Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH SENI DAN TARI

“ Mengenal Masyarakat Lampung Pepadun”

DISUSUN OLEH:

Anindya Amelia Fairuz

Intan Andrella Nalrirati

Mira Ajeng Yulita Sari

Satiya Apriliyanti

Zahra Nabilla Sutadi

PENDIDIKAN TARI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Masyarakat Lampung Pepadun.............................................................................

2.2 Kebudayaan dan Kebiasaan Masyarakat Lampung Pepadun............................

2.3 Seni Pertunjukan Masyarakat Lampung Pepadun..............................................

a. Tari Cangget

b. Tari Sigeh Pengunten

c. Tari Bedayo Tulang Bawang

2.4 Pakaian adat Masyarakat Lampung Pepadun......................................................

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan...............................................................................................................

3.2 Saran..........................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lampung adalah sebuah provinsi paling Selatan di pulau Sumatra, Indonesia, dengan ibu
kota atau pusat pemerintahan berada di kota Bandar Lampung. Provinsi ini memiliki dua
kota yaitu kota Bandar Lampung dan kota Metro serta 13 kabupaten.Provinsi Lampung
lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor
3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu
Provinsi Lampung merupakan keresidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatra
Selatan. Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 Maret 1964 tersebut secara
administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatra Selatan, namun daerah ini
jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar
serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khazanah adat budaya di
Nusantara.

Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah daratan 169,21 km² yang terbagi ke dalam
20 Kecamatan dan 126 Kelurahan dengan populasi penduduk 1.166.066 jiwa
(berdasarkan hasil sensus penduduk 2020).Adapun suku/etnis asli (lokal) dari Kota
Bandar Lampung dan Provinsi Lampung ialah Suku Lampung & Suku Melayu. Suku
Lampung dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah Lampung sedangkan suku Melayu
lebih sering mendiami wilayah perbatasan dengan Sumatra Selatan serta daerah-daerah
pesisir.

Masyarakat Adat Lampung terdiri atas dua sistem Pemerintahan Adat yakni Masyarakat
Komunitas Adat Budaya Lampung Saibatin (Peminggir/Pesisir) dan Masyarakat
Komunitas Budaya Lampung Penyimbang (Pepadun/Pedalaman). Masyarakat Komunitas
Budaya Lampung Penyimbang atau yang sering kali juga dinamakan Masyarakat
Komunitas Budaya Lampung Pepadun berdiam didaerah pedalaman Lampung. Beberapa
kemargaan yang menggunakan sistem pemerintahan budaya Penyimbang antara
lain : Abung Siwo Mego, Mego Pak Tulangbawang, Pubian Telu Suku, Buway Lima
Way Kanan dan Bunga Mayang Sungkay, Marga melinting peminggir, Marga teluk
peminggir, Marga pemanggilan peminggir, Marga rebang semendo.
BAB II

PEMBAHASA

2.1 Masyarakat Lampung Pepadun

Masyarakat adat Lampung Pepadun adalah salah satu dari dua kelompok adat besar
dalam masyarakat Lampung. Masyarakat ini mendiami daerah pedalaman atau daerah
dataran tinggi Lampung. Berdasarkan sejarah perkembangannya, masyarakat Pepadun
awalnya berkembang di daerah Abung, Way Kanan, dan Way Seputih (Pubian).
Kelompok adat ini memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat dan tradisi yang
berlangsung dalam masyarakat secara turun temurun.

Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis


keturunan bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-
laki tertua dari keturunan tertua, yang disebut “Penyimbang”. Gelar Penyimbang ini
sangat dihormati dalam adat Pepadun karena menjadi penentu dalam proses pengambilan
keputusan. Status kepemimpinan adat ini akan diturunkan kepada anak laki-laki tertua
dari Penyimbang, dan seperti itu seterusnya.

Berbeda dengan Saibatin yang memiliki budaya kebangsawanan yang kuat, Pepadun
cenderung berkembang lebih egaliter dan demokratis. Status sosial dalam masyarakat
Pepadun tidak semata-mata ditentukan oleh garis keturunan. Setiap orang memiliki
peluang untuk memiliki status sosial tertentu, selama orang tersebut dapat
menyelenggarakan upacara adat Cakak Pepadun. Gelar atau status sosial yang dapat
diperoleh melalui Cakak Pepadun diantaranya gelar Suttan, Raja, Pangeran, dan Dalom.

Nama “Pepadun” berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam prosesi Cakak
Pepadun. “Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol status
sosial tertentu dalam keluarga. Prosesi pemberian gelar adat (“Juluk Adok”) dilakukan di
atas singgasana ini. Dalam upacara tersebut, anggota masyarakat yang ingin menaikkan
statusnya harus membayarkan sejumlah uang (“Dau”) dan memotong sejumlah kerbau.
Prosesi Cakak Pepadun ini diselenggarakan di “Rumah Sessat” dan dipimpin oleh
seorang Penyimbang atau pimpinan adat yang posisinya paling tinggi.
2.2 Kebudayaan dan Kebiasaan Masyarakat Lampung Pepadun

Begawi atau yang kerap disebut dengan istilah lengkap Begawi Cakak Pepadun
merupakan upacara adat masyarakat Lampung untuk memberikan gelar adat kepada
seseorang. Adapun masyarakat etnis atau suku bangsa Lampung yang melaksanakan
begawi adalah yang berasal dari kelompok adat Lampung Pepadun. Istilah Pepadun
sendiri berasal dari nama salah satu perangkat yang digunakan dalam begawi, yaitu
singgasana dari kayu yang menyimbolkan suatu status sosial dalam keluarga. Di
singgasana inilah gelar adat diberikan setelah orang yang ingin mendapat kenaikan status
dari gelar tersebut diharuskan memberikan uang dan menyembelih kerbau dengan jumlah
tertentu (biasanya 2 kerbau atau lebih dan maharnya sekitaran 400 jutaan atau lebih,
tergantung permintaan dari pihak perempuan. Namun rata-rata adat lampung pepadun
khususnya di wilayah Kota Bumi atau Blambangan Lampung Utara, maharnya
segitu).Sementara itu, begawi dapat diartikan sebagai "suatu pekerjaan" atau "membuat
gawi".Bagi masyarakat Lampung Pepadun, begawi cakak pepadun sifatnya wajib
dilakukan oleh seseorang sebelum menyandang hak untuk menduduki posisi penyimbang
yang dilakukan oleh lembaga perwatin adat.

Upacara begawi cakak pepadun sekaligus menjadi penanda perbedaan kebudayaan


antara masyarakat Lampung Pepadun yang mendiami wilayah tengah dan Lampung
Saibatin yang mendiami daerah pesisir Lampung. Upacara adat besar yang disertai
pemberian gelar atau juluk adok memang menjadi ciri khas dari adat Lampung Pepadun.
Setiap orang memiliki kesempatan untuk melakukan peningkatan status adatnya dengan
melakukan upacara ini yang mengharuskannya membayar sejumlah uang (dau) dan
hewan ternak kerbau. Jumlah uang dan kerbau yang harus dibayarkan tergantung dari
seberapa tinggi peningkatan status adat yang diinginkan, jika status adat yang diinginkan
semakin tinggi, maka uang dan kerbau yang harus diserahkan jumlahnya juga semakin
banyak.

Dalam begawi, terkandung nilai-nilai egaliter dan keterbukaan karena setiap orang yang
menyelenggarakannya bisa mendapatkan gelar adat sementara masyarakat Lampung
Saibatin hanya mengenal pemberian gelar adat berdasarkan garis keturunan.Selain itu,
dalam masyarakat Lampung Saibatin orang yang berhak menerima gelar adat hanya laki-
laki yang sudah menikah. Ini tentu berkebalikan dengan apa yang ada dalam begawi yang
dilakukan masyarakat Lampung Pepadun di mana perempuan dan orang yang belum
menikah juga bisa mendapatkan gelar.Adat Lampung mengenal sifat keterbukaan ini
dengan prinsip nengah nyappur, yaitu membuka diri kepada masyarakat agar memiliki
pengetahuan luas, lalu neumi nyimah yang artinya bersikap murah hati dan ramah kepada
setiap orang.

Selain Begawi cakak Pepadun Masyarakat Lampung Pepadun juga memiliki tradisi Cuak
Mengan yang merupakan sebuah tradisi pada perkawinan adat Lampung Pepadun yang
dilaksanakan setelah akad nikah, acara cuak mengan yang dilaksanakan setelah upacara
dan dibuka oleh kepala adat kemudian diakhiri dengan penyerahan sesan .

Kebiasaan Masyarakat Lampung Pepadun adalah bertani,berkebun,dan berternak karena


masyarakat Lampung Pepadun yang biasa hidup di dataran Tinggi 3 hal tersebutlah yang
menjadi kebiasaan masyarakat Lampung Pepadun, tetapi untuk Masyarakat Lampung
Pepadun Tulang Bawang mereka juga biasa bertambak udang.

2.3 Seni Pertunjukan Lampung Pepadun

A. Tari Cangget

Tari Cangget merupakan salah satu tari tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Lampung
beradat pepadun.Pada tahun 1942 sebelum kedatangan Jepang ke Indonesia, Tari
Cangget ditampilkan untuk acara gawi adat, seperti saat panen raya, upacara mendirikan
rumah ataupun untuk mengantar orang yang akan pergi haji.Namun sekarang Tari
Cangget sering digunakan untuk mengiringi upacara perkawinan yang didalamnya
terdapat pula pemberian gelar adat atau naik pepadun. Upacara naik pepadun memiliki
makna dan filosifi yang luhur. Dimana seorang yang sudah diberi gelar diharapkan dapat
dan mampu menjalankan kewajibannya dan menjadi panutan di lingkungannya.

Macam-macam jenis tariannya

1. Cengget Nyamuk Temui, Tarian yang dibawakan oleh pada pemuda dan pemudi
dalam upacara menyambut tamu agung yang berkunjung ke daerahnya.

2. Cangget Bakha, tarian yang dimainkan oleh pemuda dan pemudi pada saat
bulan purnama atau setelah selesai panen (Upacara Panen Raya).
3. Cangget Penganggik, tarian yang di mainkan saat penerimaan anggta baru, atau
pemuda pemudi yang telah berubah status nya dari kanak-kanak menjadi dewasa.
Perubahan status ini terjadi setelah mereka melakukan upacara busepei (Kikir
Gigi).

4. Cangget Pilangan, tarian yang dimainkan pada saat mereka melepas anggotaya
yang akan menikah dan keluar dari desa mengikuti suami/istrinya.

5. Cangget Agung, tarian yang dimainkan oleh para anak muda pada saat upacara
adat pengangkatan seorang menjadi Kepala Adat (Cacak Pepadun).

B. Tari Sigeh Pengunten


Tarian ini menggambarkan kegembiraan karena kedatangan tamu ke acara mereka. Selain
berfungsi untuk menjadi penyambutan, Tari Sigeh Pengunten ini menjadi pengucapan
rasa terimakasih yang telah datang ke acara. Tarian ini dilakukan oleh wanita dengan
jumlah ganjil dimulai dari jumlah 5, 7, 9 , 11, dan seterusnya.

Yang membuat tarian ini unik dan berbeda dari tarian Lampung lainnya yaitu, salah satu
penari membawa Tepak. Tepak adalah sebuah kotak yang berwana kuning keemasan
berisi daun sirih, itu akan diberikan kepada tamu. Diiringi lagu dengan lantunan Alat
Musik khas dari adat Lampung.

C. Tari Bedayo Tulang Bawang


Salah satu tarian tradisional yang sudah sangat tua di Kampung Bujung Menggala
Lampung adalah Tari Bedayo Tulang Bawang. Menurut legenda orang menggala, tari ini
diperkirakan sudah ada pada abad ke 14 pada masa Kerajaan Tulang Bawang yang
mendapat pengaruh Hindu-Budha.Tari Bedayo Tulang Bawang ini muncul karena adanya
wabah penyakit cacar yang melanda Kampung Bujung Menggala sehingga menimbulkan
banyak korban.

Bermacam cara dilakukan agar penyakit tersebut bisa disembuhkan. Akan tetapi, semua
usaha menjadi sia-sia. Sehingga menak Sakawira pergi bertapa selama 9 hari di
Kampung Bujung Menggala di depan gundukan tanah yang dalam Bahasa Lampung
Menggala disebut Tambak.
Selama pertapaanya menak Sakawira mendapatkan wangsit agar mengadakan upacara
yang diiringi sebuah tarian sakral. Tarian itu, harus beranggotakan 12 orang penari gadis
yang masih suci dengan diiringi gamelan klenongan yang terdiri atas kendang,
tempul,kulintang dan gong.

Tari Bedayo Tulang Bawang ini dipentaskan dengan menghadap ke timur, atau pada
matahari terbit. Bedayo berasal dari kata budaya sedangkan kata. Tulang Bawang
mengarah pada daerah. Jadi, Tari Bedayo Tulang Bawang hanya terdapat di Kabupaten
Tulang Bawang saja

2.4 Pakaian Adat Masyarakat Lampung Pepadun


Pakaian adat Lampung suku Pepadun yang mendiami daerah pedalaman atau daerah
dataran tinggi Lampung, terlihat dalam busana pengantin untuk prosesi pernikahan.

Pakaian adat pria berupa baju lengan panjang berwarna putih yang dipadukan dengan
celana panjang hitam.Di luarnya, dibalut dengan sarung tumpal yaitu kain sarung khas
Lampung yang ditenun menggunakan benang emas. Sarung ini dipakai menutup celana
dari pinggang hingga lutut.

Kemudian, di bagin luar sarung, diikat sesapuran atau sehelai kain putih dengan rumbai
tinggi. Bagian bahu dilingkari dengan selendang bujur sangkat atau khikat akhir.Sama
halnya dengan busana pengantin pria, pakaian adat Lampung untuk pengantin wanita
memiliki ciri khas berwarna putih dan emas, serta bentuknya seperti kebaya yang
ramping membalut badan. Bagian bawah, dililitkan kain tapis dengan motif khusus yang
terbuat dari benang emas dan perak.

Pakaian Tradisional Wanita Lampung


Pakaian wanita Lampung terdiri dari Selappai yang merupakan baju tanpa lengan dengan
bagian bawah yang dihiasi rumbai ringgit. Ada pula baju Bebe yang merupakan sulaman
benang satin berbentuk bunga teratai yang tengah mekar. Untuk bawahannya, kaum
wanita mengenakan kain tapis Dewa Sano.

Aksesoris yang dikenakan wanita Lampung saat mengenakan baju adat antara lain:
Siger, yaitu mahkota emas yang melambangkan keagungan adat dan budaya Lampung.
Siger memiliki 9 ruji, yang melambangkan 9 sungai di provinsi Lampung. Kesembilan
sungai itu adalah Way Seputih, Way Tulang Bawang, Way Mesuji, Way Semangka, Way
Kanan, Way Sekampung, Way Abung Pareng, dan Way Sunkani.
Seraja Bulan, yaitu mahkota kecil dengan 3 ruji. Penggunaannya diletakkan di atas Siger.
Seraja Bulan bermakna sebagai pengingat bagi warga Lampung, terutama generasi
mudanya, bahwa dulu Lampung memiliki 5 kerajaan. Kelima kerajaan itu adalah
Kerajaan Ratu di belalu, Kerajaan Ratu darah putih, Kerajaan Ratu di punggung,
Kerajaan Ratu di puncak, dan Kerajaan Ratu di pemanggilan.
Subang adalah perhiasan serupa dengan anting. Pemakaiannya digantungkan di ujung
daun telinga. Biasanya berbentuk mirip buah kenari dan terbuat dari emas.
Perhiasan leher dan dada berupa kalung Buah Jukum, kalung Papanjajar, dan kalung
Ringgit.
Gelang terdiri dari 4 jenis yaitu gelang Kano, gelqng Burung, gelang Bibit, dan gelang
Duri.
Hiasan pada pinggang berupa Selempang Pinang yang sama seperti pada pakaian pria.
Bulu Serti, yaitu ikat pinggang dari kain beludru berwarna merah. Ikat pinggang ini
dihiasi kelopak bunga dari logam kuningan.

(sumber : tribunnews.com )
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masyarakat Lampung Pepadun adalah masyarakat yang masih memiliki banyak
kebudayaan dan adat istiadat dalam hal ini masyarakat Lampung Pepadun masih
mengemaskan budaya leluhur mereka dan sangat dipertahankan dan dilestarikan dari
generasi ke generasi.

3.2 Saran
Kebudayaan dan Adat Istiadat Lampung harus dilestarikan dari generasi ke generasi agar
tidak punah dan tidak terbawa oleh arus zaman.

Anda mungkin juga menyukai