Anda di halaman 1dari 3

Geografi

Sejarah Suku Serawai


Suku bangsa ini sebagian besar berdiam di Kecamatan Seluma, Talo, Pino dan Manna di Kabupaten Bengkulu Selatan,
Provinsi Bengkulu. Pada zaman dulu daerah mereka mencakup Marga Semidang Alas, Pasar Manna, llir Tallo, Ulu
Tallo, Ulu Manna dan llir Manna. Jumlah populasinya sekitar 250.000 orang.

Mata Pencaharian Suku Serawai


Tanah kediaman mereka cukup subur sehingga mata pencaharian pokoknya ialah bercocok tanam di sawah dan
ladang. Selain bertanam padi mereka banyak membuka kebun kopi dan cengkeh. Perairan sungai dan lautnya banyak
menyediakan ikan dan hasil hutannya, kayu, rotan, damar dan lain-lain cukup menguntungkan kehidupan mereka.

Bahasa Suku Serawai


Bahasa Serawai sebenarnya termasuk rumpun bahasa Melayu juga, nampaknya dekat dengan bahasa Pasemah.
Dialeknya ada dua yakni dialek Manna dan dialek Serawai. Pada zaman dulu mereka pernah mengembangkan suatu
aksara yang disebut tulisan ulu atau tulisan rencong.

Kekerabatan Suku Serawai


Bentuk kekerabatan lama orang Serawai ialah keluarga luas “klan” bilateral, terdiri dari satu keluarga batih senior
ditambah dengan beberapa keluarga batih yunior keturunan mereka. Adat menetap sesudah kawin mereka sebut kulo
yakni perjanjian sebelum kawin untuk menentukan tempat tinggal. Sifat bilateral hanya kentara dalam soal menganut
perkawinan tetapi garis keturunannya cenderung patrilineal. Keluarga luas tersebut terbentuk karena adanya hubungan
genealogis dari seorang kakek “payang” yang sama.

Bentuk kekerabatan ini mereka sebut junghai atau sepuyang. Beberapa junghai bisa bergabung karena punya asal usul
dari puyang yang sama, gabungan ini disebut jungku atau kepuyangan. Setiap jughai dipimpin oleh seorang jughai tuo.
Setiap jungku dipimpin oleh seorang jungku tuo yang dipilih dan diangkat oleh para jughai tuo. Sebuah kampung
biasanya didiami oleh beberapa jungku, pemimpinnya disebut jughangau dusun, pemimpinnya disebut jughangau
dusun, kekuasaannya dulu meliputi masalah adat dan religi.

Dusun-dusun orang Serawai dikelompokkan ke dalam beberapa marga. Kepala marga disebut pasirah dan diberi gelar
Khalifah. Untuk mengatur dusun-dusun yang ada dalam kekuasaannya maka pasirah dibantu oleh beberapa depati.
Satu diantaranya diangkat sebagai mangku atau depati utama.

Stratifikasi sosial yang orang Serawai zaman lampau cukup tajam. Mereka mengenal adanya golongan tinggi yang
terdiri dari pasirah, mangku, depati, penghulu dan anak-anak mereka. Golongan kedua ialah kaum ulama, cerdik pandai
dan pedagang besar. Kemudian baru disebut golongan rakyat biasa.

Alat musik tradisional orang Serawai ialah kelintang, rebana, rebab atau redab, suling, gendang dan sebagainya. Alat-
alat ini dimainkan untuk mengiring tari-tarian seperti tari, Lelawan, Kebanyakkan, Dang Kumbang, Ari Mabuk, Lagu
Duo, Tari Pedang dan sebagainya. Selain itu mereka juga mengenal seni bertutur yang disebut berejung yakni acara
berbalas pantun antara orang muda.

Agama Dan Kepercayaan Suku Serawai


Pada masa sekarang orang Serawai telah memeluk agama Islam. Namun sisa keyakinan animisme masih ada, ini
terlihat dari beberapa macam upacara animisme yang masih dilaksanakan, seperti upacara membasua dusun “bersih
desa” yang dipimpin oleh Jeghangau Dusun.

Suku Serawai
Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi terbesar kedua yang hidup di daerah
Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di kabupaten Bengkulu Selatan,
yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Suku Serawai
mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-
daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke kabupaten Kepahiang, kabupaten
Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan sebagainya.
Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian, khususnya perkebunan.
Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras,
misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan
tanaman pangan, palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup.

Sejarah
Asal usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik dalam
bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya. Sejarah suku Serawai hanya
diperoleh dari uraian atau cerita dari orang-orang tua. Sudah tentu sejarah tutur seperti ini
sangat sukar menghindar dari masuknya unsur-unsur legenda atau dongeng sehingga sulit
untuk membedakan dengan yang bernilai sejarah. Ada satu tulisan yang ditemukan
di makam Leluhur Semidang Empat Dusun yang terletak di Maras, Talo. Tulisan tersebut ditulis
di atas kulit kayu dengan menggunakan huruf yang menyerupai huruf Arab kuno. Namun sayang
sekali sampai saat ini belum ada di antara para ahli yang dapat membacanya.
Berdasarkan cerita para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari leluhur yang bernama
Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal usul Serunting Sakti sendiri masih gelap, sebagian
orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang
datang ke Bengkulu melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, Serunting Sakti meminta sebuah
daerah untuk didiaminya, dan oleh Raja Majapahit dia diperintahkan untuk memimpin di daerah
Bengkulu Selatan. Ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari langit, ia
turun ke bumi tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa
Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara Puyang Kepala Jurai dengan Puteri
Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat cerita singkat mengenai seorang puteri yang bernama Puteri
Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo Megat, yang memiliki dua orang anak yakni
Rajo Mawang dan Puteri Senggang. Dalam tembo tersebut kisah mengenai Rajo Mawang terus
berlanjut, sedangkan kisah Puteri Senggang terputus begitu saja. Hanya saja ada disebutkan
bahwa Puteri Senggang terbuang dari keluarga Rajo Mawang.
Apabila kita simak cerita tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada hubungannya dengan
kisah Puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa Puteri Senggang inilah yang disebut
oleh orang Serawai dengan nama Puteri Tenggang. Dikisahkan bahwa Puyang Kepala Jurai
yang sangat sakti jatuh cinta kepada Puteri Tenggang, tetapi cintanya ditolak. Namun berkat
kesaktiannya, Puyang Kepala Jurai dapat melakukan hubungan seksual dengan puteri
Tenggang, tanpa disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat dari perbuatan ini Puteri Tenggang
menjadi hamil. Setelah Puteri Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama
Puteri Tolak Merindu barulah terjadi pernikahan antara Putri Tenggang dengan Puyang Kepala
Jurai, itupun dilakukan setelah Puteri Tolak Merindu dapat berjalan dan bertutur kata.
Setelah pernikahan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi memperoleh anak untuk
jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala Jurai mengangkat tujuh orang anak, yaitu:
Semidang Tungau, Semidang Merigo, Semidang Resam, Semidang Pangi, Semidang Babat,
Semidang Gumay, dan Semidang Semitul. Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh
seorang putera yang diberi nama Serunting. Serunting inilah yang kemudian menjadi Serunting
Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting Sakti berputera tujuh orang, yaitu :

 Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang
Alas), Bengkulu Selatan dan Pagaralam;
 Gumatan, yang menetap di Basemah Padang Langgar, Pelang Kenidai, Pagaralam;
 Serampu Rayo, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah
(LIOT);
 Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
 Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
 Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat;
 Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.
Putera Serunting Sakti yang bernama Serampu Sakti mempunyai 13 orang putera yang tersebar
di seluruh tanah Serawai. Serampu Sakti dengan anak-anaknya ini dianggap sebagai cikal-bakal
suku Serawai. Putera ke 13 Serampu Sakti yang bernama Rio Icin bergelar Puyang Kelura
mempunyai keturunan sampai ke Lematang Ulu dan Lintang.

Definisi Serawai
Kata Serawai sendiri masih belum jelas artinya, sebagian orang mengatakan bahwa Serawai
berarti "satu keluarga", hal ini tidak mengherankan apabila dilihat rasa persaudaraan atau
kekerabatan antar sesama suku Serawai sangat kuat (khususnya mereka yang menumpang
hidup di komunitas suku bangsa lainnya/merantau). Selain itu ada pula tiga pendapat lain
mengenai asal kata Serawai, yaitu :

 Serawai berasal dari kata Sawai yang berarti cabang. Cabang di sini maksudnya adalah


cabang dua buah sungai yakni sungai Musi dan sungai Seluma yang dibatasi oleh bukit
Campang;
 Serawai berasal dari kata Seran. Kata Seran sendiri bermakna celaka, hal ini
dihubungkan dengan legenda anak raja dari hulu yang dibuang karena terkena penyakit
menular. Anak raja ini dibuang ke sungai dan terdampar di muara, kemudian di situlah anak
raja tersebut membangun negeri.
 Serawai berasal dari kata selawai yang berarti gadis atau perawan. Pendapat ini
berdasarkan pada cerita yang mengatakan bahwa suku Serawai adalah keturunan sepasang
suami-istri. Sang suami berasal dari Rejang Sabah (penduduk asli pesisir pantai Bengkulu)
dan istrinya adalah seorang putri atau gadis yang berasal dari Lebong. Dalam bahasa
Rejang dialek Lebong, putri atau gadis disebut selawai. Kedua suami-isteri ini kemudian
beranak-pinak dan mendirikan kerajaan kecil yang oleh orang Lebong dinamakan Selawai.

Aksara Serawai
Suku bangsa Serawai juga telah memiliki tulisan sendiri. Tulisan itu, seperti halnya aksara
Kaganga, disebut oleh para ahli dengan nama huruf Rencong. Suku Serawai sendiri
menamakan tulisan itu sebagai Surat Ulu. Susunan bunyi huruf pada Surat Ulu sangat mirip
dengan aksara Kaganga. Pada masa lalu para pemimpin-pemimpin suku Rejang dan Serawai
dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan aksara tersebut.

Anda mungkin juga menyukai