Anda di halaman 1dari 14

1.

Kelahiran, sistem pemerintahan, dan kehancuran kerajaan-kerajaan Islam di


Nusantara
a) KERAJAAN SAMUDRA PASAI
Kerajaan Samudra Pasai berdiri pada abad ke-13 M setelah kehanduran
Kerajaan Sriwijaya dengan pendiri bernama Sultan Malik al Saleh. Letak Kerajaan
Samudra Pasai berada di daerah Aceh Utara di Kabupaten Lokseumawe. Kerajaan
Samudra Pasai merupakan gabungan dari kerajaan Pase dan Peurlak. Pada tahun 1297
Sultan Malik al Saleh wafat dan digantikan oleh Sultan Mahmud sebagai putra Sultan
Malik al Saleh dari perkawinannya dengan putri Raja Peurlak. Selanjutnya Kerajaan
Samudra Pasai dipimpin oleh Sultan Malik Al Tahir pada tahun 1326. Pada masa
pemerintahan Sultan Malik Al Tahir, koin emas sebgai mata uang di Kerajaan
Samudra Pasai. Seiring perkembangannya Pasai menjadi pusat perdagangan dan
penyebaran agama islam. Setelah Sultan Malik Al Tahir wafat digantikan oleh Sultan
Mahmud Malik az- Zahir sampai tahun 1345.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak
telah menjadi bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah
seorang anaknya yaitu Sultan Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad
Malik az-Zahir, kawasan Samudera sudah menjadi satu kesatuan dengan nama
Samudera Pasai yang tetap berpusat di Pasai. Pada masa pemerintahan Sultan Zain al-
Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir) disebutkan menjadi kerajaan bawahan
dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki hubungan yang buruk
dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan
Pasai terbunuh. Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan
oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan
kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan
Aceh.
Beberapa peninggalan bersejarah dari Kerajaan Samudra Pasai adalah Cakra
Donya , Naskah Surat Sultan Zainal Abidin , Makam Sultan Malik al Saleh, Makam
Zain al-Abidin Malik az-Zahir, stempel kerajaan Samudra Pasai, Makam Ratu Al-
Aqla.
b) KERAJAAN ACEH
Kerajaan Aceh berdiri pada tahun 1514. Sultan Ibrahim atau Ali Mugayat
Syah adalah raja pertama Kerajaan Aceh Darussalam. Sultan Ali Mugayat Syah
memerintah Kerajaan Aceh Darussalam selama 10 tahun, menurut prasasti yang
ditemukan pada batu nisan Sultan Ali Mugayat Syah. Walaupun Sultan Ali Mugayat
Syah memimpin hanya sebentar, tetapi beliau membuah kerajaan Aceh Darussalam
menjadi kokoh dan besar. Kerajaan Aceh Darussalam terletak didaerah yang sekarang
bernama Aceh Besar. Kerajaan Aceh Darussalam berjaya pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda pada tahun 1607 sampai 1636.
Kemunduran Kerajaan Aceh Darussalam disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat
Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli,
Mandailing, Deli, Barus serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda.
Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta
kesultanan.
Contoh peninggalan prasejarah dari Kerajaan Aceh Darussalam adalah Masjid
Raya Baiturrahman, Benteng Indrapatra, Gunongan, Makam Sultan Iskandar Muda,
Mariam kerajaan Aceh Darussalam, dan uang emas kerajaan Aceh Darussalam.
c) KERAJAAN DEMAK
Kerajaan islam pertama dipulau jawa adalah Kerajaan Demak yang berdiri dari
tahun 1478 dengan pimpinan Raden Patah. Sebelumnya Demak yang masih bernama
Bintoro merupakan daerah vasal Majapahit yang diberikan Raja Majapahit kepada
Radeen Patah. Daerah kekuasaan kerajaan Demak mencakub Banjar, Palembang,
Maluku, serta bagian utara pantai pulau jawa. Pada saat itu ulama memegang peran
penting dalam masyarakat dengan pengangkatan Sunan Kalijaga dan Ki Wanalapa
sebagai penasehat kerajaan. Pada tahun 1507 Raden patah digantikan oleh putranya
yaitu Pati Unus.
Pati Unus masih banyak mengalami kegagalan saat memimpin kerajaan
Demak. Namun karena keberanian Pati Unus untuk menyerang portugis yang berada
di Malaka, maka Pati Unus dijuluki sebagai Pangeran Sabrang Lor. Pada tahun 1521
Pati Unus wafat dan digantikan oleh adiknya bernama Trenggana, dan mengalami
masa kejayaan. Kerajaan Demak mengalami kehancuran karena terjadi perang
saudara untuk memperebutkan tahta di Kerajaan Demak.
Contoh peninggalan bersejarah Kerajaan Demak adalah Masjid Agung Demak,
Pintu Bledek, Soko Tatal dan Soko Guru, Bedug, Kentongan, Situs Kolam Wudhu,
Makrusah, Dampar Kencana, Piring Campa.
d) KERAJAAN ISLAM MATARAM
Kerajaan Islam Mataram didirikan oleh Sutawijaya pada tahun 1586. Kerajaan
Islam Mataram terletak di Kotagede, sebelah tenggara kota Yogyakarta. Pada tahun
1601 Sutawijaya wafat dan digantikan oleh Mas Jolang atau Penembahan Seda ing
Krapyak. Pada pemerintahan Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak banyak
terjadi pemberontokan. Lalu Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak
mengirimkan pasukan tentara untuk melawan pemberontakan itu. Sayangnya sebelum
selesai untuk menumpas pemberontakan, Mas Jolang wafat terlebih dahulu. Lalu Mas
Jolang digantikan oleh Adipati Martapura, tetapi akhirnya Adipati Martapura wafat
karena sakit-sakitan. Setelah itu digantikan oleh Mas Rangsang, dan mengalami
kenaikan di beberapa sektor. Mas Rangsang sebagai raja yang lebih terkenal dengan
sebutan Sultan Agung.
Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Prabu
Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya
Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Pada puncak kejayaannya,
wilayah kekuasaan Mataram mencakup sebagian Pulau Jawa dan Madura (kira-kira
gabungan Jawa Tengah, sebagian besar Jawa Barat, DIY, dan Jawa Timur sekarang,
dengan pengecualian daerah Blambangan atau yang sekarang adalah wilayah
Probolinggo hingga Banyuwangi). Ia memindahkan lokasi kraton ke Karta (maka
muncul sebutan pula "Mataram Karta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan
perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu
berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam
beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan di
Imogiri), ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I).
Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Plered (1647), tidak jauh dari
Karta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari
"Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil
karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi
pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat
bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga
dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat
patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan
pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura
(1680), sekitar 5 km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah
tercemar.
Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708),
Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-
1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC
mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua
raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan
menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon (sebutan
dunia Internasional dari Sri Lanka).
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah
pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan
Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang
dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah
timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu
kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa
beranggapan bahwa Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli
waris" dari Kesultanan Mataram.
Peninggalan Bersejarah dari Kerajaan Islam Mataram yaitu Sastra Gendhing
karya dari sultan Agung, Tahun Saka, Kerajinan perak, Kalang Obong, Kue Kipo,
Batu Datar, Pakaian kyai Gundhil, Gapura Makan Kotagede.
e) KERAJAAN ISLAM CIREBON
Pada tahun 1522 berdiri kerajaan Islam Cirebon dengan pendiri dan menjadi
rajanya bernama Raden Fatahillah. Ia sangat berjasa dalam mengislamkan Jawa Barat.
Di bawah pemerintahan Raden Fatahillah kerajaan Islam Cirebon mencapai kejayaan.
Daerah kekuasaanya bertambah luas, dan Kerajaan Islam Cirebon menjalin hubungan
yang baik dengan kerajaan Islam Mataram. Pada thaun 1570 Raden Fatahillah wafat
dan selanjutnya digantikan oleh putranya bernama pangeran Pasarean. Dalam
perkembangannya kemudian pada tahun 1679 kerajaan Islam Cirebon dibagi menjadi
dua kerajaan yaitu Kasepuhan dan Kanoman.
Pada masa itu pula VOC ingin menduduki daerah Cirebon, maka VOC
menggunakan siasat Devide Et Impera dan membagi Kerajaan Islam Cirebon yang
semula telah dibagi dua menjadi dibagi tiga yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan
Kacirebonan. Keadaan ini menyebabkan kerajaan Islam Cirebon semakin terpuruk.
Makan pada abad ke-7 kerajaan Islam Cirebon dikuasai oleh VOC.
Peninggalan Bersejarah dari Kerajaan Islam Cirebon adalah Keraton
Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, Masjid Sang Cipta Rasa,
Masjid Jami Pakuncen, Makam, Benda Pusaka.
f) KERAJAAN ISLAM BANTEN
Kerajaan Islam Banten didirikan oleh Hasanudin pada tahun 1552 di Banten.
Ia mendapat mandat untuk memimpin Kerajaan Islam Banten oleh ayahnya, Raden
Fatahillah. Kerajaan Islam Banten dibawah pimpinan Hasanudin semakin kuat dan
memperluas daerah kekuasannya. Hasanudin dan ayahnya sangatlah giat dalam
menyiarkan agama islam sewaktu Kerajaan Pakuan Pajajaran masih menganut agama
hindu. Ini menyebabkan Kerajaan Pakuan Pajajaran semakin lemah dan terpuruk.
Hasanudin memperluas daerah kekuasaan hingga lampung dan mempersunting Putri
Sultan Indrapura.
Setelah Hasanudin wafat digantikan oleh Pangeran Yusuf sebagai anaknya.
Pada tahun 1580 Pangeran Yusuf wafat dan digantikan oleh Maulana Muhamad. Di
bawah pimpinan Maulana Muhamad, Kerajaan Islam Banten memperluas daerah
kekuasaannya hingga ke Palembang. Palembang saat itu dipimpin oleh Ki Gede Ing
Suryo yang berasal dari surabaya, dan hampir jatuh ke tangan kerajaan Islam Banten.
Namun ditengah peperangan Maulana Muhamad gugur, dan tentara dikembalikan ke
Banten.
Setelah Maulana Muhamad wafat, seharusnya digantikan oleh anaknya Abdul
Mufakir. Namun waktu itu Abdul Mufakir baru berusia 5 bulan, maka kerajaan islam
Banten dipimpin oleh seorang mangkubumi. Setelah Abdul Mufakir dewasa, beliau
memimpin kerajaan didampingi oleh Pangeran Ranamenggala dan mengalami masa
kejayaan sampai pada tahun 1600. Kemunduran kerajaan Islam Banten terjadi sejak
masa pemerintahan Sultan Abdul Mufakkir di mana Belanda terus melakukan
blokade-blokade yang mengakibatkan sempitnya ruang gerak kerajaan Islam Banten.
Peninggalan bersejarah dari kerajaan Islam Banten adalah Masjid Agung
Banten, Istana Keraton Kaibon Banten, Istana Keraton Surosowan Banten, Benteng
Speelwijk, Danau Tasikardi, Vihara Avalokitesvara, Meriam Ki Amuk, Mahkota
Binokasih, Keris Penunggul Naga, Keris Naga Sasra.
g) KERAJAAN ISLAM MAKASSAR
Di Sulawesi Selatan terdapat beberapa kerajaan Gowa, Bone, Waju, Luwu,
Tallo, dan Soppeng. Namun kerajaan Gowa dan Tallo mengalami perkembangan yang
pesat. Dikarenakan letak Gowa dan Tallo yang berada ditengah jalur pelayaran. Maka
raja kedua kerajaan maju itu memutuskan untuk bergabung dan mendirikan Kerajaan
Islam Makassar dengan raja pertamanya adalah Sultan Alauddin. Kerajaan Islam
Makassar ini pula giat dalam menyebarkan agama islam. Kerajaan Islam Makassar
mencapai puncak kejayaannya ketika diperintah Sultan Hasanuddin berkuasa (tahun
1654-1669). Sultan Hasanuddin adalah cucu dari Sultan Alauddin. Namun Belanda
tidak begitu saja menyerah untuk menguasai kerajaan Makassar. Sultan Hasanuddin
sangat gigih dan kuat untuk menghadapi Belanda.
Saat terjadi perseteruan antara Sultan Hasanuddin dengan Aru Palaka (Raja
Bone dan Raja Soppeng) dimanfaatkan oleh Belanda untuk melakukan adu domba.
Belanda memihak pada Aru Palaka dan memerangi Sultan Hasanuddin. Dalam
peperangan ini makassar hampir jatuh ketangan Belanda dan Aru Palaka,
mengakibatkan Sultan Hasanuddin membuat perjanjian damai yang dikenal dengan
Perjanjian Bongaya pada tahun 1667.
Walaupun sudah menandatangani perjanjian damai, Belanda tetap licik dan
kembali menyerang Makassar. Pada tahun 1669 Sultan Hasanuddin menyerah kepada
Belanda dan menjadi awak kehancuran Kerajaan Islam Makassar. Peninggalan
bersejarah Kerajaan Islam Makassar adalah Benteng Ford Ratterdam, Batu
Pallantikang, Masjid Katangka, Kompleks Makam Katangka, Makam Syekh Yusuf.
Banyak sekali kerajaan-kerajaan islam yang ikut serta dalam penyebaran
agama islam. Maka kita sebagai generasi penerus islam harus giat pula melakukan
perintah Allah SWT dan menghindari larangan-Nya.

2. Sejarah kemunculan Islam di dunia


Agama Islam pertama kali lahir di negara Arab, dimana kedatanganya diawali dengan
kelahiran Muhammad . Muhammad adalah nabi yang menurut agama Islam adalah nabi
akhir zaman dan diangkat oleh Allah menjadi rasul. Setelah itu, Nabi Muhammad SAW
pun menyebarkan Islam kepada seluruh kaum Arab. Nabi Muhammad SAW lahir di
Mekkah pada 12 Rabi’ul Awal Tahun Gajah, atau pada tanggal 20 April 571. Beliau
adalah seorang yatim piatu dengan ayahnya bernama Abdulla bin Abu Muthalib yang
wafat saat berdagang. Sedangkan ibunya bernama Aminah binti Wahab yang meninggal
saat beliau berusia 7 tahun.
Pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad sering menyendiri dan bersemedi di Gua Hira.
Hingga pada akhirnya pada 17 Ramadhan 11 SH atau 6 Agustus 611, beliau dikunjungi
oleh Malaikat Jibril yang datang untuk menyampaikan wahyu pertama dari Allah SWT
kepada beliau. Dengan turunnya wahyu tersebut, Nabi Muhammad SAW dipilih sebagai
rasul oleh Allan SWT.
Perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam Menyebarkan Islam
Sebagai rasul yang terpilih, Nabi Muhammad memiliki kewajiban untuk menyebarkan
ajaran tersebut dan mengabarkan kebenaran ke seluruh umat di dunia. Maka sejak saat
itu, Nabi Muhammad SAW bertekad untuk melaksanakan tugasnya dan menyebarkan
ajaran Islam ke seluruh dunia. Pada awalnya, beliau hanya mengajarkan kepercayaan
tersebut pada orang terdekatnya secara tertutup. Secara perlahan, dakwaan beliau mulai
disampaikan secara terbuka dan dari dakwaan tersebut, ada yang menerima dan tentunya
ada yang sangat menolaknya. Tantangan hebat tersebut datan dari kaumnya sendiri yaitu
suku Quraisy.
Pertentangan tersebut berujung pada kekejaman terhadap kaun muslimin dan ancaman
pembunuhan beliau, maka Nabi Muhammad SAW pun hijrah ke luar Mekkah menuju ke
kota Yastrib (yang kemudian diubah menjadi Madinah). Di sana, Nabi Muhammad lebih
diterima dimana banyak penduduk Yastrib bersedia untuk memeluk agama yang
diajarkan. Adapun strategi dakwah Muhammad SAW adalah sebagai berikut:
Menanamkan iman pada sahabat
Nabi Muhammad SAW memperkenalkan tauhid pada para sahabat dan kaumnya
sebagai dasar kehidupan manusia dimana hakikat penciptaan manusia adalah untuk
menyembah Allah SWT. Maksud dari ajaran ini adalah ketika seseorang telah beriman
kepada Allah SWT, maka ia wajib itu mengaplikasikannya ke kehidupan sehari-hari,
termasuk dalam membela kepentingan agama dan membela Islam. Maksud inilah yang
membuat para sahabat Nabi Muhammad SAW rela berkorban demi membela agama
Islam.
Dakwah secara bertahap
Dalam berdakwah, beliau menggunakan tahapan dan strategi yang jelas, dimana
beliau memulai dengan keluarganya sendiri sebelum menyebarkan ke lingkunga terdekat,
dan kemudian dilanjutkan ke masyarakat luar sedikit demi sedikit. Selain itu, rasul juga
mengajak para sahabat yang disegani oleh bangsa Quraisy untuk ikut serta dalam
menyebarkan agama Islam. Rasul juga mengajarkan nilai-nilai Islam dan cara
menjalankan ibadah secara bertahap, seperti shalat, puasa, zakat, sedekah, haji, dan
sebagainya.
Manfaatkan potensi yang ada
Nabi Muhammad SAW menggunakan potensi manusia yang ada dalam dakwanya
secara efektif. Salah satu caranya adalah dengan menikahi Khadijah dan mengajak
pamannya yang memiliki kekayaan berlimpah untuk memberikan dana untuk dakwanya.
Selain itu, rasul juga memiliki sahabat yang memiliki pengaruh besar dalam suku
Quraisy. Merekalah yang membantu dan melindungi rasul dalam perang. Nabi
Muhammad SAW juga memanfaatkan potensi intelektual sahabatnya demi kepentingan
penyebaran agama Islam seperti Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, dan Abdullah bin
Mas’ud.
Keunggulan diplomasi dan dakwa Nabi Muhammad SAW menyebabkan umat Islam
memasuki fase yang sangat menentukan. Saat peperangan antara Madinah dan Mekkah
terjadi, banyak penduduk Mekkah yang sebelumnya menolak ajaran Islam berbalik untuk
memeluk Islam. Yuk simak juga sejarah perang Arab Israel. Setelah kota Mekkah
ditaklukan, usaha keras Nabi Muhammad SAW pun mulai berbunga di bangsa Arab,
dimana pada akhirnya hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk agama Islam pada saat
beliau meninggal dunia.
Sejarah Berdirinya Agama Islam di Dunia
Setelah kematian Nabi Muhammad SAW, beliau digantikan bukan dengan nabi
melainkan dengan khalifah. Ada empat khalifah yang manjadi pengganti Nabi
Muhammad SAW, disebut dengan Khulafaur Rasyidin. Khalifah ini adalah sahabat
terdekat Nabi Muhammad SAW yaitu Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khatab, Ustman
bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka berempat memiliki tugas penting yakni untuk
memastikan bahwa umat Islam tetap menjalankan perintah agama Islam yang telah
diajarkan sebelumnya.
3. Istilah-Istilah:
a) Syariat
Menurut pengertian bahasa, istilah syariat berarti sebuah sumber air yang tidak
pernah kering, dimana manusia dapat memuaskan dahaganya. Dengan demikian
pengertian bahasa ini syariat atau hukum Islam ini dijadikan sebagai pedoman sumber
pedoman.
Dalam dunia tasawuf syariat adalah syarat mutlak bagi salik (penempuh jalan
ruhani) menuju Allah. Tanpa adanya syariat maka batallah apa yang diusahakannya.
Dalam Pandangan Sirhandi terdapat dua makna berkaitan dengan istilah syariat, yaitu
makna umum yang biasa digunakan oleh para ulama yang berkaitan dengan
penyembahan dan ibadah-ibadah, moral dan kemasyarakatan, ekonomi dan
kepemerintahan yang sudah dijelakan oleh para ulama. Makna kedua, adalah
pemaknaan yang lebih luas, yaitu, apapun yang telah Allah perintahkan baik secara
langsung (wahyu) maupun melalui nabi-Nya itulah yang disebut syariat.
b) Tarekat
Tarekat bermakna jalan, lorong atau gang. Kata jalan atau metode. Istilah
tarekat ini menunjuk pada metode penyucian jiwa yang landasannya diambil dari
hukum-hukum syariat. Semua muslim wajib menerapkan syariat, namun ada sebagian
muslim yang hanya berfokus pada kewajiban-kewajiban ibadah dan ada sebagian lagi
yang selain fokus pada kewajiban-kewajiban ibadah juga memperhatikan adab,
akhlak, dan sisi batin dari syariat itu, yang sebetulnya semua itu sudah dijelaskan
dalam syariat.
Tarekat adalah jalan khusus bagi salik (penempuh jalan ruhani) untuk
mencapai kesempurnaan tauhid, yaitu ma’rifatullah. Jalan yang diambil oleh para sufi
berasal dari jalan utama, syariat, dengan disiplin yang ketat sehingga terasa lebih sulit
dibandingkan mereka yang tidak melakukan disiplin diri.
Pada tataran syariat, kesadaran tentang kepemilikan pribadi begitu dominan,
sehingga perlu adanya aturan untuk menata kehidupan bermasyarakat dalam
keteraturan dan menghargai hak-hak pribadi, milikmu adalah milikmu dan milikku
adalah milikku. Sedangkan pada tataran tarekat kesadaran tentang milik pribadi mulai
luntur dan sikap mendahulukan orang lain lebih dominan, milikmu adalah milikmu
dan milikku juga milikmu. Dan pada tingkatan makrifat kepemilikan hanya milik
Allah.
c) Hakikat
Dalam Kamus Ilmu Tasawuf, dikatakan bahwa Kata Hakikat (Haqiqah) seakar
dengan kata al-Haqq, reality, absolute, yang dalam bahasa Indonesia diartikan
sebagai kebenaran atau kenyataan. Adapun dalam tingkatan perjalanan spiritual,
Hakikat merupakan unsur ketiga setelah syari’at yang merupakan kenyataan eksoteris
dan thariqat (jalan) sebagai tahapan eksoterisme, sementara hakikat adalah tahapan
ketiga yang merupakan kebenaran yang esensial. Hakikat juga disebut Lubb yang
berarti dalam atau sari pati, mungkin juga dapat diartikan sebagai inti atau esensi.
Secara terminologis, kamus ilmu Tasawuf menyebutkan bahwa Hakikat
adalah kemampuan seseorang dalam merasakan dan melihat kehadiran Allah di dalam
syari’at itu, sehingga hakikat adalah aspek yang paling penting dalam setiap amal,
inti, dan rahasia dari syari’at yang merupakan tujuan perjalanan salik.
d) Makrifat
Dalam kamus ilmu tasawuf dikatakan bahwa Makrifat berasal dari kata ‘arafa,
yu’rifu, ‘irfan, ma’arifah, yang artinya adalah pengetahuan, pegalaman, atau
pengetahuan ilahi. Secara terminologis dalam kamus ilmu tasawuf, Makrifat diartikan
sebagai ilmu yang tidak menerima keraguan atau pengetahuan. Selain itu, Makrifat
dapat pula berarti pengetahuan rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi
daripada ilmu yang didapat oleh orang-orang pada umumnya.
Sedangkan menurut para sufi, makrifat merupakan bagian dari tritunggal
bersama dengan makhafah(cemas terhadap Tuhan) dan mahabbah (cinta). Ketiganya
ini merupakan sikap seseorang perambah jalan spiritual (thariqat). Makrifat yang
dimaksud di sini adalah pengetahuan sejati.
Gagasan mengenai adanya konsep makrifat dimunculkan pertama kali oleh
Dzu al-Nun al-Misri. Menurutnya makrifat ada 3 macam:
1) Pertama, makrifat kalangan orang awam (orang banyak pada umumnya), tauhid
melalui syahadat.
2) Kedua, makrifat kalangan ulama dan para filsuf yang memikirkan dan
merenungkan fenomena alam ini, mereka mengetahui Allah melalui tanda-tanda
atau dalil-dalil pemikiran.
3) Ketiga, makrifat kalangan para wali dan orang-orang suci; mereka mengenal
Allah berdasarkan pengalaman kesufian mereka, yakni mengenal Tuhan dengan
Tuhan. Inilah makrifat hakiki dan tertinggi dalam tasawuf. Dan makrifat inilah
yang hendak dibahas dalam makalah yang singkat ini.

4. Yang dimaksud dengan kaum Sufi


Tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa,
menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian
yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi)
dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat
(pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang
lain, atau gabungan dari beberapa tradisi. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada
abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia. Sufisme
merupakan sebuah konsep dalam Islam, yang didefinisikan oleh para ahli sebagai bagian
batin, dimensi mistis Islam; yang lain berpendapat bahwa sufisme adalah filosofi
perennial yang telah ada sebelum kehadiran agama, ekspresi yang berkembang bersama
agama Islam. Maka, kaum Sufi adalah orang-orang yang mempelajari ajaran Sufisme.

5. Terjadinya peristiwa Karbala


Peristiwa Karbala atau Peristiwa Asyura adalah perang dan ke-syahid-an Imam
Husain as (Cucu Nabi Muhammad) bersama sahabat-sahabatnya melawan pasukan dari
Kufah yang terjadi pada 10 Muharram 61 H/680 di bumi Karbala, dimana mereka
berperang melawan Yazid, khalifah kedua bani Umayyah. Tragedi Karbala merupakan
peristiwa sejarah Islam yang paling menyayat hati kaum muslimin terkhusus orang-orang
dengan mazhab Syiah. Mereka setiap tahun pada peringatan haulnya mengadakan acara
duka begitu besar dan menyeluruh.
Sejarawan mencatat Husein bin Ali tiba di Karbala pada tanggal 2 Muharam dan
akhirnya gugur di tempat ini pada 10 Muharam. Artinya selama 8 hari beliau
menghabiskan sisa perbekalan, selebihnya beliau dan keluarganya menahan rasa haus dan
lapar di tengah gurun yang panas menyengat. Ali sudah mengatakan bahwa sejak tanggal
7 Muharam itu, atau selama 3 hari, Husein bin Ali dan keluarganya sudah tidak lagi
menenggak minuman. Satu-satunya akses air minum hanya sungai Eufrat, dan ini ditutup
oleh pasukan Umar bin Sa’ad. Setiap kali pengikutnya ingin mengambil air, maka nyawa
mereka taruhannya.
Demi menjaga kehormatannya, satu persatu pengikut dan keluarga Husein bin Ali
melawan kezhaliman ini, dan gugur satu persatu, mulai dari para budak, hingga keluarga
dekat seperti putra-putra Hasan bin Ali, dan juga putra-putra Husein sendiri. Mereka
semua adalah kerabat dekat Nabi Muhammad. Hingga akhirnya yang tersisa tinggal
Husein bin Ali dengan para wanita dari keluarga Nabi Muhammad yang berdiam di
dalam tenda.
Husein bin Ali berdiri tegar menghadapi ribuan pasukan Umar bin Sa’ad dengan
mengenakan baju zirah kakeknya, pakaian yang semestinya dikenali oleh umat Nabi
Muhammad. Di tangannya, Al Husein menggenggam pedang Zulfiqar, pedang Ali yang
pernah diberikan Nabi Muhammad.
Tapi tanpa ampun, pasukan Umar bin Saad menggempur satu orang yang tersisa ini
dengan sebuah formasi perang. Anak panah, tombak, hingga pedang berhamburan ke arah
Al Husein, demi mendapatkan bai’at dari beliau. Namun upaya Umar bin Sa’ad tidak
berlangsung mudah. Putra Ali bin Abi Thalib ini memiliki kemampuan tempur setara
ayahnya. Puluhan nyawa pasukan Umar bin Sa’ad tumpas diujung pedang Zurfiqar.
Hingga akhirnya, setelah puluhan anak panah dan tebasan pedang merobek tubuh beliau,
cucu kinasih Nabi ini mereguk kesyahidan dengan tetap memegang teguh prinsipnya.
Belum puas dengan apa yang sudah dilakukannya, salah seorang berhati batu dari
pasukan Umar bin Saad yang bernama Syamir bin Zil-Jausyan, mendatangi jasad yang
sudah tidak berdaya itu lalu memenggal kepala Husein bin Ali dan menancapkannya di
ujung tombak. Perbuatan ini kemudian disambut sorak sorai oleh pasukan Umar bin
Sa’ad. Mereka lalu berhamburan ke jasad-jasad yang lain dan ikut memenggal pula
kepala-kepala dari jasad keluarga Nabi Muhammad lainnya.
Belum puas sampai di sana, pasukan Umar bin Sa’ad ini menjarah juga atribut yang
menempel pada jasad Al Husein. Tak lupa mereka juga berhamburan ke kemah yang
didiami oleh para wanita dari keluarga Nabi Saw. Pasukan ini menjarah harta mereka,
menawan mereka, dan memperlakukan wanita dari keturunan Rasulullah Saw layaknya
budak.
Hanya satu laki-laki yang tersisa dalam pembantaian ini, yaitu Ali bin Husein yang
ketika itu sedang mengalami sakit keras. Menurut Akbar Shah Najeebabadi, ketika
Syamir melihat Ali bin Husein, iapun sebenarnya ingin membunuhnya. Namun Umar bin
Saad melarangnya. Ali bin Husein akhirnya dirantai, dan dipaksa berjalan hingga ke
Kufah bersama para wanita dan kepala-kepala yang ditancapkan di ujung tombak para
prajurit Umar bin Sa’ad.
6. Kemunculan kaum Sunni dan Syiah serta pertentangan keduanya
a) Kelahiran Syiah
Istilah Syiah berasal dari Bahasa Arab "Syī`ah". Lafadz ini merupakan bentuk
tunggal, sedangkan bentuk pluralnya adalah "Syiya'an". Pengikut Syiah disebut
"Syī`ī". "Syiah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah "Syi`ah `Ali" yang
berarti "pengikut Ali".
Masalah khalifah sesudah Rasul wafat, merupakan fokus perselisihan
diantara tiga golongan besar, yaitu: Golongan Ansar, Muhajirin, dan Bani
Hasyim. Selain itu, sebenarnya masih ada kelompok terselubung yang cukup
potensial dalam mewujudkan ambisinya sebagai penguasan tunggal, ialah golongan
Bani Umayyah.
Prakarsa pemilihan khalifah di Saqifah yang dimotori oleh Sa’ad ibn
‘Ubbadah adalah benar-benar menggugah kembali bangkitnya semangat fanatisme
golongan dan permusuhan antar suku yang pernah terjadi sebelum Islam. Kiranya
dapat dipahami bahwa pemilihan khalifah tersebut, tanpa keikutsertaan 'Ali sebagai
wakil Bani Hasyim, tampaknya membawa kekecewaan mereka yang
menginginkan hak legitimasi kekhilafahan di tangan 'Ali, yang saat itu sedang
mengurus jenazah Nabi Muhammad.
Mereka beralasan bahwa 'Ali adalah lebih berhak dan lebih utama
menggantikannya, karena dia adalah menantu sekaligus saudara sepupu
Muhammad, dan selain itu ia juga seorang yang mula-mula masuk Islam sesudah
Khadijah, istri Rasulullah. Selanjutnya tak seorang pun yang mengingkari perjuangan,
keutamaan, dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Oleh karenanya tidak
mengherankan jika saat itu ada orang yang ingin membai'at ‘Ali ibn Abi Talib.
Keinginan tersebut secara tegas ditolak ‘Ali dan sebagai akibatnya, para pendukung
'Ali menunda-nunda pembaiatan mereka pada Khalifah Abu Bakr.
Munculnya Bani Umayyah dalam pemerintahan ‘Usman, sebagai
kekuatan politik baru, telah mengundang reaksi keras ummat Islam, terhadap
kebijaksanaan Khalifah, terutama sesudah enam tahun yang terakhir
pemerintahannya. Kelemahan khalifah ketiga ini terletak pada ketidakmampuannya
membendung ambisi kaum kerabatnya yang dikenal sebagai kaum aristokrat Mekkah
yang selama 20 tahun memusuhi Nabi. Sebagai akibatnya, isu politik tentang hak
legitimasi Ahlul-Bait memanas kembali.
Setelah ‘Usman wafat, ‘Ali adalah calon utama untuk menduduki jabatan
khalifah. Pembaiatan khalifah kali ini, segera mendapat tantangan dari dua
orang tokoh sahabat yang berambisi menduduki jabatan penting tersebut. Kedua
tokoh itu adalah Talhah dan Zubair yang mendapat dukungan dari Aisyah (Istri
Muhammad yang dinikahi ketika usianya 9 tahun), untuk mengadakan aksi
militer yang dikenal dengan perang Jamal. Akhirnya kedua tokoh tersebut
terbunuh, sedangkan ‘Aisyah, oleh Khalifah ‘Ali dikembalikan ke Madinah.
Aksi militer tersebut, tampaknya sebagai akibat kegagalan kedua tokoh itu
dalam memenuhi ambisinya. Di samping itu, keduanya merasa dipaksa oleh
sekelompok orang dari Kufah dan Basrah untuk membaiat ‘Ali, di bawah ancaman
pedang terhunus. Alasan terakhir ini rupanya dijadikan alasan baru untuk menuntut
Khalifah, mereka berjanji akan taat dan patuh, jika Khalifah menghukum semua orang
yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan Usman ibn ‘Affan. Tuntutan tersebut
senada dengan tuntutan Mu’awiyah, yaitu agar Khalifah 'Ali mengadili Muhammad
ibn Abu Bakr, anak angkatnya, yang mereka pandang sebagai biang keladi peristiwa
terbunuhnya ‘Usman. Dengan demikian, Khalifah ‘Ali dihadapkan pada posisi yang
cukup sulit di awal pemerintahannya.
Tampaknya tuntutan Talhah dan Zubair tersebut, dipolitisasikan oleh
Muawiyah untuk memojokkan ‘Ali, yang dipandang sebagai saingan utamanya.
Untuk membangkitkan semangat antipati dan permusuhan terhadap Khalifah ‘Ali,
Mu’awiyah menggantungkan baju ‘Usman yang berlumuran darah beserta potongan
jari istrinya, yang dibawa lari dari Madinah ke Syria oleh Nu’man ibn Basyar. Posisi
‘Ali yang sulit ini, ditambah lagi dengan tindakan pemecatannya terhadap Gubernur
Damaskus, Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, adalah sebagai faktor yang mempercepat
berkobamya perang Siffin. Perang ini mengakibatkan munculnya golongan
Khawarij, musuh ‘Ali yang paling ekstrem, sesudah terjadinya upaya perdamaian
dari pihak Mu’awiyah dengan ber-tahkim pada al-Quran, setelah pasukannya terdesak
oleh pasukan ‘Ali di bawah panglima Malik al-Astar. Siasat licik Mu’awiyah yang
dimotori oleh ‘Amr ibn ‘Ash ini, sebenarnya telah diketahui oleh Ali. Sayang sekali
usaha menghadapi siasat licik ini terhalang oleh sebagian besar pasukannya sendiri
yang memaksanya menerima tawaran damai tersebut. Akhirnya, kedua belah pihak
sepakat untuk berdamai, dan masing-masing harus diwakili oleh seorang juru runding.
Pihak Mu’awiyah diwakili oleh ‘Amr ibn ‘Ash, sedangkan pihak 'Ali diwakili Abu
Musa al-Asy’ari.
Sekalipun pihak ‘Ali kalah total, namun 'Ali tetap memegang jabatan
khalifah sampai ia terbunuh di mesjid Kufah, oleh seorang Khawarij bernama
Ibn Muljam, tahun 41 H/661 M. Dalam menghadapi dilema politik ‘Ali lebih
tampak sebagai seorang panglima perang daripada sebagai seorang politikus. Ia lebih
suka menempuh jalan kekerasan, sekalipun harus banyak memakan korban,
sedangkan dengan jalan diplomasi yang pernah ditempuhnya, ia tampak lebih banyak
didikte oleh pihak lawan. Tipe perjuangan ‘Ali ini rupanya dikembangkan oleh sekte
Syi'ah Zaidiyyah.
Para pendukung dan pengikut setia Khalifah 'Ali apabila dilihat dari aspek
akidah mereka, tidak jauh berbeda dengan akidah ummat Islam pada umumnya saat
itu. Sudah barang tentu, mereka belum mengenal sama sekali apalagi memiliki
doktrin-doktrin seperti yang dimiliki oleh kaum Syi'ah, selain pendirian mereka
bahwa 'Ali lebih utama memangku jabatan Khalifah sesudah Nabi. Jumlah mereka
relatif lebih kecil. Dengan demikian, pengikut setia 'Ali dalam mencapai cita-cita
perjuangannya saat itu belum berorientasi pada suatu doktrin tertentu, maka saat itu
dapat dikatakan bahwa Syi'ah belum lahir. Ini berbeda dengan aliran Khawarij,
semboyan: “Tiada hukum yang wajib dipatuhi selain hukum Allah,” sejak keberadaan
sekte ini, telah dijadikan sebagai doktrin dan pengikutnya selalu berorientasi pada
ajaran itu. Oleh karenanya dipertanyakan, kapan lahirnya Syi'ah itu?
Mengenai lahirnya Syi'ah, terdapat beberapa pendapat yang kontroversial.
Pendapat al-Jawad yang dikutip oleh Abu Bakar Atjeh dalam bukunya Perbandingan
Mazhab Syi’ah, menjelaskan bahwa lahirnya Syi'ah adalah bersamaan dengan
lahirnya nas (hadis) mengenai pengangkatan ‘Ali ibn Abi Talib oleh Nabi Saw.
sebagai khalifah sesudahnya, nas yang dimaksud antara lain, mengenai kisah
perjamuan makan dan minum yang diselenggarakan oleh Nabi Saw. di rumah
pamannya, Abu Talib, yang dihadiri oleh 40 orang sanak keluarganya. Dalam
perjamuan itu beliau menyatakan: “...Inilah dia (‘Ali) saudaraku, penerima wasiatku
dan khalifahku untuk kalian, oleh karena itu, dengar dan taati (perintahnya) ...”.
Pernyataan ini disampaikan oleh Nabi sesudah ‘Ali ra. menerima tawaran
sebagai khalifahnya. Nas seperti ini, jelas tidak terdapat dalam kitab Sahih al-Bukhari
dan Sahih Muslim, karena itu golongan Sunni menolak nas tersebut bila
dijadikan dalil untuk mengklaim kekhilafahan bagi ‘Ali sebagaimana yang
dikehendaki oleh kaum Syi'ah. Sebaliknya, tidak dimuatnya nas-nas semacam
itu, demikian Syarafuddin al-Musawi, oleh kedua imam hadis tersebut dalam
kitab sahihnya merupakan manipulasi golongan Sunni terhadap hadis-hadis
sahih yang berkaitan dengan kekhilafahan ‘Ali, karena nas itu dikhawatirkan
akan menjadi senjata kaum Syi’ah untuk menyerang paham mereka.
Abu Zahrah berpendapat bahwa Syi’ah tumbuh di Mesir masa
pemerintahan ‘Usman, karena negeri ini merupakan tanah subur untuk
berkembangnya paham tersebut, kemudian menyebar ke Irak dan di sinilah
mereka menetap. Selain itu, adalah wajar apabila ada yang berpendapat, bahwa
lahirnya Syi’ah itu sewaktu Nabi sakit keras, pamannya, ‘Abbas, menyarankan
kepada ‘Ali dan mengajaknya menghadap Nabi saw. untuk meminta wasiatnya,
siapakah orang yang akan menggantikan kepemimpinan beliau, namun maksud
tersebut ditolak ‘Ali ra. dengan tegas, dan ia pun bersumpah tidak akan memintanya.
Selanjutnya masih ada pendapat yang mengatakan bahwa lahirnya
Syi'ah itu bersamaan dengan terjadinya perang Jamal, perang Siffin, dan
perang di Nahrawan, karena pada saat itu, seorang tidak dapat dikatakan
sebagai Syi'ah kecuali orang yang mengunggulkan kekhilafahan 'Ali daripada
'Usman ibn 'Affan. Apabila dilihat ciri-ciri dari beberapa pendapa di atas, maka
pendapat pertama tampak sama sekali tidak realistis, sedangkan tiga pendapat yang
terakhir, rupanya lebih menitikberatkan pada adanya sikap dan tindakan-tindakan
nyata sebagai pendukung dan pengikut setia 'Ali semasa hidupnya. Akan tetapi,
apabila kelahiran Syi'ah dilihat sebagai suatu aliran keagamaan yang bersifat politis
secara utuh, maka ia harus dilihat pula dari aspek ajaran atau doktrin politiknya, yaitu
tentang hak legitimasi kekhilafahan pada keturunan 'Ali dengan Fatimah, puteri
Rasulullah, sebab dari segi doktrin inilah identitas Syi'ah tampak lebih jelas, berbeda
dengan identitas sekte-sekte Islam lainnya. Dan munculnya doktrin Syi'ah seperti ini
adalah bermula sejak timbulnya tuntutan penduduk Kufah – pendukung ‘Ali – agar
masalah kekhilafahan dikembalikan kepada keluarga Khalifah atau Ahlul-Bait dari
tangan orang-orang yang dianggap telah merampasnya.
Dari penerapan doktrin ini, lahirnya Syi’ah itu bersamaan waktunya
dengan pengangkatan Hasan ibn ‘Ali ibn Abi Talib sebagai imam kaum Syi’ah.
Adapun aktivitas para pendukung dan pengikut setia ‘Ali pada periode sebelumnya,
hanyalah merupakan faktor yang mempercepat proses tumbuhnya benih-benih Syi’ah
yang sudah siap tumbuh dan berkembang.

b) Kelahiran Sunni
Sejarah Sunni dimulai ketika ricuhnya perpolitikan yang
mengatasnamakan Islam. Nabi Muhammad wafat sebelum menunjuk pengganti.
Oleh karena itu, terjadi konflik tentang siapa yang paling pantas menggantikan beliau
sebagai khalifah. Setelah ketegangan dan tarik-ulur selama dua hari sehingga
menunda pemakaman jasad Nabi Muhammad, ditunjuklah Abu Bakar as-Shiddiq
sebagai khalifah. Penunjukan ini tidak memuaskan beberapa kalangan. Bahkan,
kalangan yang mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib lebih sah menjadi khalifah
kemudian memisahkan diri dan membentuk Syiah.
Sementara itu, golongan yang lebih umum, kemudian disebut Sunni. Golongan
ini hingga saat ini terbagi dalam empat mahzab berbeda. Yang perlu dicatat, empat
mahzab tersebut tidak menandakan perpecahan. Perbedaan empat mahzab hanya
terletak pada masalah-masalah yang bersifat “abu-abu”, tidak diterangkan secara jelas
oleh Al-Quran atau hadits seiring dengan kemajuan zaman dan kompleksitas hidup
muslim.
Keberadaan kelompok Sunni dimulai sejak berakhirnya pemerintahan al-
Khulafa` al-Rasyidun. Selain dinamakan Sunni, kelompok ini juga dikenal dengan
nama ahl al-hadis wa al-sunnah, ahl al-haqq wa al-sunnah dan ahl al-haqq wa al-din
wa al-jama`ah. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa paham Sunni adalah paham
yang berpegang teguh pada tradisi salah satu mazhab dari mazhab yang empat
(Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hanbali). Istilah Sunni dikenal pemakaiannya dalam
konteks politik dan untuk membedakannya dengan kelompok-kelompok politik lain
seperti Khawarij dan Syi’ah.
Setelah Nabi Saw. wafat terjadi perdebatan di kalangan umat Islam tentang
siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin umat Islam. Sebelum wafat
Nabi tidak memilih dan menunjuk tentang siapa penggantinya kelak. Akhirnya, dalam
sebuah pertemuan di Saqifah Bani Sa`idah, terpilihlah Abu Bakar sebagai
pengganti Nabi. Setelah itu berturut-turut terpilih Umar ibn al-Khattab, Usman ibn
Affan dan Ali ibn Abi Thalib sebagai pemimpin umat Islam. Mereka kemudian
dikenal sebagai Khulafa al-Rasyidin.
Setelah berakhir masa khalifah yang empat tersebut, naiklah Mu`awiyah
yang membangun Dinasti Bani Umaiyah. Namun naiknya Mu`awiyah mendapat
tantangan dari sebagian umat Islam yang mendukung Ali (Syi`ah) dan kelompok
sempalan Khawarij. Akhirnya pada periode awal umat Islam terpecah menjadi tiga
kelompok, yaitu mayoritas pendukung Mu`awiyah yang kemudian dikenal dengan
jamaah (Sunni), pendukung Ali (Syi`ah) dan Khawarij. Dalam perkembangan
selanjutnya, kelompok Sunnilah yang paling mendominasi percturan politik Islam.
7. Konsep Khilafah Islamiyah
Khilafah berasal dari sebuah kata bahasa Arab, yaitu kholafa yakhlufu, yang artinya
'menggantikan'. Kata ini disebutkan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30. Allah
menjadikan di atas bumi ini, khalifah. Khalifah-pengganti. Khilafah-penggantian.
Secara istilah : orang yang menggantikan pemimpin sebelumnya. Setiap pemimpin yang
datang menggantikan pemimpin sebelumnya disebut Khalifah. Sebagaimana Abu
bakar yang menggantikan fungsi Rasul sebagai kepala negara, dan agama; ia disebut
khalifah rasulullah. Selanjutnya, sebenarnya disebut khalifah abu bakar, khalifah umar.
Namun karena tidak efisien penyebutannya, umat mengusulkan penggantian nama
khalifah itu menjadi amirul mukminin, dengan tetap melaksanakan fungsi khalifah itu.
Khalifah itu orangnya. Khilafah itu sistemnya. Khilafah didefinisikan sistem
pemerintahan dalam syariat Islam, yang terbangun di atas kepemimpinan seorang
muslim atas suatu negara, dan ia memerintah dengan syariat Islam. Ini merupakan
makna secara umum. Dahulu pemimpin setiap negara disebut sebagai khalifah/amir.
Namun ada definisi khusus Khilafah kenabian, yang berlangsung 30 tahun saja. Setelah
itu berubah menjadi sistem kerajaan, dan seterusnya.
Abu bakar memerintah 2 tahun 4 bulan, Umar selama 10 tahun, Utsman 12 tahun, Ali
5 tahun, Hasan bin Ali 7 bulan. Saat Hasan turun, beliau berhasil mendamaikan 2
kelompok besar umat Islam yang bertikai.
Metode memilih pemimpin dalam islam :
a) Sistem bai'at, sekelompok orang menunjuk pemimpin, lalu membaiatnya. Contoh :
Abu bakar.
b) Istikhlaf. penunjukan dari pemimpin yang lama untuk pemimpin yang baru. Contoh
yang dilakukan Abu Bakar dengan memilih Umar bin khattab sepeninggal beliau
c) menyerahkan urusan pemilihan pemimpin kepada majelis syuro. Contoh yang
dilakukan Umar bin khattab saat memilih khalifah pengganti, yaitu mengumpulkan 6
sahabat dari sekian sahabat yang mendapat kabar jaminan surga

Anda mungkin juga menyukai