Anda di halaman 1dari 26

KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Wawasan Budaya Melayu

Dosen Pengampu : M. Zaki, S.Pt, M.Si

Oleh :

SINDI SILVITRI 2086206084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

BANGKINANG KOTA

2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang tiada


terhingga kekuasaan dan kekuatan-Nya, sumber segala kebenaran sejati, yang
membimbing dan mempermudah pembuatan atau  penyusunan makalah ini.
Makalah ini mengkaji tentang “Kerajaan Siak Sri Indrapura”, Secara
khusus makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Wawasan Budaya Melayu yang dibimbing oleh Bapak M. Zaki, S.Pt, M.Si.
Penulis menyadari berbagai kekurangan dalam penulisan makalah. Oleh
karena itu berbagai masukan sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa
yang akan datang.
Akhirnya dengan segala kesederhanaan makalah ini, Penulis berharap
semoga makalah ini dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi pembaca yang
dapat memperdalam wawasan mengenai kerajaan siak sri indrapura.

Bangkinang , 11 Januari 2022

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................

Bab I Pendahuluan.........................................................................................
A. Latar Belakang .......................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................
Bab II Pembahasan.........................................................................................
A. Sejarah Kerajaan Siak.............................................................................
B. Sultan-Sultan Kerajaan Siak....................................................................
C. Masa Keemasan (Kejayaan) Kerajaan Siak............................................
D. Masa Keruntuhan Kerajaan Siak.............................................................
E. Kehidupan Kerajaan Siak........................................................................
F. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Siak.................................................
BAB III Penutup.............................................................................................
A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah Negara yang kaya akan sejarah yang
dimilikinya. Sebelum terbentuknya NKRI, daratan di Indonesia banyak
terdiri dari kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh pulau yang ada di
Indonesia. Terdapat kerjaan Hindu-Buddha seperti kerajaan Majapahit,
Kutai, Sriwijaya dan lainnya, dan juga kerajaan Islam seperti kerajaan
Samudra Pasai, Demak, Pagaruyung, Cirebon, Siak dan kerajaan Islam
lainnya diIndonesia.
Khususnya disini penulis mencoba untuk membahas salah satu kerajaan
Islam yang ada di Indonesia, yaitu Kerajaan Kesultanan Siak Sri Indrapura
yang terletak di kecamatan Siak Provinsi Riau. Saat ini Istana Siak telah
menjadi sebuah museum yang dapat di kunjungi dengan bebas oleh
masyarakat umum kapan saja. Museum sendiri memiliki pengertian
sebagai suatu lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan
pemanfaatan benda-bedna bukti materil hasil budaya manusia serta alam
dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian
kekayaan budaya bangsa.
Museum Istana Siak merupakan bangunan peninggalan kerajaan Melayu
Islam terbesar di Riau, yaitu kerajaan Siak Sri Indrapura. Museum yang
berupa komplek istana kerajaan Siak ini dibangun oleh Sultan Siak ke-11,
Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 M
dan dinamakan Istana Asserayyah Hasyimiah yang juga dikenal sebagai
Istana Matahari Timur. Ia mempekerjakan seorang arsitek Jerman yang
membangun istana ini dengan mengadopsi gaya arsitektur Eropa, India,
dan Arab yang dipadu dengan arsitektur Melayu Tradisional.
Siak adalah sebuah kabupaten di Provinsi Riau yang dulunya
merupakan pusat kesultanan Islam terbesar di Riau yaitu Siak Sri
Indrapura. Warisan kebesarannya pun hingga kini masih nampak di
berbagai sudut kota. Sejarahnya yang panjang telah meninggalkan warisan
peradaban Melayu yang mengagumkan dan pantas dibanggakan Indonesia.
Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan tahun 1723 M. Sultan terakhir
kerajaan ini, yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dinobatkan sebagai sultan
ke-12 dengan gelar Assyaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin yang
kemudian dikenal sebagai Sultan Syarif Kasim Tsani (Sultan Syarif Kasim
II) pada tahun 1915. Dengan diproklamirkannya kemerdekaan Republik
Indonesia pada tahun 1945, Sultan Syarif Kasim II menghadap Bung Karno
dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia serta menyerahkan
mahkota kerajaan dan uang sebesar sepuluh ribuGulden.
Koleksi Istana Siak antara lain berupa berbagai tanda mata yang
diberikan oleh tamu-tamu dari kerajaan lain semasa pemerintahan Sultan
Siak ke-11 dan ke-12, maupun foto keluarga kerajaan. Selain itu, terdapat
senjata dan benda- benda kerajaan berupa tombak, keris, meriam, cermin
mustika, kursi-kursi, lampu-lampu kristal, barang-barang keramik dari Cina
dan Eropa, piring-piring, gelas, sendok bermerek lambang kerajaan, dan
patung pualam Sultan bermata berlian. Di Istana Siak terdapat beragam
koleksi warisan kerajaan berupa kursi singgasana yang bersepuh emas,
duplikat mahkota kerajaan, brankas kerajaan. Selain itu juga ada tombak,
payung kerajaan, patung perunggu Ratu Wihemina, serta alat musik komet
yang hanya ada dua di dunia. Saat ini beberapa koleksi benda antik dari
Istana Siak Sri Indrapura disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Kota Siak memiliki nuansa yang tenang, bersih, dan ramah
masyarakatnya. Salah satu icon terbaru kota ini adalah Jembatan Tengku
Agung Sultanah Latifah. Keberadaannya selain sebagai sarana transportasi
juga menjadi tujuan wisata di daerah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kerajaan siak?
2. Siapa saja sultan-sultan kerajaan siak?
3. Bagaimana kerajaan siak dalam masa keemasan (kejayaan) nya?
4. Bagaimana kerajaan siak dalam masa keruntuhannya?
5. Bagaimana kehidupan kerajaan siak?
6. Apa saja peninggalan-peninggalan kerajaan siak?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah kerajaan siak
2. Mengetahui sultan-sultan kerajaan siak
3. Mengetahui kerajaan siak dalam masa keemasan (kejayaan) nya
4. Mengetahui kerajaan siak dalam masa keruntuhannya
5. Mengetahui kehidupan kerajaan siak
6. Mengetahui peninggalan-peninggalan kerajaan siak
BAB II

PEMBAHASAN

Sejarah Berdirinya Kerajaan Siak Sri Inderapura

Kesultanan Siak Sri Inderapura

Ibu Kota : Buantan, Siak Sri Inderapura

Bahasa : Melayu, Minang.

Agama : Islam

Pemerintahan : Monarki.

Yang Dipertuaan Besar

- 1723- 1746 = Raja Kecik


- 1781- 1791 = Raja Yahya
- 1791- 1811 = Sultan Sayyid Ali
- 1915- 1946 = Sultan Syarif Kasim II
Sejarah
- Didirikan = 1732
- Kemerdekaan Indonesia 1945
A. Sejarah Kerajaan Siak
Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja
Kecik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor
(Sultan Mahmud Syah) dengan istrinya Encik Pong, dengan pusat kerajaan
berada di Buantan. Konon nama Siak berasal dari nama sejenis tumbuh-
tumbuhan yaitu siak-siak yang banyak terdapat di situ. Sebelum kerajaan
Siak berdiri, daerah Siak berada dibawah kekuasaan Johor. Yang
memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan
diangkat oleh Sultan Johor. Namun hampir 100 tahun daerah ini tidak ada
yang memerintah. Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang ditunjuk untuk
memungut cukai hasil hutan dan hasil laut.
Pada awal tahun 1699 Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud
Syah II mangkat dibunuh Magat Sri Rama, istrinya yang bernama Encik
Pong pada waktu itu sedang hamil dilarikan ke Singapura, terus ke Jambi.
Dalam perjalanan itu lahirlah Raja Kecik dan kemudian dibesarkan di
Kerajaan Pagaruyung Minangkabau. Sementara itu pucuk pimpinan
Kerajaan Johor diduduki oleh Datuk Bendahara tun Habib yang bergelar
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.
Setelah Raja Kecik dewasa, pada tahun 1717 Raja Kecik berhasil
merebut tahta Johor. Tetapi tahun 1722 Kerajaan Johor tersebut direbut
kembali oleh Tengku Sulaiman ipar Raja Kecik yang merupakan putera
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Dalam merebut Kerajaan Johor ini, Tengku
Sulaiman dibantu oleh beberapa bangsawan Bugis. Terjadilah perang
saudara yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada kedua belah
pihak, maka akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri. Pihak
Johor mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke
Bintan dan seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir Sungai Buantan
(anak Sungai Siak). Demikianlah awal berdirinya kerajaan Siak di Buantan.
Namun, pusat Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan.
Pusat kerajaan kemudian selalu berpindah-pindah dari kota Buantan
pindah ke Mempura, pindah kemudian ke Senapelan Pekanbaru dan
kembali lagi ke Mempura. Semasa pemerintahan Sultan Ismail dengan
Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864) pusat Kerajaan
Siak dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura dan akhirnya menetap disana
sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak terakhir.
Pada masa Sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul
Jalil Syaifuddin yang memerintah pada tahun 1889-1908, dibangunlah
istana yang megah terletak di kota Siak dan istana ini diberi nama Istana
Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889. Pada masa
pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama
dibidang ekonomi. Dan masa itu pula beliau berkesempatan melawat ke
Eropa yaitu Jerman dan Belanda.
Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya yang masih kecil dan
sedang bersekolah di Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dan baru
pada tahun 1915 beliau ditabalkan sebagai Sultan Siak ke-12 dengan gelar
Assayaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dan terakhir terkenal
dengan nama Sultan Syarif Kasim Tsani (Sultan Syarif Kasim II).
Bersamaan dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia,
beliau pun mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak dan tak lama
kemudian beliau berangkat ke Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan
bergabung dengan Republik Indonesia sambil menyerahkan Mahkota
Kerajaan serta uang sebesar Sepuluh Ribu Gulden. Dan sejak itu beliau
meninggalkan Siak dan bermukim di Jakarta.Baru pada tahun 1960
kembali ke Siak dan mangkat di Rumbai pada tahun 1968.
Beliau tidak meninggalkan keturunan baik dari Permaisuri Pertama
Tengku Agung maupun dari Permaisuri Kedua Tengku Maharatu. Pada
tahun 1997 Sultan Syarif Kasim II mendapat gelar Kehormatan
Kepahlawanan sebagai seorang Pahlawan Nasional Republik Indonesia.
Makam Sultan Syarif Kasim II terletak di tengah Kota Siak Sri Indrapura
tepatnya di samping Mesjid Sultan yaitu Mesjid Syahabuddin.
Diawal Pemerintahan Republik Indonesia, Kabupaten Siak ini
merupakan Wilayah Kewedanan Siak di bawah Kabupaten Bengkalis yang
kemudian berubah status menjadi Kecamatan Siak. Barulah pada tahun
1999 berubah menjadi Kabupaten Siak dengan ibukotanya Siak Sri
Indrapura berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999. Dalam perkembangannya,
Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan bahari yang kuat dan
menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur Sumatera dan
Semenanjung Malaya di tengah tekanan imperialisme Eropa.Jangkauan
terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan Barat,
sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera dan Kalimantan.

B. Sultan-Sultan Kerajaan Siak


1. Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1746)
2. Sultan Muhammad Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1746-1760)
3. Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1760-1761)
4. Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1761-1766)
5. Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1765-1779)
6. Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1779-1781)
7. Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah (1781-1791)
8. Sultan As-Sayyid Al-Sharif Ali Abdul Jalil Syaifuddin (1791-1811)
9. Sultan As-Sayyid Al-Sharif Ibrahim Abdul Jalil Khalliludin (1811-
1827)
10. Sultan As-Sayyid Al-Sharif Ismail Abdul Jalil Syaifuddin (1827-1865)
11. Sultan As-Sayyid Al-Sharif Kassim Abdul Jalil Syaifuddin (1864-1889)
12. Sultan As-Sayyid Al-Sharif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908)
13. Sultan As-Sayyid Al-Sharif Kassim Abdul Jalil Syaifuddin II (1915-
1945)

C. Masa Keemasan (Kejayaan) Kerajaan Siak


Dengan klaim sebagai pewaris Malaka, pada tahun 1724-1726 Sultan
Abdul Jalil melakukan perluasan wilayah, dimulai dengan
memasukkan Rokan ke dalam wilayah Kesultanan Siak dan kemudian
membangun pertahanan armada laut di Bintan. Namun pada tahun 1728,
atas perintah Raja Sulaiman, Yang Dipertuan Muda bersama pasukan
Bugisnya, Raja Kecil diusir keluar dari Kepulauan Riau. Raja Sulaiman
kemudian menjadikan Bintan sebagai pusat pemerintahannya. Atas
keberhasilannya itu, Yang Dipertuan Muda diberi kedudukan di Pulau
Penyengat.
Sementara Raja Kecil terpaksa melepas hegemoninya di Kepulauan
Riau dan mulai membangun kekuatan baru di kawasan sepanjang pesisir
timur Sumatra. Antara tahun 1740-1745, Raja Kecil kembali bangkit dan
menaklukan beberapa kawasan di Semenanjung Malaya. Karena mendapat
ancaman dari Siak, dan pada saat yang bersamaan orang-orang Bugis juga
meminta balas atas jasa mereka, maka Raja Sulaiman meminta bantuan
kepada Belanda di Malaka. Dalam perjanjian yang ditandatangani pada
tahun 1746 itu, Johor menjanjikan akan memberikan Bengkalis kepada
Belanda. Perjanjian itu kemudian direspon oleh VOC dengan mendirikan
gudang pada kawasan tersebut.
Sepeninggal Raja Kecil pada tahun 1746, klaim atas Johor memudar.
Dan pengantinya Sultan Mahmud berfokus kepada penguatan
kedudukannya di pesisir timur Sumatra dan daerah vassal di Kedah dan
kawasan pantai timur Semenanjung Malaya. Pada tahun 1761, Sultan Siak
membuat perjanjian ekslusif dengan pihak Belanda, dalam urusan dagang
dan hak atas kedaulatan wilayahnya, serta bantuan dalam bidang
persenjataan. Setelah Raja Mahmud wafat,
muncul dualisme kepemimpinan di kerajaan ini. Raja Muhammad Ali yang
lebih disukai Belanda kemudian menjadi Sultan Siak. Sementara
sepupunya Raja Ismail yang tidak disukai Belanda, muncul sebagai Raja
Laut, menguasai perairan timur Sumatra sampai ke Laut Tiongkok Selatan,
dan membangun kekuatan di gugusan Pulau Tujuh.
Sekitar tahun 1767, Raja Ismail telah menjadi duplikasi dari Raja Kecil.
Didukung oleh Orang Laut, ia terus menunjukan dominasinya di kawasan
perairan timur Sumatra, dengan mulai mengontrol
perdagangan timah di Pulau Bangka, kemudian menaklukan Mempawah di
Kalimantan Barat. Sebelumnya Raja Ismail juga turut
membantu Terengganu menaklukan Kelantan, hubungan ini kemudian
diperkuat oleh adanya ikatan perkawinan antara Raja Ismail dengan
saudara perempuan Sultan Terengganu. Pengaruh Raja Ismail di kawasan
Melayu sangat signifikan, mulai dari Terengganu, Jambi, dan Palembang.
Laporan Belanda menyebutkan, Palembang telah membayar
3.000 ringgit kepada Raja Ismail agar jalur pelayarannya aman dari
gangguan. Sementara Hikayat Siak menceritakan tentang kemeriahan
sambutan yang diterima oleh Raja Ismail sewaktu kedatangannya ke
Palembang.
Pada abad ke-18, Kesultanan Siak telah menjadi kekuatan yang dominan
di pesisir timur Sumatra. Tahun 1780, Kesultanan Siak menaklukkan
daerah Langkat, dan menjadikan wilayah tersebut dalam
pengawasannya, termasuk wilayah Deli dan Serdang. Di bawah ikatan
perjanjian kerja sama dengan VOC, pada tahun 1784 Kesultanan Siak
membantu VOC menyerang dan menundukkan Selangor. Sebelumnya
mereka telah bekerja sama memadamkan pemberontakan Raja Haji
Fisabilillah di Pulau Penyengat.
D. Masa Keruntuhan Kerajaan Siak
Keruntuhan Kerajaan Siak diawali dengan ekspansi kolonialisasi
Belanda ke kawasan timur Pulau Sumatera. Ekspansi
kolonialisasi Belanda ke kawasan timur Pulau Sumatra tidak mampu
dihadang oleh Kesultanan Siak, dimulai dengan lepasnya Kesultanan
Deli, Kesultanan Asahan, Kesultanan Langkat, dan kemudian
muncul Inderagiri sebagai kawasan mandiri. Begitu juga di Johor, di mana
seorang sultan dari keturunan Tumenggung Johor kembali didudukkan, dan
berada dalam perlindungan Inggris di Singapura. Sementara Belanda
memulihkan kedudukan Yang Dipertuan Muda di Pulau Penyengat, dan
kemudian mendirikan Kesultanan Lingga di Pulau Lingga. Selain itu
Belanda juga mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan
mendirikan Residentie Riouw yang merupakan bagian dari
pemerintahan Hindia Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang.
Penguasaan Inggris atas Selat Melaka, mendorong Sultan Siak pada
tahun 1840 untuk menerima tawaran perjanjian baru mengganti perjanjian
yang telah mereka buat sebelumnya pada tahun 1819. Perjanjian ini
menjadikan wilayah Kesultanan Siak semakin kecil dan terjepit antara
wilayah kerajaan kecil lainnya yang mendapat perlindungan dari
Inggris. Demikian juga pihak Belanda menjadikan kawasan Siak sebagai
salah satu bagian dari pemerintahan Hindia Belanda, setelah memaksa
Sultan Siak menandatangani perjanjian pada 1 Februari 1858. Dari
perjanjian tersebut Siak Sri Inderapura kehilangan kedaulatannya,
kemudian dalam setiap pengangkatan raja, Siak mesti mendapat
persetujuan dari Belanda. Selanjutnya dalam pengawasan wilayah, Belanda
mendirikan pos militer di Bengkalis serta melarang Sultan Siak membuat
perjanjian dengan pihak asing tanpa persetujuan pemerintahan Hindia
Belanda.
Perubahan peta politik atas penguasaan jalur Selat Malaka, kemudian
adanya pertikaian internal Siak dan persaingan
dengan Inggris dan Belanda, melemahkan pengaruh hegemoni Kesultanan
Siak atas wilayah-wilayah yang pernah dikuasainya. Tarik ulur kepentingan
kekuatan asing terlihat pada Perjanjian Sumatra antara pihak Inggris dan
Belanda, menjadikan Siak berada pada posisi yang dilematis, berada dalam
posisi tawar yang lemah. Kemudian berdasarkan perjanjian pada 26
Juli 1873, pemerintah Hindia Belanda memaksa Sultan Siak, untuk
menyerahkan wilayah Bengkalis kepada Residen Riau. Namun di tengah
tekanan tersebut, Kesultanan Siak masih tetap bertahan sampai
kemerdekaan Indonesia, walau pada masa pendudukan
tentara Jepang sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak sudah tidak
berarti lagi.
Kendati demikian, Kesultanan Siak masih mampu bertahan sampai
masa kemerdekaan Indonesia. Barulah setelah Kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, sultan terakhir Siak, Sultan Syarif
Kasim II, menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.

E. Kehidupan Kerajaan Siak


1. Kehidupan politik Kerajaan Siak
Dalam kehidupan berpolitik masyarakat Siak sudah mengambil
metode Balai Kerapatan Tinggi sebagai tempat pengadilan umum. Di
mana pengadilan tersebut dipimpin langsung oleh Sultan Siak. Hampir
sama seperti politik pada umumnya Kesultanan Siak membagi kawasan
kekuasaan dalam dua arah yang berbeda, yaitu Hulu dan Hilir.
Tiap titiknya disebut dengan distrik, di mana setiap distriknya
dipimpin oleh orang bergelar datuk. Selain itu, ada kawasan tertentu
yang masih dipimpin oleh Kepala Suku. Sedangkan pada masa tersebut
istilah Orang Kaya adalah sebutan untuk orang yang memiliki jabatan
tertentu di Kesultanan Siak.
2. Kehidupan agama Kerajaan Siak
Sejak Islam masuk ke Wilayah Indonesia yang dibawa oleh
muballig, sejak saat itulah beberapa daerah terpengaruh untuk masuk
dalam dunia keislaman. Begitupula dengan Kerajaan Siak yang juga
berubah menjadi Kesultanan Siak. Dengan begitu bertambahlah pusat
penyebaran agama Islam di Melayu.
Sehingga mulai dari situlah semua sistem pemerintahan berganti dan
dirombak agar sesuai dengan syariat Islam. Meski begitu ada beberapa
tradisi yang masih terpengaruh dari ajaran nenek moyang. Seperti dalam
pembagian harta peninggalan mayit, masyarakat Siak telah
memberlakukan sebagaimana pembagian dalam Islam.
Namun, memang ada beberapa harta waris yang dikhususkan secara
adat Minangkabau. Seperti peninggalan berupa rumah yang disepakati
diberikan kepada anak perempuan saja.

3. Kehidupan ekonomi Kerajaan Siak


Dalam taraf ekonomi sendiri masyarakat Siak bisa dibilang
tercukupi. Apalagi ketika masa pemerintahan dari Sultan Alauddin.
Ada berbagai barang yang berhasil dihasilkan oleh masyarakatnya
seperti emas, padi, lilin, madu, dan bahan pengobatan lainnya. Selain
itu keadaan masyarakat juga makmur karena dipimpin oleh seorang
sultan yang terkenal jujur.

4. Kehidupan sosial Kerajaan Siak


Dalam kehidupan bersosial, masyarakat Siak tidak terlepas dari
yang namanya persaingan dan perebutan kekuasaan. Meski begitu
mereka juga memutuskan untuk bergabung dalam Republik Indonesia
setelah Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan.

5. Kehidupan budaya Kerajaan Siak


Seperti yang sudah diketahui bahwa kesultanan siak berada di Riau,
Sumatera. Oleh karenanya beberapa bentuk kebudayaannya didominasi
oleh Melayu. Pasalnya banyak dari penduduk Riau yang berasal dari
etnis Melayu. Selain itu, ada pula suku yang hidup di dalam hutan dan
keberadaannya diakui hingga dilindungi suku tersebut bernama Suku
Sakai.
Dulu mereka juga memiliki upacara adat sendiri yaitu Balimau
Sakai yang dilakukan ketika hendak menjelang bulan Ramadhan.
Karena seperti yang sudah dijelaskan kerajaan ini juga bercorak
keislaman.
Mereka juga memiliki kerajinan tersendiri seperti anyaman yang
dibentuk dengan beragam bahan. Mulai dari daun kelapa, daun rumbia,
daun rasau dan lain sebagainya. Kemudian akan jadi berbagai bentuk
pula sehingga bisa digunakan sebagai perabot rumah tangga.

F. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Siak


1. Istana Siak Sri Indrapura
Peninggalan selanjutnya yang juga cukup menarik dari Kerajaan
Melayu Islam ini adalah istana Siak Sri Indrapura yang ada di Jalan
Sultan Syarif Kasim, kabupaten Siak, Riau.
Istana Siak merupakan tempat kediaman Sultan Siak yang telah
dibangun sejak tahun 1723.Istana yang memiliki corak perpaduan antara
Melayu, Eropa, dan Timur Tengah ini berdiri di lahan seluas 32.000
ribu meter.
Istana Siak sendiri kerap dijadikan tempat eduwisata bagi masyarakat
yang ingin mengenal sejarah serta peninggalan Kerajaan Melayu Islam
yang sempat berada di puncak kejayaan pada abad ke-18 tersebut.
1. Rumah Singgah Tuan Kadi

Peninggalan Kerajaan Siak yang pertama adalah Rumah Singgah Tuan


Kadi yang berada di Desa Wisata Kampung Bandar Senapelan,
Pekanbaru. Rumah yang dibangun pada tahun 1928 ini terletak di tepian
sungai Siak. Rumah Singgah tuan Kadi merupakan rumah singgah bagi
Sultan Siak Sri Indrapura bila berkunjung ke Senapelan.
Rumah ini memiliki arsitektur bangunan yang cukup unik dan
menarik bagi wisatawan. Pemerintah daerah Pekanbaru sendiri kerap
mengadakan berbagai festival tak jauh dari rumah yang hampir
keseluruhan bangunan terbuat dari kayu tersebut.

3. Mahkota Kerajaan

Peninggalan menarik selanjutnya adalah Mahkota Kerajaan.


Kerajaan Siak memiliki mahkota kerajaan yang digunakan sebagai
simbol pemegang tampuk kekuasaan. Mahkota Kerajaan sendiri mulai
digunakan pada masa pemerintahan Sultan Siak ke-10, yaitu Assyaidis
Syarif Kasim Syaifuddin atau yang dikenal dengan Syarif Kasim I.
Mahkota kerajaan Siak terbuat dari lapisan emas yang bertabur
permata indah. Mahkota kerajaan Siak kini disimpan di Museum
Nasional Jakarta.
4. Patung Ratu Wilhelmina
Patung Ratu Wilhelmina merupakan peninggalan kerajaan Siak
selanjutnya yang masih ada hingga saat ini. Patung Ratu Wilhelmina
dibuat oleh Sultan ke-11, yaitu Syarif Hasyim Jalil Syaifuudin atau
dikenal dengan Sultan Syarif Hyasim II. Patung itu dibuat sebagai
bentuk rasa kekaguman sang Raja pada sang Ratu.
Patung Wilhelmina sendiri berbentuk setengah badan dan terbuat
dari tembaga. Meski telah berusia ratusan tahun, namun patung tersebut
masih terjaga dengan sangat baik

5. Patung Sultan Syarif Hasyim

Patung Sultan Syarif Hasyim yang terdapat di istana Siak terbuat


dari batu pualam seberat 120 kilogram. Sultan Syarif Hasyim sendiri
merupakan  tokoh pemimpin yang berhasil membawa kerajaan Siak
pada puncak kejayaan, baik dalam bidang ekonomi, politik, dan juga
pendidikan.
Konon, pemimpin yang dikenal karismatik serta mudah bergaul
kerap ini kerap mendapat perlakuan khusus dari bangsa Belanda.
Kepiawaiannya berdiplomatik membuatnya cukup dikagumi oleh
rakyat.

6. Masjid Raya Syahabuddin

Masjid Raya Syahabuddin atau yang lebih dikenal dengan Masjid


Raya Siak adalah salah satu masjid peninggalan dari kerajaan Siak pada
masa pemerintahan Sultan Siak ke-12, yaitu Sultan Al Said Al Kasyim
Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II pada tahun 1926.
Masjid Siak terletak di Jalan Sultan Ismail, Kampung
Dalam, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Selain digunakan sebagai tempat peribadatan, Masjid Raya
Syahabuddin juga merupakan bagian dari situs cagar budaya yang ada
di Pekanbaru. Di lingkungan komplek masjid sendiri terdapat
pemakaman Sultan Syarif Kasim II dan keluarganya yang kerap
dikunjungi para peziarah.

7. Gramofon Raksasa
Konon, alat musik berusia ratusan tahun ini terdapat dua di dunia,
yaitu di Istana Siak dan juga di Jerman. Pemutar musik ini dapat
memutar lagu-lagu klasik seperti Beethoven, Mozart dan juga Strauss.
Pemutar musik ini sendiri pertama kali dibawa oleh Sultan Siak pada
tahun 1896 setelah kunjungannya ke daratan Eropa. Gramofon
berukuran raksasa ini menjadi salah satu peninggalan Siak yang cukup
menarik dan juga unik.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
KesultananSiakSriInderapuraadalahsebuahKerajaanMelayuIslamyang
pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kerajaan ini didirikan
diBuantan oleh Raja Kecil, anak dari Sultan Mahmud Shah sultan
Kesultanan Johor yang dibunuh dan dilarikan ke Pagaruyung bersama
ibundanya Encik Apong. Raja kecil yang bergelar Sultan Abdul Jalil pada
tahun 1723, setelah sebelumnya terlibat dalam perebutan tahta Johor.
Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah
kerajaan bahari yang kuat dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di
pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaya di tengah tekanan
imperialismeEropa.
Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke Sambas di
Kalimantan Barat, sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara
Sumatera dan Kalimantan. Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari
persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di Selat
Malaka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir,
Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan
Republik Indonesia.

B. Saran
Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Misalnya dalam kesalahan ejaan, metodologi penulisan dan pemilihan kata
serta cakupan masalah yang masih kurang adalah diantara kekurangan
dalam makalah ini. Karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan
dalam penyempurnaan makalah ini.
DOKUMENTASI
Ruang kristal

Ruang pertemuan di istana siak


Pedang sultan

Anda mungkin juga menyukai