BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penemuan artifak seperti tulang,batu,dan sisi makanan penghuni di
gua rantau asia tenggara termasuk di malaysia menunjukkan adanya sebaran
ke budayaan pada zaman prasejarah.menurut yijing melayu ialah sebuah
kerajaan bebas.pada lewat abad ke 7 sami yijing merekamkan bahwa pada kali
kedua beliau pulang semula ke melayu pada tahun 685 m,ia telah di tawan
oleh Srivijaya dan sebelumnya dalam tahun 671,beliau membuat melayu
masih sebuah kerajaan bebas.
melayu telah meluaskan pengaruh pada kawasan kawasan
mengeluarkan emas di daerah pedalaman sumatra.perkembangan ini
menambah martabat melayu yg berdagang berbagai barangan
tempatan,termasuk emas.dengan para pedagang asing,kebangkitan kembali
Melayu dapat dilihat pada Patung Grahi. Pada tahun 1183 M di Thailand
selatan, disebutkan perintah daripada Maharaja Srimat Trailokyaraja
Maulibhusana Warmadewa kepada penguasa Grahi yang bernama
Mahasenapati Galanai dan pembuat patung bernama Mraten Sri Nano supaya
membuat patung Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin.
Ketika itu, Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa
merupakan Raja Melayu di Dharmasraya.
Perkataan bhumi malayu juga telah dipahatkan dalam tahun 1286 pada
sebuah patung Padang Roco di hulu sungai Batanghari (termasuk kawasan
negeri Dharmasraya sekarang). Sebelumnya, dalam Pararaton juga telah
disebutkan Pamalayu iaitu suatu ekspedisi "menaklukan melayu" yang terjadi
pada tahun 1275 M. Menurut Ensiklopedia Malaysia, tulisan India silam
dalam Ramayana dan Vayu Purana (abad ke-3 SM), perkataan bahasa Sanskrit
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada masa sebelum kekuatan Eropa Barat mampu menguasai daratan dan
perairan Asia Tenggara, belum ada Indonesia. Nusantara yang sekarang kita kenal
sebagai Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan tanah yang dikuasai oleh berbagai
kerajaan dan kekaisaran, kadang-kadang hidup berdampingan dengan damai
sementara di lain waktu mereka berada pada kondisi berperang satu sama lain.
Nusantara yang luas ini kurang memiliki rasa persatuan sosial dan politik seperti
yang dimiliki Indonesia sekarang.
Jauh sebelum Indonesia resmi merdeka para masyarakat kuno nusantara telah
mengenal sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan. Kerajaan di Nusantara
didirikan oleh para pedagang dari negeri tetanga dan negeri lainya seperti China,
India, dan Arab. Indonesia yang saat itu menjadi jalur strategis pelayaran menjadi
salah satu faktor para pedagang masuknya aliran Hindu-Budha yang dibawa oleh
pedagang dari Cihna yang menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan di Indonesia.
Salah satu kerajaan yang pernah berdiri dan berkuasa di Pulau Sumatera
adalah Kerajaan Siak Sri Indrapura. Kebesaran kerajaan ini dapat dilihat dari
Istana Siak Sri Indrapura yang masih berdiri hingga saat ini. Istana Siak Sri
Indrapura berlokasi di Sri Indrapura, Kp. Dalam, Kabupaten Siak, Riau. Istana ini
memiliki nama lain yaitu Istana Asserayyah Hasyimiah atau Istana Matahari
Timur. Saat ini, Istana Siak Sri Indrapura sudah berstatus sebagai cagar budaya
yang ditetapkan pada tanggal 3 Maret 2004.
Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja Kecik
yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor (Sultan Mahmud
Syah) dengan istrinya Encik Pong, dengan pusat kerajaan berada di Buantan.
4
Konon nama Siak berasal dari nama sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu siak-siak
yang banyak terdapat di situ. Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak berada
dibawah kekuasaan Johor. Yang memerintah dan mengawasi daerah ini adalah
raja yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Johor. Namun hampir 100 tahun
daerah ini tidak ada yang memerintah. Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang
ditunjuk untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut.
Pada awal tahun 1699 Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud
Syah II mangkat dibunuh Magat Sri Rama, istrinya yang bernama Encik Pong
pada waktu itu sedang hamil dilarikan ke Singapura, terus ke Jambi. Dalam
perjalanan itu lahirlah Raja Kecik dan kemudian dibesarkan di Kerajaan
Pagaruyung Minangkabau. Sementara itu pucuk pimpinan Kerajaan Johor
diduduki oleh Datuk Bendahara tun Habib yang bergelar Sultan Abdul Jalil
Riayat Syah.
Setelah Raja Kecik dewasa, pada tahun 1717 Raja Kecik berhasil
merebut tahta Johor. Tetapi tahun 1722 Kerajaan Johor tersebut direbut
kembali oleh Tengku Sulaiman ipar Raja Kecik yang merupakan putera
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Dalam merebut Kerajaan Johor ini, Tengku
Sulaiman dibantu oleh beberapa bangsawan Bugis. Terjadilah perang saudara
yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada kedua belah pihak,
maka akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri. Pihak Johor
mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke Bintan
dan seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir Sungai Buantan (anak
Sungai Siak). Demikianlah awal berdirinya kerajaan Siak di Buantan. Namun,
pusat Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan.
Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya yang masih kecil dan
sedang bersekolah di Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dan baru
pada tahun 1915 beliau ditabalkan sebagai Sultan Siak ke-12 dengan gelar
Assayaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dan terakhir terkenal dengan
nama Sultan Syarif Kasim Tsani (Sultan Syarif Kasim II). Bersamaan dengan
diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, beliau pun
mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak dan tak lama kemudian
beliau berangkat ke Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bergabung
dengan Republik Indonesia sambil menyerahkan Mahkota Kerajaan serta
uang sebesar Sepuluh Ribu Gulden. Dan sejak itu beliau meninggalkan Siak
dan bermukim di Jakarta.Baru pada tahun 1960 kembali ke Siak dan mangkat
di Rumbai pada tahun 1968.
Istana Siak ini terdiri dari dua lantai dan berdenah segi empat silang.
Gaya arsitektur bangunannya tampak menggabungkan gaya Melayu, Arab,
dan Eropa. Setiap sudut bangunan terdapat pilar bulat dengan ujung
puncaknya ada hiasan burung garuda. Pindu dan jendela istana dirancang
dengan bentuk kubah serta dihiasi mozaik kaca. Ada 15 ruangan dari dua
lantai Istana Siak. Lantai satu terdiri dari enam ruangan. Sementara lantai dua
terdiri dari sembilan ruangan. Adapun enam ruangan di lantai satu berfungsi
sebagai tempat sidang dan ruangan untuk menerima tamu. Sedangkan
sembilan ruangan pada lantai dua berfungsi sebagai tempat peristirahatan
Sultan dan tamu-tamu kerajaan. Saat ini Istana Siak Sri Indrapura berfungsi
sebagai destinasi wisata sejarah di Provinsi Riau. Istana ini menjadi museum
tempat menyimpan benda-benda peninggalan Kerajaan Siak.
7
1) Tentang raja
* 25 februari 2017
Penambalan putra mahkota kerajaan Indragiri sebagai Sultan Indragiri ke-27,
Tengku Parameswara Arif, SH.
* Jan. 2017
Indragiri akan memiliki Raja baru. Direncanakan, penambalan putra mahkota
kerajaan Indragiri ke-27 ini akan dilaksanakan pada 25 Februari 2017 di
Replika Istana Kerajaan Indragiri di Danau Raja Rengat Indragiri Hulu. Putra
Mahkota yang akan ditabalkan adalah Tengku Alimahara yang merupakan
putra dari Tengku Muhammad, Raja Indragiri ke-26 yang sudah mangkat.
– Sumber: https://kumparan.com/edi-liem1483944453416/indragiri-akan-
segera-memiliki-raja-baru
* 15 juni 2016
8
* 1 Januari 1986
Tengku Arif, SH, Al-Haj bin Sultan Mahmud dinobatkan sebagai Sultan
Indragiri ke 26 untuk melanjutkan kepemimpinan ayahandanya (secara adat)
Sultan Mahmud Syah, Sultan Indragiri ke 25.
Kerajaan Indragiri adalah satu dari beberapa kerajaan bercorak Islam di Riau.
Pendiri dan raja pertama kerajaan Indragiri adalah Merlang I (memerintah
1298 – 1337), yang berkedudukan di Malaka. Tradisi seperti ini juga
dijalankan oleh raja-raja berikutnya, sedangkan untuk urusan sehari-hari
pemerintahannya dijalankan oleh seorang datuk patih atau perdana menteri.
Wilayah kerajaan Indragiri terletak di Kabupaten Indragiri Hilir dan
Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau sekarang ini.
Sejarah awal
Kerajaan Indragiri didirikan pada akhir abad ke-13, tetapi baru tumbuh
menjadi kerajaan bercorak Islam pada abad ke-15. Masuknya pengaruh Islam
ke kerajaan diperkirakan berasal dari kesultanan Samudera Pasai dan Aceh
Darussalam. Dari berita Tome Pires, yang menjadi sumber sejarah kerajaan
Indragiri, kerajaan ini rutin memberikan upeti kepada kerajaan Malaka.
Istana kerajaannya baru dibangun (1473) oleh Nara Singa II atau Sultan
Indragiri IV. Bersamaan dengan itu, didirikan pula Rumah Tinggi di
9
Kampung Dagang. Pada periode inilah Raja Indragiri mulai menetap di ibu
kota kerajaan yang berlokasi di Pekan Tua sekarang.
3) Daftar Raja
19) 1815-1827: Raja Mun bergelar Sultan Mun Bungsu. Beliau pernah
bertapa di puncak Gunung Daik.
20) 1827-1838: Raja Umar bergelar Sultan Berjanggut Keramat Gangsal.
21) 1838-1876: Raja Said bergelar Sultan Said Modoyatsyah.
22) 1876: Raja Ismail bergelar Sultan Ismailsyah. Memerintah hanya
seminggu naik tahta kerajaan kemudian meninggal dunia karena sakit.
23) 1877-1883: Tengku Husin alias Tengku Bujang bergelar Sultan
Husinsyah.
24) 1887-1902: Tengku Isa bergelar Sultan Isa Mudoyatsyah.
25) 1902-1912: Raja Uwok. Sebagai Raja Muda Indragiri.
26) 1912-1963: Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah. Oleh T.N.I
diberikan pangkat Mayor Honorair TNI dengan surat penetapan Panglima
T.N.I No. 228/PLM/Pers/1947 tanggal 11 Desember 1947.
KERAJAAN INDRAGIRI
Peninggalan Kerajaan Indragiri
Istana Indragiri.
Rumah Tinggi.
Masjid Raja Peranap
D.
13
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
melayu telah meluaskan pengaruh pada kawasan kawasan
mengeluarkan emas di daerah pedalaman sumatra.perkembangan ini
menambah martabat melayu yg berdagang berbagai barangan
tempatan,termasuk emas.dengan para pedagang asing,kebangkitan kembali
Melayu dapat dilihat pada Patung Grahi. Pada tahun 1183 M di Thailand
selatan, disebutkan perintah daripada Maharaja Srimat Trailokyaraja
Maulibhusana Warmadewa kepada penguasa Grahi yang bernama
Mahasenapati Galanai dan pembuat patung bernama Mraten Sri Nano supaya
membuat patung Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin.
Ketika itu, Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa
merupakan Raja Melayu di Dharmasraya.
Perkataan bhumi malayu juga telah dipahatkan dalam tahun 1286 pada
sebuah patung Padang Roco di hulu sungai Batanghari (termasuk kawasan
negeri Dharmasraya sekarang). Sebelumnya, dalam Pararaton juga telah
disebutkan Pamalayu iaitu suatu ekspedisi "menaklukan melayu" yang terjadi
pada tahun 1275 M. Menurut Ensiklopedia Malaysia, tulisan India silam
dalam Ramayana dan Vayu Purana (abad ke-3 SM), perkataan bahasa Sanskrit
'Malayadvipa' (secara harfiah 'Pulau Melayu') telah disebutkan yang mana ia
merujuk kepada Sumatra.
14
B. SARAN
Kita sebagai siswa khususnya pendidikan sejarah harus mengetahui awal
berdirinya suatu kerjaan yaitu kerajaan melayu kita bisa belajar tentang
kerajaan melayu, melalui pelajaran sejarah agar bisa mengambil pembelajaran
untuk masa yang akan datang.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/politik/sejarah-
prakolonial/item123?
https://regional.kompas.com/read/2022/01/10/204757178/istana-siak-sri-
indrapura-foto-sejarah-dan-fungsinya?page=all
https://web.siakkab.go.id/sejarah-siak/