Anda di halaman 1dari 12

KEBUDAYAAN MALUKU

MALUKU

Maluku adalah provinsi kepulauan terbesar di Indonesia yang berdiri di timur NKRI. Ibu kota Maluku
adalah Ambon yang bergelar atau memiliki julukan sebagai Ambon Manise, kota Ambon berdiri di bagian
selatan dari Pulau Ambon yaitu di jazirah Leitimur. Sejarah Maluku telah dimulai sejak zaman kerajaan-
kerajaan besar di Timur Tengah seperti kerajaan Mesir yang dipimpin Firaun. Bukti bahwa sejarah Maluku
adalah yang tertua di Indonesia adalah catatan tablet tanah liat yang ditemukan di Persia, Mesopotamia,
dan Mesir menyebutkan “adanya negeri dari timur yang sangat kaya, merupakan tanah surga, dengan
hasil alam berupa cengkeh, emas dan mutiara. “

Daerah itu tak lain dan tak bukan adalah tanah Maluku yang memang merupakan sentra
penghasil Pala, Fuli, Cengkeh danMutiara. Pala dan Fuli dengan mudah didapat dari Banda
Kepulauan, Cengkeh dengan mudah ditemui di negeri-negeri di Ambon, Pulau-Pulau Lease
(Saparua, Haruku & Nusa laut) dan Nusa Ina serta Mutiara dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar
di Kota Dobo, Kepulauan Aru. Maluku kaya akan kekayaan alam yang melimpah menjadikan Maluku
memiliki aset alam yang luar biasa mulai dari laut hingga daratan. Seni budaya serta adat istiadat tradisinya
juga menjadi daya tarik sendiri bagi Maluku.

Jumlah penduduk provinsi ini tahun 2010 dalam hasil sensus berjumlah 1.533.506 jiwa. Maluku
terletak di Indonesia Bagian Timur. Berbatasan langsung dengan Maluku Utara dan Papua Barat di sebelah
utara, Laut Maluku, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara di sebelah barat, Laut Banda, Timor Leste,
dan Nusa Tenggara Timur di sebelah selatan serta Laut Aru dan Papua di sebelah timur.

Maluku memiliki 2 agama utama yaitu agama Islam yang dianut 50,61 % penduduk Maluku dan
agama Kristen (baik Protestan maupun Katolik) yang dianut 48,4 % penduduk Maluku.Maluku tercatat
dalam ingatan sejarah dunia karena konflik atau tragedi krisis kemanusiaan dan konflik horizontal
antara basudara Salam-Sarane atau antara Islam dan Kristen yang lebih dikenal sebagai Tragedi Ambon.
Selepas tahun 2002, Maluku berubah wajah menjadi provinsi yang ramah dan damai di Indonesia, untuk
itu dunia memberikan suatu tanda penghargaan berupa Gong Perdamaian Dunia yang diletakkan di ACC
(Ambon City Centre).

Adapun pulau yang terdapat di Provinsi Maluku adalah:

 Pulau Ambon
 Pulau Saparua
 Kepulauan Aru
 Kepulauan Babar
 Kepulauan Banda
 Buru
 Kepulauan Kai
 Kisar
 Kepulauan Leti
 Seram
 Kepulauan Tanimbar
 Wetar

Berikut ini merupakan ciri rumah adat, pakaian, tarian tradisional, senjata tradisional, suku, bahasa dan
lagu daerah dari Maluku

1. Rumah Adat
Rumah adat Maluku dinamakan Baileo. Baileo
dipakai untuk tempat pertemuan, musyawarah dan upacara adat yang disebut Saniri Negeri. Rumah tersebut
merupakan panggung dan dikelilingi oleh serambi. Atapnya besar dan tinggi terbuat dari daun rumbia,
sedangkan dindingnya dari tangkai rumbai yang disebut.

2. Pakaian Adat

Prianya memakai pakaian adat berupa setelann


jas berwarna merah dan hitam, baju dalam yang berenda dan ikat pinggang. Sedangkan wanitanya memakai
baju Cele, semacam kebaya pendek, dan berkain yang disuji. Perhiasannya berupa anting anting, kalung
dan cincin. Pakaian ini berdasarkan adat Ambon.

3. Tarian tarian Daerah Maluku

 Tari Lenso, merupakan tari pergaulan bagi segenap lapisan masyarakat Maluku.
 Tari Cakalele, adalah tari perang yang melukiskan jiwa kepahlawanan yang gagah perkasa.
 Tari Cakaola, merupakan jenis tari pergaulan yang digarap berdasarkan unsur unsur gerak tari
tradisional Orlapei dan Saureka reka.

Tari ini biasannya ditarikan untuk memeriahkan pesta pesta atau dipertunjukkan dalam rangka manjamu
tamu tamu terhormat.

4. Senjata Tradisional

Senjata tradisio nal yang terkenal di Maluku adalah Parang


Salawaku. Panjang parang 90-100cm, sedangkan Salawaku (perisainya) dihiasi dengan motif motif yang
melambangkan keberanian. Parang tersebut terbuat dari bahan besi yang keras dan ditempa oleh seorang
pandai besi khusus. Tangkai parang terbuat dari kayu keras, seperti kayu besi atau kayu gupasa. Sedangkan
Salawaku (perisainya) terbuat dari kayu yang keras pula.

5. Suku : Suku dan marga yang terdapat didaerah Maluku adalah : Rana, Alifuru, Togitil, Furu Aru,
dan lain lain.
6. Bahasa Daerah : Togitil, Furu Aru, dan Ahfuru.
7. Lagu Daerah : Kole kole, Mande mande, Rasa Sayang Sayange.

KEBUDAYAAN MALUKU

Tradisi-tradisi berikut merupakan daya tarik pariwisata Maluku yang akan sangat disayangkan bila
tak sempat menikmatinya bila sedang berlibur di tanah Raja-raja.

1. Makan Patita
Makan Patita adal ah tradisi yang rajin
dilakukan dalam setahun. Makan Patita diselenggarakan untuk merayakan hari-hari penting seperti 17-an,
HUT kota dll. Makan Patita adalah tradisi makan bersama sekelompok masyarakat dengan menyajikan
menu makanan khas Maluku seperti ikan asar, kokohu, patatas rebus, singkong rebus dll. Setiap rumah
akan memasak menu khas Maluku dalam jumlah banyak kemudian, menu-menu itu akan dibawa ke lokasi
makan patita untuk dimakan bersama-sama. Makan Patita biasanya berlokasi ditempat terbuka seperti
lapangan, jalan-jalan desa dan ada juga yang didalam gedung. Meja Patita adalah sebutan untuk tempat
meletakan makanan. Biasanya meja patita ada yang terbuat dari daun kelapa atau daun pisang yang ditata
disepanjang jalan/lokasi sebagai alas, ada juga yang menggunakan meja kayu yang ditutupi daun pisang
sebagi meja. Tradisi ini bertujuan untuk mengenalkan menu khas Maluku juga meningkatkan kekerabatan
dan kebersamaan dalam kehidupan masyrakat.

2. Pukul Sapu

Pukul Sapu adala h tradisi berikutnya. Pukul Sapu


merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat desa Mamala sebuah desa yang berada di pulau
Ambon.Tradisi ini dilakukan setiap 7 Syawal atau sepekan setelah hari raya Idul Fitri, tradisi ini dilakukan
oleh para lelaki. Mereka bertelanjang dada dengan menggunakan celana pendek dan ikat kepala. Sebelum
mereka melakukan aktraksi pukul memukul mereka akan dikumpulkan di rumah adat untuk mengikuti
serangkaian acara adat dan meminta doa kepada leluhur agar diberkati.

Pemain pukul sapu berjumlah 10 sampai 15 orang yang terbagi dalam 2 kelompok dengan warna
celana berbeda. Mereka memegang sapu lidi yang terbuat dari tulang daun pohon mayang (Pohon Enau)
dengan panjang sekitar 1,5 meter dengan diameter pangkal lidi 1-3 cm. Mereka akan mulai saling memukul
sampai tubuh mereka luka-luka dan bengkak, namun para pemain pukul sapu mengatakan bahwa mereka
tidak pernah merasa sakit pada tubuh mereka, mereka hanya mereasa nyaman dan geli ketika setiap lidi
dari sapu itu dipukulkan ke badan mereka.

3. Bambu Gila

Berikut ini adalah tradisi yang punya kaitan dengan hal mistis. Bambu Gila adalah tradisi Maluku
yang erat dengan hal mistis. Di pulau Ambon, pertunjukan Bambu Gila bisa ditemukan di desa Liang dan
desa Mamala. Tradisi ini dimulai dengan menebang batang bambu, batang bambu yang digunakan tidak
sembarang dipili,sang pawang haruslah melakukan serangkaian adat untuk meminta izin penebangan
batang bambu dihutan bambu. Bambu yang dipakai untuk tradisi ini adalah bambu dengan ruas ganjil,
panjang bambu bisa mencapai 2,5 meter dengan diameter 8-10 cm. Setelah mendapatkan bambu, berikut
yang harus disediakan adalah kemenyaan, mantra dan para lelaki yang berjumlah ganjil sebagai penahan
bambu.

Hal yang terpenting dalam tradisi ini adalah semua keperluan harus berjumlah ganjil. Para lelaki
penahan bambu biasanya bertubuh tegap atletis dengan tenaga yang kuat, hal ini dikarenakan mereka harus
mampu menahan bambu yang akan meronta dengan sangat ganas, mereka pun hanya memakai celana
pendek merah atau hitam dengan ikat kepala tanpa mengenakan sehelai baju untuk menutup dada namun,
dengan beberapa alasan terkadang para pemain bambu gila diharuskan mengenakan baju menutup dada.
Setelah semua persiapan baik adat maupun tidak siap disediakan, maka atraksi akan dimulai. Sang pawang
akan mengarahkan roh yang ada didalam bambu sambil memegang wadah berisi kemenyaan sambil
membacakan mantra. Roh itu akan merontah dan membuat para penahan bambu terlempar kesana-kemari,
namun para penahan harus mampu menahan bambu sampai roh itu bisa ditenangkan oleh sang pawang.

2.

Berikut ini adalah tradisi yang punya kaitan dengan hal mistis. Bambu Gila adalah tradisi Maluku yang erat dengan
hal mistis. Di pulau Ambon, pertunjukan Bambu Gila bisa ditemukan di desa Liang dan desa Mamala. Tradisi ini
dimulai dengan menebang batang bambu, batang bambu yang digunakan tidak sembarang dipili,sang pawang
haruslah melakukan serangkaian adat untuk meminta izin penebangan batang bambu dihutan bambu. Bambu yang
dipakai untuk tradisi ini adalah bambu dengan ruas ganjil, panjang bambu bisa mencapai 2,5 meter dengan diameter
8-10 cm. Setelah mendapatkan bambu, berikut yang harus disediakan adalah kemenyaan, mantra dan para lelaki
yang berjumlah ganjil sebagai penahan bambu. Hal yang terpenting dalam tradisi ini adalah semua keperluan harus
berjumlah ganjil. Para lelaki penahan bambu biasanya bertubuh tegap atletis dengan tenaga yang kuat, hal ini
dikarenakan mereka harus mampu menahan bambu yang akan meronta dengan sangat ganas, mereka pun hanya
memakai celana pendek merah atau hitam dengan ikat kepala tanpa mengenakan sehelai baju untuk menutup dada
namun, dengan beberapa alasan terkadang para pemain bambu gila diharuskan mengenakan baju menutup dada.
Setelah semua persiapan baik adat maupun tidak siap disediakan, maka atraksi akan dimulai. Sang pawang akan
mengarahkan roh yang ada didalam bambu sambil memegang wadah berisi kemenyaan sambil membacakan
mantra. Roh itu akan merontah dan membuat para penahan bambu terlempar kesana-kemari, namun para penahan
harus mampu menahan bambu sampai roh itu bisa ditenangkan oleh sang pawang.

4. Malam Badendang

Badendang dalam bahasa Ambon berarti


berdansa/bergoyang. Tradisi Malam Badendang merupakan sarana untuk berkumpul keluarga dan
membangun kebersamaan dalam hidup bermasyarakat. Dalam acara ini para peserta acara akan menarikan
tari-tarian daerah seperti katerji dan orlapei. Acara yang berlangsung semalam suntuk ini juga dimeriahkan
dengan karoke dan makanan khas Maluku.

Selain dilaksanakan untuk acara kumpul keluarga, malam badendang juga diselenggarakan untuk
memeriahkan acara seperti pernikahan,sidi,wisuda, dll. Acara ini digelar setelah jam 12 malam saat para
tamu undangan telah pulang dan yang tinggal hanya keluarga dan kerabat. Lagu-lagu yang dimainkan
adalah lagu-lagu yang energik dan yang slow. Tarian dalam acara seperti ini adalah tarian bebas layaknya
sedang dugem di club malam.

5. Tradisi Timba Laor


Laor adalah sebutan untuk hewan l aut mirip
cacing yang hidup dikarang. Biasanya masyarakat akan pergi ke pantai pada malam hari untuk mengambil
hewan ini. Hewan ini dimakan dengan mentah atau digoreng. Laor mentah hanya dicampur dengan cuka
dan garam ditambah irisan bawang merah sedangkan laor yang digoreng tentunya digoreng seperti biasa.
Namun tradisi ini tidak setiap tahunnya ada karena laor tidak muncul setiap tahunnya.

6. Tradisi Cuci Negeri

Negeri adalah sebutan un tuk desa-desa di


Maluku. Orang Maluku lebih kenal negeri daripada desa. Negeri-negeri ini dipimpin oleh seorang kepala
desa yang disebut Bapa Raja. Tradisi cuci negeri sendiri adalah tradisi rutin yang dilakukan masyarakat
pedesaan untuk membersihkan lokasi-lokasi yang diyakini menjadi tempat mistis pada leluhur atau nenek
moyang. Cuci negeri dilaksanakan setiap akhir tahun sekitar tanggal 27-29 Desember tiap tahunnya.
Masyarakat satu desa akan berkumpul didepan Baileo sebelum melaksanakan kegiatan dengan membawa
peralatan adat yang diperlukan, setelah itu masyarakat akan berbondong-bondong bergerak menuju tempat-
tempat seperti sumur dan tempat bertapah nenek moyang dan membersihkan lokasi itu. Setelah itu pada
sore harinya, masyarakat akan kembali ke depan Baileo untuk makan bersama da menyaksikan penampilan
seni dan budaya Maluku.

7. Pela Gandong

Pela Gandong adalah tradisi yang sudah


melekat dalam diri tiap masyarakat Maluku dan tradisi ini masih bertahan hingga sekarang. Oleh karena
tradisi inilah Maluku disebut Negeri Pela Gandong. Pela Gandong sendiri ada tradisi yang berbeda satu
sama lain namun bertujuan sama yaitu untuk kebersamaan dan kekeluargaan. Pela dilaksanakan untuk
mengikat kekeluargaan antar dua desa beragam sama sedangkan Gandong untuk yang berbeda agama. Pela
dan Gandong dilaksanakan untuk mengikat kekeluargaan dan hidup aman saling menghargai dan
menghormati sesama masyarakat Maluku.

UPACARA ADAT MALUKU

1. Acara Adat Antar Sontong

Antar Sotong yaitu para nelayan berkumpul menggunakan perahu dan lentera untuk mengundang cumi-
cumi dari dasar laut mengikuti cahaya lentera mereka menuju tepi pantai dimana masyarakat sudah
menunggu untuk menciduk mereka dari laut

2. Pukul Manyapu

Pukul Manyapu adalah acara adat/tahunan yang di lakukaan di Desa Mamala-Morela, yang biasanya
dilakukan pada hari ke-7 Setelah hari Raya Idul Fitri. Ambon, adalah sebuah suku yang mendiami daerah
kepulauan yang sekarang terletak di Provinsi Maluku. Suku Ambon memiliki banyak tradisi unik yang
diselingi sifat religi, salah satunya adalah ritual Pukul Manyapu.

Ritual penuh nuansa agama dan adat ini merupakan pertunjukan yang dilakukan setiap 7 Syawal Hijriah
di Desa Mamala dan Desa Morela, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Ritual ini dilakukan
oleh pemuda-pemuda yang memiliki fisik kuat, biasanya peserta berasal dari kedua desa tersebut.

Bukan berarti pemuda dari desa lain tidak diperbolehkan mengikuti ritual ini. Bahkan, walaupun Pukul
Manyapu adalah tradisi umat Islam Maluku, umat beragama lain seperti kristen , terutama yang masih
memiliki ikatan kekerabatan juga bisa ikut terlibat di dalamnya. Beberapa penduduk Belanda yang masih
keturunan Maluku juga terkadang hadir untuk terlibat di dalam upacara adat ini.

Upacara ini diawali dengan berbagai kegiatan, seperti hadrat (rebana), karnaval budaya, pameran dan
festival, balap perahu, penampilan band lokal, hingga penampilan artis ibukota keturunan Maluku.
Berbagai tarian daerah seperti Tari Putri, Tari Mahina, Tari Perang, hingga pertunjukan musik pun juga
dibawakan oleh masyarakat dari negeri pela yang beragama Kristen.

Setelah menyaksikan berbagai pertunjukan kesenian, para peserta dikumpulkan di suatu tempat untuk
mendapatkan doa dari para tetua adat. Hal ini dilakukan dengan harapan agar prosesi upacara berjalan
dengan lancar dan seluruh peserta diberi keselamatan oleh Allah SWT.

Sebelum memasuki arena upacara, para peserta pukul sapu terlebih dahulu berlari-lari kecil mengelilingi
kampung. Di Desa Mamala, upacara Pukul Sapu diawali dengan mencambukkan lidi enau ke tubuh
peserta upacara oleh pejabat daerah setempat. Sedangkan di Desa Morella, pembukaan upacara ditandai
dengan penyulutan obor Kapitan Telukabessy oleh pejabat atau pemuka masyarakat setempat.

Ritual ini membutuhkan pemuda berfisik kuat karena mereka akan melakukan kegiatan yang ekstrem.
Dalam upacara ini, setiap peserta akan mencambuk peserta lain yang ada di hadapannya secara bergantian
dengan menggunakan lidi dari pohon enau yang memiliki panjang 1, 52 meter.

Hantaman lidi tersebut akan membuat sekujur tubuh peserta memar-memar, bahkan berdarah, namun
tidak tampak rawut wajah kesakitan dari mereka. luka-luka cambukan lidi ini dapat disembuhkan dengan
cepat dengan menggunakan ramuan tradisional yang dibuat dengan minyak kelapa sehingga luka tersebut
cepat mengering dan sembuh.

Ritual selesai, penonton akan mengambil lidi-lide enau dan minyak kelapa yang digunakan untuk
mengobati tersebut. Para penduduk setempat percaya bahwa kedua barang tersebut membawa
keberuntungan bagi yang membawanya.

Perayaan ritual Pukul Manyapu layak menjadi tontonan yang menaruk. Selain pengunjung lokal, atraksi
ini juga sangat diminati para wisatawan mancanegara. Bahkan Dinas Pariwisata Maluku,
mencantumkannya ke dalam calender of event pariwisata Maluku.

3.Acara Obor Pattimura


Setiaptanggal 15 Mei, di Maluku pemerintah bersama rakyat setem
pat melakukan prosesi adat dan kebangsaan dalam m
emperingati hari Pattimura. Yang paling terkenal adalah lari obor dari Pulau Saparua menyebrangi lautan
menuju Pulau Ambon, untuk selanjutnya diarak-arak sepanjang 25 kilometer menuju kota
Ambon. Prosesi ini diawali dengan pembakaran api obor secara alam di puncak Gunung Saniri di Pulau
Saparua. Gunung Saniri adalah salah satu ritus sejarah perjuangan Pattimura karena di tempat itulah, awal
dari perang rakyat Maluku melawan Belanda tahun 1817.

Dalam sejarahnya, di Gunung Saniri berkumpul para Latupati atau Raja-Raja dan tokoh masyarakat Pulau
Saparua. Mereka melakukan Rapat Saniri (musyawarah raja-raja) untuk menyusun strategi penyerangan ke
Benteng Durstede di Saparua yang dikuasai Belanda.Thomas Matulessy dari desa Haria lantas diangkat
sebagai Kapitan atau panglima perang dengan gelar Pattimura.

Penyerangan rakyat ke benteng Durstede melalui Pantai Waisisil tidak menyisahkan satupun serdadu
Belanda termasuk Residen Belanda Van de Berk dan keluarganya. Semuanya tewas terbunuh dan yang
hidup hanyalah putra Van de Berk yang berusia lima tahun. Dia diselamatkan oleh Pattimura. Belakangan,
putra Van de Berk ini diserahkan kembali kepada pemerintahan Belanda di Ambon.

Dari penyerangan inilah api perjuangan terus dikobarkan. Kemenangan Pattimura yang berhasil
menjatuhkan Benteng Durstede menjadi inspirasi kepada rakyat lainnya untuk angkat senjata melawan
Belanda. Peperangan pun terjadi hampir di seluruh daerah di Maluku. Dalam perjalanannya, Pattimura dan
rekan-rekannya berhasil ditangkap oleh Belanda lewat siasat liciknya. Mereka diputuskan oleh Pengadilan
di Ambon dengan hukuman mati.

4. Upacara Adat Buka Sasi Lompa di Haruku

Buka Sasi Lompa terkenal di Desa Haruku, Kepulauan Lease, Maluku Tengah. Acara tahunan yang pernah
dianugerahi Hadiah Lingkungan Hidup Nasional Kalpataru tahun 1986 ini, baru dapat terlaksana kembali
untuk pertama kalinya setelah kerusuhan dan konflik 1999.Tanggal 15 November 2003 yang
lalu, Kewang (Pelaksana Dewan Adat) Desa Haruku menyelenggarakan upacara adat sejak malam hari
sebelumnya. Tepat pukul 10:00 pagi, pesta rakyat tersebut dimulai. Ratusan penduduk Haruku dan
sekitarnya menghadiri acara dan sekaligus memanen ikan lompa (sejenis sardin, Thissina baelama) di
muara sungai Learissa Kayeli.
5. Upacara Adat Abdau

Menyambut hari raya Idul Adha 1425 H, masyarakat Negeri Tulehu, Maluku Tengah, kembali mengadakan
tradisi Abdau. Dalam upacara adat tersebut, masyarakat mengantarkan hewan kurban untuk dibagikan
kepada masyarakat yang membutuhkan. Kegiatan tahunan tersebut juga diharapkan mampu menjadi
perekat hubungan antarwarga Maluku yang pernah terlibat konflik.Upacara Abdau di
Negeri Tulehu, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah, yang diselenggarakan bertepatan dengan hari raya
Idul Adha, Jumat (21/1), merupakan tradisi pengantaran hewan kurban sebagai kaul negeri untuk dibagikan
kepada masyarakat yang berhak.

Hewan kurban diantar dari rumah Imam Masjid Tulehu ke rumah Raja Negeri Tulehu dan selanjutnya
diarak keliling negeri.Saat pengantaran hewan kurban tersebut, ratusan pemuda melaksanakan tradisi
Abdau, yaitu berebut bendera yang menjadi simbol agama yang disimpan di masjid negeri. Perebutan
bendera tersebut merupakan perlambang pengabdian generasi muda kepada Tuhan untuk siap
melaksanakan perintah-Nya.Untuk memperebutkan bendera tersebut, para pemuda harus beradu sekuat
tenaga dengan ratusan pemuda lain. Banyak pemuda sampai terinjak- injak atau tertimpa oleh rekan mereka
yang lain yang sengaja menjatuhkan diri dari atap rumah ke atas kerumunan pemuda yang berebut bendera
tersebut.

Beberapa pemuda terluka hingga berdarah pada bagian kepala mereka, namun mereka tetap dipaksakan
ikut dalam upacara tersebut. Demikian pula beberapa pemuda yang pingsan yang cepat disadarkan kembali
untuk terus mengikuti upacara tersebut.Raja Negeri (Kepala Desa) Tulehu John Saleh Ohorella berharap
tradisi tersebut mampu membawa perdamaian di Maluku. Di Baileo Tulehu, pada 10 Februari 2003 lalu
para pemuka adat (latupatty) mengadakan pertemuan yang menghasilkan tekad untuk menghentikan
pertikaian bersaudara.

Anda mungkin juga menyukai