Anda di halaman 1dari 19

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND

LEARNING) & PENDEKATAN ETNOMATEMATIKA


(ETHNOMATHEMATICS)

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas matakuliah Model Pembelajaran


Matematika pada semester genap tahun akademik 2018/2019

dengan dosen pengampu Dr. Maulana, S.Pd., M.Pd.

Kelompok 10

Inne Wulan Trisnawati 1606765/ 02

Yhesi Yuwana Fuspitasari 1607122/ 23

Wini Nurlaeli 1600478/ 27

PAKET 3
(IPA, BAHASA, PKN)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim...
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt, yang berkat rahmat,
karunia, dan limpahan cinta dan kasih sayang-Nya, kita semua senantiasa berada
dalam perlindungan-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada
pembawa mukjizat Al-Qur‟an, kekasih Allah yang jauh di mata namun dekat di
hati, Nabi akhir zaman Muhammad saw, beserta keluarga dan para sahabatnya,
juga kepada kita sebagai umat pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam penulisan makalah ini kami mengambil judul, yaitu, Pendekatan
Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) & Pendekatan Etnomatematika
(Ethnomathematics).
Adapun tujuan ditulisnya makalah ini, yaitu untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Model Pembelajaran Matematika.
Dengan besar hati kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
terhadap makalah ini guna meningkatkan kualitas dan kesempurnaan di waktu
mendatang.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat positif dan
menambah wawasan, khususnya bagi kami sendiri dan umumnya bagi para
pembaca. Mudah-mudahan Allah swt. senantiasa melimpahkan rahmat, cinta, dan
kasih sayang-Nya kepada kita semua, sehingga dimudahkan dan dilancarkan
dalam segala urusan dunia dan akhirat, Amin

Sumedang, Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4
1. MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL ................................. 4
1.1 Pengertian dari Model Pembelajaran Kontekstual .............................. 4
1.2 Karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual ................................. 6
1.3 Komponen Model Pembelajaran Kontekstual .................................... 8
1.4 Sintak Model Pembelajaran Kontekstual ............................................ 10
2. MODEL PEMBELAJARAN ETNOMATEMATIKA ........................ 11
2.1 Sejarah Dan Pengertian Dari Pendekatan Etnomatematika ................ 11
2.2 Tujuan Dan Manfaat Pendekatan Etnomatematika ............................ 11
2.3 Pengaruh Etnomatika Dalam Pembelajaran Matematika.................... 12
2.4 Kelebihan Dan Kekurangan Dalam Pendekatan Etnomatika ............. 13
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 15
A. kesimpulan ........................................................................................... 15
B. saran ..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang
diperlukan di abad 21 dimana arus informasi sangat dinamis. Informasi dapat
diperoleh dari manapun dan kapanpun dari berbagai sumber yang belum tentu
dapat dipertanggungjawabakan kebenarannya. Untuk itulah diperlukan
kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian seorang yang memiliki
kemampuan berpikir kritis akan mampu menyaring informasi yang diterima
untuk kemudian dimanfaatkan sesuai kebutuhan.
Menyadari pentingnya kemampuan berpikir kritis, pemerintah
melalui lembaga-lembaga pendidikan formal khususnya, berusaha untuk
menumbuhkan kemampuan tersebut pada setiap peserta didiknya. Hal ini
tertuang dalam rasional pengembangan kurikulum 2013 yang mengungkapkan
bahwa dalam kurikulum 2013 pembelajaran yang dilaksanakan ialah
pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Dengan demikian setiap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan berorientasi
pada peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Termasuk didalamnya
pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika merupakan salah satu pembelajaran yang
berpotensi untuk dapat mengajarkan peserta didik berpikir kritis. Hal ini
didasarkan pada karakteristik matematika yang mempelajari pola berfikir, pola
mengorganisasikan pembuktian yang logis, yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat. Dengan demikian ketika peserta
didik belajar matematika maka mereka beljar pola berfikir. Pola berfikir ini dapat
di bedakan menjadi dua yaitu, berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi.
Berpikir tingkat tinggi ini memiliki beberapa kegiatan berpikir, dan salah satunya
ianalah berpikir kritis.

1
2

Meskipun telah disebutkan bahwa kegiatan matematika mampu


membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir kritis, tetapi kenyataanya
kemampuan berpikir kritis peserta didik di Indonesia masih rendah. Hal ini
terbukti dari hasil internasional Trends in Intternational Mathematics and Science
Study (TIMSS) yang menunjukan bahwa peserta didik di Indonesia secara
konsisten berada diperingkat bawah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa rumusan masalah yang
menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning)
a. Apa pengertian dari Model Pembelajaran Kontekstual ?
b. Apa karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual ?
c. Apa saja komponen Model Pembelajaran Kontekstual ?
d. Bagaimana Sintak Model Pembelajaran Kontekstual ?
2. Pendekatan Etnomatematika (Ethnomathematics)
a. Apa sejarah dan pengertian dari Pendekatan Etnomatematika
(Ethnomatematics) ?
b. Apa tujuan dan manfaat Pendekatan Etnomatematika ?
c. Bagaimana pengaruh Etnomatika dalam Pembelajaran Matematika ?
d. Apa saja kelebihan dan kekurangan dalam Pendekatan Etnomatika ?

C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan penyusunan makalah ini berdasarkan pada
rumusan masalah di atas yaitu sebagai berikut.
1. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning)
a. Menjelaskan pengertian dari Model Pembelajaran Kontekstual.
b. Mejelaskan karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual.
c. Menjelaskan komponen Model Pembelajaran Kontekstual.
d. Menjelaskan Sintak Model Pembelajaran Kontekstual.
3

2. Pendekatan Etnomatematika (Ethnomathematics)


a. Menjelaskan sejarah dan pengertian dari Pendekatan Etnomatematika
(Ethnomatematics).
b. Menjelaskan tujuan dan manfaat Pendekatan Etnomatematika.
c. Menjelaskan pengaruh Etnomatika dalam Pembelajaran Matematika.
d. Menjelaskan kelebihan dan kekurangan dalam Pendekatan Etnomatika.
BAB II

PEMBAHASAN

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

A. Definisi Kontektual
Kata kontekstual berasal dari kata konteks. Menurut Hasnawati
(dalam Isrok‟atun, hlm. 62) kontes berarti hal-hal yang berkaitan dengan ide-
ide atau pengetahuan awal seseorang yang diperoleh dari berbagau pengalaman
sehari-harinya. Berarti konteks ini berkaitan dengan hal-hal yang nyata terdapat
dalam kehidupan, hal nyata itu bisa berupa benda-benda ataupun peristiwa
yang terjadi di lingkungannya. Dalam kehidupan ini, manusia tidak akan
terlepas dari suatu peristiwa maupun benda-benda yang ada disekitarnya. Hal
nyata yang ada dalam kehidupannya dapat dipahami dengan berbagai cara,
salah satunya yaitu melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
yaitu wadah bagi siswa untuk mengenal dan menyadari penerapan ilmu
pengetahuan di dalam kehidupan. Hal ini bisa dilakukan melalui kegiatan
belajar kontruktivistik, yakni siswa secara mandiri membangun konsep materi
melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Menurut Shadiq & Mustajab (dalam Isrok‟atun, hlm. 62) Proses
asimilasi sendiri yaitu suatu proses dimana pengetahuan yang dimiliki siswa
(schema) sesuai dengan pengalaman baru yang diperoleh, sedangkan proses
akomodasi yaitu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang
sudah ada atau sesuai dengan pengalaman baru yang dialami. Proses asimilasi
yang dialami siswa dapat mempermudah adaptasi dalam menyusun hal atau
konsep materi sehingga struktur kognitif siswa berada dalam keadaan
seimbang, sedangkan dalam proses akomodasi, siswa tidak dapat menerima hal
baru atau pengetahuan awal tidak sejalan dengan konsep yang akan diajarkan
sehingga perlu perubahan schema yang dimiliki siswa atau mengembankan
dengan schema yang baru supaya terjadi suatu keadaan yang seimbang.
Proses kegiatan asimilasi dan akomodasi merupakan jalan dalam
menerapkan model pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran kontekstual
memiliki peran penting dalam memahami suatu konsep materi. Hal ini

4
5

dikarenakan model pembelajaran kontekstual merupakan suatu pola


pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan belajar nyata, sesuai dengan
yang terjadi dalam kehidupan.
Menurut Nurhadi (dalam Isrok‟atun, hlm.63) pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Jadi model pembelajaran kontekstual ini memberi
wawasan yang nyata kepasa siswa, mengenai materi ajar yang tidak asing
dalam kehidupan sehari-hari karena materi atau ilmu pengetahuan yang berada
disekitar siswa. belajar mengenai sesuatu yang nyata dan bermanfaat akan
memahami segala sesuatu yang ada pada kehidupan ini, dan juga sebagai jalan
untuk memastikan atau meluruskan pengetahuan awal yang mungkin saja
keliru sehingga dapat menerapkannya kembali dengan konsep yang benar
dalam kehidupan bermasyarakat.
Kegiatan belajar dengan menerapkan pembelajaran kontekstual juga
dapat memberikan pengalaman yang aplikatif bagi siswa. Dalam kegiatan
belajar, siswa diarahkan belajar secara mandiri untuk menggunakan
pengetahuannya dalam melakukan, mencoba, dan menerapkan ilmu
pengetahuan yang dapat berguna untuk memecahkan suatu masalah nyata
dalam kehidupan. Dalam menerapkan ilmu pengetahuan dilakukan berbagai
kegiatan seperti mengoperasikan benda nyata dan menghubungkan dengan
ilmu pengetahuan dengan konteks kehidupan nyata (yang sebenarnya).
Model pembelajaran kontekstual ini berkaitan dengan sesuatu yang
nyata atau konkret. Kegiatan pembelajaran menjadi jembatan penghubung bagi
siswa dalam memberi makna ilmu pengetahuan yang diperoleh, dari peristiwa
konkret yang terdapat dalam kehidupan ini. Dalam pembelajaran matematika
ini, model kontekstual menjadi fasilitas belajar bagi siswa dalam memahami
matematika yang bersifat abstrak melalui pembelajaran yang bersifat konkret.
Kegiatan pembelajaran matematika ini menggunakan benda-benda yang nyata
6

untuk dioperasikan siswa dalam mengontruksi materi ajar, serta


penggunaan peristiwa dalam konteks kehidupan sebagai topik materi ajar.
B. Karakteristik
Menurut Johson (dalam Isrok‟atun, hlm.64) terdapat 8 komponen
yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu :
1. Melakukan Hubungan yang Bermakna
Proses pembelajaran kontekstual memberikan kesempatan kepada
siswa secara langsung untuk terlibat dalam proses pembelajaran
matematika. Kegiatan belajar lebih menekankan pada aktivitas siswa untuk
memahami materi dalam konteks kehidupan, melalui kegiatan belajar
sendiri maupun belajar secara kelompok. Dalam kegiatan belajar terjalin
hubungan komunikasi yang bermakna sehingga memberikan manfaat bagi
siswa.
2. Melakukan Kegiatan-kegiatan yang Signifikan
Siswa melakukan berbagai kegiatan belajar dalam usaha mencari
hubungan antara materi yang ada di sekolah dengan peristiwa yang ada di
kehidupan nyata. Kegiatan belajar dilakukan siswa sebagai upaya untuk
memahami materi matematika, melalui kegiatan mengoperasikan benda
konkret dan belajar dalam konteks kehidupan.
3. Belajar yang Diatur Sendiri
Siswa melakukan kegiatan belajar yang telah diatur dalam langkah-
langkah pembelajaran sebagai upaya memahami materi dalam konteks
kehidupan. Pengaturan kegiatan belajar ini untuk melatih siswa dalam
berinteraksi dengan orang lain.
4. Bekerja Sama
Kegiatan belajar dilakukan secara berkelompok, siswa dan guru
secara efektif berkolaborasi membangun interaksi pembelajaran. Guru
membimbing siswa dalam belajar kelompok dan membantu mengatasi
kesulitan yang dialamu siswa. sedangkan
siswa berinteraksi dalam kegiatan kelompoknya guna memahami materi,
melalui kegiatan mengonstruksi ilmu pengetahuan dari peristiwa nyata
dalam kehidupan.
7

5. Berpikir Kritis dan Kreatif


Model pembelajaran kontekstual mampu mengembangkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Siswa dilatih untuk berpikir kritis dan
berpikir kreatif. Dengan berpikir kritis maka seseorang dapat mengatur,
menyesuaikan, mengubah, dan memperbaiki pikirannya sehingga ia dapat
mengambil keputusan untuk bertindak lebih tepat. Dalam kegiatan
pembelajaran kontekstual, siswa dilatih untuk berpikir kritis dalam
beragumen mengenai keterkaitan materi dengan peristiwa yang terdapat di
kehidupan secara logis. Hasil dari berpikir kritisnya pun diharapkan bisa
membuat siswa mampu memberikan solusi atau pemecahan masalah,
terhadap penilaian atau argumen yang telah ia berikan. Berdasarkan
kegiatan belajar secara mandiri, siswa dapat memberikan berbagai solusi
yang berbeda sebagai jalankeluar masalah yang dihadapi. Dengan
demikian, diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas mereka dalam
mencari solusi dari suatu permasalahan.
6. Mengasuh dan Memelihara Pribadi Siswa
Kegiatan pembelajaran diarahkan pada kegiatan-kegiatan positif,
yang bertujuan untuk menanamkan dan membiasakan siswa agar memiliki
kepribadian yang baik. Pribadi siswa dapat dibentuk melalui berbagai cara,
salah satunya melalui pembiasaan berperilaku dalam kegiatan
pembelajaran.
7. Mencapai Standar yang Tinggi
Model pembelajaran kontekstual ini melatih siswa agar memiliki
kompetensi akademis yang tinggi. Pembelajaran matematika tidak
dilakukan dengan cara menghafal dan berhitung saja, akan tetapi
pembelajaran dilakukan dengan menganalisis suatu peristiwa yang ada
dikehidupan untuk dapat diselesaikan menggunakan konsep matematika.
8. Menggunakan Penilaian Autentik
Penilaian autentik dalam model pembelajaran kontekstual
dilakukan berdasarkan hasil pertimbangan dari berbagai data, sebagai
gambaran perkembangan kemampuan siswa. data tersebut didapatkan
selama siswa melakukan berbagai kegiatan belajar saat proses
8

pembelajaran kontekstual. Penilaian tidak hanya dilakukan pada


akhir pembelajaran atau berdasarkan hasil ulangan saja, namun juga segala
sesuatu yang dilakukan siswa dalam rangka memahami materi.
C. Komponen
Menurut Hasibuan (dalam Isrok‟atun, hlm. 66) model pembelajaran
kontekstual memiliki 7 komponen dalam pembelajaran, yaitu:
1. Kontruktivisme (Contructivism)
Kontruktivisme adalah proses pembangunan pengetahuan siswa dari
pengalamannya sendiri. dengan demikian, sangat penting bagi siswa untuk
bisa membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya. Siswa pun
berperan sebagai subjek pembelajaran dan pengetahuan tidak ditransfer
secara langsung dari guru. Dalam kontruktivisme guru itu berperan penting
sebagai fasilitator, karena guru harus menjadikan atau menyajikan
pembelajaran yang relevan dan bermakna bagi siswa, memberikan siswa
kesempatan untuk membangun pengetahuannya, dan memotivasi siswa
untuk memakai caranya sendiri dalam belajar yang cocok dengan diri
siswa.
2. Menemukan (Inquiry)
Inkuiri berbeda dengan discovery. Dalam discovery siswa menggali dan
menemukan sesuatu yang sudah ada, sedangkan dalam inkuiri siswa
melakukan proses pembentukan dan pencarian suatu pengetahuan atau
konsep oleh siswa itu sendiri sehingga pengajar atau guru harus merancang
pembelajaran yang mengutamakan pada keaktifan siswa dalam membentuk
dan mencari konsepnya sendiri. cara ini secara tidak langsung memberi
tahu konsep kepada siswa sehingga siswa terdorong untuk berpikir terlebih
dahulu.
3. Bertanya (Questioning)
Menurut Sanjaya (dalam Isrok‟atun, hlm. 67) belajar pada hakikatnya
bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai
refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab
pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Maka
dari itu, dalam proses penerapan pendekatan kontekstual, siswa biasanya
9

didorong oleh guru dalam proses pencarian pengetahuan atau konsepnya


dengan cara diberi pertanyaan oleh guru.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam pembelajaran kontekstual, proses siswa mendapatkan
pemahamannya dibantu oleh adanya interaksi siswa dengan lingkungannya.
Guru bisa memfasilitasi hal ini dengan cara membentuk siswa menjadi
kelompok-kelompok yang heterogen, dan kemampuan siswa dalam satu
kelompok bermacam-macam sehingga diharapkan akan muncul interaksi
antar siswa. perbedaan kemampuan antar siswa juga akan mendorong
terjadinya tutor sebaya antara siswa yang pandai dengan yang kurang
pandai sehingga siswa dapat saling membantu dalam proses pemahaman.
5. Pemodelan (modelling)
Pemodelan disini berarti bahwa dalam proses pembelajaran harus ada
contoh, yang dalam pembelajaran kontekstual tidak harus selalu dilakukan
oleh guru namu bisa juga oleh siswa sendiri. siswa menjadi model yang
memodelkan sesuatu berdasarkan pengalamannya.
6. Refleksi (reflection)
Menurut Rostiawati dan Maulana (dalam Isrok‟atun, hlm. 67) pada setiap
akhir kegiatan kontekstual guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengingat kembali yang telah dipelajarinya, dengan menafsirkan
pengalamannya sendiri sehingga siswa dapat menyimpulkan tentang
pengalaman belajarnya. Hal ini bisa dilakukakan dengan cara guru
menanya kembali kepada siswa, apa saja yang telah siswa dapatkan pada
pembelajaran hari itu bisa dilakukan dengan sedikit permainan.
7. Penilaian Autentik (Authentic Assesment)
Penilaian autentik atau nyata, yakni guru melakukan penilaian terhadap
keadaan nyata dari perkembangan siswa sehingga penilaian lebih menitik
beratkan pada saat proses pembelajaran bukan dari hasil belajar saja.
Dengan demikian siswa tidak akan sia-sia dalam berproses. Berdasarkan
proses yang dilakukan oleh siswa dapat diketahui tingkat pemahaman
siswa, dalam prosesnya guru juga tidak hanya menilai pengetahuan siswa
atau kognitifnya saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotornya.
10

D. Sintak
Pelaksanaan model pembelajaran kontekstual dilakukan melalui beberapa
tahapan belajar. Tahapan belajar model pembelajaran kontekstual menurut
Sa‟ud (dalam Isrok‟atun, hlm.68) yaitu :
1. Tahap Invitasi
Dalam tahap invitasi, siswa didorong untuk berani mengemukakan
pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas oleh guru. Guru
dapat memulainya dengan cara memberikan pertanyaan mengandung
masalah tentang fenomena kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan
konsep yang akan dibahas. Pada bagian ini siswa diberikan kesempatan
untuk berpendapat dan mengomunikasikan pemahamannya tentang konsep
tersebut.
2. Tahap Eksplorasi
Pada tahap eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki serta
menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan
interpretasi data dalam sebuah kegiatam yang telah dirancang oleh guru.
Dalam tahap ini, siwa dapat berkelompok untuk melakukan diskusi tentang
permasalahan yang dibahas. Secara keseluruhan, tahap inni akan memenuhi
rasa keingintahuan siswa tentang fenomena kehidupan lingkungan
sekelilingnya.
3. Tahap Penjelasan dan Solusi
Dalam tahap ketiga ini siswa akan memberikan penjelasan tentang solusi
dari permsalahan tersebut, yang didasarkan pada hasil observasi dan
ditambah penguatan oleh guru sehingga siswa dapat menyampaikan
gagasan, membuat model, membuat rangkuman, dan juga ringkasan.
4. Tahap Pengambilan Tindakan
Pada tahap terakhir ini merupakan tahap yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan
dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan
lanjutan, serta mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok
yang berhubungan dengan pemecahan masalah.
11

MODEL PEMBELAJARAN ETNOMATEMATIKA

A. Sejarah dan Pengertian Pendekatan Etnomatematika (Ethnomatematics)


Penelitian tentang etnomatematika pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1977 oleh D‟Ambrosio, yang merupakan seorang matematikawan
Brasil. Secara bahasa, etnomatematika terdiri dari tiga kata yaitu awalan
“ethno” diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada
konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan
simbol. Yang kedua kata dasar “mathema” cenderung berarti menjelaskan,
mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean,
mengukur, mengklasifiksi, menyimpulkan, dan yang terakhir pemodelan.
Akhiran “tics” berasal dari techne, dan bermakna sama seperti teknik.

Sedangkan secara istilah etnomatematika dapat diartikan sebagai


matematika yang dipraktikkan oleh kelompok budaya, seperti masyarakat
perkotaan dan pedesaan, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia
tertentu, masyarakat adat dan lainnya (D‟Ambrosio dalam Zulkifli, M &
Dardiri, 2016: 226-227).

Etnomatematika merupakan kajian yang meneliti cara sekelompok orang


dari budaya tertentu dalam memahami, mengekspresikan, dan menggunakan
konsep-konsep serta praktik-praktik kebudayaannya yang digambarkan oleh
peneliti sebagai sesuatu yang matematis (Barton dalam Zulkifli, M & Dardiri,
2016: 223).
Jadi, pendekatan etnomatematika merupakan pendekatan dengan
mempraktikkan budaya untuk menanamkan konsep-konsep matematika.
B. Tujuan dan Manfaat Pendekatan Etnomatematika
Tujuan dari pendekatan etnomatematika adalah sebagai berikut :
a. Agar keterkaitan antara matematika dan budaya bisa lebih dipahami,
sehingga persepsi siswa dan masyarakat tentang matematika menjadi
lebih tepat dan pembelajaran matematika bisa lebih disesuaikan dengan
konteks budaya siswa dan masyarakat, dan matematika bisa lebih mudah
dipahami karena tidak lagi dipersepsikan sebagai sesuatu yang „asing‟
oleh siswa dan masyarakat.
12

b. Agar aplikasi dan manfaat matematika bagi kehidupan siswa dan


masyarakat luas lebih dapat dioptimalkan, sehingga siswa dan
masyarakat memperoleh manfaat yang optimal dari kegiatan belajar
matematika.
Manfaat dari pendekatan etnomatematika adalah sebagai berikut:
a. Dengan pengaitan antara matematika dan budaya akan mampu
meningkatkan kecintaan siswa terhadap budaya di lingkungannya.
b. Dapat memotivasi dan menstimulasi siswa dalam mengatasi kesulitan
atau kejenuhan belajar.
c. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Karena dalam pengembangan
pembelajarannya disesuaikan dengan kearifan lokal di lingkungan sekitar
sekolah.
d. Guru lebih mudah menanamkan nilai-nilai budaya yang merupakan
bagian dari karakter bangsa ke dalam diri siswa.
Jadi, tujuan dari pendekatan etnomatematika adalah untuk mengubah persepsi
siswa dan masyarakat yang menganggap bahwa matematika merupakan
sesuatu yang „asing‟. Manfaat dari pendekatan etnomatematika adalah untuk
memotivasi, meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan kecintaan
terhadap budaya, dan menanamkan nilai-nilai budaya dalam diri siswa.
C. Pengaruh Etnomatika Dalam Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika membutuhkan suatu pendekatan agar dalam
pelaksanaannya memberikan keefektifan. Sebagaimana salah satu tujuan
pembelajaran itu sendiri bahwa pembelajaran dilakukan agar peserta didik
dapat mampu menguasai konten atau materi yang diajarkan dan menerkannya
dalam memecahkan masalah. Untuk mencapai tujuan pembelajaran ini
mestinya guru lebih memahami faktor apa saja yang berpengaruh dalam
lingkungan siswa terhadap pembelajaran. Salah satu faktor yang berpengaruh
dalam pembelajaran adalah budaya yang ada di lingkungan masyarakat yang
siswa tempati
Etnomatematika merupakan penghubung antara matematika dan
budaya, bahwasannya setiap masalah dan pemecahan masalah bisa dengan
berbagai macam cara budaya yang ada dalam aktivitas masyarakat.
13

Melakukan pendekatan etnomatika dalam pembelajaran


memungkinkan untuk menghubungkan pembelajaran dengan budaya mereka
sendiri. Dalam pencarian satu masalah tentunya akan lebih mudah juga
karena memang berkaitan langsung dengan budaya dalam aktivitas
masyarakat. Dan juga membantu guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran
untuk dapat memfasilitasi siswa dengan baik dalam suatu materi.
Ada beberapa peran pendekatan etnomatika dalam pembelajaran
matematika (dalam Wahyuni, 2013) diantaranya
1. Mudah dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru
Pendekatan etnomatika memang pada dasarnya memiliki khas
kebudayaan dalam aktivitas masyarakat. Ketika pendekatan ini
dilakukan, maka otomatis siswa dalam memahami konten atau materi
yang diajarkan akan sangat mudah sebab mereka sudah bisa menerka
tentang permasalahan yang diberikan dan juga mampu memecahkan
permasalahan dengan mudah sebab masalah yang dihadapi dalam
pembelajaran matematika berkaitan dengan budaya mereka sendiri.
2. Hasil belajar meningkat
Pendekatan etnomatika akan memberikan hasil belajar siswa meningkat,
sebab ketika siswa sudah bisa memahami konten atau materi yan
diajarkan guru. Maka otamatis siswa akan mengerti dan paham untuk
menyelesaian permasalahan yang dihadapi dan membuat hasil dari
belajar siswa lebih meningkat adan bermakna, dikarenakan semua
permasalahan tentang matematika berkaitan dengan budaya dalam
aktivits masyarakat.
D. Kelebihan Dan Kekurangan Pendekatan Etnomatika
Setiap pendekatan pembelajaran memiliki kelebihan yang berbeda
dengan pendekatan lain diantaranya, kelebihan pendekatan etnomatika yaitu
matematika menjadi lebih realistik, sehingga mudah diterima oleh siswa,
pembelajaran etnomatika (melalui observasi) merupakan wahana belajar
sambil bermain dan outdoor learning bagi siswa, Memperkenalkan
kebudayaan kepada siswa, diharapkan siswa memiliki kepedulian untuk
14

melestarikannya, Memacu siswa untuk terus mensyukuri kenikmatan


tuhan atas benda disekitar kita.
Kemudian dalam pembelajaran etnomatika juga terdapat kekurangan,
salah satunya kesiapan guru dalam mengelola bahan budaya yang di
dalamnya terkandung unsur-unsur matematika.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika berbasis kontekstual menjadi fasilitas belajar bagi
siswa dalam memahami matematika yang bersifat abstrak melalui
pembelajaran yang bersifat konkret. Kegiatan pembelajaran matematika ini
menggunakan benda-benda yang nyata untuk dioperasikan siswa dalam
mengontruksi materi ajar, serta penggunaan peristiwa dalam konteks
kehidupan sebagai topik materi ajar.
Sedangkan pembelajaran matematika berbasis dapat disimpilkan bahwa
etnomatematika, dimana budaya berperan sebagai konteks yang ditampilkan
dalam bentuk permasalahan, memiliki relvansi dengan indikator-indikator
berpikir kritis. Dengan demikian diharapkan pembelajaran matematika
berbasis etnomatematika dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik, khususnya dalam meyelesaikan permasalahan yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan budaya
B. SARAN
Makalah ini disusun untuk menambah wawasan mengenai model
pembelajaran matematika. Di dalam pembuatan makalah dirasa masih ada
kekurangan salah satunya penggunaan buku sumber yag terbatas. Bagi
penyusun selanjutnya alangkah lebih baik jika menggunakan buku sumber
yang bervariasi sehingga akan memperluas pemahaman.

15
DAFTAR PUSTAKA

Isrok‟atun & Rosmala, A. (2018). Model-Model Pembelajaran Matematika.


Bandung: PT Bumi Aksara.

Wahyuni, A. (2013). Peran Etnomatika dalam membangun karakter bangsa.


Seminar Nasional Matematika dengan tema “penguatan peran matematika
dan pendidikan matematika untuk indonesia yang lebih baik” ISBN: 978-979-
16353-9-4. FMIPA UNY. Diakses 10 Maret 2019

Zulkifli, M & Dardiri. (2016). Etnomatematika dalam Sistem Pembilangan pada


Masyarakat Melayu Riau. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol.19, No.
2, 220-238. Diambil dari: http://ejournal.uin-suska.ac.id

16

Anda mungkin juga menyukai