Melalui
Perdagangan Pernikahan
Raja Ismail telah menjadi duplikasi dari Raja Kecil (1767). Didukung oleh
Orang Laut, ia terus menunjukan dominasinya di kawasan perairan timur
Sumatera, dengan mengontrol perdagangan timah di Pulau Bangka,
menaklukan Mempawah di Kalimantan Barat, membantu Terengganu
menaklukan Kelantan, hubungan ini kemudian diperkuat dengan perkawinan
antara Raja Ismail dengan saudara perempuan Sultan Terengganu.
Pada abad ke-18, Kesultanan Siak telah menjadi kekuatan yang dominan di
pesisir timur Sumatera.
Perdagangan Diplomasi
• Kesultanan Siak Sri Inderapura mengambil keuntungan atas pengawasan
perdagangan melalui Selat Melaka, serta kemampuan mengendalikan para
perompak.
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura melakukan pembenahan sistem
birokrasi pemerintahannya. Hal ini tidak lepas dari pengaruh sistem pemerintahan yang berlaku di
Eropa maupun pada kawasan kolonial Belanda dan Inggris. Modernisasi ini terlihat pada naskah
Ingat Jabatan (1897).
Siak Sri Inderapura juga menerbitkan salah satu kitab hukum atau undang-undang, dikenal dengan
nama Bab al-Qawa'id (1901), untuk menguraikan hukum yang dikenakan kepada masyarakat
Melayu dan masyarakat lain yang terlibat perkara dengan masyarakat Melayu.
Dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di Kesultanan Siak diselesaikan melalui Balai
Kerapatan Tinggi yang dipimpin oleh Sultan Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh Kadi Siak
serta Controleur Siak sebagai anggota.
Kesultanan Siak membagi kawasannya atas hulu dan hilir, masing-masing terdiri dari
beberapa kawasan dalam bentuk yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Datuk atau Tuanku
atau Yang Dipertuan dan bertanggung jawab kepada Sultan Siak.
Pada kawasan tertentu, ditunjuk Kepala Suku yang bergelar Penghulu, dibantu oleh Sangko
Penghulu, Malim Penghulu serta Lelo Penghulu.
Tahun Nama Sultan Catatan dan peristiwa penting
1723-1746 Sultan Abdul Jalil Syah Pertama kali berkuasa
1746-1761 Sultan Mahmud Memindahkan pusat pemerintahan ke Mempura
1761 Raja Ismail Dipaksa VOC turun tahta
1770-1779 Raja Muhammad Ali Johor telah menjadi bagian dari Siak Sri Inderapura
Mengizinkan pendirian Kerajaan Negeri Sembilan tahun 1773
1779-1781 Raja Ismail Kembali Berkuasa
1781-1791 Sultan Yahya Pada tanggal 1 - 8 - 1782 membuat perjanjian dengan VOC dalam
berperang melawan Inggris
1791-1811 Sultan Sayyid Ali Putra dari Sayyid Osman al-Syaikh 'Ali Ba' Alawi, yang menikahi cucu
perempuan Raja Kecil
1811-1827 Sultan Sayyid Ibrahim Membuat perjanjian kerjasama dengan Inggris tanggal 31 Agustus 1818.
Kemudian dengan Belanda tahun 1822
Pengaruh dari Perjanjian London tahun 1824, beberapa wilayah Siak lepas
dan menjadi bagian dari kolonialisasi antara Inggris dan Belanda.
Johor lepas dari Siak, berada dalam pengawasan Inggris.
Pulau Lingga menjadi wilayah pengawasan Belanda.
1827-1864 Sultan Sayyid Ismail Menerima perjanjian baru dengan Inggris tahun 1840.
Mangkubumi Sayyid al-Syarif Tahun 1864 dipaksa Belanda turun tahta.
Jalaluddin 'Ali Ba' Alawi
1864-1889 Sultan Syarif Kasim I Pengangkatannya mesti disetujui oleh Ratu Belanda, Belanda
menempatkan controleur di Siak
Diperebutkan oleh Inggris dan Belanda dalam Perjanjian Sumatera
1889-1908 Sultan Syarif Hasyim Meresmikan Istana Siak Sri Inderapura
1915-1945 Sultan Syarif Kasim II Menyerahkan kerajaannya pada pemerintah Republik Indonesia
WARISAN SEJARAH
Siak Sri Inderapura sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota
dari Kabupaten Siak yang dibangun tahun 1886 serta Istana Siak Sri Inderapura
yang dibangun pada tahun 1889 masih berdiri sebagai simbol kejayaan masa
silam, termasuk Tari Zapin Melayu dan Tari Olang-olang yang pernah mendapat
kehormatan menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan pada setiap
perayaan di Kesultanan Siak Sri Inderapura. Begitu juga nama Siak masih
melekat merujuk kepada nama sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu
Sungai Siak yang bermuara pada kawasan timur pulau Sumatera.