Anda di halaman 1dari 12

KEWIRAUSAHAAN

DAN KEARIFAN
LOKAL ADAT ALAS
KELOMPOK 7
1. DIAZ NINGRUM KURNIAWAN
2. SINTIA LANI
3. SELVI AJURA
4. MURTIARA
5. ASSAFA J. BERRY
6. IRWAN SYAH PUTRA
7. SATRIA ANUGRAH
1. Sejarah dan Etimologi Suku Alas
 Suku Alas telah bermukim di lembah Alas, jauh sebelum Pemerintah
Kolonial Belanda masuk ke Indonesia di mana keadaan penduduk
lembah Alas telah diabadikan dalam sebuah buku yang dikarang oleh
seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila dilihat
dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325
(Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih
bersifat nomaden dengan menganut kepercayaan animisme.

 Nama Alas diperuntukan bagi seorang atau kelompok etnis, sedangkan


daerah Alas disebut dengan kata Tanoh Alas. Menurut Kreemer
(1922:64) kata "Alas" berasal dari nama seorang kepala etnis (cucu
dari Raja Lambing) keturunan Raja Toga Pandiangan di Tanah Batak.
Dia bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas yaitu Desa Batu
Mbulan.
 Menurut Iwabuchi (1994:10) Raja yang pertama kali bermukim di
Tanoh Alas adalah terdapat di Desa Batumbulan yang dikenal dengan
nama RAJA LAMBING, keturunan dari Raja Toga Pandiangan di Tanah
Batak. Raja Lambing adalah moyang dari merga Sebayang di Tanah
Karo, Selian di Tanah Alas, dan Solin di Tanah Pakpak (Suak Simsim). 
Raja Lambing merupakan anak yang paling bungsu dari tiga bersaudara
yaitu abangnya tertua adalah Raja Patuha di Dairi, dan nomor dua
adalah Raja Enggang yang hijrah ke Kluet Aceh Selatan, keturunan dan
pengikutnya adalah merga Pinem atau Pinim.

 Kemudian Raja Lambing hijrah ke Tanah Karo di mana keturunan dan


pengikutnya adalah merga Sebayang dengan wilayah dari Tigabinanga
hingga ke perbesi dan Gugung Kabupaten Karo.
 Diperkirakan pada abad ke 12 Raja Lambing hijrah dari Tanah
Karo ke Tanah Alas, dan bermukim di Desa Batumbulan,
keturunan dan pengikutnya adalah merga Selian. Di Tanah Alas
Raja Lambing mempunyai tiga orang anak yaitu Raja Lelo (Raje
Lele) keturunan dan pengikutnya ada di Ngkeran, kemudian Raja
Adeh yang merupakan moyangnya dan pengikutnya orang
Kertan, dan yang ketiga adalah Raje Kaye yang keturunannya
bermukim di Batumbulan, termasuk Bathin. Keturuan 
Raje Lambing di Tanah Alas hingga tahun 2000, telah mempuyai
keturunan ke 26 yang bermukim tersebar diwilayah Tanah Alas
(Effendy, 1960:36; sebayang 1986:17).
2. Pernikahan di Adat Alas

 Bagi salah seorang dari suku Alas yang baru membentuk rumah
tangga, secara adat akan dibantu orang tua dari pihak lelaki dan orang
tua di pihak perempuan. Orang tuanya akan memberikan bantuan
secara percuma sesuai dengan kemampuannya. Budaya memberi
bantuan untuk pengantin dalam suku Alas dikenal dengan berbagai
istilah iaitu:
 (1) Jawè, artinya pisah rumah. Pengantin yang dianggap telah cukup masa
tinggal di rumah ibu bapanya (orang tua pengantin lelaki) harus
membentuk rumah tangga yang baik dengan tinggal di rumah lain. Sebagai
modal awal, ibu bapanya akan membeikan modal usaha dan beberapa
peralatan yang diperlukan.
 (2) Pesula’i, bermaksud memberikan ‘hadiah’ sebagai cikal bakal atau
modal dalam memulai kehidupan yang baru. Pesula’i adalah pemberian
dari orang tua pengantin perempuan kepada anaknya dengan maksud
membantunya dalam menempuh hidup baru.
3. Budaya dan Adat Istiadat
 Upacara adat istiadat yang ada dalam masyarakat suku Alas
adalah ‘Turun Mandi’, ‘Sunat Khitan’, ‘Perkawinan’, dan
‘Kematian’. Pada setiap kegiatan ini dikenal beberapa budaya
tolong menolong yang dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan
posisinya dalam struktur kekerabatan. Ada tiga struktur
kekerabatan dalam suku Alas yaang dikenal dengan
istilah Tungku si telu yang artinya "tungku si tiga" makna lebih
tepatnya ialah Tungku/tempat memasak dengan kayu api yang
terdiri dari 'tiga batu'. Secara filosofis kegiatan memasak hanya
dapat dilakukan dengan adanya tiga batu tersebut, apabila kurang
satu maka kuali atau wajan tidak dapat diletakkan di atasnya
sehingga masakan tidak dapat diperoses. Ketiga fungsi
kekerabatan dalam suku Alas tersebut yaitu Wali, Sukut/Senine,
dan Pebekhunen/Malu. Adapun bentuk tolong-menolong yang
dilakukan adalah:
 (1) Pemamanen, iaitu panggilan yang diberikan kepada rombongan
yang datang dari pihak Wali yaitu ayah dan saudara lelaki dari
perempuan (Malu) yang mempunyai hajatan. Pada setiap acara adat
Alas, pemamanen mempunyai peran penting karena mereka adalah
tamu yang dimuliakan. Dalam setiap kegiatan mereka akan membawa
bantuan kepada tuan rumah dan biasanya bantuan ini dalam bentuk
materi atau sejumlah uang.

 (2) Tempuh, artinya bantuan yang diberikan oleh saudara dekat atau


diistilahkan dengan kelompok sukut artinya orang yang punya kerja
(saudara kandung atau masih mempunyai pertalian darah dan marga).
Bantuan ini terkadang ditentukan dalam musyawarah keluarga, namun
terkadang juga tidak ditentukan, sehingga pemberian didasarkan oleh
kesadaran masing-masing yang disesuaikan dengan kemampuannya,
serta bergantung pula pada jauh dekatnya pertalian kekerabatan yang
dimiliki.
 (3) Nempuhi Wali artinya membantu wali, bantuan ini diberikan
oleh Malu yaitu anak perempuan atau saudara perempuan yang
sudah kawin dan pebekhunen yaitu suaminya kepada pihak wali
yang mempunyai hajatan/acara adat. Dalam setiap kegiatan
bantuan yang mereka berikan adalah dalam bentuk tenaga,
misalnya bertanggung jawab di dapur dalam menyiapkan
hidangan dan membereskannya. Sebenarnya Nempuhi Wali ini
merupakan kewajiban yang ditetapkan dalam budaya suku Alas
tidak hanya pada kegiatan yang menyangkut adat-istiadat, tetapi
juga pada kegiatan lainnya dalam kehidupan sehari-hari seperti
membantu di sawah dan lain-lain.
4. Marga yang ada di Suku Alas
 Menurut Zainuddin (1961:187; Akbar, 2010-a:5); Adapun
marga yang tertua di kalangan bangsa suku Alas ada 28
marga, Dengan urutan (Sesuai susunan abjad) adalah marga
Bangko, Cibro, Desky, Keling, Pale Dese, Keruas, Pagan
dan Selian. Kemudian hadir lagi marga Acih, Beruh, Gale,
Kekaro, Mahe, Menalu, Mencawan, Munthe, Sinaga, Pase,
Pelis, Pinim, Ramin, Ramud, Sambo, Sekedang, Sugihen,
Sepayung, Sebayang dan Tarigan.
Seni Tari
5.Kesenian di Adat Alas

 Tari Mesekat
 Pelabat
 Landok Alun
 Tangis Dilo
  
 Alat musik
 Canang Situ
 Canang Buluh
 Genggong
 Oloi-oloi
  
 Kerajinan
 Keketuk layakh
 Nemet, mengayam daun rumbia
 Mbayu amak, tikar pandan
 Bordir pakaian adat
 Pande besi, pisau bekhemu
 Makanan Tradisional
 Manuk labakh
 Ikan labakh
 Puket Megaukh
 Lepat bekhas
 Gelame
 Puket Megaluh
 Buah Khum-khum
 Ikan pacik kule
 Telukh Mandi
 Puket mekuah
 Tumpi
 Godekhr
 Puket sekuning
 Cimpe
 Getuk
6. Simpulan
 Nama Alas diperuntukan bagi seorang atau kelompok etnis,
sedangkan daerah Alas disebut dengan kata Tanoh Alas. Menurut
Kreemer (1922:64) kata "Alas" berasal dari nama seorang kepala
etnis (cucu dari Raja Lambing) keturunan Raja Toga Pandiangan
 di Tanah Batak. Dia bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas
yaitu Desa Batu Mbulan.

 Menurut Iwabuchi (1994:10) Raja yang pertama kali bermukim


di Tanoh Alas adalah terdapat di Desa Batumbulan yang dikenal
dengan nama RAJA LAMBING, keturunan dari 
Raja Toga Pandiangan di Tanah Batak. Dari penjelasan diatas
bagaimana Sejarah Suku Alas beserta Adat Alas mungkin kita
sudah mengerti.

Anda mungkin juga menyukai