• DEWI ARLINA
• FA D H I L L A I N D R I YA N I
• I S W I E D I A P R A S TA N T R I
• KASMIR GIDEON SITUMEANG
• M E D A LY M U K T I R A J A H S B
• N I S A M A R D I YA H M E
1. Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah Almarhum Buantan
Sekitar tahun 1767, Raja Ismail juga merompak di kapal-kapal diselat Singapura,
jantung kekuasaan Johor. Aksi ini mendapat perlawanan dari kelompok Johor yang
dipimpin Bugis Riau. Pasukan bugis yang dipimpin Daeng Kamboja berhasil memukul
mundur Raja Ismail. Peperangan diselat Singapura 1767 merupakan gerakan Raja Ismail
mengubah kerajaan di Selat Malaka. Kalah di Riau, ia membuat pangkalan di Bengkalis.
Ia juga menjalin komunikasi ke Jambi, Palembang dan Trengganu. Tahun 1769, Raja
Ismail datang ke Mempawah untuk menaklukan pembrontakan atas permintaan Sultan
Palembang. Ia juga menyerang Thailand Selatan dan mendapatkan banyak tawanan
yang diberikan kepada Sultan Palembang.
Raja Ismail juga menjalin hubungan yang erat dengan Trengganu. Ia menikah dengan
gadis Melayu, Tengku Tipah atau Raja Nih anak Sultan Trengganu, Sultan Mansur Syah.
Hubungan kekerabatan ini tercapai setelah Raja Ismail membantu Sultan Trengganu
menaklukan Kelantan. Dengan pengaruhnya yang besar sampai ke Trengganu, Raja
Ismail mengukuhkan diri sebagai penguasa kerajaan Siantan yang berbasis lautan
dengan mengeksploitasi Sumatera Timur, Laut Cina Selatan. (Liaw Yock Fang, 2011).
Tahun 1780, Kesultanan Siak menaklukkan daerah Langkat, dan menjadikan wilayah
tersebut dalam pengawasannya, termasuk wilayah Deli dan Serdang. Meski begitu
berkuasa di semenanjung Melayu, Raja Ismail tak pernah berhasil menaklukan Riau.
Pada tahun 1779, Raja Ismail mengambil alih posisi Yang Dipertuan Besar Siak dari
sepupunya Raja Muhammad Ali. Meski terjadi peperangan, suksesi ini berjalan lancar.
Raja Ismail tetap memberikan porsi kepada sepupunya ini untuk duduk dalam
pemerintahan. Ia mengajar hingga tahun 1781 sebelum akhirnya disimpan oleh anaknya,
Sultan Yahya. Ia wafat di Mempura saat menggelar acara di Balairungseri. Namanya pun
dikenal dengan Marhum Mangkat di Balai. Selain itu, ia juga dikenal dengan Sultan
Kudung. Tangannya putus saat sebelah dalam perlawanan lawan Belanda 1766.
Makamnya terletak bersebelahan dengan pernyataannya, Sultan Abdul Jalil Muzafar
Syah alias Tengku Buang Asmara di Mempura.
Meskipun baginda naik tahta atas bantuan Belanda, ia tidak mau mendapat kekangan dari mereka
dalam urusan pemerintahan. Apalagi setelah semakin tampak kelakuan buruk Belanda yang lantas
menancapkan kuasa di Mempura dan menguasai jalur perdagangan Sungai Siak. Selain itu, para
orang-orang besar pengikut Sultan Ismail menampakkan ketidaksenangan atas perubahan pucuk
kekuasaan itu. Maka, diutuslah Agam dari suku Limapuluh untuk meninjau bandar Senapelan
untuk dijadikan pusat kekuasaannya yang baru. Kemudian setelah beres segala sesuatunya, beliau
membawa serta seluruh perangkat kerajaan dan pindah ke hulu.
Senapelan yang merupakan simpang lalu lintas perdagangan itu semakin ramai setelah menjadi ibu
kota Siak. Baginda membangun sebuah pekan (pasar) untuk mengurangi peran Petapahan yang
sebelumnya menjadi pekan bagi saudagar-saudagar dari tanah Minangkabau. Selanjutnya, baginda
membuka jalur transportasi menghubungkan dengan negeri-negeri penghasil lada, damar, kayu,
gambir, dan rotan. Jalur tersebut menuju ke selatan sampai ke Teratak Buluh dan Buluh Cina dan
ke barat sampai ke Bangkinang terus ke Rantau Berangin. Di samping itu, dilakukan perbersihan
terhadap perompak dan penyamun di sekitar Bencah Lawas. Pekan baru ini akhirnys berkembang
dengan pesat hingga di kemudian hari daerah tersebut lebih dikenal dengan Pekanbaru.
Perekonomian yang semakin maju di Senapelan tersebut telah memotong jalur
perdagangan ke hilir sungai Siak. Akibatnya, Mempura menjadi sepi dan Belanda
dirugikan. Kerugian besar tersebut bahkan mendesak Belanda untuk menutup lojinya di
Pulau Guntung pada tahun 1765.
Pengaruh dari Raja Ismail dikawasan Melayu sangat pesat, mulai dari Trengganu, Jambi &
Palembang. Laporan dari belanda mengatakan bahwa Palembang telah membayar 3000
ringgit kepada Raja Ismail agar rute perjalanan mereka aman dari segala gangguan.
Sementara Hikayat Siak menceritakan tentang sambutan baik yang diterima oleh Raja
Ismail datangnya Ia ke Palembang.
Pada abad ke-18, Kesultanan siak menjadi kekuatan yang dominan di Pesisir Timur
Sumatra. Lalu tahun 1780, Kesultanan Siak mengalahkan daerah langkat dan
Menjadikannya sebagai wilayah pengawasan termasuk daerah Deli Serdang.
Kemudian Tahun 1784, Kesultanan siak membantu VOC menyerang dan menaklukan
Selangor (Dibawah ikatan perjanjian kerjasama dengan VOC), dan sebelumnya mereka
telah bekerjasama menyelesaikan pemberontakan Raja Ali Fisabilillah di Pulau Penyengat
6. Sultan Abdul Jalil Syah lll
Masa Pemerintahan : Ia kembali berkuasa lagi dalam kurun waktu 2 tahun. Semasa pemerintahannya, pusat
pemerintahan dipindahkan dari Bukit Senapelan ke Mempura Kecil.
Wafat:
7.Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah
Nama: Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah Atau Sultan Yahya
Lahir: -
Istri: Sultan Yahya menikah dengan Tengku Aminah binti Tengku
Musa dan memiliki beberapa orang anak antara Iain:
Anak: Tengku Sulung Muhammad, Tengku Ibrahim, Tengku Mansur,
Tengku Salamah
Orang tua: ayah: sultan Ismail
Masa jabatan:1782-1784
Masa pemerintahan: Pada tanggal 1 - 8 - 1782 membuat perjanjian
dengan VOC dalam berperang melawan Inggris Dikudeta
Wafat: sultan Yahya meninggal dunia pada tahun 1791 dan
dimakamkan di Tanjung Pati (Che Lijah, Dungun, Terengganu,
Malaysia).
8. Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin
Nama: Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Sayyid Ali
Lahir: -
Istri: -
Anak: Tengku Ibrahim.
Orangtua: ayah :Sayyid usman
Ibu:tengku badariyah binti sultan alammudin bin raja kecik.
alammudin anak raja kecik dari putri palembang.
Masa jabatan: 1784-1811
Masa pemerintahan: Bermulanya dari dirinya, muncul dalam pemerintahan
Siak dinasti Arab-Melayu yang memerintah dengan gelar Assayyidis Syarif.
Pusat pemerintahan dipindahkan dari Mempura ke seberang sungai yaitu Kota
Tinggi yang kelak dikenal dengan kota Siak Sri Inderapura. Di ibukota baru
ini dibangun benteng sebagai persiapan menghadapi segala kemungkinan
dengan Belanda.
Perluasan Wilayah
Setelah merasa kuat, beliau berencana untuk memperluas daerah kekuasaan Siak. Kemudian
terjadilah penaklukan terhadap wilayah-wilayah di pantai timur Sumatra yang dikenal dengan
jajahan 12 meliputi: Kota Pinang, Pagarawan, Batubara, Bedagai, Kualuh, Panai, Bilah,
Asahan, Serdang, Langkat, Temiang, dan Deli. Selain itu beliau juga berhasil mengembalikan
Kubu, Bangko dan Tanah Putih ke dalam kekuasaan Siak sebagaimana pada masa Raja Kecik.
Kemudian persekutuan Tapung Kiri dan Tapung Kanan memilih berdamai dan mengakui
kedaulatan Sultan Siak karena tidak mungkin bagi mereka untuk menandingi superioritas
Siak.Di samping itu, Sultan Syarif Ali juga memimpin penyerangan ke Kesultanan Sambas di
Kalimantan Barat dan berhasil menaklukkan ibukotanya tetapi tidak diduduki untuk waktu
yang lama. Sebagai bukti penaklukan tersebut, di Sambas sekarang masih ditemukan sebuah
perkampungan yang bernama Kampung Siak. Selain itu, di Siak terdapat barang-barang yang
dibawa dari Sambas seperti piring-piring, senjata dan lain-lain. Ditemukan juga bahwa ada
kesamaan antaran Tenunan Siak dengan Sambas. Semenjak itu, Sambas membayar upeti
tahunan kepada Siak berupa bunga perak.Sepulang dari Sambas, dikerahkanlah armada Siak
untuk menyerang Kesultanan Pelalawan. Adiknya, Panglima Besar Sayid Abdurrahman
dinobatkan sebagai sultannya disamping sebagai Raja Muda di Siak. Adiknya yang lain Sayyid
Achmad diangkat sebagai panglima besar berkedudukan di Tebing Tinggi untuk menguasai
daerah-daerah sekitarnya, selanjutnya ia dikenal dengan Tengku Panglima Besar Tebing Tinggi.
Wafat: Sultan Syarif Ali mengundurkan diri sebagai sultan pada tahun 1811, lalu secara
sukarela menyerahkannya kepada putranya Tengku Ibrahim. Setelah mangkat beliau bergelar
Marhum Kota Tinggi
9. Sultan Assyaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Kholiudin
Nama: As-Sayyidi Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Hasyim
Lahir: Pada tahun 1898, di Siak Sri Indrapura
Istri: Tengku jok
Anak: Syarif Kasim II dan menikah dengan seorang istri lainnya, dan memiliki anak Tengku
Long Putih
Masa jabatan: 1889-1908
Masa pemerintahan: Yang Dipertuan Besar As-Sayyidi Syarif Hasyim Abdul Jalil
Syaifuddin adalah sultan ke-11 dari Kesultanan Siak Sri Indrapura dan rantau jajahannya. Ia
dinobatkan pada tanggal 25 Oktober 1889, dan bertahta selama 19 tahun. Pada masa
kekuasaan Syarif Hasyim, Kesultanan Siak Sri Indrapura berkembang kemakmurannya,
dengan wilayah yang terbentang sejak Langkat hingga Jambi
Syarif Hasyim melakukan perubahan sistem pemerintahan kesultanan,
menjadi sistem pemerintahan konstitusional, dengan menyusun kitab
undang-undang dasar tertulis Kesultanan Siak Sri Indrapura, yang
diberinya nama Babul Qawa'id (bahasa Arab, artinya "pintu segala
pegangan"), atau disingkat Al-Qawa'id. Undang-undang setebal 90
halaman tersebut juga mengatur tentang hukum yang dikenakan
terhadap orang Melayu serta bangsa-bangsa lain yang berhubungan
dengan orang Melayu di Siak, serta bagaimana menegakkan hukum
melalui proses pengadilan kesultanan atau pengadilan Belanda. Sultan
Syarif juga membangun istana kerajaan di hulu Sungai Siak, yang
dinamakan Istana Asserayyah Alhasyimiyah atau disebut juga Istana
Matahari Timur. Istana tersebut dibangun dengan gaya arsitektur
campuran Eropa, Arab, dan Melayu. Sultan juga menjalin hubungan
dengan luar negeri, bahkan melakukan lawatan ke Eropa pada tahun
1896.
Wafat: Syarif Hasyim wafat di Singapura pada tahun 1908, dan
dimakamkan di Kota Tinggi, Siak Sri Indrapura.
13. As-Sayyidi Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin
Nama: As-Sayyidi Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II
Lahir: Siak Sri Indrapura, 11 Jumadil Awal 1310 Hijriyah bertepatan dengan 1 Desember 1893
Istri: Permaisuri Pertama Tengku Agung dan Permaisuri Kedua Tengku Maharatu.
Anak: -
Masa jabatan: 1915-1946
Masa pemerintahan: Ia dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan
Syarif Hasyim. Sultan Syarif Kasim II merupakan seorang pendukung perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Sultan Syarif Kasim II semakin menentang Hindia Belanda dan memandang perlu membangun
kekuatan fisik, karena ancaman Hindia Belanda tidak dapat dielakkan lagi. Sultan membangun kekuatan
militer yang berawal dari barisan kehormatan pemuda-pemuda. Dilatih untuk membangkitkan semangat
perlawanan dan mempertahankan diri serta membela nasib rakyat.Sultan Syarif Kasim II menolak campur
tangan peraturan pengadilan pemerintahan Hindia Belanda terhadap rakyatnya dan tetap mempertahankan
keberadaan Kerapatan Tinggi Kerajaan Siak yang diatur dan disusun oleh Kerajaan Siak sendiri.
Sultan Syarif Kasim II dengan tegas juga menolak mengakui Kesultanan Siak sebagai bagian dari Pemerintah
Kolonial Hindia Belanda, meskipun para sultan pendahulunya telah terikat perjanjian dengan Hindia Belanda,
termasuk Perjanjian London 1824. Dalam menentang penjajahan Hindia Belanda, Sultan Syarif Kasim II
memandang kekuatan fisik harus diimbangi dengan kekuatan pembinaan mental dan pendidikan rakyat. Untuk
itulah didirikan sekolah bagi anak negeri dan memberikan beasiswa kepada anak-anak yang berbakat di
Kerajaan Siak Sri Indrapura. Syarif Kasim II mendirikan Sekolah Agama Islam yang diberi nama Madrasah
Taufiqiyah Al-Hasyimiah. Pada tahun 1926 Sultan dan Permaisuri Tengku Agung mendirikan sekolah untuk
kaum wanita yang diberi nama Latifah School. Pendidikan dimaksud selain untuk menimba pengetahuan agama
Islam, juga untuk menanamkan semangat kebangsaan, harga diri dan jiwa patriotisme. Sekolah-sekolah yang
didirikannya menggunakan bahasa pengantar Melayu dan Hindia Belanda. Dengan harta yang dimilikinya,
sultan juga mengirimkan anak-anak Siak yang cerdas ke Batavia dan tempat lain untuk menuntut ilmu.
Kemudian penjajahan Jepang.Berita kekalahan Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15
Agustus 1945 serta berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tersiar di daerah Kesultanan Siak pada
akhir Agustus 1945.Begitu Sultan Syarif Kasim II mendengar berita proklamasi tersebut, semangat pergerakan
nasionalnya mencapai puncaknya, ia mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak.Tahun 1946, ia berangkat
ke Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bahwa Kesultanan Siak Sri Indrapura merupakan bagian dari
wilayah Republik Indonesia.Pada saat itu ia juga menyatakan mendukung perjuangan Republik Indonesia,
sambil menyerahkan Mahkota Kerajaan serta menyumbangkan harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden
kepada Pemerintah Republik Indonesia (setara dengan 214,5 juta gulden atau 120,1 juta USD atau Rp 1,47
trilyun pada tahun 2014).Sesuai komitmennya dalam mendukung perjuangan Republik Indonesia, Sultan Syarif
Kasim II bersama Sultan Serdang juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatera Timur lainnya untuk turut
memihak dan mengintegrasikan diri dengan Republik Indonesia.
Wafat: Di usia 74 tahun, beliau tutup usia di Rumbai, Pekanbaru pada tanggal 23 April 1968, dan dimakamkan
di dekat lokasi Kerajaan Siak.