Anda di halaman 1dari 21

Kerajaan Islam Di Sumatra

Nama Kelompok :( X A8 )
1. Aravena Affiga (06 )
2. Nadira Nashwa Z.( 27 )
3. Pramesti Anggun A. ( 30 )
4. Rakha Althaf F. ( 31 )
KERAJAAN INDERAPURA

1. Pengertian

merupakan sebuah kerajaan yang berada di wilayah kabupaten 

Pesisir Selatan, Provinsi Sumatra Baratsekarang, berbatasan

dengan Provinsi Bengkulu dan Jambi. Secara resmi kerajaan ini

pernah menjadi bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung. Walau

pada praktiknya kerajaan ini berdiri sendiri serta bebas mengatur

urusan dalam dan luar negerinya.


2. Letak Kerajaan
3. Kebangkitan

Namun perkembangan Inderapura baru benar-benar dimulai saat Malaka jatuh ke


tangan Portugis pada 1511. Arus perdagangan yang tadinya melalui Selat Malaka
 sebagian besar beralih ke pantai barat Sumatra dan Selat Sunda. Perkembangan dan
ekspansi Inderapura terutama ditunjang oleh lada.

Saat Kesultanan Aceh melakukan ekspansi sampai wilayah Pariaman. Inderapura


menghentikan ekspansi tersebut dengan menjalin persahabatan dengan Aceh melalui
ikatan perkawinan antara Raja Dewi, putri Sultan Munawar Syah dari Inderapura,[2]
 dengan Sultan Firman Syah, saudara raja Aceh saat itu, Sultan Ali Ri'ayat Syah (1568-
1575). Lewat hubungan perkawinan ini dan kekuatan ekonominya Inderapura
mendapat pengaruh besar di Kotaraja (Banda Aceh), bahkan para hulubalang dari
Inderapura disebut-sebut berkomplot dalam pembunuhan putra Sultan Ali Ri'ayat Syah,
sehingga melancarkan jalan buat suami Raja Dewi naik tahta dengan nama Sultan Sri
Alam pada 1576.
4. Penurunan

Pada masa Sultan Muhammad Syah, Inderapura dikunjungi oleh para pelaut Bugis yang dipimpin

oleh Daeng Maruppa yang kemudian menikah dengan saudara perempuan Sultan Muhammad Syah,

kemudian melahirkan Daeng Mabela yang bergelar Sultan Seian,[6] berdasarkan catatan Inggris, Daeng

Mabela pada tahun 1688 menjadi komandan pasukan Bugis untuk EIC.[7]

Sultan Muhammad Syah digantikan oleh anaknya Sultan Mansur Syah (1691-1696), pada masa

pemerintahannya bibit ketidakpuasan rakyatnya atas penerapan cukai yang tinggi serta dominasi monopoli

dagang VOC kembali muncul. Namun pada tahun 1696 Sultan Mansur Syah meninggal dunia dan

digantikan oleh Raja Pesisir, yang baru berusia 6 tahun dan pemerintahannya berada di bawah perwalian

neneknya.[8] Puncak perlawanan rakyat Inderapura menyebabkan hancurnya pos VOC di Pulau Cingkuak,

sebagai reaksi terhadap serbuan itu, tanggal 6 Juni 1701 VOC membalas dengan mengirim pasukan dan

berhasil mengendalikan Inderapura.

Inderapura akhirnya benar-benar runtuh pada 1792 ketika garnisun VOC di Air Haji menyerbu Inderapura

karena pertengkaran komandannya dengan Sultan Inderapura, kemudian Sultan Inderapura mengungsi ke 

Bengkulu dan meninggal di sana (1824).[9]


Sultan Munawar Syah
1550
Raja Mamulia

Nama lainnya adalah 


1580 Raja Dewi
Putri Rekna Candra Dewi

1616 Raja Itam

1624 Raja Besar

1625 Raja Puti Nama lainnya Putri Rekna Alun

Sultan Muzzaffar Syah


1633
Raja Malfarsyah

1660 Sultan Muhammad Syah Raja Adil menuntut hak yang sama.

Sultan Gulemat putra Raja Adil


1691 Sultan Mansur Syah berkedudukan di Manjuto melepaskan diri
dari Inderapura.

1696 Raja Pesisir

1760 Raja Pesisir II

1790 Raja Pesisir III


KERAJAAN SIGUNTUR
1. Sejarah
Sejarah kerajaan Siguntur belum banyak diketahui, namun menurut sumber lokal
menyebutkan bahwa daerah Siguntur merupakan sebuah kerajaan Dharmasyraya di
Swarnabhumi (Sumatra) yang berkedudukan di hulu sungai Batanghari. Sebelum agama Islam
masuk ke wilayah Minangkabau atau Jambi, kerajaan Siguntur merupakan kerajaan kecil yang
bernaung di bawah kerajaan Malayu, namun pernah bernaung pula pada kerajaan Sriwijaya,
Majapahit, Singasari, dan Minangkabau.
Pada tahun 1197 (1275 M), Siguntur merupakan pusat Kerajaan Malayu dengan rajanya
Mauliwarmadewa bergelar Sri Buana Raya Mauliawarmadewa sebagai raja Dharmasyraya.
Dengan kata lain kerajaan Swarnabhumi pada waktu itu telah dipindahkan dari Jambi ke
Dharmasyraya. Melihat kedua pendapat tersebut, ada kemungkinan pada abad 12 kerajaan
Siguntur ini berasal dari kerajaan Swarnabhumi Malayupuri Jambi.
Pada abad ke-14, agama Islam masuk ke Kerajaan Siguntur. Pada waktu itu yang berkuasa
adalah raja Pramesora yang berganti nama menjadi Sultan Muhamad Syah bin Sora
Iskandarsyah. Selanjutnya kerajaan Siguntur bernaung di bawah Kerajaan Alam Minangkabau.
Salah satu bukti Kerajaan Siguntur menganut agama Islam terlihat pada masyarakat
yang memegang prinsip syarak bersandi Kitabullah. Selain itu, ditemukan pula dua buah
stempel kerajaan Siguntur berbahasa Arab yang menyebutkan bahwa "Cap ini dari Sultan
Muhammad Syah bin Sora Iskandar atau Muhammad Sultan Syah Fi Siguntur Lillahi" dan
"Cap ini bertuliskan bahwa Al-Watsiqubi 'inayatillahi' 'azhiim Sutan Sri Maharaja Diraja Ibnu
Sutan Abdul Jalil 'inaya Syah Almarhum." Dan diperkirakan pada masa inilah Masjid Siguntur
didirikan. Pembangunan Masjid Siguntur
2. Peninggalan

Kerajaan ini menyisakan sebuah jenis tarian yang disebut tari toga (tari larangan),
sebuah tarian yang mirip dengan tarian Melayu dan tarian Minang. Tari toga menjadi
tari resmi kerajaan dan ditampilkan pada upacara penobatan raja (batagak gala), pesta
perkawinan keluarga raja, upacara turun mandi anak raja, perayaan kemenangan
pertempuran, dan gelanggang mencari jodoh putri raja.
Ketika Belanda berhasil masuk ke Siguntur pada 1908, dan raja-raja di Siguntur dan
sekitarnya terpaksa mengakui kedaulatan Hindia Belanda dan raja kehilangan
kedaulatannya. Banyak benda kerajaan yang diambil, termasuk tambo (riwayat
kerajaan yang tertulis) dan aktivitas kesenian kerajaan, termasuk tari toga.
"Tari toga nyaris hilang, tari itu sudah lama tidak dimainkan dan hanya diingat dengan
cerita turun-temurun, saya mengumpulkan informasi lagi dan menghidupkan kembali
pada 1989," kata Tuan Putri Marhasnida, salah seorang pewaris Kerajaan Siguntur.
Marhasnida adalah adik sepupu raja sekarang, Sultan Hendri Tuanku Bagindo Ratu.
Ketika dirintis Marhasnida pada 1980-an, para penari dan pendendang sudah banyak
yang meninggal. Untunglah ada seorang kakek yang usianya sudah lebih 80 tahun. Ia
bekas pendendang yang masih hidup. Sang kakek masih hafal semua dendang tari toga
karena sejak tidak lagi berdendang, ia sering melantunkan dendangnya ketika Batobo.
Batobo adalah membersihkan kebun atau menyabit di sawah bersama-sama, 30 sampai
60 orang. Si pendendang selalu Batobo agar orang-orang tak bosan bekerja seharian,
ia disuruh berdendang sambil bekerja.
3. Raja raja kerajaan

Periode Hindu-Buddha
Sri Tribuwana Mauliwarmadewa (1250-1290)
Sora (Lembu Sora) (1290-1300)
Pramesora (Pramesywara) (1300-1343)
Adityawarman (kanakamedinindra) (1343-1347) - bersamaan dalam
memerintah Dharmasraya dan Pagaruyung.
Adikerma (putra Paramesora) (1347-1397)
Guci Rajo Angek Garang (1397-1425)
Tiang Panjang (1425-1560)
Periode Islam[sunting | sunting sumber]
Abdul Jalil Sutan Syah (1575-1650)
Sultan Abdul Qadir (1650-1727)
Sultan Amiruddin (1727-1864)
Sultan Ali Akbar (1864-1914)
Sultan Abu Bakar (1914-1968)
Sultan Hendri (1968-sekarang) — hanya sebagai penjabat saja, tanpa
kekuasaan karena kerajaan Siguntur tinggal nama saja.[1]
KERAJAAN DELI
1. Pengertian
adalah sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada
tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di
wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan 
Kabupaten Deli Serdang, Indonesia). Kesultanan Deli
masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai
kekuatan politik setelah berakhirnya Perang Dunia II dan

diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.


2. Masa pemerintahan
Berlainan dengan Kerajaan-Kerajaan Melayu di Sumatera Timur lainnya,
pemerintahan Kesultanan Deli bersifat federasi yang longgar sesuai dengan pepatah
yang terdapat di Deli "Raja Datang, Orang Besar Menanti". Tuanku Panglima
Gocah Pahlawan sebagai Raja Pertama di Tanah Deli yang ditunjuk oleh Sultan Aceh
 sebagai wakilnya di Sumatera Timur atau Tanah Deli.
Pada masa pemerintahan Panglima Parunggit (Raja Deli II), Deli
memproklamirkan kemerdekaannya dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669mengikuti
jejak-jejak negeri pesisir, dan berhubungan dagang dengan VOC di Melaka. Pada masa
pemerintahan Panglima Paderap (Raja Deli III) terjadi perluasan wilayah di pesisir
pantai hingga Serdang dan Denai.
Mereka itu ialah :
 Nakhoda Ngah bergelar Timbal-Timbalu

 Wak-Wak

 Salim

 Tok Manis
 Dolah
 Wakil
 Penghulu Kampong
3. Sultan

Sultan Deli dipanggil dengan gelar Sri


Paduka Tuanku Sultan. Jika mangkat, sang
Sultan akan digantikan oleh putranya. Sultan
Deli saat ini adalah Sultan Mahmud Lamanjiji
Perkasa Alam, Sultan Deli XIV, yang bertahta
sejak tahun 2005.
4. Sejarah

 Menurut Hikayat Deli, seorang pemuka Aceh bernama Muhammad Dalik


berhasil menjadi laksamana dalam Kesultanan Aceh. Muhammad Dalik, yang
kemudian juga dikenal sebagai Gocah Pahlawan dan bergelar Laksamana
Khuja Bintan (ada pula sumber yang mengeja Laksamana Kuda Bintan),
adalah keturunan dari Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seorang
bangsawan dari Delhi, India yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan 
Samudera Pasai. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil bekas
wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah Sungai Lalang-Percut.
 Dalik mendirikan Kesultanan Deli yang masih di bawah Kesultanan Aceh
pada tahun 1632. Setelah Dalik meninggal pada tahun 1653, putranya
Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan pada tahun 
1669 mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kotanya
berada di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
 Sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan pada tahun 1720
 menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuknya Kesultanan Serdang. Setelah
itu, Kesultanan Deli sempat direbut Kesultann Siak dan Aceh.
Wilayah Kesultanan Deli pada tahun 1930 (pada peta berwarna
kuning)
KERAJAAN LINGGA
1. Pengertian

Kesultanan Lingga merupakan Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di 

Lingga, Kepulauan Riau, Indonesia. Berdasarkan Tuhfat al-Nafis, Sultan

Lingga merupakan pewaris dari Sultan Johor, dengan wilayah mencakup 

Kepulauan Riau dan Johor. Kerajaan ini diakui keberadaannya oleh Inggris

 dan Belanda setelah mereka menyepakati Perjanjian London tahun 1824,

yang kemudian membagi bekas wilayah Kesultanan Johor setelah sebelumnya

wilayah tersebut dilepas oleh Siak Sri Inderapura kepada Inggristahun 1818,

namun kemudian diklaim oleh Belanda sebagai wilayah kolonialisasinya.


2. Sultan

 Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah merupakan sultan


 pertama kerajaan ini. Kemudian pada tahun 3 Februari 1911
, kesultanan ini dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda.
 Kesultanan ini memiliki peran penting dalam
perkembangan bahasa Melayu hingga menjadi bentuknya
sekarang sebagai bahasa Indonesia. Pada masa kesultanan
ini bahasa Melayu menjadi bahasa standar yang sejajar
dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia, yang kaya dengan
susastra dan memiliki kamus ekabahasa. Tokoh besar di
belakang perkembangan pesat bahasa Melayu ini adalah 
Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarawan keturunan 
Bugis
3. Sejarah

 Lingga pada awalnya merupakan bagian dari Kesultanan Malaka, dan


kemudian Kesultanan Johor. Pada 1811 Sultan Mahmud Syah III
mangkat. Ketika itu, putra tertua, Tengku Hussain sedang melangsungkan
pernikahan di Pahan. Dalam sengketa yang timbul Britania mendukung putra
tertua, Husain, sedangkan Belanda mendukung adik tirinya, Abdul Rahman.
Traktat London pada 1824 membagi Kesultanan Johor menjadi dua: Johor
berada di bawah pengaruh Britania sedangkan Riau-Lingga berada di dalam
pengaruh Belanda.
 Sultan Hussain yang didukung Britania pada awalnya beribukota di Singapura,
namun kemudian anaknya Sultan Ali menyerahkan kekuasaan kepada
Tumenggung Johor, yang kemudian mendirikan kesultanan Johor modern.
 Pada tanggal 7 Oktober 1857 pemerintah Hindia Belanda memakzulkan Sultan
Mahmud IV dari tahtanya. Pada saat itu Sultan sedang berada di Singapura.
Sebagai penggantinya diangkat pamannya, yang menjadi raja dengan gelar
Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah. Jabatan raja muda (Yang Dipertuan
Muda) yang biasanya dipegang oleh bangsawan keturunan Bugis disatukan
dengan jabatan raja oleh Sultan Abdul Rahman II Muadzam Syah pada 1899
Letak kerajaan Lingga
KESULTANAN PALEMBANG
1. Pengertian
Palembang Darussalam1659–1823Ibu kotaPalembangBahasaMelayu, 
JawaAgamaIslamBentuk pemerintahanMonarki
Sejarah - Didirikan1659 - Dihapus Belanda7 Oktober 1823 1823
PendahuluPenggantiKesultanan DemakKesultanan BantenHindia
BelandaKesultanan Palembang Darussalam adalah suatu kerajaan 
Islam di Indonesia yang berlokasi di sekitar kota Palembang, 
Sumatra Selatan sekarang. Kesultanan ini diproklamirkan oleh Sri
Susuhunan Abdurrahman, seorang bangsawan Palembang pada tahun 
1659,[1] dan dihapuskan keberadaannya oleh pemerintah kolonial 
Belanda pada 7 Oktober 1823.
Malthe Conrad Bruun (1755-1826) seorang petualang dan ahli geografi
dari Prancis mendeskripsikan keadaan masyarakat dan kota kerajaan
waktu itu, yang telah dihuni oleh masyarakat yang heterogen terdiri dari
Tiongkok, Siam, Melayu dan Jawa serta juga disebutkan bangunan yang
telah dibuat dengan batu bata hanya sebuah vihara dan istana kerajaan.
2. Daftar kesultanan palembang :

 Sri Susuhunan Abdurrahman (1659-1706)


 Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago (1706-1718)
 Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (1718-1724)
 Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo (1724-1757)
 Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kusumo (1757-1776)
 Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803)
 Sultan Mahmud Badaruddin II (1804-1812, 1813, 1818-

1821)
 Sultan Ahmad Najamuddin II (1812-1813, 1813-1818)
 Sultan Ahmad Najamuddin III (1821-1823)
Letak kerajaan

Anda mungkin juga menyukai