si gadis. Proses mengririt ini dominan dilakukan oleh orang tua atau kerabat dekatnya.
Mengririt bukan hanya menjadi kewajiban pihak laki-laki saja, namun juga merupakan
kewajiban perempuan. Setelah ada kesesuaian antara pihak laki-laki dan perempuan, maka
segera dilakukan acara tukar cincin (mersiberren tanda burju).
2. Mersiberren tanda burju dalam tahap ini peranan pihak ketiga tetap penting. Dari pihak
perempuan sebagai saksinya adalah bibinya (namberru), sedangkan dari pihak laki-laki saksinya
adalah sininana (satu marga). Pada saat tukar cincin dilakukan pertukaran barang (cincin, kain
dan lain-lain) dan diakhiri dengan membuat ikrar atau janji yang disebut merbulabon. Contoh
merbulabon adalah dengan membelah daun sirih dan setiap bagian dimakan masing-masing oleh
yang membuat ikrar. Sanksi dalam hukum umumnya dikenakan kepada yang melanggar, tetapi
pengingkaran terhadap janji diyakini mempunyai pengaruh buruk sampai sampai kegenerasi
selanjutnya. Setelah selesai tukar cincin maka baik saksi laki-laki maupun saksi perempuan
langsung memberitahukan kesepakatan tersebut kepada kedua orang tua masing-masing.
3. Menglolo/mengkata utang pada tahapan ini (menentukan mas kawin) rombongan yang datang
untuk menglolo disebut penglolo dan rombongan yang mengkata utang disebut pengkata utang.
Sebelum orang-orang ini berangkat, terlebih dahulu orang tua si calon pengantin perempuan
mengundang keluarga dekat untuk menyampaikan akan datangnya rombongan pengkata utang
dari calon pengantin laki-laki.Keluarga perempuan berkumpul dengan kerabat dekatnya untuk
mendiskusikan tentang jenis permintaan sebagai mas kawin. Biasanya jenis mas kawin dapat
berupa emas, perak, gerantung (alat musik), kebun, sawah, tanah, hewan ternak (kerbau/lembu),
mesin jahit, sejumlah uang dan kain. Saat ini yang umum berlaku adalah hanya berupa uang dan
emas.
4.Muat nakan peradupen adalah suatu tahapan yang biasa dilakukan oleh pihak orang tua calon
pengantin laki-laki sebelum upacara perkawinan dilaksanakan. Caranya dengan mengundang
kerabat dekat. Tujuan utamanya adalah untuk merundingkan tentang bagaimana menghadapi
kerabat calon pengantin perempuan pada saat upacara, dengan kata lain menyangkut apa yang
menjadi hak dan kewajiban kelompok kerabat dalam konteks perkawinan. Kegiatan ini dipimpin
oleh seorang persinabul (juru bicara) yang ditunjuk oleh masing-masing pihak keluarga. Hal-hal
yang dirunding dalam dalam muat nakan peradupen adalah jumlah mas kawin yang harus
disediakan, jenis barang yang harus disediakan, masalah teknis upacara dan hal-hal lain yang
menyangkut kelancaran upacara perkawinan.
5. Tangis berru pangiren, sehari setelah acara rundingan dengan pihak laki-laki selesai, maka ibu
sang calon pengantin perempuan memberikan makanan kepada calon pengantin perempuan
(anak gadisnya) secara khusus dengan cara memotong seekor ayam. Makanan ini disebut nakan
penjalon yang artinya mas kawin dari calon pengantin laki-laki telah diterima, kiranya sang gadis
menerima keputusan tersebut dengan rela dan senang hati.
6. Upacara merbayo/perkawinan, setelah secara adat pihak keluarga laki-laki menyerahkan mas
kawin baik itu berupa uang, emas dan kain dan pihak perempuan telah menerima mas kawin,
maka upacara perkawinan pun akan dilaksanakan. Setelah tiba hari yang ditentukan, pihak laki-
laki berangkat ke rumah pengantin perempuan. Sesampai dihalaman, pihak pengantin perempuan
berdiri di depan pintu sambil menjunjung pinggan berisi beras yang dialas dengan sumpit
(kembal). Di depan pintu rumah telah diletakkan bara api yang nantinya dilangkahi oleh
rombongan. Adapun makna api tersebut adalah untuk menghangatkan jiwa para kerabat
pengantin laki-laki. Kemudian persinabulo dari pihak pengantin perempuan memandu jalannya
upacara perkawinan. Kemudian pihak pengantin laki-laki memasuki rumah dan disambut dengan
siraman beras oleh pihak pengantin perempuan. Selanjutnya pihak pengantin laki-laki
menyerahkan oleh-oleh yaitu makanan yang disebut nakan luah. Lauknya terdiri dari ayam yang
telah dipotong-potong sesuai ketentuan. Idealnya lauk tersebut dibungkus dengan daun, akan
tetapi saat ini sering digunakan rantang dan panci. Kemudian pihak pengantin perempuan
menyerahkan makanan ringan, tepung beras, pisang dan tebu. Acara ini disebut merdohom,
biasanya dalam acara ini ditanyakan berapa jumlah makanan yang disediakan dan setiap
makanan ditutupi dengan daun pisang dan piringnya dilapisi dengan sumpit (kembal). Setelah
acara ini selesai maka dilanjutkan dengan pelaksanaan perkawinan. Bagi yang beragam Kristen
terlebih dahulu dilakukan pemberkatan di gereja sedangkan bagi yang beragama Islam
melakukan syukuran akad nikah sebelum acara makan bersama dan acara adat dilakukan. Setelah
selesai akad nikah kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama.
Pakaian adat Pakpak lebih didominasi oleh warna hitam dengan variasi warna putih dan merah.
Ketiga warna tersebut biasanya disebut 'bennang sitellu rupa' atau benang tiga rupa.
Pakaian adat Pakpak biasanya digunakan dalam upacara-upacara adat atau kerja-kerja baik kerja
njahat maupun kerja mbaik, bukan untuk sehari-hari. Seiring perkembangan zaman, terdapat
modifikasi dalam pakaian adat Pakpak tersebut.
• Pakaian Adat Pakpak untuk Laki-laki
1. Baju Merapi-Api
Baju model melayu leher bulat berwarna hitam yang dibubuhi atau dihiasi dengan manik-manik
(api-api). Jenis kain yang umum digunakan sejenis beludru namun belakangan lebih disesuaikan
dengan model dan jenis kain terbaru. Ada beberapa variasi lain yang melekat dan pada leher dan
ujung lengan terdapat warna merah putih.
2. Bulang-bulang
Bulang-bulang Adalah penutup kepala, sebuah lambang kehormatan dan kewibawaan, dibetuk
sedemikian rupa dari bahan oles perbunga mbacang.
3. Celana Panjang
Celana panjang berwarna hitam, sama dengan kemeja pada ujungnya juga terdapat variasi warna
merah dan putih. Ukurannya umumnya tidak sampai menyentuh ujung kaki melainkan berada
pada posisi tanggung, seperti celana yang biasa digunakan oleh atil silat atau karate.
Celana panjang hitam kemudian ditutupi oleh oles sidosdos secara melingkar dengan ujung yang
terbuka didepan.
5. Borgot
Kalung yang terbuat dari emas, baik emas murni atau perak dilapisi emas. Sangat tergantung
pada kemampuan ekonomi pemilik atau penggunanya. Rangkaian emas yang diikat dengan
benang Sitellu rupa dan diujungnya terdapat mata kalung bergambar kepala kerbau,
rangkaiannya terdiri dari 32 keping.
6. Sabe-sabe
Oles Polang-polang atau pada pemakai yang punya keberadaan lebih tinggi oles Gobar,
diletakkan pada bahu sebelah kanan terurai dari belakang hingga kedepan. Oles dilipat dan
disesuaikan dengan corak oles.
7. Rempu Riar
Sejenis pisau yang dibungkus dengan sarung yang diliti atau dilapisi emas atau perak (riar=uang
jaman dahulu). Diselipkan di pinggang melalui rante abak.
8. Rante Abak
Ikat pinggang dan dahulu terbuat dari perak, tetapi lazim pula menggunakan oles diikat untuk
memperkuat posisi sarung oles sidosdos dan memperindah penampilan, serta menggambarkan
pula kewibawaan dan keberadaan penggunanya.
9. Ucang
Anyaman daun pandan (legging) berbentuk tas dihiasi dengan manik-manik dengan tali terbuat
dari kain berwarna merah. Bisa dilatakkan pada bahu sebelah kiri namun sesekali juga dipegang
oleh pemakai.
10. Tongket
Tongkat yang sering juga dinamai tongket balekat, terbuat dari kayu berkwalitas tinggi, pada
kepala dan batangnya terukir dengan gerga pakpak. Beberapa bukunya diikat dengan bahan
emas, perak, atau loyang.
Baca juga:
Pesan Bupati di Pembukaan Konferensi Cabang Ke-5 GP Ansor Dairi
1. Baju Merapi-Api
Baju model leher segitiga berwarna hitam yang dibubuhi atau dihiasi dengan manik-manik (api-
api). Jenis kain yang umum digunakan sejenis beludru namun belakangan lebih disesuaikan
dengan model dan jenis kain terbaru. Berebda dengan pria variasi warna merah putih tidak
ditemukan, namun disekitar lengan atas terdapat manik-manik dengan gambar terlihat seperti
kepala kerbau. Demikian juga pada ujung lengan. Kancing yang digunakan pada kemeja ini
berbentuk bulat melingkat berlobang dengan ukuran jari-jari tiga centimeter.
Hampir sama dengan laki-laki, oles perdabaitak dililit pada pinggang secara melingkar.
3. Saong
Tutup kepala yang dibentuk sedemikian rupa dengan oles silima takal. Pada perempuan muda
dibentuk lonjong dengan sudut runcing ke belakang, dengan rambu yang terurai di dahi. Namun
pada usia dewasa bentuknya lebih sederhana dengan rambu terurai kebelakang.
4. Leppa-Leppa
Kalung perempuan dengan bentuk dan bahan yang sama dengan laki-laki. Bedanya dengan pria
barangkali karena tidak ata mata kalung sebagaimana yang terdapat pada borgot. Jumlah
rangkainnya juga berbeda dan cenderung lebih pendek.
5. Rante Abak
Ikat pinggang dan dahulu terbuat dari perak, tetapi lazim pula menggunakan oles diikat untuk
memperkuat posisi sarung oles sidosdos dan memperindah penampilan, serta menggambarkan
pula kewibawaan dan keberadaan penggunanya.
6. Rabi Munduk
Sejenis pisau yang terbuat dari besi dengan ujung pisau melingkar kecil ke atas, gagangnya
(sukul) terbuat dari jenis kayu berkualitas tinggi, berukir dan ujungnya dililiti emas atau perak.
7. Papuren
Sejenis sumpit dari rajutan atau anyaman daun pandan dilapisi dengan api-api (manik-manik).
Sama dengan laki-laki sumpit ini juga bertali berwarna merah.
8. Culapah
Kotak kecil tempat tembakau dengan bahan yang terbuat dari emas, perak atau loyang berukir
sesuai gerga atau ornamen Pakpak yang ada. Ukurannya lebih kurang 6 x 8 centimeter.
9. Kancing Emmas
Kancing bulat (berbentuk lingkaran) namun dengan lobang ditengah. Jari-jari lebih kurang 3-4
centimeter. Terbuat dari emas, perak atau logam yang dilapisi emas. Fungsinya sebagai hiasan,
dan menutupi kancing sebenarnya. Artinya umumnya tidak berfungi sebagai kancing dalam
artian yang sebenarnya, hanya merupakan aksesoris semata.