Anda di halaman 1dari 15

Kerajaan Siak Sri Indrapura

Disusun : untuk memenuhi tugas individu sejarah


Nama : M.RAFLI ARI SYAMBI
Kelas : X5

SMA 1 TELUK KUANTAN

KAB . KUANTAN SINGINGI


POV RIAU
TP 2022/2023
Kata pengantar
Puji syukur atas berkat rahmat Allah SWTsehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kerajaan Siak Sri Indrapura” .
Adapun tugas makalah ini untuk memenuhi tugas individu sejarah.
Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
kerajaan Siak Sri Indrapura dari awal pembangunan hingga
sekarang.Saya berterima kasih kepada Ibuk Wike Silfa M.pd yang telah
memberikan tugas ini sehingga saya dapat menambah pengetahuan
saya. Makalah ini jauh dari kata sempurna untuk itu saya nantikan kritik
dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
ABSTRAK
Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja Kecik
yang bergelar SultanAbdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor (Sultan
Mahmud Syah) dengan istrinya Encik Pong,dengan pusat kerajaan
berada di Buantan. Konon nama Siak berasal dari a sejenis tumbuh-
tumbuhan yaitu siak-siak yang banyak terdapat disitu. Siak sebuah
perkampungan yang memiliki sejarah yang amat panjang. Di
perkampungan ini cikal bakal terwujudnya sebuah peradaban dan
kebudayaan Melayu-Islam yang kental dengan nilai-nilai Keislaman
karena dahulu daerah Siak menjadi pusat peradaban Islam Melayu yang
berada di bawah imperium kesultanan malaka,sehingga begitu
kentalnya Siak dan ajaran Islam di Siak, yang berdampak dalam
peradaban, kebudayaan, dan adat.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................i
ABSTRAK.........................................................ii
DAFTAR ISI......................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG......................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH................................2
1.3 TUJUAN.......................................................2
1.4 MANFAAT.................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN KERAJAAN SIAK SRI
INDRAPURA.............................................................3
2.2 LATAR BELAKANG KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA
DIBANGUN......................................................4
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN..............................5
DAFTAR PUSTAKA...........................................6

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung
bergelar Sultan Abdul Jalil pada tahun 1723, setelah sebelumnya terlibat
dalam perebutan tahta Johor. Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak
muncul sebaga sebuah kerajaan bahari yang kuat dan menjadi kekuatan
yang diperhitungkan di pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaya
di tengah tekanan imperialisme Eropa. Jangkauan terjauh pengaruh
kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan Barat, sekaligus
mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera dan Kalimantan.

1.2 Rumusan Masalah

1.Bagaimana lika-liku sejarah kerajaan siak?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana lika liku perjalanan sejarah kerajaan siak.

BAB II

1.Sejarah Kerajaan Siak


Kata Siak Sri Inderapura, secara harfiah dapat bermakna Pusat kota raja
yang taat beragama, dalam bahasa Sanskerta, sri Berarti "bercahaya"
dan indera atau indra dapat bermakna raja. Sedangkan pura dapat
bermaksud dengan "kota" atau "kerajaan". Siak dalam anggapan
masyarakat Melayu sangat bertali erat dengan agama Islam, Orang Siak
ialah orang-orang yang ahli agama Islam, kalau seseorang hidupnya
tekun beragama dapat dikatakan sebagai Orang Siak. Siak yang semula
berada di bawah kekuasaan Johor-Riau sudah berakhir, sebab Raja Kecil
pada tahun 1723 mendirikan kerajaan yang berdiri sendiri di
“Buantan:". Beliau menjadi raja pertama dengan gelar "Sultan Abdul
Jalil Rakhmat Syah" (1723-1746). Kemudian pada masa pemerintahan
"Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah”Raja kedua, kerajaan Siak, resmi
namanya menjadi Siak Sri Indrapura, artinya kerajaan buantan
merupakan cikal bakal dari kerajaan Siak Sri Indrapura. Setelah
mangkatnya Raja kecil, Tengku Buang menaiki tahta kerajaan
menggantikan. Raja kecil dengan gelar Sultan Abdul Jalil Nuzaffar Syah
tahun 1146. Sultan kedua ini memindahkan ibu kota kerajaan dari
Buantan ke hulu sungai Siak yang bernama "Nempura", nama kerajaan
adalah Siak Sri Indrapura. Pada tahun 1765 Sultan Abdul Jalil Muzaffar
Syah wafat, maka sebagai pengganti beliau diangkatlah putra Tengku
lsmail dengan gelar "Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah". Sebelum
meninggal ayahnya berwasiat agar tidak mengadakan hubungan
dengan Belanda, dan jangan sampai terjadi perselisihan atau perang
sesame saudara, dan apabila pamannya Raja Alamuddin kembali ke
Siak harus menyerahkan tahta kerajaan kepada pamannya, demi
menentukan eksentensi kerajaan Siak Sri Indrapura. Rupanya Belanda
mulai melirik atas pengangkatan Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah, dan
mulailah Belanda menjalankan "Politik devide et impera", politik pecah
belah dalam upaya melakukan kembali intervensi terhadap kerajaan
Siak Sri lndrapura yang sebelumnya mengalami kegagalan, karena
kekalahannya dalam perang Guntung. Dengan mematuhi wasiat dari
ayahnya, maka Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah menyerahkan tahta
kerajaan kepada pamannya Raja Alamuddin dengan gelar "Sultan Abdul
Jalil Alamuddin Syah dengan kurun waktu 1166-1180. Pada masa inilah
Belanda mulai melakukan intervensi dan menanamkan pengaruhnya di
kerajaan Siak Sri lndrapura, karena Belanda juga berperan untuk
menjadikan Raja Alamuddin Sebagai Raja di Siak Sri Indrapura. Namun
hal ini membuat Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah tidak merasa senang
atas eksistensi Belanda di Siak Sri Indrapura. Kemudian Belanda ikut
pula dalam bidang politik, misalnya memecah belah para pembesar
kerajaan, dan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah banyak tahu bahwa
sebagian dart pembesar kerajaan tidak menyenanginya karena ikut
campur tangannya Belanda dalam pengangkatanya sebagai Sultan. Atas
beberapa pertimbangan, maka Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah
memindahkan ibu kota kerajaan dari Mempura ke Senapelan pada awal
tahun 1767. Akhirnya Senapelan menjadi ramai dengan jalur
perdagangan , dan dibangun pula sebuah Pekan (pasar) yang baru yang
disebut “Bandar Pekan”, akhirnya lebih dikenal menjadi

“Pekanbaru”, yang sekarang menjadi ibu kota provinsi Riau.

Setelah Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah wafat tahun 1780,


danbeliaudigantikan oleh putranya Tengku Muhammad Ali dengan
gelar "Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Sebelum
diangkat beliau adalah Panglima Besar Kerajaan,tahun 1760 berhasil
menggagaIkan Belanda untuk menguasai Siak Sri Indrapura.

Sultan ini tidak lama memegang kendali pemerintahan, karenabeliau


diangkat sebagai Sultan kelima kerajaan Siak Sri Indrapura daIam usia
lanjut, masa pemerintahnya beliau. terus mengembangkan bidang
perekonomian dan perdagangan, disamping itu juga membuka
hubungan dagang dengan daerah tentangga .Minangkabau, yaitu
melalui Muara Mahat ke Payakumbuh. Demikian pula perdagangan
dengan luar negeri (Singapura).

Setelah wafat anak pertama beliau Tengku Yahya dinobatkan sebagai


Raja keenam Siak Sri Indrapura dengan gelar "Sultan Yahya Abdul JaIil
Muzaffar Syah tahun 1782. Dia diangkat sebagai Sultan sesudah
meninggalnya Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Nuazam Syah

Sistem pemerintahnya tidak berjalan baik, karena anak Tengku Embung


Badariyah yang bernama "Tengku Said Ali" menginginkan pula sebagai
sultan kerajaan Siak Sri Indrapura. Akibat tekanan dari Tengku Said Ali
ini, akhirnya Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah memindahkan
ibukota kerajaan kembali ke Mempura, untuk menghindarikan
pertentangan dengan Tengku Said Ali.

Namun tekanan datang silih berganti dari Tengku Said Ali kepada Sultan
Yahya maka Tengku Said Ali melakukan serangan sehingga memaksa
Sultan Yahya ke Iuar dari istana Siak Sri Indrapura tahun 1784, dan
menyingkir ke Kampar, dari sini ia pergi ke Melaka untuk berziarah
kemakam nenek moyangnya, akhir mangkat disana. Setelah Sultan
Yahya Abdul Jalil Nuzaffar Syah meninggal maka secara resmi
diangkatlah T. Sayed Ali naik tahta kerajaan Siak Sri Indrapura dengan
gelar "Sultan Assyaidis Syarif Ali Syaifuddin Baalawi" atau dipanggil T.
Sayed Ali sejak inilah sistem pemerintahan atau struktur pemerintahan
Siak Sri Indrapura keturunan Melayu-Arab. Sultan Assyaidis Syarif Ali
Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi sultan ketujuh memindahkan pusat
pemerintahan Sri Mempura "Kota Tinggi", dengan pertimbangan Kota
Tinggi terletak ditepi sungai Siak, dan memudahkan alur dagang. Masa
T. Sayyed Ali inilah kerajaan Siak melakukan penaklukan-penaklukan
seperti Kota Pinang, Pagarawan, Batu Bara, Badagai, Kualuh, Panai,
Bilah, Asahan, Serdang Langkat, Delim Temiang, Bangko, daerah Kubu,
pelalawan, Tanah Putih Kerajaan Sambasadi Kalimantan

Tengku Sayyed Ali adalah Sultan yang cakap dan ahli dalam strategi
perang, dan mampu menentukan para panglima perang yang punya
kemampuan perang, sehingga pada masa pemerintahaan beliau dapat
menaklukan mulai dari Temiang sampai kePelalawan, dari Tapung
sampai ke Sambas Kalimantan.

Pada tahun 1810 Tengku Sayyed wafat dan digantikan oleh Tengku
Sayyed Ibrahim anak Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syarifuddin.
Dia diangkat untuk menggantikan ayahandanya dengan gelar "Sultan”
syaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil KhaliIuddin Syah" yang merupakan
sultan kedelapan. Dalam menjalankan pemerintahan beliau pada
prinsipnya tidak sanggup karena beliau sering sakit sakitan, sebagai
pelaksanaan roda pemerintahan dijalankan Wali Sultan yakni "panglima
Besar Tengku Muhammad.

Sultan inilah melakukan hubungan kerjasama dengan Inggris, pada


tanggal 31 Agustus 1818 diikat suatu perjanjian dagang, yang di Tanda
Tangani . oleh Sultan Siak Sultan Ibrahim dan pihak Inggrid Kolonel
William Forguhar. Namun Kontak dagang tersebut diketahui oleh
Belanda, maka oleh Gubernur Belanda di Malaka A Corperus mengirim
utusan "Kapten D. Buys" ke Siak untuk mengecek kebenarannya, dan
sekaligus mengadakan perjanjian dengan Siak tahun 1822 di Bukit batu.
Isinya agar Siak tidak boleh mengadakan hubungan dengan negara lain,
kecuali dengan Belanda.

Akibatnya sultan menghadapi dua negara yakni Inggris dan Belanda,


namun Sultan terlalu lemah dan tekanan dari ke dua Negara agresor
tersebut menyebabkan Sultan seakan akan terombang ambing oleh
dunia politik Eropa. Demikian pula konflik orang orang besar kerajaan,
terutama dari puteranya Sultan sendiri bernama "Tengku Putera". Pada
masa pemerintahannya inilah didirikan istana Siak Sri Indrapura di
"Kuala mempura Kecil", sekaligus sebagai tempat peristirahatan beliau,
tahun 1827 beliau mangkat.

Setelah Sultan Sayed Ibrahim wafat, maka ia digantikan oleh Tengku


Sayyed Ismail yakni anak saudara Sultan bernama Tengku Mandah yang
kawin dengan Tengku Muhammad. yang bergelar “Sultan Assyaidis.
Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin “sultan ke sembilan.

Dengan pengangkatannya itu terjadi perselisihan dengan putera Sultan


Ibrahim yakni Tengku Putera, karena ia juga ingin menjadi sultan Akibat
perselisihan tersebut Siak menjadi lemah, hal ini menyebabkan daerah
daerah yang ditaklukannya itu masa moyangnya melepaskan diri dari
kerajaan Siak Sri Nndrapura. Belanda pun ikut memainkan politiknya,
hal ini dengan di tandainya perjanjian atas Deli, Serdang, Langkat, dan
Asahan masuk ke dalam kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda pada
tanggal I februari 1858.

Sementara itu terjadi pula perselisihan di kalangan istana, di mana


keluarga sultan yang tidak senang atas perjanjian antara Belanda
dengan Sultan. Sultan Syarif Ismail wafat pada tahun 1864 sehingga
digelar “Marhum Indrapura”.

Setelah wafatnya Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin


maka diangkatlah Sayed Kasim sultan kesepuluh dengan gelar “Sultan
Assyaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1864. Lebih
populer disebut Sultan Syarif Kasim I.
Sejak la diangkat campur tangan Belanda sangat nampak sekali,
sehingga pengangkatan Sultan Syarif Kasim I ini kabarnya dilakukan
setelah mendapat restu “Ratu Belanda”. Di dalam pemerintahan Sultan
di tempatkan pula seorang wakil pemerintah Belanda yang disebut
“controleur”.

Sementara itu pihak Kolonialisme Belanda yang terus melakukan


konsolidasi pemerintahan di daerah pesisir timur Sumatera melihat
prospek yang sangat baik bagi pengembangan perdagangan di masa
datang. Untuk mempersiapkan hal itu, Belanda membentuk
keresidenan baru yaitu keresidenan Sumatera Timur yang berpusat di
Bengkalis, berdasarkan “Putusan Gubernemen tanggal 15 Mei 1813
nomor 13” Wilayahnya meliputi antara lain Siak dan sekitarnya.
Demikianlah Siak Sri Indrapura selama pemerintahan Sultan Syarif
Kasim I, tahun 1889 beliau meninggal digelari dengan nama “Marhum
Mahkota”. Mangkatnya Sultan Syarif Kasim I tanggal 21 Oktober 1889
oleh para pembesar kerajaan memilih puteranya bemama Tengku Ngah
sebagai Sultan kesebelas, dengan gelar “Sultan Assyaidis Syarif Hasyim I
Abdul Jalil Syafuddin”. Pada masa pemerintahannya terjadi penciutan
struktur pemerintahan kerajaan, yaitu jabatan Wakil Raja yang
sebelumnya ada dihapuskan.

Perlawanan beliau ke Eropa tahun 1889 dalam rangka menghadiri


penobatan “Ratu Wilhelmina” di negeri Belanda sangat besar artinya,
terutama dalam wawasan memerintah kerajaan Siak Sri Indrapura,
kemudian untuk membangun istana kerajaan, membuka kebun secara
besar besaran, membel dan membangun toko-toko di Singapura, dan
menggalakan perdagangan.
Sultan ini berhasil membawa kerajaan Siak mencapai kescjahteraan
bagi rakyatnya, kendatipun pemerintahannya di bawah bayang bayang
pemerintah Belanda. Karya karya besar yang telah dibukukan masa
pemerintahnya adalah : Terciptanya semacam “Konstitusi” dari
kerajaan Siak Sri Indrapura yang disebut dengan “Bab-Alkewa’id”,
artinya Pintu Segala Pegangan. Bendirinya Istana “Asserayah
AlHasyimuah”, Balaicung Sari, dan sebagainya.

Pada tahun 1908 Sultan Hasyim wafat dan digantikan oleh putra
Mahkota yaitu Sayyed I Kasim yang pada waktu itu berumur 16 tahun.
Untuk sementara menjalankan roda pemerintahan diangkatlah dua
orang pejabat yang mewakili raja. Yaitu Tengku Besar Sayyed Syanf
Syagaf dan Datuk Lima Puluh meneri kerajaan.

Selama tujuh tahun lamanya pemerintahan Siak Sri Indrapura


dijalankan oleh dua wakil raja tersebut, karena Sultan Sayyed Kasim
masih menimba pengetahuannya di Batavia. Barulah pada tanggal 3
Maret 1915 dalam usia 23 tahun dan memiliki kematangan usia dan
wawasan ilmu pengetahuan, siap mental dan fisik. Sayyed Kasim
dinobatkan meryadi Sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura kedua belas
dengan gelar “Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin.

Sultan kedua belas inilah yang merupakan Sultan terakhir kerajaan Siak
Sri Indrapura. Sejak diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945, maka dengan serta merta dan didorong oleh
Sultan Syarif Kasim II telah menyerahkan harta pusaka beserta dengan
istananya kepada pemenntah Indonesia, dan jelas mendukung
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
BAB III
Kesimpulan
1. Kerajaan Siak Sri Indrapura merupakan sejarah lokal namun tidak
dapat dipisahkan dari sejarah nasional.
2. Kerajaan Siak Sri Indrapura termasuk salah satu kerajaan besar, yang
memiliki hubungan dengan kerajaan Melaka, Johor-Riau

3. Pusat pemerintahan kerajaan Siak Sri Indrapura selalu berpindah-


pindah, kepindahan tersebut dilakukan oleh Sultan yang memerintah
pada waktu itu, baik pertimbangan politik, keamanan, maupun
ekonomi dan perdagangan.

4. Kerajaan Siak Sri Indrapura merombak tradisi lama, yakni melakukan


perkawinan dengan keturunan lain, khususnya Arab, sehingga. sebagian
Sultan yang memerintah Siak merupakan keturunan Arab-Nelayu. Gelar
kebangsawanan terjadi perubahan, sehingga dikenal dengan
"Assyaidis" atau Sayyed".

5. Kerajaan Siak Sri Indrapura telah memberikan konstribusi baik untuk


daerah setempat maupun daerah lain, terutama peninggalan-
peninggalan yang masih ada sampai sekarang.
Saran
1. Sebagai subjek didik, pendidik dan pengajar sejarah wajib
mengetahui dan memahami eksistensi kerajaan Siak Sri Indrapura,
sebagai salah satu sejarah lokal, dan tidak terpisahan dari sejarah
nasional.

2. Sebagai generasi menerus sudah sewajarnya untuk mencintai


peninggalan sejarah, dan dapat selalu dilestarikan, sehingga dapat pula
dinikmati oleh generasi-generasi yang akan datang.

3. Pelajarilah sejarah Siak Sri Indrapura dari berbagai aspek, dan


lakukanlah penelitian secara ilmiah dengan berdasarkan historiografi
Indonesia.

Daftar Pustaka
Ahmad Yatim, Inventarisasi Benda-benda Koleksi Bersejarah dalam
Istana Siak Sri
Indrapura, Mimeo, Pekanbaru, 1989
Andaya. Leonard Y, Kerajaan Johor 1641-1728, Di terjemahkan oleh
Samfuddin Jaafar,
n Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur,
1987
Anrooy, HA. Hijmana van, Catatan Tentang Kerajaan Siak, terjemahan
S.Panjaitan, 1973
H. Buyong Adil, Sejarah Johor, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur, 1980
Harsya, W Bachtiar, Prof. Sejarah Lisan di Indonesia, Sebuah Laporan, di
dalam Lembaran Beri ta Sejarah Lisan, ARNAS RI, Jakarta, 1981
Hall, WE, Sejarah Asia Tenggara, terjemahan Dewan Bahasa dan
Pustaka Malaysia, Kuala Lumpur, 1973
IG. Widja, DR. Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode
Pengajaran Sejarah, Depdikbud; Dikti, Jakarta, 1989

Anda mungkin juga menyukai