DAN KEARIFAN
LOKAL ADAT ALAS
KELOMPOK 7
1. DIAZ NINGRUM KURNIAWAN
2. SINTIA LANI
3. SELVI AJURA
4. MURTIARA
5. ASSAFA J. BERRY
6. IRWAN SYAH PUTRA
7. SATRIA ANUGRAH
1. Sejarah dan Etimologi Suku Alas
Suku Alas telah bermukim di lembah Alas, jauh sebelum Pemerintah
Kolonial Belanda masuk ke Indonesia di mana keadaan penduduk
lembah Alas telah diabadikan dalam sebuah buku yang dikarang oleh
seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila dilihat
dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325
(Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih
bersifat nomaden dengan menganut kepercayaan animisme.
Bagi salah seorang dari suku Alas yang baru membentuk rumah
tangga, secara adat akan dibantu orang tua dari pihak lelaki dan orang
tua di pihak perempuan. Orang tuanya akan memberikan bantuan
secara percuma sesuai dengan kemampuannya. Budaya memberi
bantuan untuk pengantin dalam suku Alas dikenal dengan berbagai
istilah iaitu:
(1) Jawè, artinya pisah rumah. Pengantin yang dianggap telah cukup masa
tinggal di rumah ibu bapanya (orang tua pengantin lelaki) harus
membentuk rumah tangga yang baik dengan tinggal di rumah lain. Sebagai
modal awal, ibu bapanya akan membeikan modal usaha dan beberapa
peralatan yang diperlukan.
(2) Pesula’i, bermaksud memberikan ‘hadiah’ sebagai cikal bakal atau
modal dalam memulai kehidupan yang baru. Pesula’i adalah pemberian
dari orang tua pengantin perempuan kepada anaknya dengan maksud
membantunya dalam menempuh hidup baru.
3. Budaya dan Adat Istiadat
Upacara adat istiadat yang ada dalam masyarakat suku Alas
adalah ‘Turun Mandi’, ‘Sunat Khitan’, ‘Perkawinan’, dan
‘Kematian’. Pada setiap kegiatan ini dikenal beberapa budaya
tolong menolong yang dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan
posisinya dalam struktur kekerabatan. Ada tiga struktur
kekerabatan dalam suku Alas yaang dikenal dengan
istilah Tungku si telu yang artinya "tungku si tiga" makna lebih
tepatnya ialah Tungku/tempat memasak dengan kayu api yang
terdiri dari 'tiga batu'. Secara filosofis kegiatan memasak hanya
dapat dilakukan dengan adanya tiga batu tersebut, apabila kurang
satu maka kuali atau wajan tidak dapat diletakkan di atasnya
sehingga masakan tidak dapat diperoses. Ketiga fungsi
kekerabatan dalam suku Alas tersebut yaitu Wali, Sukut/Senine,
dan Pebekhunen/Malu. Adapun bentuk tolong-menolong yang
dilakukan adalah:
(1) Pemamanen, iaitu panggilan yang diberikan kepada rombongan
yang datang dari pihak Wali yaitu ayah dan saudara lelaki dari
perempuan (Malu) yang mempunyai hajatan. Pada setiap acara adat
Alas, pemamanen mempunyai peran penting karena mereka adalah
tamu yang dimuliakan. Dalam setiap kegiatan mereka akan membawa
bantuan kepada tuan rumah dan biasanya bantuan ini dalam bentuk
materi atau sejumlah uang.
Tari Mesekat
Pelabat
Landok Alun
Tangis Dilo
Alat musik
Canang Situ
Canang Buluh
Genggong
Oloi-oloi
Kerajinan
Keketuk layakh
Nemet, mengayam daun rumbia
Mbayu amak, tikar pandan
Bordir pakaian adat
Pande besi, pisau bekhemu
Makanan Tradisional
Manuk labakh
Ikan labakh
Puket Megaukh
Lepat bekhas
Gelame
Puket Megaluh
Buah Khum-khum
Ikan pacik kule
Telukh Mandi
Puket mekuah
Tumpi
Godekhr
Puket sekuning
Cimpe
Getuk
6. Simpulan
Nama Alas diperuntukan bagi seorang atau kelompok etnis,
sedangkan daerah Alas disebut dengan kata Tanoh Alas. Menurut
Kreemer (1922:64) kata "Alas" berasal dari nama seorang kepala
etnis (cucu dari Raja Lambing) keturunan Raja Toga Pandiangan
di Tanah Batak. Dia bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas
yaitu Desa Batu Mbulan.