MALUKU
Ibukota : Ambon
MALUKU UTARA
Saat awal pendirian Provinsi Maluku Utara, ibu kota ditempatkan di Kota Ternate
berlokasi di kaki Gunung Gamalama dalam kurun waktu kurang lebih 11 tahun,
hingga pada 4 Agustus 2010 setelah adanya masa transisi dan persiapan
pembangunan, Maluku Utara memindahkan ibukota ke Sofifi.
Ibukota : Sofifi
PAKAIAN ADAT MALUKU DAN MALUT
1. MALUKU “BAJU CELE”
Baju cele, adalah pakaian adat Maluku yang digunakan pada acara penting,, seperti
pernikahan, upacara adat, hingga beibadah ke gereja
Pakaian Manteren Lamo (Sultan) adalah pakaian adat tradisional Maluku Utara
yang terdiri atas celana panjang hitam dengan bis merah memanjang dari atas ke
bawah, baju berbentuk jas tertutup dengan kancing besar terbuat dari perak
berjumlah sembilan . Sementara itu, leher jas, ujung tangan, dan saku jas yang
terletak di bagian luar berwarna.
RUMAH ADAT MALUKU DAN MALUKU UTARA
RUMAH BAILEO
Rumah Baileo adalah rumah panggung yang berbentuk persegi dengan ketinggian satu
hingga dua meter. Di mana kerangka pada rumah adat tersebut terbuat dari kayu. Pada
dinding terbuat dari tangkai rumbia yang disebut gaba-gaba. Pada bagian atapnya
terbuat dari rumbia yang dibuat tinggi dan besar. Untuk bagian depan rumah adat
tersebut terdapat beranda atau teras.
TARI LENSO
Tari Lenso adalah tarian muda-mudi dari daerah Maluku dan Minahasa, Sulawesi
Utara. Tarian ini biasanya di bawakan secara ramai-ramai bila ada Pesta. Baik Pesta
Pernikahan, Panen Cengkih, Tahun Baru dan kegiatan lainnya. Beberapa sumber
menyebutkan, tari lenso berasal dari tanah Maluku. Sedangkan sumber lain menyebut
tari ini berasal dari Minahasa.
Tarian ini juga sekaligus ajang Pencarian jodoh bagi mereka yang masih bujang, di
mana ketika lenso atau selendang diterima merupakan tanda cinta diterima. Lenso
artinya Saputangan. Istilah Lenso, hanya dipakai oleh masyarakat di daerah Sulawesi
Utara dan daerah lain di Indonesia Timur.
Dalam tarian ini, yang menjadi perantara adalah lenso
atau selendang. Selendang inilah yang menjadi isyarat: selendang dibuang berarti
lamaran ditolak, sedangkan selendang diterima berarti persetujuan
TARI CAKALELE
Sumber lain menyatakan bahwa tarian ini merupakan penghormatan atas nenek moyang
bangsa Maluku yang merupakan pelaut. Sebelum mengarungi lautan, nenek moyang
mereka mengadakan pesta dengan makan, minum, dan berdansa. Saat Tari Cakalele
ditampilkan, terkadang arwah nenek moyang dapat memasuki penari dan kehadiran arwah
tersebut dapat dirasakan oleh penduduk asli.
BAHASA DAERAH MALUKU DAN MALUKU
UTARA
BAHASA MALUKU:
BAHASA Beta memiliki arti “saya” dan untuk mengatakan “Anda”
dalam Bahasa Maluku adalah “Use atau Ose”
Untuk mengatakan “Kalian” dalam Bahasa Maluku adalah
“Kamong atau Kamorang”
Untuk “Kita” dinyatakan dengan “Katong atau katorang”
“Mereka” dalam Bahasa Maluku disebut dengan “Dong atau
Dorang”
“kami atau Kita” juga bisa dengan menggunakan “Batong atau
Betong”
“Cucu” memiliki arti yang sama yaitu “cucu”
“Suami” disebut dalam Bahasa Maluku dengan “Paitua”
“Ua” artiny adalah “bibi” sedangkan “paman” disebut dengan
“wate”
“ureng – ureng” memiliki arti “seseorang”
Untuk memanggil “saudara perempuan” menggunakan kata “Usi”
Untuk menolak sesuatu menggunakan kata “Tar” yang berarti
“Tidak” misalnya digunakan dalam “Tar tau batagor” yang artinya
adalah “Tidak suka menegur orang”
Bahasa Maluku “Sauale” memiliki arti “lelaki muda dan tampan”
BAHASA MALUKU UTARA:
MALUKU:
1. BURUNG KAKAK TUA
Burung Kakaktua
Hinggap di jendela
Nenek sudah tua
Giginya tinggal dua
Trek dung, trek dung, trek dung ola-la
Trek dung, trek dung, trek dung ola-la
Trek dung, trek dung, trek dung ola-la
Burung Kakaktua
Burung Kakaktua
Hinggap di jendela
Nenek sudah tua
Giginya tinggal dua
Trek dung, trek dung, trek dung ola-la
Trek dung, trek dung, trek dung ola-la
Trek dung, trek dung, trek dung ola-la
Burung Kakaktua
Trek dung, trek dung, trek dung ola-la
Trek dung, trek dung, trek dung ola-la
Trek dung, trek dung, trek dung ola-la
Burung Kakaktua
Burung Kakaktua
2. NAIK NAIK KE PUNCAK GUNUNG
1. BORERO
Ora talu kiyema dorari suba
Borero kira mote karema linga
Bao gosa sonyinga ma bicara
Ora talu wosa lupa badan fira
Borero to sinyinga ima fira
Kiye gulu gosa badan ma singsara
Gate ifa la to sone bato
Biar to sone to sonyinga borero
tenge sako toma buku
to hoda kie Tidore
ongo yo lili se reke duka
duka kolano oo oo….
ngofa se dano lupa kie se gam
ma jarita ..
ngofa se dano
lupa adat se budaya
ngofa se dano toma kie Tidore
fela lao fela lao sonyinga gosimo
na borero maku sodorifa kefe
fato se eli kie se gam
mapolu ino marimoi nyinga
maku sodorifa kefe
laha so gado gado
so dorine ena ma jarita
gate kie se gam regu yali
ngofa se dano daera se taloku
sonyinga sonyinga sonyinga
ee ngofa se dano
fela lao fela lao
lila se hanyili
ruku se sadabi
gosimo yo reke duka
ma sabab kie se gam ma cahaya sosira..
ino fo moro moro
Fa kati nyinga ..
yo sogoliho ..
kie se gam ..
ma cahaya aa ..
toma loa se banari ma doya ..
ngofa se dano toma kie Tidore
fela lao fela lao sonyinga gosimo
na borero maku sodorifa kefe
fato se eli kie se gam
ngofa se dano toma kie Tidore
SUKU SUKU DI PULAU MALUKU DAN
MALUKU UTARA
MALUKU:
Suku Ambon
Suku Ambon adalah suku terbesar di Maluku yang banyak mendiami wilayah Ambon,
Saparua, Seram Barat, Nusalaut, dan Haruku.
Masyarakat suku Ambon mayoritas memeluk agama Kristen Protestan dan Islam.
Dalam kesehariannya, mereka berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan bahasa
Ambon.
Suku Tidore
Mayoritas suku Tidore mendiami wilayah Tidore, di mana sebagian besar masyarakatnya
berprofesi sebagai nelayan.
Selain nelayan, sebagian suku ini juga ada yang bertani dan berladang. Di wilayah Tidore,
mayoritas masyarakatnya beragama Islam.
Hal ini dipengaruhi oleh Kesultanan Tidore, yang mulai mendapat pengaruh Islam sejak abad
ke-15.
MALUKU UTARA:
SUKU TOBELO
Suku Tobelo merupakan suatu suku yang berada di daerah semenanjung bagian
utara Pulau Halmahera dan di sebagian daratan Pulau Morotai. Sebagian lagi hidup
tersebar sampai ke pedalaman Halmahera, seperti ke daerah Patani. Weda dan
Gane. Ada juga yang sampai ke Kepulauan Raja Ampat, Papua. Daerah asal mereka
termasuk dalam wilayah Kecamatan Galela di Kabupaten Maluku Utara,
Provinsi Maluku. Jumlah populasinya sekitar 20.000 jiwa
SUKU KADAI
Suku Kadai merupakan suku yang sebagian besar mendiami daerah pesisir tepatnya di
kawasan Taliabu. Menurut sejarahnya, suku ini tergolong suku tradisional di
Pulau Taliabu bersama dua suku lainnya yaitu Suku Mange dan Suku Siboyo. Maka dari
itu, kelompok masyarakat ini sangat dominan dan jumlah warganya cukup banyak.
Yang unik dari suku Kadai ialah memiliki tradisi sunatan yang masih tetap lestari sampai
saat ini. Padahal, mayoritas masyarakat beragama Kristen yang katanya tidak terdapat
ajaran sunat untuk jemaahnya.
Sedangkan ajaran sunat sendiri justru berada di agama Islam yang tidak begitu dominan
di Suku Kadai.
Suku Kadai bermata pencaharian sebagai nelayan dan pemancing ikan. Hasil
tangkapannya mereka jual ke masyarakat atau barter dengan sembako.
Jika hasil tangkapan berlimpah, sebagian mereka konsumsi sendiri untuk menyambung
hidup supaya bisa kembali bekerja esok hari.
Upacara adat sasi hampir dilaksanakan di seluruh daerah Maluku dan Papua. Upacara
ini dilaksanakan untuk menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.
Upacara adat sasi biasanya diterapkan untuk keberlangsungan hidup di wilayah laut.
Namun, upacara adat ini juga bisa diterapkan di wilayah darat, lo.
Dalam tradisi Sasi, ada aturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Aturan tersebut
berbunyi bahwa siapa pun tidak boleh memanen hasil panen sebelum waktunya.
2. OBOR PATTIMURA
Kebiasaan atau acara ini ditujukan untuk mengenang pahlawan Pattimura yang
melakukan perlawanan terhadap penjajah yang datang di kawasan Maluku.
Upacara atau peringatan ini biasanya dirayakan setiap tanggal 15 Mei.
Nah, untuk memperingatinya. Biasanya masyarakat bekerja sama dengan pemerintah
setempat untuk membuat perayaan
MALUKU UTARA:
1.KOLOLI KIE
Kololi Kie memiliki arti ‘keliling gunung’, merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat
Ternate maupun Tidore dalam waktu-waktu tertentu. Meletusnya gunung Gamalama pada 4
Oktober lalu membawa satu kewaspadaan khusus bagi masyarakat Ternate. Pasalnya,
meletusnya gunung Gamalama memang menimbulkan bencana yang tak bisa diremehkan,
terutama bagi warga Ternate.
Ritual kololi kie ini sudah dilakukan oleh masyarakat Ternate sejak ratusan tahun
lalu. Prosesi adat ini merupakan salah satu dari dua ritual tertua di Ternate. Upacara
adat ini juga dianggap satu paket dengan ritual “Fere Kie” yaitu kegiatan ritual naik
ke puncak gunung Gamalama untuk berziarah.
2. MANDI SAFAR
Salah satu upacara adat di Kota Tidore Kepulauan (Tikep) provinsi Maluku Utara (Malut),
adalah tradisi tobo safar (mandi safar). Tradisi ini telah turun temurun dilakukan oleh
masyarakat Malut umumnya dan khususnya Tidore. Sebagaimana yang dilakukan oleh
Generasi Muda Mafututu (Gamutu)
Upacara prosesi adat Tobo Safar (mandi safar) diawali dengan penyambutan kedatangan
Sultan Tidore Husain Sjah dan sejumlah bobato adat menggunakan Juanga (Perahu Sultan)
yang tiba di dermaga Majui dan mengambil tempat bersama Wali kota Tidore Ali Ibrahim
dan Forkompimda.
Acara dilanjutkan dengan penyambutan oleh kapita (Panglima) tarian Maku Toti kepada
pasukan pembawa bambu sebagai peralatan mandi safar. Bambu ini berisi air yang diambil
dari sumur Togubu di teluk Gamgau.
Setelah pasukan pembawa bambu berada di tengah lokasi upacara, anak cucu Tomayou Soa
Romtoha (lima kampung) memperdengarkan pesan leluhur, lalu bambu dibawa masuk ke
dalam Masjid sekaligus ritual doa permintaan berkat. Usai ritual doa, bambu berisi air ini
kembali dibawa ke tengah-tengah acara oleh para pemuda bersama sembilan orang Yaya
Goa (sembilan perempuan) diiringi pembacaan dzikir.