PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Alor sebagai salah satu dari 16 Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur adalah wilayah kepulauan dengan 15 pulau yaitu 9 pulau yang telah
dihuni dan 6 pulau lainnya belum atau tidak berpenghuni. Luas wilayah daratan
2.864,64 km², luas wilayah perairan 10.773,62 km² dan panjang garis pantai 287,1 km1.
Secara geografis daerah ini terletak di bagian utara dan paling timur dari wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 8º6’LS - 8º36’ LS dan 123º48’ BT - 125º48’ BT.
Batas alam Kabupaten Alor disebelah utara dengan Laut Flores, sebelah selatan dengan
Selat Ombay, sebelah timur dengan Selat Wetar dan perairan Republik Demokratik
Timor Leste dan sebelah barat dengan Selat Alor (Kabupaten Lembata).
Pulau Alor merupakan bagian dari Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) sekitar 260 km dari Kupang (Ibu Kota Provinsi NTT), dan 1600 km
sebelah Timur Ibu Kota Jakarta. Lokasi ini bisa dicapai dengan menggunakan
kapal boat dari Kupang selama sekitar 8 jam atau 55 menit dengan menggunakan
pesawat udara melalui Bandara Mali.
Sebelum masuknya agama-agama besar, penduduk Alor menganut paham
animisme dan dinamisme. Mereka menyembah matahari (Larra/Lera), bulan (Wulang),
sungai (Neda/dewa air), hutan (Addi/dewa hutan), dan laut (Hari/dewa laut). Saat ini
mayoritas penduduk Alor adalah penganut agama Kristen (Katolik dan Protestan),
sementara sisanya adalah pemeluk agama Islam, Budha dan Hindu. Agama Islam
masuk ke Alor melalui desa Gelubala (sekarang Baranusa) di Pulau Pantar, melalui
kehadiran seorang mubaligh dari Kesultanan Ternate bernama Mukhtar Likur pada
tahun 1522. Data ini diperkuat oleh catatan seorang anak buah penjelajah dunia
Ferdinand Magellan dari Portugal bernama Fegafetta yang singgah di Alor pada tahun
1522 dalam pelayarannya kembali ke Eropa. Dia mencatat bahwa di Kepulauan Alor,
tepatnya di Pulau Pantar, mereka telah menemukan suatu komunitas Islam yang tinggal
di kampung bernama Maloku, Baranusa. Dari tempat ini Islam mulai menyebar ke arah
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis tumbuhan yang dipakai untuk ritual adat pada Suku-Suku
Masyarakat di Kabupaten Alor?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang dipakai untuk ritual adat pada Suku-
Suku Masyarakat di Kabupaten Alor.
Sumber: www.alorkab.co.id
Sumber: www.alorkab.co.id
Sumber: www.alorkab.co.id
4. Rumah Adat
Rumah adat suku Abui, berupa rumah panggung dan berbentuk seperti piramida.
Rumah adat suku Abui di Takpala bernama Lopo, yang terdiri 2, yaitu:
a) Kolwat, yang mempunyai arti perempuan,
b) Kanuarwat, yang mempunyai arti laki-laki.
Rumah adat suku Abui yang bernama Lopo ini sangat unik, karena merupakan
satu-satunya rumah adat di dunia ini yang bertingkat 4. Dimana setiap tingkat memiliki
fungsi yang berbeda, yaitu:
a) lantai 1, adalah tempat rapat,
b) lantai 2, tempat tidur dan masak,
c) lantai 3 tempat menyimpan makanan,
d) lantai 4 untuk menyimpan barang-barang pusaka yang akan dipakai jika
ada kegiataan adat.
Lopo, atau Rumah Adat suku Abui, berbentuk limas, bangunan kayu beratap
ilalang berdinding bambu. Lopo terdiri dari 4 tingkat, biasanya dihuni oleh 13 kepala
keluarga. Ada dua jenis rumah Lopo, yakni Kolwat dan Kanuarwat. Rumah Kolwat
terbuka untuk umum, siapapun boleh masuk termasuk anak-anak dan perempuan.
Sedangkan Rumah Kanuarwat hanya boleh dimasuki kalangan tertentu. Anak-anak dan
perempuan dilarang keras memasuki rumah Kanuruat, jika dilanggar akan
menimbulkan penyakit di mana proses penyembuhannya harus dilakukan dengan
upacara adat. Selain Rumah Lopo, ada 2 lagi bangunan tradisional suku Abui, yaitu:
A. KESIMPULAN
Pemanfaatan tumbuhan pada ritual adat, acara perkawinan, acara keagamaan,
serta kematian sebenarnya merupakan tradisi yang telah dilakukan sejak turun temurun
dari nenek moyang. Namun seiring perkembangan zaman, budaya ini telah terkikis oleh
adanya budaya modern, perluasan agama dan juga banyaknya masyarakat pendatang
yang membawa budaya dan kebiasaan dari daerah asalnya.
Jenis-jenis tumbuhan yang biasa dipakai untuk upacara adat yaitu : lontar,
kelapa, alang-alang, sirih, pinang, tembakau, banbu, padi, pisang, dll. Pengunaannya
bisa digunakan secara langsung atau melalui beberapa tahapan dan proses untuk
menghasilkan produk.
B. SARAN
Sebaiknya generasi penerus tetap mempertahankan kebudayaan ini sebagai
suatu warisan dari nenek moyang untuk menghargai, memanfaatkan, mengolah dan
memempatkan tumbuhan pada posisi tertentu sebagai bagian dari ciptaan Tuhan.
BPS. 2016. Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2016. BPS Provinsi Nusa Tenggara
Timur Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
Grunland, S.A. & M.K. Mayers. 2002. Enculturation and Acculturation, A reading for Cultural
Anthropology. Diunduh dari http://home.snu.edu/~hculbert/encultur.htm pada
tanggal 30 September 2018
Hamzari. 2008. Identifikasi Tanaman ritual adat yang dimanfaatkan Oleh Masyarakat Sekitar
Hutan Tabo – tabo. Vol 3 (2), 111 - 234.
Pemprov NTT. 2016. Kondisi Geografis. Diunduh dari http://nttprov.go.id/ntt2018/index.
php/profildaerah1/kondisi-geografis. Pada tanggal 30 September 2018
Wardiah. 2013. Etnobotani ritual Masyarakat Abui Kabupaten Alor. Vol 3 (1), 1- 50