Anda di halaman 1dari 18

BUDAYA MELAYU RIAU

KERAJAAN MELAYU RIAU

DOSEN PENGAMPU
SALMAN, S.Ud., M.Pd

Nama Kelompok
Azizah Abi Jasmine 210803034

Regina Khairinisa 210803033

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
RIAU TAHUN 2022/2023
1.1 Tujuan Pembelajaran

Dalam pembelajaran ini bertujuan untuk mengetahui sejarah berdirinya kerajaan-


kerajaan melayu yang ada di provinsi Riau diantaranya Kerajaan Siak, Pelalawan, Dan
Lingga-Riau. Pembelajaran sejarah memberikan muatan pendidikan karakter (edukatif),
menumbuhkan jiwa patriotisme dan nasionalisme, serta memberikan kesadaran reflektif bagi
anak bangsa tentang masa lalunya.

1.2 Uraian Materi

Kerajaan Riau Lingga, Kerajaan Siak, kerajaan Indragiri dan Kerajaan Pelalawan,
merupakan kerajaan –kerajaan Melayu yang sudah bertambah pada masa abad ke 18. Kesemua
kerajaan Melayau Riau ini menunjukkan bahwa masyarakat Riau pada masa itu telah
mempunyai peradaban yang tinggi. Sehingga orang-orang melayu sudah dikatakan telah
mempunyai ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan agama.
Karena kalau kita baca sejarah dari kerajaan – kerajaan melayu RIau terlihat megah dan
mencapai puncak kejayaan pada masa itu.
Maka dari itulah kami ingin mengetahui dan mempelajari sesuai dengan sumber dan
Literature yang ada untuk mnggali lebih mendalam tentang kerajaan – kerajaan melayu yang
ada di Riau. Shingga akan menambah wawasan bagi anak – anak Riau khusunya Mahasiswa
STAI Nurul Hidayah Selatpanjang
Untuk itu pada tahun 1992 dengan dukungan Pemda Tingkat I Riau sebuah Tim peneliti
– peneliti Sejarah Daerah Riau divbentuk dan dimulai bekerja untuk menghasilkan karya
histografi berupa buku sejarah dari masing-masing kerajaan yang pernah ada di Riau, pada
tahun 1992 telah diterbitkan buku sejarah “ Sultan Yarif Qosim II “ ( Raja terakhir kerajaan
Siak Sri Indrapura Tahun 1993 terbit [ula buku “ Dari kesultanan Melayu Johor Riau ke
Kesultanan Melayu Lingga – Riau “ dan pada awal tahun 1994 yang lalu buku-buku sejarah
kesultanan Indragiri).
Pada pertengahan tahun1994 ini Tim peneliti dan pengkajian sumber-sumber sejarah
daerah Riau melanjutkan kegiatan meneliti / menulis sejarah Kunto Darussalam yang lokasinya
terletak di Kabupaten Kampar dan sejarah kerajaan Pelalawan yang terletak di Kabupaten
Bengkalis.
Sejarah Kerajaan Siak

Pendiri kerajaan Siak adalah Raja Kecil dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rachmad Syah
(1723-1746), yang berpusat di Buntan. Menurut sejarah Raja Kecil merupakan Putra Seultan
Mahmud Syah II dari istri gundiknya. Pada waktu terjadi kudeta dikesultanan Melayu Johor
Riau terhadap Sultan Mahmud Syah II oleh Bendahara. Sultan Mahmud Syah II wafat, yang
berkebetulan istrinya sedang hamil diselamatkan oleh hulubalangnya ke Jawa diperkirakan di
Banten. Kemudian dibawa oleh Ibunya ke Palembang, Jambi, Indragiri dan selanjutnya ke
Pengaruyung.
Di Paguyung inilah Raja Kecil dididik dan dibesarkan dan setelah beliau sewasa, maka
keinginanya untuk menjadi raja untuk mengantikan ayahnya sangat besar. Maka berangkatlah
beliau menuju Johor untuk merebut tahta kerajaan dari tanga Datuk Bendahara yang bergelar
Sultan abdul Jalil Riayat Syah IV (1699-1718). Di dalam perjalanan tersebut Raja Kecil
diiringi oleh 4 orang datuk sebgai penasehat dan seorang penjawat khusus serta bebeapa hulu
baling. Kemudian beliau dibantu oleh Datin-dating di Bengkalis dan melakukan kerja sama
dengan orang-orang yang tidak senang kepada Sultan Abdul Jalil Riayah Syah IV. Dalam
pendaratan pertama di pangkalan Rama, Raja Kecil dapat mengalahkan pasukan Sultan Abdul
Jalil Riayah Syah IV dan akhirnya beliau Mangkat diri sebagai Sultan dengan gelar Sultan
Abdul Jalil Rachamad Syah (1718-1722). Raja Kecil bergelar Sultan Abdul Jalil Rachmad
Syah. Raja Kecil mempunyai 3 orang Putra :
a. Tengku Alamudin (putra sulung)
b. Tengku Tengah (meninggal)
c. Tengku Buang Asmara (putra bungsu)
Pemerintahan Raja Kecil berpusat di Buatan. Setelah Raja Kecil wafat bergelar
Almarhum Buatan dan beliau diganti oleh putra yang bungsu bergelar SultanAbdul Jalil
Jalaludin Syah (1746-1765). Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Jalaludin Syah pusat
pemerintahan berada di Mampura. Tujuannya adalah untuk menjauhkan diri anaa,man VOC.
Sebgai strategi pertahanan, sebab Mampura terletak jauh di Pedalaman.
Pada tahun 1765 Sultan Mampura I wafat dengan gelar Marhum Mampura.
Pengantinya diangkat putra Tengku Ismail bergelar Sultan Abdul Jalil Jalaludin Syah, setelah
wafat beliau diganti oleh Kesultanan Sanapelan.
Kesultanan sanapelan dengan Raja bernama Tengku Alam. Tengku Alam naik tahta
tahun 1766-1780 bergelar sultan Abdul Jalil Alamuddin Syaj. Sultan ini memindahlkan pusat
pemerintahan dari Mampura ke Snapelan.
Setelah pusat pemerintahan dipindahkan ke Senapelan, maka daerah ini semakin hari
semakin berkembang. Kemudian bndarini diberi nama “Bandar Pekan”, yang kemudian
terkenal dengan nama Pekanbaru sekarang ini.
Dengan Usaha beliau memperbesar Bandar perdangan itu, dibukalah jalan-jalan
perhubungan dagang yang menghubungkan senapelan dengan daerah-daerah lain, usaha ini
berhasil, sehingga Kesultanan Senapelan bertambah maju. Setelah berhasil mengembangkan
daerahnya. Sultan Alamuddin mangkat pada tahun 1780 dan dimakamkan di bukit Snapelan,
yang kemudian bergelar Marhum bukit, setelah itu pemerintahan dilanjutkan oleh putranya
yang bergelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam syah (1780-1782).
Dalam pemerintahannya inilah Pekanbaru menjadi suatu Bandar perdagangan yang
ramai. Pemerintahan ini berlangsung selama dua tahun saja. Nbeliau wafat disebut dengan
gelar “Marhum Pekan”. Oleh karena beliau beliau tidak berputra maka Dewan Orang Besar
Kesultanan mengangkat keturunan laki-laki dari sultan Ismail Abdul Jalil Jalaludi syah yang
bernama yahya Abdul Jalil Muzafar syah (1782-1784).
Pada masa pemerintahan Sultan Yahya Abdul Jalil Muzafar Syah ini pusat
pemerintahan dipindahkan kembali ke Mapura dengan alasan antara lain : Timbulnya
ketegangan dari pengikut Sultan Alamuddin Syah dan untuk meluhurkan kembali Mapura,
tempat ayahnya Yahya pernah bertahta serta masih banyak pengikut-pengikut marhhum
Mapura. Pemerintahan ini tida lama hanya 2 tahun. Kemudian beliau pergi ke Dungun
(Malaka) dan mengangkat disana tahun 1784, lalu digelari dengan Marhum Mangkat di
Dugun. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil
Syaifuddin, putra dari Embung Badariah dengan Syaed Syarif Utsman syahbuddin seorang
arab. Semenjak itu gelar sultan-sultan Siak mempergunakan Syaed. Tengku Embung Badariah
putri dari Sultan Alamuddin Syah (Marhum Bukit).
Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin memerintah dari tahun 1780-1810.
kemudian pusat pmerintahan di pindahkan kembali dai Mapura ke Kota Tinggi atau Kota SIak
Sri Indrapura sekarang (seberangan Mapura). Sultan menghidupkan kembali nama Siak Sri
Indrapura yang telah diberikan oleh seorang Panglima kerajaan Singosari – Panglima
Indrawarman – yang menjadi panglima pada expedisi melayu tahun 1272-1289. pemindahan
ini beralasan untuk memudahkan pengasan lalulintas perdagangan dan kesamaan wilayah,
karena Mapura terletak di pnginggir Sungai Siak.
Dibawah pim[inan Syarif Ali berdiri dan di dampingi oleh panglima besar Sayed
Abdurrachman, Tengku besar sayed achmad. Komandan angkatan laut Datuk Laksmana,
dilakukan penyerangan ke daerah-daerah Temiang, Panai, Asahan, deli serdang, Langkat Bilah
Kuolah, Begadai, Kota Pinang, Pengarawan, penyerangan ini membawa kemenangan Siak,
sehingga daerah-daerah itu menjadi jajahannya, kemudian terkenal dengan 12 jajahan Siak.
Dalam mempertahankan kekuasaannya, Sultan ini mengangkat saudaranya menjadi
Sultan di daerah yang ditaklukkannya, yaitu Sultan Syarif Abdurrahman Fachruddin di
tempatkan di Pelalawan. Sultan Syarif mangkat pada tahun 1810. pemerintahan dilanjutkan
oleh Sultan Ibrahim (1810-1815). Karena kesehatan SultabIbrahim terganggu, pemerintahan
dijalankan oleh wali Sultan, terdiri dari :
A. Sultan Syarif Ismail
B. Tengku panglima besar Syarif Hasyim
C. Tengku Mangkubuni syarif Ahmad
D. Sultan Syarif Kasim I
Sultan Ibrahim mangkat pada tahun 1814 dan dimakamkan di Kubah Kota Tinggi dan
dikenal sebagai Marhum Pura Kecil. Pada waktu wali Sultan Syarif Muhammad syahbuddin
dengan menepatkan wakilnya Tengku panglima Besar Syaed Thoha di Tebing Tinggi dan
Tengku Endut Syaed Daud di Merbau.
Selama 2 tahun Tengku Sayed Muhammad menjadi wali Sultan pada tahun 1815
dilantiklah Sultan Islamil sebagai Sultan Siak menganti sultan Ibrahim. Sultan ini kemudian
bergelar sultan Assyaidis Syarif Ismail abdul Jalil Jalaludin (1815-1864) sebgai Tengku
Panglima Besar diangkatlah Sultan Syarif Hasim dan Datuk Laksmana ditempatkan di Bukit
Batu (sekarang Bengkalis).
Pada masa ini terjadi penyerangan Inggirs ke Bengkalis dibawah pimpinan Wilson.
Sultan Ismail terpaksa meminta bantuan Belanda dan akhiranya dapat mengusir Inggris.
Sebgai balas jasa atas bantuan itu diadakan perjanjian yang dikenal dengan Traktat Siak dan di
tanda tanggani pada 1 februari 1858, pihak Belanda diwakili oleh Reisiden Riau J.F.N.
Neuwenhuyeen dan Siak diwakili oleh Sultan Ismail dan Tengku Putra. Isi perjanjian Traktat
Siak :
A. Belanda mengakui hak otonomi Siak daerah Siak sendiri
B. Siak menyerahkan daerah jajahannya seperti Deli Serdang, Langkat, asahan, kepada
Belanda.
Akibat perjanjian secara regional dan internasional memberikan efek kepda
perkembangan-perkembangan di sekitar Malaka dan Indonesia umumnya. Denan diserahkan
daerah kepada Belanda, maka Aceh merasa tidak senang karena aceh menganggap daerah
tersebut merupakan daerahnya.persoalan ini menyebabkan timbulnya perang Aceh melawan
Belanda (1873-1904). Sebaliknya Sultan Ismail pun merasa tidak senang kepada Belanda yang
masih menduduki Bengkalis dan mengadakan serangan ke Bengkalis pada tahun 1893.
Karenatindakan Belanda menurunkan Sultan Ismail dari tahta dan mengantikannya dengan
Sultan Assyaidis Kasim Abdul Jalil Syaifuddin (1864-1889). Sultan Ismail berangkat ke
Pekanbaru dan pada tahun itu juga mangkat di Pekanbaru dan diberi gelar “Murhum mangkat
di Pekan”.
Sultan Kasim membangun Istana yang bahannya masih dari kayu, disampin itu di
bangun pula Masjid Syah Buddin dan Makam Kota Tinggi bernama Qubbatul Qasyimiah.
Selain itu dibangun jalan tempat ketempat peristirahatan di bali Kajang. Sultan mamgkat pada
tahun 1889 di makamkan di Kota Tinggi yang kemudian diberi gelar “Marhum Mahkota”.
Sultan Kasim ini yang pertama-tama membuat Mahkota Kerajaan Siak bertahta Intan Berlian,
Mahkota tersebut pada masa Sultan Hasim diambil pemerintahan Sumatera Tengah dan diduga
sekarang tersimpan dimesium Jakarta. Pada tahun 1889 TEngku Ngah Sayed Hasyim di
Tabalkan menjadi Raja dengan gelar “Sultan Assyaidissyarif Hasyim Abdul Jalil Syaifudin Sri
Paduka yang dipertuan besar Kesultanan Siak bersemayam di Singasana KEsultanan Siak serta
jajahan takluknya. Kemudian pemerintahan Kesultanan di bagi dalam 10 Provinsi. Yang
masing-masing dikepalai oleh seorang Hakim Polisi.
Sultan Kasyim ahli dalam bidang perdagangan, berkat keahliannya Siak mengalami
kembali kejayaannya. Sehingga pda masa Kesultanan Kasyim ini beliau dapat merekontruksi
kembali Istana yang dibanun oleh Ayahnya. Istana tersebut masih dapt kita saksikan sekarang.
Pemerintahan sultan Hasyim ini singkat sekali, beliau wafat pada tahun 1908 di
Singapura. Jenazahnya dibwa ke Siak dan dikamkan di Qubbah Hasyimiah dan kemudian
disebut rakyat (Marhum Baginda).
Setelah mangkatnya Sultan Hasyim, sementara menjelang Putra Mahkota dewasa
sultan Hasyim II Pemerintahan dipegang oleh wali Sultan. Kemudian pada 3 maret 1915
Sultan Hasyim II dinobatkan sebgai Sultan Siak ke XII bergelar Sultan Assyidis Syarief
Kasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Pada masa pemerintahan Sultan Kasyim II banyak sekali
pertahanan yang dilakukan beliau antara lain :
A. Dalam bidang Pemerintahan, beliau mengadakan perubahan struktur/system pemerintahan.
B. Dalam bidang Pendidikan dan Agama, beliau mendirikan sekolah-sekolah.
C. Dalam Keamanan, beliau membuka Pendidikan untuk para pemuda guna dijadikan
“Volunteer” yang dijadikan pasukan kawal khusus 1939.
Sistem Politik, Ekonomi, sosial-budaya Kerajaan Siak Indrapura

Pada masa pemerintahan Kerjaan Siak, pusat pemerintahan selalu berubah. Setiap raja
mengambil kebijakan masing-masing. Mulai awal masa pemerintahan Raja Siak yang pertama
sampai selanjutnya. Bisa kita lihat dari sejarah Kerajaan Siak ini yang mana pada masa
awalnya Pusat pmerintahan berada di Buatan oleh Raja Kerajaan Siak yang pertama yaitu Raja
Kecil yang beegelar Sultan Abdul Jalil RAchmadsyah (1723 – 1746).
Setelah raja kecil mangkat beliau diganti oleh Putra Bungsu, pada masa pemerintahan
Sultan ini pusat pemerintahan ke Mapura. Setelah Raja ini mangkat pusat pemerintahan di
pindahkan lagi ke Senapelan.
Pada masa kesultanan Senapelan, Kerajaan Siak semakin berkembang karena pada
masa kesultanan ini beliau membuka jalur perdangangan dengan dibukanya Jalan-jalan
perhubungan dagangan yang menghubungkan Senapelan dengan daerah-daerah penghasil
bahan-bahan dagangan. Jalan tersebut menuju ke Selaran dan Barat, sehingga banyaklah para
pedagang berdatangan ke kerajaan Senapelan ini. Kemudian setalah kesultanan senapelan ini
berkembang. Raja Alamuddin mangkat dan digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan
Muhammad Ali Abdul Jalil Muzzamsyah ( 1780-1782 ) dan melanjutkan pemerintahan dan
meneruskan usaha ayahnya. Dalam pemerintahan inilah Pekanbaru menjadi Bandar
perdagangan yang ramai. Setelah 2 tahun memerintah, dultanpun mangkat. Karean Sultan ini
tidak punya putra, maka pemerintah melanjutkan oleh keturunan laki-laki dari Sultan Ismail
Abdul Jalil Jalaluddin Syah yang bernaama Sultan Yahya Abdul Jalil Muzzafarsyah ( 1782-
1784 ). Pada masa kesultanan ini pusat pemerintahan ke,bali dipindahkan lagi ke Mapura.
Tidak lama memerintah Sultan pun mangkat dan diganti oleh Sultan Assyaidis Syarif Ali
Abdul Jalil syaifuddin putra dari Tengku Embung Badariah dengan syaed Syarif Usman
Syahbuddin, seorang Arab. Semenjak ini gelar Sultan Siak mempergunakan gelar Sayed. Pada
masa kesultanan ini ( 1784-1810 ) pusat pemerintahan di pindahkan lagi ke Kota Tinggi atau
Kota Siak Sri Indrapura. Sultan menghidupkan kembali nama “ Siak Sri Indrapura” pada masa
kesultanan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin. Kekuasan kerajaan Siak meluas karena
banyak dilakukan perluasan daerah sehingga kerajaan Siak mepunyai 12 daerah jajahan.
Kemudian setelah Sultan Syarif mangkat pada tahun 1810, pemerintah dilanjutkan oleh Sultan
Ibrahim ( 1810-1815). Karena kesehatan Sultan Ibrahim terganggu, pmerintahan dijalankan
oleh Wali Sultan. Setelah Sultan mangkat pada tahun 1813 dan dimakamkan di Qubbah Kota
Tinggi dan dikenal dengan Marhum Pura Kecil. Pada waktu ini diangkatlah wakil Sultan
Syarifd Muhammd Syahbuddin dengan menempatkan wakilnya di Tebing Tinggi dan Merbau.
Selama 2 tahun Tengku Syaed Muhammd mejadi wali Sultan dan pada tahun 1815 di lantiklah
Sultan Ismail sebagai Sultan Siak mengantikan Sultan Ibrahim dan bergelar Sultan Assyaidis
Syarif Ismail Abdul Jalil jalaludin (1815-1864).
Pada masa terjadinya penyerangan Inggris ke bengkalis dibawah pimpinan Wilson dan
Sultan Ismail terpaksa meminta bantuan kepada belanda. Usaha Belanda ini berhasil, dan
kemudian Belanda membuat perjanjian dengan kerajaan Siak yang dikenal dengan Traktat
SIak pada tanggal 1 Februari 1858. akhirnya kerajaan SIak menyerahkan kekuasaan atas
jajahannya kepada Belanda dan akhirnya Sultan Ibrahim diturunkan oleh Belanda dari
kesultanannya dan diganti oleh Syarif Kasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1864-1889). Sultan
Kasim mulai membngun Istana yang bahannya masih dari kayudan dibngun pula Masjid
Syahpudin dan makam kota TInggi yang bernama Qibatul Qosyimiah, dan juga dibangun
tempat peristirahatan di bali kajang. Sultan mangkat pada tahun 1889 dan dimakamkan di kota
Tinggi yang digelar dangan “ Marhum Mahkota”. Sultan Kasim ini yang pertama mebuat
mahkota Kerajaan Siak bertahta intan dan berlian. Kemudian dilanjutkan oleh Tengku Ngah
Syaid Kasim dengan gelar Sultan Assyaidis Kasim Abdul Jalil Syaifudin Sri Paduka yang
dipertuan Besar kesultanan SIak yang bersemayan disinggahsana kesultannan Siakm. Pada ,sa
kesultanan ini di bagi dalam 10 propinsi, yang masing-masing dikepalai oleh seorang hakim
polisi dan dibentuk pula kominsaris jajahan. Pda masa Sultan Hasyim, kerajaan Siak
mengalami kejayaan karena Sultan Hasim ahli dalam bidang perdangangan. Sultan ini
mengusahakan perdangan barang-barang Ekspor dan Sultan mendirikan took-toko di
Singapura. Dkidalam negeriseperti Medan dan Pekanbaru dan perfangna ini tidak saja di Selat
Malaka tetapi sampaike Eropa. Usahalainnya yaitumenaikan taraf hidup rakyat dengan jalan
membuka jalan Usaha Home Industri bagi kaum wanita.
Kemudian Sultan juga merekontruksi istana kerajaan menjadi megah dan dapat kita
saksikan sampai sekarng. Disamping Istana di bangun Balairung dengan Arsiteknya Tengku
Sida-sida Indra. Balairung ini merupakan ruang kerja sulatan, aperatur pemeintah, tempat
penbatan raja dan balaikerapatan tinggi. Pemerintahan Sultan Hasyim singkat sekali. Beliau
mangkat pada tahun 1908 di di Singapura.
Serlah itu kesultanan diganti oleh wali karena Putra Sultan Hasyim belum dewasa.
Setelah Sultan Hasyim II dewasa maka pada 3 Maret 1915 Sultan Hasyim II di nobatkan
sebagai Sultan Siak ke XII bergelar Sulatan Assyaidis Syarif Kasyim Abdul Jalil Syarifuddin.
Sultan Kasyim II melanjutkan pemerintahan dan menberuskan usaha dalam bidang
pemerintahan beliau megadakan perubahan struktur / system pemerintahan seperti tercantum
dalam lembaran Negara Kesultanan SIak. Dalam bidang pendidiakan dan Agama, beliau
mendirikan sekolah-sekolah :
1. H.I.S, pada tanggal 15 september 1915 untuk semua penduduk kesultan Siak.
2. Mendirikan sekolah agama Islam :
 Madrasah Taufiqiah Al – Hasyimiah.
 Madrasah An Nisa ( Khusu untuk wanita)
3. mendirikan Seokolah Latifah (Sekolah Kepandaian Wanita)
4. mendirikan Asrama pelajar (untuk anak, orang besar kerajaan dari daerah )
5. Memberikan beasiswa untuk tamatan H.I.S dan Madrasah untuk melanjutkan belajar ke
luar daerah.
Dalam bidang keamanan beliau membuka pendiidikan unruk para pemuda guna
“Volunteer” yang dijadikan pasukan kawal khusus 1939. disamping memiliki oppasar sendiri
yang ditempatkan di kantor-kantor dan Istana.

Sejarah Kerajaan Riau – Lingga


Kesultanan Riau-Lingga merupakan kerajaan Islam yang berdiri di Kepulauan Riau,
Indonesia pada paruh pertama abad ke-19. Secara historis, kemunculan kesultanan ini bisa
dirunut dari sejarah Kesultanan Malaka dan Johor. Ketika Kesultanan Malaka berdiri pada
abad ke-15 M, Riau-Lingga merupakan daerah yang termasuk dalam kekuasaan Malaka. Di
saat Malaka runtuh karena serangan kolonialis Portugis, muncul kemudian Kerajaan Riau-
Johor yang menggantikan posisi Malaka sebagai representasi kekuatan politik puak Melayu
di kawasan tersebut. Ketika itu, Riau-Lingga termasuk wilayah yang berada dalam kekuasaan
Riau-Johor.

Dalam perkembangannya, Kerajaan Riau-Johor pun melemah akibat faktor internal


dan eksternal. Faktor eksternal yang paling berpengaruh adalah konspirasi jahat kolonial
Inggris dan Belanda yang terangkum dalam Traktat London yang ditandatangani pada
tanggal 17 Maret 1824. Isi traktat membagi wilayah kerajaan Melayu menjadi dua pemilik:
Inggris dan Belanda. Semenanjung Malaya dan Singapura menjadi milik Inggris, sedangkan
Sumatera dan Jawa menjadi milik Belanda. Akibat dari penerapan isi perjanjian tersebut
adalah terpecahnya kerajaan Melayu menjadi dua: Johor di Malaysia dan Riau-Lingga di
Kepulauan Riau. Sejak tahun 1824 itu, Riau-Lingga resmi berdiri dan menjadi kerajaan yang
terpisah dari Johor. Sultan pertama yang menduduki tahta di Riau Lingga adalah Sultan
Abdul Rahman Muazzam Syah.

Kisah berdirinya kerajaan ini tidak terlepas dari peranan Belanda dan Inggris yang
ikut campur dalam konflik internal keluarga Kerajaan Riau-Johor. Saat itu tahun 1811, Sultan
Johor, Mahmud Syah III wafat, dan putera tertuanya, Husin sedang tidak berada di Johor.

Akhirnya, kemudian naik Abdul Rahman Muazzam Syah, adik tiri Hussin sebagai
sultan dengan dukungan Belanda, dan sempat berkuasa selama hampir tujuh tahun, yakni
hingga tahun 1819. Husin sangat kecewa dengan pelantikan itu. Potensi konflik ini kemudian
diketahui oleh Inggris dan langsung memanfaatkan situasi dengan mendekati Husin. Atas
dukungan Inggris, Husin akhirnya berhasil menjadi sultan dengan imbalan pemberian konsesi
atas Singapura kepada Inggris, sedangkan Abdul Rahman menjadi raja di Riau-Lingga atas
‘jasa baik‘ Belanda.

Sebagai balas budi atas ‘kebaikan‘ Belanda, Sultan Abdul Rahman kemudian
melakukan perjanjian dengan Belanda, yang intinya mengakui Pemerintah Hindia Belanda
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Riau-Lingga. Dengan kata lain, bisa dinyatakan
bahwa sebenarnya Abdul Rahman telah menggadaikan Riau-Lingga kepada Belanda demi
kekuasaan yang ia pegang. Sebagai kompensasi, Belanda kemudian melindungi sultan dan
keluarganya. Untuk mewakili pemerintah Belanda, kemudian didirikan kantor residen di
Tanjungpinang. Dari sinilah, seluruh aktifitas Kerajaan Riau-Lingga dikontrol oleh Belanda.
Setiap pergantian sultan harus diawali dengan sumpah setia kepada Belanda.

Dalam menjalankan pemerintahan, Sultan Abdul Rahman juga harus bekerjasama


dengan Yang Dipertuan Muda yang berkedudukan di Pulau Penyengat, dan Residen Belanda
yang berkedudukan di Tanjungpinang. Yang Dipertuan Muda yang berkedudukan di Pulau
Penyengat merupakan jabatan yang menjadi hak prerogatif para bangsawan keturunan Bugis.

Pada tahun 1832, Sultan Abdul Rahman meninggal dunia, ia kemudian digantikan
oleh Sultan Muhammad II Muazzam Syah. Namun, karena terlalu sering berada di
Trengganu, akhirnya ia diturunkan dari jabatannya pada tahun 1835, dan digantikan oleh
Sultan Mahmud IV Muzaffar Syah yang berkuasa hingga 1857. Sultan Mahmud memerintah
tidak terlalu lama, ia diturunkan oleh Belanda disaat ia sedang berada di Singapura. Sebagai
gantinya, Belanda melantik pamannya dengan gelar, Sultan Sulaiman II Badrul Alam Syah.
Sultan ini memerintah hingga tahun 1883, dan kemudian digantikan oleh Sultan Abdul
Rahman II Muazzam Syah pada tahun 1885. Sultan Abdul Rahman kemudian berselisih
dengan Belanda karena ia tidak mau tunduk dan diatur secara semena-mena. Salah satu
kebijakan sultan yang membawa konflik dengan Belanda adalah penyatuan jabatan Yang
Dipertuan Muda dibawah raja, padahal selama ini, jabatan Yang Dipertuan Muda selalu
menjadi hak kaum bangsawan Bugis. Sultan ini juga mengambil jalan yang berbeda dengan
kakeknya yang bekerjasama dengan Belanda. Ia kemudian lebih memilih meninggalkan
Penyengat yang saat itu menjadi pusat Kerajaan Riau-Lingga, dan hijrah ke Singapura
daripada tunduk dan diatur Belanda. Akhirnya, pada 3 Februari 1911, Kerajaan Riau Lingga
dihapuskan secara in absentia oleh Belanda, unutk selanjutnya langsung berada di bawah
pemerintah Belanda..

Kehidupan Sosial-budaya Kerajaan Riau – Lingga

Di antara kesultanan melayu yang pernah berdiri di kawasan Riau, mungkin


Kesultanan Riau-Lingga yang menyumbangkan peran terbesar pada perkembangan bahasa
Melayu, terutama sebagai bahasa tulis. Peran tersebut sangat tampak pada periode paruh kedua
abad ke-19, di saat kesultanan ini sedang mencapai masa kejayaannya. Ketika itu, kehidupan
intelektual berkembang pesat. Hal ini didukung oleh perkembangan perdagangan yang begitu
semarak, sehingga pemasukan dari sektor ini mampu menggerakkan sektor lainnya. Relasi
dagang saat itu terjalin erat dengan India, Cina, Siam, Jawa dan Bugis.
Tokoh intelektual yang paling dikenal dari era Riau-Lingga ini adalah Raja Ali Haji
(1809-1873), seorang pujangga, ahli sejarah dan ahli agama yang bermastautin di Pulau
Penyengat. Karya-karya yang ia tinggalkan mencakup tema yang luas dan masih bisa dibaca
hingga saat ini. Tema-tema itu mencakup sastra, keagamaan, filsafat, pemerintahan, bahasa
dan sejarah. Di antara beberapa karya Raja Ali Haji adalah: Syair Siti Shianah, Syair Awai,
Gurindam Dua Belas, Tuhfat al-Nafis, Kitab Pengetahuan Bahasa, Bustan al-Katibin, Silsilah
Melayu dan Bugis, dan banyak buku lainnya. Bustan al-Katibin dan Kitab Pengetahuan Bahasa
merupakan buku pelopor yang menjelaskan secara ilmiah tata bahasa Melayu.
Salah satu karakter peradaban yang dipengaruhi ajaran Islam adalah menyebarnya
kemampuan dan tradisi tulis baca pada semua kalangan, bukan hanya di kalangan kerajaan.
Ciri ini juga bisa ditemukan di Riau-Lingga. Saat itu, selain kaum bangsawan istana, rakyat
jelata juga banyak yang menjadi penulis. Sebagai contoh, seorang nelayan yang bernama
Encik Abdullah mengarang sebuah buku tentang perkawinan penduduk di Pulau Penyengat.
Pengarang lainnya, yaitu Khatijah Terung juga banyak menulis buku. Di antara salah satu
karyanya adalah sebuah buku yang membahas tentang hubungan seksual suami istri, yang
berjudul Kumpulan Gunawan. Maraknya perkembangan dunia tulis menulis di Riau-Lingga
juga didukung oleh tersedianya sarana pendukung seperti percetakan dan kelompok diskusi.
Percetakan dan penerbitan yang didirikan saat itu adalah Mathbaah al-Riauwiyah yang
beroperasi sejak sekitar tahun 1890, sedangkan kelompok diskusi yang paling terkenal adalah
Rusydiah Club yang banyak melahirkan intelektual Melayu.
Kehidupan tulis menulis semakin marak di Riau-Lingga, khususnya di Pulau
Penyengat seiring dengan pindahnya Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah ke pulau tersebut
pada tahun 1900. Sebelas tahun kemudian (1911), keadaan berubah. Sultan konflik dengan
Belanda dan tidak mau menandatangani kontrak ketundukan pada Belanda. Akhirnya, sultan
yang diikuti juga oleh para bangsawan istana dan pengarang pindah ke Singapura. Seiring
dengan itu, kehidupan intelektual di Pulau Penyengat juga semakin mundur dan pudar.
Demikianlah, akhirnya Kerajaan Riau-Lingga lenyap ditelan sejarah

Sejarah Kerajaan Pelalawan

Wilayah kerajaan pelalawan yang sekarang menjadi kabupaten pelalawan,berawal dari


kerajaan pekantua yang didirikan oleh maharaja indera (sekitar tahun 1380 M). Beliau adalah
bekas orang besar kerajaan temasik (singapura) setelah kerajaan temasuk dikalahkan oleh
majapahit dipenghujung abad XIV.Sedangkan raja Temasik terakhir yang bernama permaisura
(prameswara) mengundurkan dirinya ketanah semenanjung,dan mendirikan kerajaanmalaka.
Maharaja indera (1380-1420) membangun kerajaan Pekantua di Sungai Pekantua (anak sungai
Kampar,sekarang termasuk desa Tolam,Kecamatan Pelalawan,kabupaten Pelalawan ) pada
tempat bernama “Pematang Tuo”dan kerajaan nya di namakan “Pekantua”.setelah maharaja
Indera, kerajaan pekantua di pimpin oleh Maharaja Pura (91420-1445 M) dan Maharaja Jaya
(1480-1505M).
Kerajaan malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah PP(1459- 1477 M)
menyerang kerajaan Pekantua,dan kerajaan pekantua dapat di kalahkan.selanjutnya Sultan
Mansyur Syah (1505-1511 M) sebagai raja pekantua. Pada upacara penabalan, di umumkan
bahwa Kerajaan Pekantua berubah nama menjadi “Kerajaan Pekantua Kampar”.Setelah
Munawar Syah Mangkat, di angkatlah Puteranya Raja Abdullah, Menjadi Raja Pekantua
Kampar (1511-1515 M). Di malaka, Sultan Mansyur Mangkat, di gantikan oleh Sultan
Mahmud Syah I. Pada masa inilah Kerajaan malaka diserang dan dikalahkan oleh Portugis
( 1511 M ). Sultan Mahmud Syah I mengundurkan dirinya sekitar tahun 1526 M sampaike
Pekantua Kampar.
Raja Abdullah ( 1511-1515 M ), yang turut membantu melawan Portugis akhirnya
tertangkap dan di buang ke Gowa. Oleh karena itulah, Ketika Sultan Mahmud Syah I sampai
di pekantua (1526 M ) langsung dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar (1526-1528 M )
dan ketika beliau mangkat diberi gelar “Marhum Kampar” yang makamnya terletak di
Pekantua Kampar
Sultan Mahmud Syah I mangkat digantikan oleh puteranya dari isterinya Tun Fatimah,
yang bernama Raja Ali, bergelar “Sultan Alauddin Riayat Syah II “. Tak lama kemudian,
beliau meninggalkan Pekantua ke Tanah Semananjung mendirikan Negeri Kuala Johor, beliau
dianggap pendiri Kerajaan Johor. Sebelum meninggalkan Pekantua, beliau menunjuk dan
mengangkat Mangkubumi Pekantua (1530-1551 M ) yang bernama Tun Perkasa dengan Gelar
“Raja muda Tun Perkasa “. Selanjutnya kerajaan Pekantua Kampar diperintah oleh Tun Hitam
(1551-1575M), lalu Tun Megat (1575-1590 M).
Ketika kerajaan Johor dipimpin oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin
Riayat Syah II, Raja Pekantua Kampar), Tun Megat dikerajaan Pekantua Kampar untuk
menjadi raja. Sultan Abdul Jalil Syah mengabulkan permintaan Tun Megat, lalu mengirimkan
salah seorang keluarga dekatnya yang bernama Raja Abdurrahman untuk menjadi Raja
Pekantua Kampar. Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi Raja
Pekantua Kampar dengan gelar “Maharaja Dinda” (1590-1630 M). selanjutnya, beliau
memindahkan pusat kerajaan Pekantua Kampar dari Pekantua (Pematang Tuo) ke Bandar
Tolam (Sekarang menjadi Desa Tolam, kecamatan Pelalawan).
Ketika Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M) mangkat digantikan oleh Putranya
Maharaja Muda Lela (1691-1720 M), yang kemudian digantikan oleh putranya Maharaja
Dinda II (1720-1750 M). pada masa Maharaja Dinda II sekitar tahun 1725 M terjadi
pemindahan pusat Kerajaan Pekantua Kampar ke Sungai Rasau, salah satu anak sungai
Kampar, dan nama kerajaan “ Pekantua Kampar “ diganti menjadi kerajaan “PELALAWAN”.
Didalam upacara itu, gelar beliua yang semula Maharaja Dinda II di sempurnakan menjadi
Maharaja Dinda Perkasa atau disebut Maharaja Lela Dipati. Setelah beliau mangkat,
digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang berhasil membuat
kerajaan Pelalawan semakin berkembang pesat karena membuat hubungan dagang dengan
daerah sekitarnya.
Ramainya Perdagangan dikawasan ini antara lain disebabkan oleh terjadinya kemelut
di Johor. Setelah Sultan Mahmud Syah II di Kerajaan Johor mangkat, arus perdagangan
beralih ke kawasan Pesisir Sumatera bagian timur.
Kerajaan Pelalawan yang telah melepaskan diri dari ikatan Kerajaan Johor, diserang
oleh Kerajaan Siak pada masa Sultan Syarif Ali (1784-1811 M). serangan yang dipimpin oleh
Said Abdurrahman, adik Sultan Syarif Ali dapat menaklukkan kerajaan Pelalawan. Sultan Said
Abdurrahman melakukan ikatan persaudaraan yang disebut “Begito” (pengakuan bersaudara
dunia akhirat) dengan Maharaja Lela II, Raja Pelalawan pada saat itu

1.3 Rangkuman

 Pendiri kerajaan Siak adalah Raja Kecil dengan gelar Sultan Jalil Rachmad

 Setelah Raja Kecil wafat dengan gelar Marhum Buatan dan diganti oleh Sultan abdul Jalil
Muzaffarsyah.

 Dalam mempertahan kekuasaan Sultan mengangkat saudaranya menjadi Sultan di daerah yang
ditaklukkannya.

 Pada tahun 1813 akhirnya Sultan Ibrahim mengangkat dan beliau dimakamkan di Qubbah kota
Tinggi dan dikenal dengan Marhum Pura Kecil.

 Pada tahun 1815 akhirnya dilantiklah Sultan Ismail sebgai Sultan Siak menganti Sultan Ibrahim

 Kerajaan Riau Lingga Kesultanan Riau-Lingga merupakan kerajaan Islam yang berdiri di
Kepulauan Riau, Indonesia pada paruh pertama abad ke-19. Secara historis, kemunculan
kesultanan ini bisa dirunut dari sejarah Kesultanan Malaka dan Johor.

1.4 Tugas (5 Soal)

1. Kerajaan Siak didirikan oleh Sultan yang berasal dari ?


2. Apa Potensi terbesar dari kerajaan Sri Siak Indrapura ?
3. Apakah kerajaan pelalawan berbentuk maritim?
4. Kapan waktu berdirinya Kerajaan Pelalawan?
5. Arus perdagangan yang sering dilewati oleh pedagang diwilayah kerajaan
pelalawan adalah?
Tes Formatif (10 Soal) abcd

1. Raja terakhir yang memerintah kerajaan siak sri indrapura adalah ?

A. Sultan Syarif Ali Abdul Jalil

B. Sultan Syarif Kasim II

C. Sultan Abdul Jalil Rakhmat Syah

D. Sultan Jalil Baalawi

2. Berikut ini yang termasuk kerajaan Islam di Riau adalah?

A. Aceh Darussalam
B. Siak
C. Sriwijaya
D. Samudera Pasai

3. Apa julukan kota Siak?

A. Seribu suluk
B. Kota istana
C. Bersatu Nagori Maju
D. Serambi Mekah

4. Sultan yang tidak menjabat sebagai sultan riau lingga adalah ?

A. Sultan Abdul Rahman Muadzam Syah


B. Sultan Muhammad II Muadzam Syah
C. Sultan Mahmud IV Mudzafar Syah
D. Sultan Jalil Baalawi

5. Raja ali haji yang berkuasa diwilayah Riau-Lingga dikenal sebagai ?

A. Ahli sejarah dan ahli agama


B. Pedagang
C. Nelayan
D. Pemburu
6. Sultan yang tidak menjabat sebagai sultan di kerajaan pelalawan adalah ?
A. Sultan Mansyur Syah PP
B. Sultan Muhammad II Muadzam Syah
C. Sultan Mansyur Syah
D. Raja Pekantua Kampar

7. Arus perdagangan yang sering dilewati oleh pedagang diwilayah kerajaan pelalawan
adalah?

A. Sumatera bagian timur


B. Sumatera bagian barat
C. Sumatera bagian selatan
D. Sumatera bagian utara.

8. Wilayah mana saja yang berhasil dijajahi oleh kesultanan Johor-Riau, kecuali ?

A. Johor sekarang
B. Selangor
C. singapura
D. menteng

9. pada tahun berapa belanda mengizinkan riau lingga memerintah secara langsung ?

A. 1913
B. 1929
C. 1920
D. 1928

10. Sebutkan karya yang pernah diciptakan oleh raja ali haji ?

A. Gurindam 12
B. Tari piring
C. Kuda lumping
D. Pantun
Lembar Kerja Mahasiswa (LKM DIKUMPUL SAAT UTS)

LEMBAR KERJA MAHASISWA

Nama : Azizah Abi Jasmine

Nim : 210803034

Semester :3

Materi : kerajaan-kerajaan melayu

A. Tujuan Intruksional
…………………………………………………………
…………………………………………………………
B. Soal (10 Soal)

……………………………………………….

………………………………………………

LEMBAR KERJA MAHASISWA

Nama : Regina Khairinisa

Nim : 210803033

Semester :3

Materi : kerajaan-kerajaan melayu

C. Tujuan Intruksional
…………………………………………………………
…………………………………………………………
D. Soal (10 Soal)

……………………………………………….

………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
http://adji-anginkilat.blogspot.com/2010/03/kata-pengatar-puji-syukurkehadirat.html?m=1

http://repository.uin-suska.ac.id/15747/9/9.%20BAB%20IV_2018208MD.pdf

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/sejarah-kerajaan-riau-lingga-
kepulauan-riau/

Anda mungkin juga menyukai