Nim:2009126472
Kelas: hukum c
Kerajaan kandis
Kerajaan Kandis diperkirakan menjadi salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang
berdiri sejak tahun 1 SM. Letak Kerajaan Kandis berada di Koto Alang, masuk
wilayah Lubuk Jambi, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Dalam Kitab
Negarakertagama, ditemukan tentang nama Kandis, yang disebut sebagai salah
satu wilayah taklukan Kerajaan Majapahit.
Sejarah berdirinya Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa pendiri Kerajaan Kendis
adalah keturunan Alexander Agung dari Makedonia. Konon, salah satu keturunan
Alexander Agung yang bernama Maharaja Diraja pergi mengembara hingga
sampai ke Pulau Emas atau Pulau Sumatera. Begitu sampai di Sumatera, Maharaja
Diraja membangun istana di Bukit Bakau, yang kemudian dinamain Istan Dhamna.
Keberadaan istana ini juga menandai bahwa Maharaja Diraja mendirikan sebuah
kekuatan politik berbentuk kerajaan. Maharaja Diraja memiliki putra bernama
Darmaswara, dengan gelar Mangkuto Maharaja Diraja dan gelar lainnya adalah
Datuk Rajo Tunggal. Datuk Rajo Tunggal kemudian menikah dengan wanita yang
bernama Bunda Pertiwi dan meneruskan kepemimpinan Kerajaan Kandis setelah
ayahnya meninggal.
Masa kejayaan dan kehidupan ekonomi Pada masa pemerintahan Datuk Rajo
Tunggal, Kerajaan Kandis mencukupi kebutuhan ekonominya dari hasil
hutan dan hasil buminya yang melimpah. Hasil hutannya berupa damar,
rotan, dan sarang burung layang-layang. Sedangkan hasil buminya seperti
emas dan perak. Rajo Tunggal pun memerintahkan untuk membuat tambang
emas di kaki Bukit Bakar yang dikenal dengan tambang titah, artinya
tambang emas yang dibuat berdasarkan titah raja. Hasil hutan dan hasil
bumi Kandis diperdagangkan ke Semenanjung Melayu oleh Mentri
Perdagangan Bandaro Hitam dengan memakai ojung atau kapal kayu.
Demikianlah hubungan perdagangan dengan Malaka terjalin sampai Kandis
mencapai puncak kejayaannya di bawah kekuasaan Datuk Rajo Tunggal
yang memerintah dengan adil dan bijaksana.
Akhir Kekuasaan
Pada masa Pemerintahan Sultan Syarif Harun (1940-1946), adalah masa
pemerintahan yang paling sulit di Kerajaan Pelalawan. pada masa
itu Indonesia sengsara di bawah penjajahan Jepang, rakyat menderita lahir batin.
Penderitaan itu dirasakan pula oleh rakyat Pelalawan. Padi rakyat dicabut untuk
kepentingan Jepang, orang-orang diburu untuk dijadikan romusha, di mana-mana
terjadi kesewenang-wenangan.
Demi menjaga kemakmuran rakyat Pelalawan, pada tahun 1946 Sultan Syarif
Harun mendarma baktikan Pelalawan kepada Pemerintah Indonesia Setelah
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Sultan Syarif Harun bersama Orang-
orang Besar bersepakat menyatakan diri dan seluruh Rakyat Pelalawan ikut ke
dalam Pemerintahan Republik Indonesia, dan siap sedia membantu perjuangan
dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada tanggal 7 Agustus 2008, Lembaga Kerapatan Adat Melayu Kabupaten
Pelalawan mengangkat Tengku Kamaruddin Haroen bin Sultan Syarif
Harun sebagai Sultan Pelalawan ke-10, dengan Gelar Sultan Assyaidis Syarif
Kamaruddin Haroen.