PENDAHULUAN
Kata Siak Sri Inderapura, secara harfiah dapat bermakna pusat kota raja yang taat
beragama, dalam bahasa Sanskerta, sriberarti "bercahaya" dan indera atau indra dapat
bermakna raja. Sedangkan pura dapat bermaksud dengan "kota" atau "kerajaan". Siak dalam
anggapan masyarakat Melayu sangat bertali erat dengan agama Islam, Orang Siak ialah
orang-orang yang ahli agama Islam, kalau seseorang hidupnya tekun beragama dapat
dikatakan sebagai Orang Siak.
Nama Siak, dapat merujuk kepada sebuah klan di kawasan antara Pakistan dan India,
Sihag atau Asiagh yang bermaksudpedang. Masyarakat ini dikaitkan dengan bangsa Asii,
masyarakat nomaden yang disebut oleh masyarakat Romawi, dan diidentifikasikan sebagai
Sakai oleh Strabo seorang penulis geografi dari Yunani. Berkaitan dengan ini pada sehiliran
Sungai Siak sampai hari ini masih dijumpai masyarakat terasing yang dinamakan sebagai
Orang Sakai
Pada masa awal Kesultanan Melayu Melaka, Riau menjadi tempat pusat agama islam.
Setelah itu perkembangan agama Islam di Siak menjadikan kawasan ini sebagai salah satu
pusat penyebaran dakwah Islam, hal ini tidak lepas dari penggunaan nama Siak secara luas di
kawasan Melayu. Jika dikaitkan dengan pepatah Minangkabau yang terkenal: Adat menurun,
syara’ mendaki dapat bermakna masuknya Islam atau mengislamkan dataran tinggi
pedalaman Minangkabau dari Siak sehingga orang-orang yang ahli dalam agama Islam, sejak
dahulu sampai sekarang, masih tetap disebut dengan Orang Siak.
BAB II
PEMBAHASAN
Karena merasa aman dan tentram di Buantan, ia kemudian memutuskan untuk menetap,
dan oleh rakyat setempat, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah kemudian diangkat sebagai Sultan
Siak dengan gelar yang sama ketika ia masih menjadi raja di Kemaharajaan Melayu. Ada
perbedaan pendapat mengenai tahun pendirian kerajaan Siak ini, sebagian mengatakan pada
tahun 1723, tapi ada juga yang mengatakan 1725.
Selanjutnya, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah melakukan konsolidasi ekonomi dan
militer untuk kembali merebut Kemaharajaan Melayu. Namun, setelah berkali-kali
melakukan serangan terhadap pengikut Raja Sulaiman, ia tetap mengalami kegagalan. Ia
mangkat pada tahun 1744, dan digantikan oleh putranya, Sultan Mohamad Abdul Jalil
Jalaludin Syah. Anaknya ini kemudian memindahkan ibukota ke Mempura.
Sejak Sultan Siak pertama, Siak sudah membuka hubungan dagang dengan beberapa
negeri luar, seperti Turki, Arab dan Mesir. Disamping itu, Siak juga menjaga hubungan baik
dengan negeri tetangga, seperti Minangkabau. Sepanjang berdirinya, Kerajaan Siak tak
pernah henti berjuang melawan penjajah Belanda. Di antara peperangan yang paling terkenal
adalah Perang Guntung, di mana Kerajaan Siak berhasil menghancurkan kekuatan perang
Belanda. Walaupun pada akhirnya Belanda berhasil menguasai Siak,tapi itu bukanlah hasil
kekuatan senjata, tapi hasil dari pecah belah dan tipu muslihat.
Selama berdirinya, Kerajaan Siak telah berkali-kali berpindah ibukota, yang pertama di
Buantan, Mempura, Senapelan, kemudian pindah lagi ke Mempura, dan terakhir di Kota
Tinggi, yang lebih dikenal dengan nama Siak Sri Indrapura.
Kerajaan Siak berdiri selama lebih dari dua abad, dari tahun 1723 hingga tahun 1946.
Akhir kerajaan ini seiring dengan ikrar sultan terakhirnya, Sultan Syarif Qasim II untuk
bergabung dengan negara kesatuan Republik Indonesia, ketika Indonesia merdeka dari
jajahan Belanda. Sejak itulah, kerajaan Siak menjadi bagian yang tak terpisahkan lagi dari
Republik Indonesia.
Wilayah Kerajaan Siak meliputi kawasan Siak sekarang ini, Pekanbaru, Rokan, Kubu,
Tanah Putih, Bangka, Kulo, Kota Pinang, Pagarawan, Batu Bara, Bedagai, Kualuh, Panai,
Bilah, Asahan, Serdang, Langkat, Temiang dan Deli. Sementara daerah Tapung yang terdiri
dari dua persekutuan, yaitu Tapung Kiri dan Tapung Kanan, melakukan perjanjian damai
dengan Kerajaan Siak.
Siak juga pernah beberapa kali melakukan ekspansi wilayah hingga ke Kedah dan
Pahang, namun gagal merebut negeri-negeri itu. Siak juga pernah menyerang kerajaan
Sambas di Kalimantan Barat dan berhasil menguasai negeri itu untuk beberapa lama.
Para Sultan yang pernah memerintah di kerajaan Siak adalah sebagai berikut :
1. Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah Almarhum Buantan (1723 – 1744)
10. Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Syaifuddin (1827 – 1864)
11. Sultan Assyaidis Syarif Kasim I Abdul Jalil Syaifuddin (1864 – 1889)
12. Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889 – 1908)
13. Sultan Assyaidis Syarif Kasim II Abdul Jalil Syaifuddin (1908 – 1946).
Dengan klaim sebagai pewaris Malaka, pada tahun 1724-1726 Sultan Abdul Jalil
melakukan perluasan wilayah, dimulai dengan memasukkan Rokan ke dalam wilayah
Kesultanan Siak dan kemudian membangun pertahanan armada laut di Bintan. Namun pada
tahun 1728, atas perintah Raja Sulaiman, Yang Dipertuan Muda bersama pasukan Bugisnya,
Raja Kecil diusir keluar dari Kepulauan Riau. Raja Sulaiman kemudian menjadikan Bintan
sebagai pusat pemerintahannya. Atas keberhasilannya itu, Yang Dipertuan Muda diberi
kedudukan di Pulau Penyengat.
Sementara Raja Kecil terpaksa melepas hegemoninya di Kepulauan Riau dan mulai
membangun kekuatan baru di kawasan sepanjang pesisir timur Sumatera. Antara tahun 1740-
1745, Raja Kecil kembali bangkit dan menaklukan beberapa kawasan di Semenanjung
Malaya. Karena mendapat ancaman dari Siak, dan disaat yang bersamaan orang-orang Bugis
juga meminta balas atas jasa mereka, maka Raja Sulaiman meminta bantuan kepada Belanda
di Malaka. Dalam perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1746 itu, Johor menjanjikan
akan memberikan Bengkalis kepada Belanda. Perjanjian itu kemudian direspon oleh VOC
dengan mendirikan gudang pada kawasan tersebut.
Sepeninggal Raja Kecil pada tahun 1746, klaim atas Johor memudar. Dan pengantinya
Sultan Mahmud berfokus kepada penguatan kedudukannya di pesisir timur Sumatera dan
daerah vassal di Kedah dan kawasan pantai timur Semenanjung Malaya. Pada tahun 1761,
Sultan Siak membuat perjanjian ekslusif dengan pihak Belanda, dalam urusan dagang dan
hak atas kedaulatan wilayahnya, serta bantuan dalam bidang persenjataan.[28] Setelah Raja
Mahmud wafat, muncul dualisme kepemimpinan di kerajaan ini. Raja Muhammad Ali yang
lebih disukai Belanda kemudian menjadi Sultan Siak. Sementara sepupunya Raja Ismail yang
tidak disukai Belanda, muncul sebagai Raja Laut, menguasai perairan timur Sumatera sampai
ke Laut Cina Selatan, dan membangun kekuatan di gugusan Pulau Tujuh.
Sekitar tahun 1767, Raja Ismail telah menjadi duplikasi dari Raja Kecil. Didukung oleh
Orang Laut, ia terus menunjukan dominasinya di kawasan perairan timur Sumatera, dengan
mulai mengontrol perdagangan timah di Pulau Bangka, kemudian menaklukan Mempawah di
Kalimantan Barat. Sebelumnya Raja Ismail juga turut membantu Terengganu menaklukan
Kelantan, hubungan ini kemudian diperkuat oleh adanya ikatan perkawinan antara Raja
Ismail dengan saudara perempuan Sultan Terengganu. Pengaruh Raja Ismail di kawasan
Melayu sangat signifikan, mulai dari Terengganu, Jambi, dan Palembang. Laporan Belanda
menyebutkan, Palembang telah membayar 3.000 ringgit kepada Raja Ismail agar jalur
pelayarannya aman dari gangguan. Sementara Hikayat Siak menceritakan tentang kemeriahan
sambutan yang diterima oleh Raja Ismail sewaktu kedatangannya ke Palembang.
Kerajaan Siak berdiri selama lebih dari dua abad, dari tahun 1723 hingga tahun 1946.
Akhir kerajaan ini seiring dengan ikrar sultan terakhirnya, Sultan Syarif Qasim II untuk
bergabung dengan negara kesatuan Republik Indonesia, ketika Indonesia merdeka dari
jajahan Belanda. Sejak itulah, kerajaan Siak menjadi bagian yang tak terpisahkan lagi dari
Republik Indonesia.
Wilayah Kerajaan Siak meliputi kawasan Siak sekarang ini, Pekanbaru, Rokan, Kubu,
Tanah Putih, Bangka, Kulo, Kota Pinang, Pagarawan, Batu Bara, Bedagai, Kualuh, Panai,
Bilah, Asahan, Serdang, Langkat, Temiang dan Deli. Sementara daerah Tapung yang terdiri
dari dua persekutuan, yaitu Tapung Kiri dan Tapung Kanan, melakukan perjanjian damai
dengan Kerajaan Siak.
Siak juga pernah beberapa kali melakukan ekspansi wilayah hingga ke Kedah dan
Pahang, namun gagal merebut negeri-negeri itu. Siak juga pernah menyerang kerajaan
Sambas di Kalimantan Barat dan berhasil menguasai negeri itu untuk beberapa lama.
Pada abad ke-18, Kesultanan Siak telah menjadi kekuatan yang dominan di pesisir
timur Sumatera. Tahun 1780, Kesultanan Siak menaklukkan daerah Langkat, dan menjadikan
wilayah tersebut dalam pengawasannya, termasuk wilayah Deli dan Serdang. Di bawah
ikatan perjanjian kerja sama dengan VOC, pada tahun 1784 Kesultanan Siak membantu VOC
menyerang dan menundukkan Selangor. Sebelumnya mereka telah bekerja sama
memadamkan pemberontakan Raja Haji Fisabilillah di Pulau Penyengat.
3.1 Kesimpulan
Kesultanan Siak Sri Inderapura adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam yang pernah
berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil,
anak dari Sultan Mahmud Shah sultan Kesultanan Johor yang dibunuh dan dilarikan ke
Pagaruyung bersama ibundanya Encik Apong. Raja kecil yang bergelar Sultan Abdul Jalil
pada tahun 1723, setelah sebelumnya terlibat dalam perebutan tahta Johor. Dalam
perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan bahari yang kuat dan
menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaya di
tengah tekanan imperialisme Eropa.
Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan Barat,
sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera dan Kalimantan. Pasang surut
kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan
di Selat Malaka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir, Sultan
Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.
3.2 Saran
Kerajaan Siak bergabung dengan Republik Indonesia dalam keadaan berdaulat. Bukan
hanya itu, Kerajaan Siak juga menyerahkan banyak harta kekayaan saat bergabung dengan
Republik Indonesia berupa uang 13 juta gulden dan barang berharga lainnya. Oleh karena itu,
harus juga diingat betapa besarnya jasa kerajaan Siak terhadap NKRI.
TUGAS BUDAYA MELAYU
DISUSUN OLEH