BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung
bergelar Sultan Abdul Jalil pada tahun 1723, setelah sebelumnya terlibat
dalam perebutan tahta Johor. Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak
muncul sebaga sebuah kerajaan bahari yang kuat dan menjadi kekuatan
yang diperhitungkan di pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaya
di tengah tekanan imperialisme Eropa. Jangkauan terjauh pengaruh
kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan Barat, sekaligus
mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera dan Kalimantan.
1.3 Tujuan
BAB II
Namun tekanan datang silih berganti dari Tengku Said Ali kepada Sultan
Yahya maka Tengku Said Ali melakukan serangan sehingga memaksa
Sultan Yahya ke Iuar dari istana Siak Sri Indrapura tahun 1784, dan
menyingkir ke Kampar, dari sini ia pergi ke Melaka untuk berziarah
kemakam nenek moyangnya, akhir mangkat disana. Setelah Sultan
Yahya Abdul Jalil Nuzaffar Syah meninggal maka secara resmi
diangkatlah T. Sayed Ali naik tahta kerajaan Siak Sri Indrapura dengan
gelar "Sultan Assyaidis Syarif Ali Syaifuddin Baalawi" atau dipanggil T.
Sayed Ali sejak inilah sistem pemerintahan atau struktur pemerintahan
Siak Sri Indrapura keturunan Melayu-Arab. Sultan Assyaidis Syarif Ali
Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi sultan ketujuh memindahkan pusat
pemerintahan Sri Mempura "Kota Tinggi", dengan pertimbangan Kota
Tinggi terletak ditepi sungai Siak, dan memudahkan alur dagang. Masa
T. Sayyed Ali inilah kerajaan Siak melakukan penaklukan-penaklukan
seperti Kota Pinang, Pagarawan, Batu Bara, Badagai, Kualuh, Panai,
Bilah, Asahan, Serdang Langkat, Delim Temiang, Bangko, daerah Kubu,
pelalawan, Tanah Putih Kerajaan Sambasadi Kalimantan
Tengku Sayyed Ali adalah Sultan yang cakap dan ahli dalam strategi
perang, dan mampu menentukan para panglima perang yang punya
kemampuan perang, sehingga pada masa pemerintahaan beliau dapat
menaklukan mulai dari Temiang sampai kePelalawan, dari Tapung
sampai ke Sambas Kalimantan.
Pada tahun 1810 Tengku Sayyed wafat dan digantikan oleh Tengku
Sayyed Ibrahim anak Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syarifuddin.
Dia diangkat untuk menggantikan ayahandanya dengan gelar "Sultan”
syaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil KhaliIuddin Syah" yang merupakan
sultan kedelapan. Dalam menjalankan pemerintahan beliau pada
prinsipnya tidak sanggup karena beliau sering sakit sakitan, sebagai
pelaksanaan roda pemerintahan dijalankan Wali Sultan yakni "panglima
Besar Tengku Muhammad.
Pada tahun 1908 Sultan Hasyim wafat dan digantikan oleh putra
Mahkota yaitu Sayyed I Kasim yang pada waktu itu berumur 16 tahun.
Untuk sementara menjalankan roda pemerintahan diangkatlah dua
orang pejabat yang mewakili raja. Yaitu Tengku Besar Sayyed Syanf
Syagaf dan Datuk Lima Puluh meneri kerajaan.
Sultan kedua belas inilah yang merupakan Sultan terakhir kerajaan Siak
Sri Indrapura. Sejak diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945, maka dengan serta merta dan didorong oleh
Sultan Syarif Kasim II telah menyerahkan harta pusaka beserta dengan
istananya kepada pemenntah Indonesia, dan jelas mendukung
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
BAB III
Kesimpulan
1. Kerajaan Siak Sri Indrapura merupakan sejarah lokal namun tidak
dapat dipisahkan dari sejarah nasional.
2. Kerajaan Siak Sri Indrapura termasuk salah satu kerajaan besar, yang
memiliki hubungan dengan kerajaan Melaka, Johor-Riau
Daftar Pustaka
Ahmad Yatim, Inventarisasi Benda-benda Koleksi Bersejarah dalam
Istana Siak Sri
Indrapura, Mimeo, Pekanbaru, 1989
Andaya. Leonard Y, Kerajaan Johor 1641-1728, Di terjemahkan oleh
Samfuddin Jaafar,
n Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur,
1987
Anrooy, HA. Hijmana van, Catatan Tentang Kerajaan Siak, terjemahan
S.Panjaitan, 1973
H. Buyong Adil, Sejarah Johor, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur, 1980
Harsya, W Bachtiar, Prof. Sejarah Lisan di Indonesia, Sebuah Laporan, di
dalam Lembaran Beri ta Sejarah Lisan, ARNAS RI, Jakarta, 1981
Hall, WE, Sejarah Asia Tenggara, terjemahan Dewan Bahasa dan
Pustaka Malaysia, Kuala Lumpur, 1973
IG. Widja, DR. Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode
Pengajaran Sejarah, Depdikbud; Dikti, Jakarta, 1989