Anda di halaman 1dari 22

UJIAN PRAKTIK BMR

SILSILAH SULTAN SIAK SRI


INDRAPURA
X I I I PA 2
SMA NEGERI 1 SIAK

• DEWI ARLINA
• FA D H I L L A I N D R I YA N I
• I S W I E D I A P R A S TA N T R I
• KASMIR GIDEON SITUMEANG
• M E D A LY M U K T I R A J A H S B
• N I S A M A R D I YA H M E
1. Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah Almarhum Buantan

Nama : sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah Almarhum Buantan (Raja


Kecik)
Lahir : Pagaruyung
Istri : -
Anak : -
Masa jabatan :1723-1744 M
Gelar : -Raja Kecik putra pagaruyung -yang dipertuan besar Johor
-yang dipertuan besar Siak
Penerus : Sultan Muhammad Abdul Jalil Syah
Wafat : siak Sultan Abdul mengklaim tahta Johor mendirikan
kesultanan Siak di buant
2. Sultan Mohamad Abdul Jalil Jalaladdin Syah

Nama : Sultan Mohamad Abdul Jalil Jalaladdin syah


Lahir : -
Istri : -
Anak : -
Masa jabatan : 1744-1760
Gelar : YANG DIPERTUAN BESAR ISMAIL SYAH
Wafat : Pada tahun 1761 raja Ismail pergi ke Siantan dan disini ia
memperoleh dukungan dari orang laut. Setelah memiliki kekuatan
serta dukunganorang laut ia mengontrol perdagangan timah di pulau
Bangka dan menyerahkankesultanan mempawah di Kalimantan barat.
3. Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah Sultan Ismail

Nama: Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah Sultan Ismail


Lahir: Siak
Istri: Tengku Tipah atau Raja nih anak Sultan Trengganu
Anak: Tengku Sulung(Sultan Yahya( Tengku Abdurrahman Tengku
Saleh Tengku Seedah Tengku Asiah Tengku Tijah Tengku Alan
Masa Jabatan: 1761,1779-1781
Masa Pemerintahan: Raja Ismail berhasil membangun kekuatan di
Pulau Tujuh karena dukungan Orang Laut. Ia menjadi duplikasi dari
Raja Kecik. Saat tiba di Siantan, penduduk lokal yang statusnya Orang
Laut menerima dengan tangan terbuka. Raja Ismail. Titisan raja Kecik.
Titisan dewa. Silsilah Ikatan menjadikan Orang laut setia. Raja Ismail
datang diberi hadiah dalam bentuk nyata spanyol. Raja Ismail bersekutu
dengan Raja Negara, penguasa Siantan yang Orang laut. Orang laut
juga tertarik dengan hasil perompakan. Ia berlaku di Laut Cina Selatan
dengan dukungan Orang Laut ini.
Didukung oleh Orang Laut, terus menunjukan dominasinya di kawasan perairan timur
Sumatera, dengan mulai mengontrol perdagangan timah di Pulau Bangka, kemudian
menaklukan Mempawah di Kalimantan Barat. Pada tahun 1767, Sultan Ismail
mendapatkan bantuan dari Sultan Palembang sebesar 1000 pikul perak. Perak ini
adalahketidakseimbanga kepada Sultan Ismail sebagai uang jaminan karena armada laut
Sultan Ismail menjaga perairan disekitar pulau Bangka dari serangan para bajak laut.
Selain mendapatkan ketidakseimbangan, Sultan Palembang juga memperlihatkan
bangsawan kerajaan Siak, untuk membuka tambang tambang timah di Pulau Bangka.
Laporan Belanda menyebutkan Palembang telah membayar 3000 ringgit kepada Raja
Ismail agar jalurnya aman dari gangguan.

Sekitar tahun 1767, Raja Ismail juga merompak di kapal-kapal diselat Singapura,
jantung kekuasaan Johor. Aksi ini mendapat perlawanan dari kelompok Johor yang
dipimpin Bugis Riau. Pasukan bugis yang dipimpin Daeng Kamboja berhasil memukul
mundur Raja Ismail. Peperangan diselat Singapura 1767 merupakan gerakan Raja Ismail
mengubah kerajaan di Selat Malaka. Kalah di Riau, ia membuat pangkalan di Bengkalis.
Ia juga menjalin komunikasi ke Jambi, Palembang dan Trengganu. Tahun 1769, Raja
Ismail datang ke Mempawah untuk menaklukan pembrontakan atas permintaan Sultan
Palembang. Ia juga menyerang Thailand Selatan dan mendapatkan banyak tawanan
yang diberikan kepada Sultan Palembang.
Raja Ismail juga menjalin hubungan yang erat dengan Trengganu. Ia menikah dengan
gadis Melayu, Tengku Tipah atau Raja Nih anak Sultan Trengganu, Sultan Mansur Syah.
Hubungan kekerabatan ini tercapai setelah Raja Ismail membantu Sultan Trengganu
menaklukan Kelantan. Dengan pengaruhnya yang besar sampai ke Trengganu, Raja
Ismail mengukuhkan diri sebagai penguasa kerajaan Siantan yang berbasis lautan
dengan mengeksploitasi Sumatera Timur, Laut Cina Selatan. (Liaw Yock Fang, 2011).
Tahun 1780, Kesultanan Siak menaklukkan daerah Langkat, dan menjadikan wilayah
tersebut dalam pengawasannya, termasuk wilayah Deli dan Serdang. Meski begitu
berkuasa di semenanjung Melayu, Raja Ismail tak pernah berhasil menaklukan Riau.

Pada tahun 1779, Raja Ismail mengambil alih posisi Yang Dipertuan Besar Siak dari
sepupunya Raja Muhammad Ali. Meski terjadi peperangan, suksesi ini berjalan lancar.
Raja Ismail tetap memberikan porsi kepada sepupunya ini untuk duduk dalam
pemerintahan. Ia mengajar hingga tahun 1781 sebelum akhirnya disimpan oleh anaknya,
Sultan Yahya. Ia wafat di Mempura saat menggelar acara di Balairungseri. Namanya pun
dikenal dengan Marhum Mangkat di Balai. Selain itu, ia juga dikenal dengan Sultan
Kudung. Tangannya putus saat sebelah dalam perlawanan lawan Belanda 1766.
Makamnya terletak bersebelahan dengan pernyataannya, Sultan Abdul Jalil Muzafar
Syah alias Tengku Buang Asmara di Mempura.

Wafat: Tahun 1781


4. Tengku Rabiul Alamuddin atau Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah
Sultan Alam

Lahir: Tahun 1705-1712


Istri: Daeng Khalijah
Anak: Sultan Muhammad Ali Tengku Embung Badariyah
Masa Jabatan :1761-1766
Masa Pemerintahan: Sultan Muhammad mangkat pada tahun 1760 dan
diangkatlah putranya, Tengku Ismail sebagai pengganti dengan gelar
Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah. Berita kemangkatan sultan
telah yang berkali-kali merepotkan Belanda itu digunakan oleh mereka
untuk menanamkan pengaruh atas Siak, dengan memperalat Tengku Alam
untuk mendapatkan takhta dengan janji bahwa Belanda tidak akan
mencampuri urusan keluarga kerajaan kelak. Maka, ketika pasukan
Belanda hampir kalah dalam penyerangan mereka ke Mempura, Tengku
Alam diutus untuk berunding dengan Sultan Ismail dan panglima besar
Tengku Muhammad Ali yang merupakan puteranya sendiri.[
Sultan Ismail menyerahkan takhta kepada pamannya Tengku Alam, karena wasiat ayahandanya
sebelum wafat yang berbunyi: Janganlah tunduk kepada Belanda yang kafir dan penjajah itu. Dan
janganlah melakukan perang terhadap saudara, apalagi keluarga sendiri. Serta apabila pamanmu
Raja Alamuddin datang ke negeri Siak, serahkanlah takhta kerajaan Siak ini kepada pamanmu
Raja Alamuddin[5]. Maka kemudian, naiklah Tengku Alam ke atas takhta Siak pada tahun 1761
dengan gelar Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah.

Meskipun baginda naik tahta atas bantuan Belanda, ia tidak mau mendapat kekangan dari mereka
dalam urusan pemerintahan. Apalagi setelah semakin tampak kelakuan buruk Belanda yang lantas
menancapkan kuasa di Mempura dan menguasai jalur perdagangan Sungai Siak. Selain itu, para
orang-orang besar pengikut Sultan Ismail menampakkan ketidaksenangan atas perubahan pucuk
kekuasaan itu. Maka, diutuslah Agam dari suku Limapuluh untuk meninjau bandar Senapelan
untuk dijadikan pusat kekuasaannya yang baru. Kemudian setelah beres segala sesuatunya, beliau
membawa serta seluruh perangkat kerajaan dan pindah ke hulu.

Senapelan yang merupakan simpang lalu lintas perdagangan itu semakin ramai setelah menjadi ibu
kota Siak. Baginda membangun sebuah pekan (pasar) untuk mengurangi peran Petapahan yang
sebelumnya menjadi pekan bagi saudagar-saudagar dari tanah Minangkabau. Selanjutnya, baginda
membuka jalur transportasi menghubungkan dengan negeri-negeri penghasil lada, damar, kayu,
gambir, dan rotan. Jalur tersebut menuju ke selatan sampai ke Teratak Buluh dan Buluh Cina dan
ke barat sampai ke Bangkinang terus ke Rantau Berangin. Di samping itu, dilakukan perbersihan
terhadap perompak dan penyamun di sekitar Bencah Lawas. Pekan baru ini akhirnys berkembang
dengan pesat hingga di kemudian hari daerah tersebut lebih dikenal dengan Pekanbaru.
Perekonomian yang semakin maju di Senapelan tersebut telah memotong jalur
perdagangan ke hilir sungai Siak. Akibatnya, Mempura menjadi sepi dan Belanda
dirugikan. Kerugian besar tersebut bahkan mendesak Belanda untuk menutup lojinya di
Pulau Guntung pada tahun 1765.

Wafat: Tahun 1780,senapelan di Kampung Bukit


5. Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah

Nama : Raja Muhammad Ali (Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil


Muazzam Syah)
Gelar : Yang Dipertuan Besar Siak
Masa Jabatan : 1766 – 1779
Orang tua : Alamuddin dari Siak
Istri : -Tengku Mandak binti Tengku Buang Asmara
-Dll (Tidak diketahui namanya)
Anak : Tengku Yahya (Sultan ke 6 : Sultan Yahya Abdul Jalil
Muzzafar Syah)
Masa Pemerintahan : Pada masa pemerintahannya dan pemerintah
ayahandanya Kerajaan Siak berkedudukan di Senapelan atau
Pekanbaru sekarang ini. Beliau pula pendiri Bandaraya Pekanbaru dan
mangkat dalam tahun 1782 dengan gelar yang disandangnya adalah
Marhum Pekan (Karena ia Meninggal dan Dikuburkan di Pekanbaru)
Sebelum diangkat beliau adalah Panglima Besar Kerajaan, tahun 1760 berhasil
menggagaIkan Belanda untuk menguasai Siak Sri Indrapura. Sultan ini tidak lama
memegang kendali pemerintahan, karena beliau diangkat sebagai Sultan kelima kerajaan
Siak Sri Indrapura daIam usia lanjut, masa pemerintahnya beliau. terus mengembangkan
bidang perekonomian dan perdagangan, disamping itu juga membuka hubungan dagang
dengan daerah tentangga. Minangkabau, yaitu melalui Muara Mahat ke Payakumbuh.
Demikian pula perdagangan dengan luar negeri (Singapura).

Pengaruh dari Raja Ismail dikawasan Melayu sangat pesat, mulai dari Trengganu, Jambi &
Palembang. Laporan dari belanda mengatakan bahwa Palembang telah membayar 3000
ringgit kepada Raja Ismail agar rute perjalanan mereka aman dari segala gangguan.
Sementara Hikayat Siak menceritakan tentang sambutan baik yang diterima oleh Raja
Ismail datangnya Ia ke Palembang.

Pada abad ke-18, Kesultanan siak menjadi kekuatan yang dominan di Pesisir Timur
Sumatra. Lalu tahun 1780, Kesultanan Siak mengalahkan daerah langkat dan
Menjadikannya sebagai wilayah pengawasan termasuk daerah Deli Serdang.

Kemudian Tahun 1784, Kesultanan siak membantu VOC menyerang dan menaklukan
Selangor (Dibawah ikatan perjanjian kerjasama dengan VOC), dan sebelumnya mereka
telah bekerjasama menyelesaikan pemberontakan Raja Ali Fisabilillah di Pulau Penyengat
6. Sultan Abdul Jalil Syah lll

Nama : Raja Ismail (Sultan Abdul Jalil Syah lll)


Masa Jabatan : 1779 – 1781
Anak:
Istri:
Orang tua:
Gelar : Yang Dipertuan Besar Ismail Syah
Penerus : Sultan Alam

Masa Pemerintahan : Ia kembali berkuasa lagi dalam kurun waktu 2 tahun. Semasa pemerintahannya, pusat
pemerintahan dipindahkan dari Bukit Senapelan ke Mempura Kecil.

Wafat:
7.Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah

Nama: Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah Atau Sultan Yahya
Lahir: -
Istri: Sultan Yahya menikah dengan Tengku Aminah binti Tengku
Musa dan memiliki beberapa orang anak antara Iain:
Anak: Tengku Sulung Muhammad, Tengku Ibrahim, Tengku Mansur,
Tengku Salamah
Orang tua: ayah: sultan Ismail
Masa jabatan:1782-1784
Masa pemerintahan: Pada tanggal 1 - 8 - 1782 membuat perjanjian
dengan VOC dalam berperang melawan Inggris Dikudeta
Wafat: sultan Yahya meninggal dunia pada tahun 1791 dan
dimakamkan di Tanjung Pati (Che Lijah, Dungun, Terengganu,
Malaysia).
8. Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin

Nama: Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Sayyid Ali
Lahir: -
Istri: -
Anak: Tengku Ibrahim.
Orangtua: ayah :Sayyid usman
Ibu:tengku badariyah binti sultan alammudin bin raja kecik.
alammudin anak raja kecik dari putri palembang.
Masa jabatan: 1784-1811
Masa pemerintahan: Bermulanya dari dirinya, muncul dalam pemerintahan
Siak dinasti Arab-Melayu yang memerintah dengan gelar Assayyidis Syarif.
Pusat pemerintahan dipindahkan dari Mempura ke seberang sungai yaitu Kota
Tinggi yang kelak dikenal dengan kota Siak Sri Inderapura. Di ibukota baru
ini dibangun benteng sebagai persiapan menghadapi segala kemungkinan
dengan Belanda.
Perluasan Wilayah
Setelah merasa kuat, beliau berencana untuk memperluas daerah kekuasaan Siak. Kemudian
terjadilah penaklukan terhadap wilayah-wilayah di pantai timur Sumatra yang dikenal dengan
jajahan 12 meliputi: Kota Pinang, Pagarawan, Batubara, Bedagai, Kualuh, Panai, Bilah,
Asahan, Serdang, Langkat, Temiang, dan Deli. Selain itu beliau juga berhasil mengembalikan
Kubu, Bangko dan Tanah Putih ke dalam kekuasaan Siak sebagaimana pada masa Raja Kecik.
Kemudian persekutuan Tapung Kiri dan Tapung Kanan memilih berdamai dan mengakui
kedaulatan Sultan Siak karena tidak mungkin bagi mereka untuk menandingi superioritas
Siak.Di samping itu, Sultan Syarif Ali juga memimpin penyerangan ke Kesultanan Sambas di
Kalimantan Barat dan berhasil menaklukkan ibukotanya tetapi tidak diduduki untuk waktu
yang lama. Sebagai bukti penaklukan tersebut, di Sambas sekarang masih ditemukan sebuah
perkampungan yang bernama Kampung Siak. Selain itu, di Siak terdapat barang-barang yang
dibawa dari Sambas seperti piring-piring, senjata dan lain-lain. Ditemukan juga bahwa ada
kesamaan antaran Tenunan Siak dengan Sambas. Semenjak itu, Sambas membayar upeti
tahunan kepada Siak berupa bunga perak.Sepulang dari Sambas, dikerahkanlah armada Siak
untuk menyerang Kesultanan Pelalawan. Adiknya, Panglima Besar Sayid Abdurrahman
dinobatkan sebagai sultannya disamping sebagai Raja Muda di Siak. Adiknya yang lain Sayyid
Achmad diangkat sebagai panglima besar berkedudukan di Tebing Tinggi untuk menguasai
daerah-daerah sekitarnya, selanjutnya ia dikenal dengan Tengku Panglima Besar Tebing Tinggi.

Wafat: Sultan Syarif Ali mengundurkan diri sebagai sultan pada tahun 1811, lalu secara
sukarela menyerahkannya kepada putranya Tengku Ibrahim. Setelah mangkat beliau bergelar
Marhum Kota Tinggi
9. Sultan Assyaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Kholiudin

Nama: Sultan Sayyid Ibrahim Abdul Jalil Khaliludin


Masa Jabatan: 1811-1827
Gelar: Yang Dipertuan Besar Sayyid Ibrahim Syah
Anak: Raja Sayyid Ismail
Istri:
Orang tua:
Masa pemerintahan: Pada masa beliau Siak mengalami penurunan sehingga banyak
penduduk yang berpindah ke kepulauan seperti Bintan, Lingga, Tembelan bahkan ke
Trengganu dan Pontianak. Pada tanggal 31 Agustus 1818 beliau mengadakan perjanjian
dagang dengan Kolonel William Farquhar (kepala perwakilan perusahaan hindia timur
britania di penang). Ternyata Inggris jugak tertarik untuk menanamkan pengaruh di
Siak. Belanda yang tidak menyukai rencana itu segera mengutus Kapten D. Buys untuk
mengadakan perjanjian dengan Siak tahun1822. perjanjian yang berlangsung di Bukit
Batu ini untuk memperbarui kontrak dagang tahun 1761 yang menyebutkan bahwa Siak
tidak diperkenankan mengadakan ikatan dagang dengan negara negara selain Belanda.
Perjanjian itu diterima sultan karena tekanan tekanan dari pihak Belanda, walaupun
banyak pembesar pembesar siak yang tidak menyetujiunya.
Wafat:
10. Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Syaifuddin

Nama: Mangka Bumi Sayyid al-Syarif Jalaluddin ‘Ali Ba’Alawi


Masa jabatan: 1827-1864
Gelar: Yang Dipertuan Besar Sayyid Ismail Syah
Anak: Sultan Syarif Kasim I
Istri:
Oran tua:
Masa pemerintahan: Syarif Ismail semakin lama semakin sering bekerja sama dengan
pihak-pihak penentang belanda, hingga membuat belanda kecewa. Akhirnya pada tahun
1864, belanda menunjuk mengkubumi Tengku Syarif Kesuma sebagai Yang Dipertuan Besar
Siak. Baginda pun naik tahta dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil
Syaifuddin. Tak lama dari itu Sultan Syarif Ismail meninggal dunia.
Wafat: -+1864
11. Sultan Assyaidis Syarif Kasim I Abdul Jalil Syaifuddin

Nama : Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Jalaluddin


Masa jabatan : 1864-1889
Gelar : Yang dipertuan besar sultan syarif kasim abdul jalil jalaluddin
Anak : Sultan Syarif Hasyim
Istri: -
Masa pemerintahan : Akibat tindakan Sultan Sayyid Ismail yang bekerjasama dengan
belanda, Mangkabumi Tengku Putra acuh tak acuh terhadap tindakan sultan. Ia melakukan
pengacauan didalam kesultanan. Ditambah lagi pemberontakan yang dilakukan oleh ipar
sultan, yaitu Tengku Do dinegeri Tanah Putih. Untuk mematahkan usaha itu, sultan
memecat Tengku Putera dan menunjuk saudaranya Tengku Syarif Kesuma sebagai
mengkubumi. Tengku Putera berkelana di daerah Kampar.
Wafa t: beliau wafat di Kota Tinggi
12. As-Sayyidi Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin

Nama: As-Sayyidi Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Hasyim
Lahir: Pada tahun 1898, di Siak Sri Indrapura
Istri: Tengku jok
Anak: Syarif Kasim II dan menikah dengan seorang istri lainnya, dan memiliki anak Tengku
Long Putih
Masa jabatan: 1889-1908
Masa pemerintahan: Yang Dipertuan Besar As-Sayyidi Syarif Hasyim Abdul Jalil
Syaifuddin adalah sultan ke-11 dari Kesultanan Siak Sri Indrapura dan rantau jajahannya. Ia
dinobatkan pada tanggal 25 Oktober 1889, dan bertahta selama 19 tahun. Pada masa
kekuasaan Syarif Hasyim, Kesultanan Siak Sri Indrapura berkembang kemakmurannya,
dengan wilayah yang terbentang sejak Langkat hingga Jambi
Syarif Hasyim melakukan perubahan sistem pemerintahan kesultanan,
menjadi sistem pemerintahan konstitusional, dengan menyusun kitab
undang-undang dasar tertulis Kesultanan Siak Sri Indrapura, yang
diberinya nama Babul Qawa'id (bahasa Arab, artinya "pintu segala
pegangan"), atau disingkat Al-Qawa'id. Undang-undang setebal 90
halaman tersebut juga mengatur tentang hukum yang dikenakan
terhadap orang Melayu serta bangsa-bangsa lain yang berhubungan
dengan orang Melayu di Siak, serta bagaimana menegakkan hukum
melalui proses pengadilan kesultanan atau pengadilan Belanda. Sultan
Syarif juga membangun istana kerajaan di hulu Sungai Siak, yang
dinamakan Istana Asserayyah Alhasyimiyah atau disebut juga Istana
Matahari Timur. Istana tersebut dibangun dengan gaya arsitektur
campuran Eropa, Arab, dan Melayu. Sultan juga menjalin hubungan
dengan luar negeri, bahkan melakukan lawatan ke Eropa pada tahun
1896.
Wafat: Syarif Hasyim wafat di Singapura pada tahun 1908, dan
dimakamkan di Kota Tinggi, Siak Sri Indrapura.
13. As-Sayyidi Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin

Nama: As-Sayyidi Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II
Lahir: Siak Sri Indrapura, 11 Jumadil Awal 1310 Hijriyah bertepatan dengan 1 Desember 1893
Istri: Permaisuri Pertama Tengku Agung dan Permaisuri Kedua Tengku Maharatu.
Anak: -
Masa jabatan: 1915-1946
Masa pemerintahan: Ia dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan
Syarif Hasyim. Sultan Syarif Kasim II merupakan seorang pendukung perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Sultan Syarif Kasim II semakin menentang Hindia Belanda dan memandang perlu membangun
kekuatan fisik, karena ancaman Hindia Belanda tidak dapat dielakkan lagi. Sultan membangun kekuatan
militer yang berawal dari barisan kehormatan pemuda-pemuda. Dilatih untuk membangkitkan semangat
perlawanan dan mempertahankan diri serta membela nasib rakyat.Sultan Syarif Kasim II menolak campur
tangan peraturan pengadilan pemerintahan Hindia Belanda terhadap rakyatnya dan tetap mempertahankan
keberadaan Kerapatan Tinggi Kerajaan Siak yang diatur dan disusun oleh Kerajaan Siak sendiri.
Sultan Syarif Kasim II dengan tegas juga menolak mengakui Kesultanan Siak sebagai bagian dari Pemerintah
Kolonial Hindia Belanda, meskipun para sultan pendahulunya telah terikat perjanjian dengan Hindia Belanda,
termasuk Perjanjian London 1824. Dalam menentang penjajahan Hindia Belanda, Sultan Syarif Kasim II
memandang kekuatan fisik harus diimbangi dengan kekuatan pembinaan mental dan pendidikan rakyat. Untuk
itulah didirikan sekolah bagi anak negeri dan memberikan beasiswa kepada anak-anak yang berbakat di
Kerajaan Siak Sri Indrapura. Syarif Kasim II mendirikan Sekolah Agama Islam yang diberi nama Madrasah
Taufiqiyah Al-Hasyimiah. Pada tahun 1926 Sultan dan Permaisuri Tengku Agung mendirikan sekolah untuk
kaum wanita yang diberi nama Latifah School. Pendidikan dimaksud selain untuk menimba pengetahuan agama
Islam, juga untuk menanamkan semangat kebangsaan, harga diri dan jiwa patriotisme. Sekolah-sekolah yang
didirikannya menggunakan bahasa pengantar Melayu dan Hindia Belanda. Dengan harta yang dimilikinya,
sultan juga mengirimkan anak-anak Siak yang cerdas ke Batavia dan tempat lain untuk menuntut ilmu.
Kemudian penjajahan Jepang.Berita kekalahan Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15
Agustus 1945 serta berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tersiar di daerah Kesultanan Siak pada
akhir Agustus 1945.Begitu Sultan Syarif Kasim II mendengar berita proklamasi tersebut, semangat pergerakan
nasionalnya mencapai puncaknya, ia mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak.Tahun 1946, ia berangkat
ke Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bahwa Kesultanan Siak Sri Indrapura merupakan bagian dari
wilayah Republik Indonesia.Pada saat itu ia juga menyatakan mendukung perjuangan Republik Indonesia,
sambil menyerahkan Mahkota Kerajaan serta menyumbangkan harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden
kepada Pemerintah Republik Indonesia (setara dengan 214,5 juta gulden atau 120,1 juta USD atau Rp 1,47
trilyun pada tahun 2014).Sesuai komitmennya dalam mendukung perjuangan Republik Indonesia, Sultan Syarif
Kasim II bersama Sultan Serdang juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatera Timur lainnya untuk turut
memihak dan mengintegrasikan diri dengan Republik Indonesia.
Wafat: Di usia 74 tahun, beliau tutup usia di Rumbai, Pekanbaru pada tanggal 23 April 1968, dan dimakamkan
di dekat lokasi Kerajaan Siak.

Anda mungkin juga menyukai