Nama Kelompok :( X A8 )
1. Aravena Affiga (06 )
2. Nadira Nashwa Z.( 27 )
3. Pramesti Anggun A. ( 30 )
4. Rakha Althaf F. ( 31 )
KERAJAAN INDERAPURA
1. Pengertian
Pada masa Sultan Muhammad Syah, Inderapura dikunjungi oleh para pelaut Bugis yang dipimpin
oleh Daeng Maruppa yang kemudian menikah dengan saudara perempuan Sultan Muhammad Syah,
Sultan Muhammad Syah digantikan oleh anaknya Sultan Mansur Syah (1691-1696), pada masa
pemerintahannya bibit ketidakpuasan rakyatnya atas penerapan cukai yang tinggi serta dominasi monopoli
dagang VOC kembali muncul. Namun pada tahun 1696 Sultan Mansur Syah meninggal dunia dan
digantikan oleh Raja Pesisir, yang baru berusia 6 tahun dan pemerintahannya berada di bawah perwalian
neneknya.[8] Puncak perlawanan rakyat Inderapura menyebabkan hancurnya pos VOC di Pulau Cingkuak,
sebagai reaksi terhadap serbuan itu, tanggal 6 Juni 1701 VOC membalas dengan mengirim pasukan dan
Inderapura akhirnya benar-benar runtuh pada 1792 ketika garnisun VOC di Air Haji menyerbu Inderapura
karena pertengkaran komandannya dengan Sultan Inderapura, kemudian Sultan Inderapura mengungsi ke
Kerajaan ini menyisakan sebuah jenis tarian yang disebut tari toga (tari larangan),
sebuah tarian yang mirip dengan tarian Melayu dan tarian Minang. Tari toga menjadi
tari resmi kerajaan dan ditampilkan pada upacara penobatan raja (batagak gala), pesta
perkawinan keluarga raja, upacara turun mandi anak raja, perayaan kemenangan
pertempuran, dan gelanggang mencari jodoh putri raja.
Ketika Belanda berhasil masuk ke Siguntur pada 1908, dan raja-raja di Siguntur dan
sekitarnya terpaksa mengakui kedaulatan Hindia Belanda dan raja kehilangan
kedaulatannya. Banyak benda kerajaan yang diambil, termasuk tambo (riwayat
kerajaan yang tertulis) dan aktivitas kesenian kerajaan, termasuk tari toga.
"Tari toga nyaris hilang, tari itu sudah lama tidak dimainkan dan hanya diingat dengan
cerita turun-temurun, saya mengumpulkan informasi lagi dan menghidupkan kembali
pada 1989," kata Tuan Putri Marhasnida, salah seorang pewaris Kerajaan Siguntur.
Marhasnida adalah adik sepupu raja sekarang, Sultan Hendri Tuanku Bagindo Ratu.
Ketika dirintis Marhasnida pada 1980-an, para penari dan pendendang sudah banyak
yang meninggal. Untunglah ada seorang kakek yang usianya sudah lebih 80 tahun. Ia
bekas pendendang yang masih hidup. Sang kakek masih hafal semua dendang tari toga
karena sejak tidak lagi berdendang, ia sering melantunkan dendangnya ketika Batobo.
Batobo adalah membersihkan kebun atau menyabit di sawah bersama-sama, 30 sampai
60 orang. Si pendendang selalu Batobo agar orang-orang tak bosan bekerja seharian,
ia disuruh berdendang sambil bekerja.
3. Raja raja kerajaan
Periode Hindu-Buddha
Sri Tribuwana Mauliwarmadewa (1250-1290)
Sora (Lembu Sora) (1290-1300)
Pramesora (Pramesywara) (1300-1343)
Adityawarman (kanakamedinindra) (1343-1347) - bersamaan dalam
memerintah Dharmasraya dan Pagaruyung.
Adikerma (putra Paramesora) (1347-1397)
Guci Rajo Angek Garang (1397-1425)
Tiang Panjang (1425-1560)
Periode Islam[sunting | sunting sumber]
Abdul Jalil Sutan Syah (1575-1650)
Sultan Abdul Qadir (1650-1727)
Sultan Amiruddin (1727-1864)
Sultan Ali Akbar (1864-1914)
Sultan Abu Bakar (1914-1968)
Sultan Hendri (1968-sekarang) — hanya sebagai penjabat saja, tanpa
kekuasaan karena kerajaan Siguntur tinggal nama saja.[1]
KERAJAAN DELI
1. Pengertian
adalah sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada
tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di
wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan
Kabupaten Deli Serdang, Indonesia). Kesultanan Deli
masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai
kekuatan politik setelah berakhirnya Perang Dunia II dan
Wak-Wak
Salim
Tok Manis
Dolah
Wakil
Penghulu Kampong
3. Sultan
1821)
Sultan Ahmad Najamuddin II (1812-1813, 1813-1818)
Sultan Ahmad Najamuddin III (1821-1823)
Letak kerajaan