Anda di halaman 1dari 17

LANDASAN TEORITIS DAN EMPIRIS

PEMBELAJARAN TERPADU

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pembelajaran Terpadu

Dosen Pengampu: Sumianto, M.Pd.

Oleh Kelompok 1:
Anggi Tri Wulandari 2086206111
Azka Rafli Ibrahim 2086206137
Fitri Amalia 2086206143
Rosalind Dhelviana 2086206145
Sindi Silvitri 2086206084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang tiada terhingga
kekuasaan dan kekuatan-Nya, sumber segala kebenaran, yang membimbing dan
mempermudah pembuatan atau  penyusunan makalah ini.
Makalah ini mengkaji tentang “Landasan Teoritis dan Empiris Pembelajaran
Terpadu” Secara khusus makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas Pembelajaran
Terpadu yang dibimbing oleh Bapak Sumianto, M.Pd. Penghargaan dan ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam
penulisan makalah ini, semoga Allah yang Maha Pemurah membalas dengan kebaikan yang
berlipat ganda.
Penulis menyadari berbagai kekurangan dalam penulisan makalah yang mungkin
disebabkan karena adanya rasa subjektifitas  dalam menganalisa permasalahan ataupun 
kesalahan interpretasi. Oleh karena itu berbagai masukan sangat penulis harapkan untuk
perbaikan di masa yang akan datang.
Akhirnya dengan segala kesederhanaan makalah ini, Penulis berharap semoga
makalah ini dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi pembaca yang dapat  memperdalam
wawasan.

Bangkinang, 09 Oktober 2022

Penuli
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
A. Landasan teoritis dan empiris dalam pembelajaran terpadu ........................................3
B. Perkembangan Teori Pembelajaran Konstruktivisme .................................................3
C. Pelaksanaan dan Perkembangan Teori Jean Peaget ....................................................4
D. Pelaksanaan dan Perkembangan Teori Vigotsky ........................................................5
BAB III...................................................................................................................................7
PENUTUP...............................................................................................................................7
A. Kesimpulan....................................................................................................................7
B. Saran..............................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar adalah membangun penafsiran diri terhadap dunia nyata melalui
pengalaman-pengalaman dan interaksi, selanjutnya belajar merupakan proses aktif
untuk membangunkan pengetahuan. Kemudian pengajaran juga suatu proses
membangunkan pengetahuan dan mengkomunikasikan pengetahuan, sementara
belajar terstruktur bukan merupakan suatu tugas, tetapi meminta peserta didik
mempergunakan piranti secara aktual dalam situasi dunia nyata dan aktif
mempelajari masalah-masalah serta berpikir reflektif. Berpikir reflektif ini menjadi
dasar proses konseptualisasi di dalam memahami dan mengaplikasikan pengalaman
yang didapat pada situasi dan konteks lain. Pada dasarnya, penjelasan mengenai
bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran
siswa itu disebut teori belajar. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu
pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar
(Trianto, 2007). Suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar itu
sendiri adalah teori belajar kognitif. Belajar tidak hanya melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks. Menurut teori kognitif, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri
seseorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan
lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah, tetap mengalir, bersambung-
sambung, dan menyeluruh. Dalam aliran kognitif, penataan kondisi bukan sebagai
menyembah terjadinya belajar, melainkan sekadar memudahkan belajar. Keaktifan
individu dalam belajar menjadi unsur yang sangat penting dan menentukan proses
belajar. Munculnya cara belajar siswa aktif, keterampilan proses, dan penekanan
pada berpikir produktif merupakan bukti bahwa teori telah merambah praktik
pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana landasan teoritis dan empiris dalam pembelajaran terpadu?
2. Bagaimana Perkembangan Teori Pembelajaran Konstruktivisme?
3. Bagaimana Pelaksanaan dan Perkembangan Teori Jean Peaget?
4. Bagaimana Pelaksanaan dan Perkembangan Teori Vigotsky?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana landasan teoritis dan empiris dalam pembelajaran
terpadu.
2. Untuk mengetahui bagaimana Perkembangan Teori Pembelajaran
Konstruktivisme.
3. Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan dan Perkembangan Teori Jean
Peaget.
4. Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan dan Perkembangan Teori Vigotsky.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teoritis dan Empiris Dalam Pembelajaran Terpadu


Pembelajaran terpadu merupakan salah satu model

implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada

semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat SD/MI sampai dengan

SMA/MA, model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu

pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara

individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan

konsep serta prinsip secara holistik dan otentik.


a. Landasan Pemikiran
Pembelajaran terpadu dikembangkan dengan landasan pemikiran yaitu:

a) Progresivisme, menyatakan bahwa pembelajaran seharusnya

berlangsung secara alami, tidak artifisial.

b) Konstruktivisme, menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri

oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar

bermakna.

c) Developmentally Appropriate, menyatakan bahwa pembelajaran

harus disesuaikan dengan perkembangan usia dan individu yang

meliputi perkembangan kognisi, emosi, minat, dan bakat siswa.

b. Landasan Normatif
Landasan Normatif , menghendaki bahwa pembelajaran terpadu

hendaknya dilaksanakan berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai

oleh tujuan pembelajaran.

c. Landasan Praktis
 Landasan Praktis, bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan

memperhatikan situasi dan kondisi praktis yang dipengaruhi terhadap

kemungkinan pelaksanaanya mencapai hasil yang optimal.

d. Landasan Empiris

Sebagai negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa,

potensi ekonomi, dan beragamnya kemajuan pembangunan dari satu

daerah ke daerah lain, sekecil apapun ancaman disintegrasi bangsa

masih tetap ada.Maka, kurikulum harus mampu membentuk manusia

Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan

masyarakat untuk memajukan jatidiri 9 Materi Pelatihan Implementasi

Kurikulum 2013 Matematika SMP sebagai bagian dari bangsa Indonesia

dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa

Indonesia. Berbagai elemen masyarakat telah memberikan kritikan,

komentar, dan saran berkaitan dengan beban belajar siswa, khususnya

siswa sekolah dasar.Beban belajar ini bahkan secara kasatmata


terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke

sekolah.Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya

matapelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar.Maka, kurikulum pada

tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 tiga

kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung, dan pembentukan

karakter. Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah

secara nyata mempengaruhi secara negatif lingkungan alam.

Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air bersih adanya potensi

rawan pangan pada berbagai belahan dunia, dan pemanasan global

merupakan tantangan yang harus dihadapi generasi muda di masa kini

dan di masa yang akan datang. Kurikulum seharusnya juga diarahkan

untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap

lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan

pemecahan masalah secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan

ketahanan pangan. Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu

pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil riset PISA Program

for International Student Assessment,studi yang memfokuskan pada

literasi bacaan, matematika, dan IPAmenunjukkan peringkat Indonesia

baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil Riset

TIMSS Trends in International Mathematics and Science Study

menunjukkan siswa Indonesia berada pada rangking amat rendah

dalam kemampuan 1 memahami informasi yang komplek, 2 teori,

analisis dan pemecahan masalah, 3 pemakaian alat, prosedur dan


pemecahan masalah dan 4 melakukan investigasi. Hasil-hasil ini

menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum, yaitu tidak

membebani peserta didik dengan konten namun mengutamakan pada

aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua warga negara untuk

berperan serta dalam membangun negaranya pada abad 21.

B. Perkembangan Teori Pembelajaran Konstruktivisme


Teori belajar konstruktivisme bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky,
Piaget dan Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika
konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Keduanya
menekankan adanya hakekat sosial dari belajar. Pembelajaran kooperatif, berbasis
kegiatan dan penemuan merupakan pilihan yang sesuai untuk pembelajaran.
Hakekat dari teori konstruktivistik adalah bahwa siswa harus secara individu
menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi lain
apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Siswa berperan
aktif dalam pembelajaran, sedangkan guru adalah membantu membuat kondisi yang
memungkinkan siswa untuk secara mandiri menemukan fakta, konsep atau prinsip.
Menurut Wina Sanjaya (2008: 264) bahwa “konstruktivistik adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman. Guru bukanlah pemberi informasi, dan jawaban atas
semua masalah yang terjadi di kelas”. Selanjutnya Aunurrahman (2009: 28) bahwa:
“konstruktivistik memberikan arah yang jelas bahwa kegiatan belajar merupakan
kegiatan aktif dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan
sekedar merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta
saja”. Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan)
dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari
guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa
yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana
terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan
sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang
belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-
menerus (Suparno, 1997). Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan
berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata
(Trianto, 2010: 113). Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori
pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan
bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan aturan lama dan merevisinya
apabila aturan aturan tersebut tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja nenecahakan
masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan
ide ide. Menurut teori ini, suatu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan
adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan yang ada di benaknya. Guru
dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan
siswa untuk menemukan dan menerapkan ide ide mereka sendiri, dan
membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke
pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus
memenjatnya. Pada dasarnya aliran kontruktivissme menghendaki bahwa
pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci
utama dari belajar bermakna. Belajar bemakna tidak akan terwujud hanya dengan
mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. Prinsip
yang sering diambil dari kontruktivisme menurut suparno yaitu:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif,
2. Takanan dalam proses balajar terletak pada siswa.
3. Mengajar adalah membantu siswa belajar.
4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir.
5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan
6. Guru sebagai fasilitator Secara umum, prinsip prinsip tersebut berperan sebagai
referensi dan alat refleksi kritis terhadap praktik,pembaharuan,dan perencanaan
pendidikan. Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri. Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

C. Perkembangan Teori Jean Peaget


Menurut jean peaget, seorang anak maju melalui empat tahap
perkembangan kognitif,antara lain dan dewasa, yaitu tahap sensorimotor,pra
operasional operasi konkrit, dam oporasi formal, kecepatan perkembangan tiap
individu melalui tahapan ini berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah
satu dari tahap tersebut. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan
kemampuan intelek tual baru yang memungkinkan orang memahami duia dengan
cara yang semakin kompleks. Perkembangan sebagian bergantung pada seberapa
jauh anak aktif memanipulasi dan berinterasi aktif dengan lingkungan. Hal ini
mengindikasikan bahwa lingkungan dimana anak belajar sanagat menentukan
proses perkembangan kognitif anak. Adaptasi lingkugan dilakukan melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Menurut Slavin(1994: 32), asimilasi merupakan
penginterpretasian pengalaman pengalaman baru dalam hubungannya dengan
skema skema yang ada. Sedangkan akomodasi adalah pemodifikasian skema skema
yang ada untuk mencocokanya dengan situasi situasi yang baru. Proses pemulihan
kesetimbangan antara pemahaman saat ini dan pengalama pengalaman yang baru
disebut akuilibrasi.menurut piaget, Pembelajaran bergantung pada proses ini . saat
kesetimbangan terjadi, anak memiliki kesempatan bertumbuh dan berkembang.
Guru dapat mengambil keuntungan ekuilibrasi dengan menciptakan situasi yang
mengakibatkan ketidaksetimbangan, oleh karena itu menimbulkan keingintahuan
siswa. Piaget yakin bahwa pengalaman pengalaman fisik dan manipulasi
lingkunagan penting bagi terjadinya perubahan perkembnagan. Selain itu, ia juga
berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman sebayanya, kususnya
berargumentasi, berdiskusi, memantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya,
membuat pemikiran itu menjadi logis. Guru dapat menciptakan suatu keadaan atau
lingkungan belajar yang memadai agar siswa dapat menemukan pengalaman
pengalaman nyata dan terlibat langsung dengan alat atau media. Peranan guru
sangat penting untuk menciptakan situasi belajar sesuai dengan teori piaget.
Beberapa teori piaget dalam pembelajaran sebagai berikut:
1. Memfokuskan pada proses berpikir anak,tidak sekedar pada produknya.
Disamping itu dalam pengecekan kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami
proses yang di gunakan anak sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam
inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3. Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan. Bahwa seluruh
anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka
memperolehnya pada kecepatan yang berbeda.
Oleh karena itu guru harus melakukan upaya khusus untuk lebih menata
kegiatan kegiatan kelas untuk individu individu dan kelompo kelompok kecil anak
anak dari pada kelompok klasikal. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif
sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas tidak
menyajikan pengetahuan jadi, melainkan anak didorong untuk menemukan sendiri
pengetahuan itu melalui interaksi dengan lingkunganya. Oleh karena itu, Guru
dituntut untuk mempersiapkan beraneka ragam kegiatan yang memungkinkan anak
melakukan kegiatan secara langsung. Dari implikasi teori piaget diatas, jelaslah
guru harus mampu menciptakan keadaan belajar yang mampu untuk belajar sendiri
arinya, guru tidak sepenuhnya mengajarkan sesuatu bahan ajar kepada
pembelajar,tetapi guru dapat membangun pebelajar yang mampu belajar dan
terlibat aktif dalam belajar.
D. Perkembangan Teori Vigotsky
Teori vygotsky merupakan salah satu teori peting dalam psikologi
perkembangan. Teory vygotsky menekankan pada hakekat sosialkultural dari
pembelajaran. Menurut vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja
atau belajar menangani tugas tugas yang belum belum di pelajari namun tugas itu
masih berada dalam jangkauanya, Contoh dalam pembelajaran , yaitu ketika akan
mengajarkan materi hukum pembiasan cahaya, siswa harus memiliki prasyarat
pengetahuan yang berkaitan dengan cahaya, seperti siswa mudah memahami bahwa
lintasan cahaya pada medium homogen adalah lurus, siswa memberikan contoh
contoh pembiasan dan pemantulan cahaya dalam kehidupan sehari hari. Dengan
memiliki prasyarat pengetahuan seperti itu, maka dalamm menyampaikan materi
hukum pembiasan cahaya akan lebih mudah dipahami siswa, disamping
pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa tersebut. Ide penting lain yang
diturunkan dari teori Vygotsky adalah memberikan sejumlah bantuan yang besar
kepda seorang anak selama tahap tahap awal pembalajaran kemudian anak tersebut
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat
melakukan nya. Bantuan tersebur dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah kedalam langkah langkah pemecahan, memberikan contoh,
atau pun yang lain sehimgga memungkinkan siswa tumbuh mandiri, Contoh dalam
pembelajaran adalah pada pembelajaran eksperimen untuk membuktikan hukum
pemantulan cahaya, guru dapat memberikan bantuan kepada siswa berupa
penjelasan tentang langkahlangkah pelaksanaan eksperimen, atau bantuan berupa
diskusi tentang rangkuman materi yang berkaitan dengan pemantulan cahaya
Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pembelajaran sains. Pertama,
dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran koperatif antar siswa,
sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas tugas yang sulit dan saling
memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif didalam pikiran siswa..
Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scalffolding sehingga
siswa semakn lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaranya sendiri.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum
yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, model
pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik secara individual maupun kelompok aktif mencari,
menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik.
Landasan Pemikiran pembelajaran terpadu dikembangkan dengan landasan
pemikiran yang meliputi Progresivisme, Konstruktivisme, Developmentally, dan
Appropriate. Landasan Normatif menghendaki bahwa pembelajaran terpadu
hendaknya dilaksanakan berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan
pembelajaran. Landasan Praktis menyatakan bahwa pembelajaran terpadu
dilaksanakan dengan memperhatikan situasi dan kondisi praktis yang dipengaruhi
terhadap kemungkinan pelaksanaanya mencapai hasil yang optimal. Teori dalam
pembelajaran terpadu antara lain teori Jean Peaget, teori Kontruktivisme, dan teori
Vygotsky.

B. Saran
Masalah pembelajaran yang dihadapi para pendidik saat ini semakin
kompleks. Untuk itu para pendidik khususnya para guru di SD diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam menciptakan dan
mengembangkan model-model pembelajaran, agar dapat menunjang terciptanya
proses belajar mengajar di kelas yang lebih bermakna dan menyenangkan bagi
peserta didik salah satunya dengan menggunaakan model pembelajaran terpadu.
DAFTAR PUSTAKA

Indrawati. 2009. Model Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar . Jakarta: Pusat


Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu
Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA)

Tim Pengembang PGSD. 1996. Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan
Dasar . Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi

Trianto,2010, Model Pembelajaran Terpadu, Surabaya: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai