Anda di halaman 1dari 14

KLIPING

SEJARAH
ISTANADALAM LOKA
DAN RAJA-RAJA
SUMBAWA
Disusun Oleh: NAUFAL TIO WIDJANARKO

SD NEGERI 2 LABUHAN SUMBAWA


TAHUN 2015
RUMAH ISTANA SUMBAWA (DALAM LOKA)

1. SEJARAH
Istana tempat tinggal raja Sumbawa adalah nama sebuah pulau yang terletak di
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Di pulau ini terdapat dua kabupaten yaitu Kabupaten Sumbawa
dan Kabupaten Sumbawa Barat yang merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Sumbawa.
Sejarah mencatat, keberadaan Kabupaten Sumbawa atau Tana Samawa ini mulai dikenal sejak
zaman Dinasti Dewa Awan Kuning (1350-1389). Pada masa itu corak kerajaan masih bersifat
hinduistis. Corak hindu pada Dinasti Dewa Awan Kuning berakhir pada masa kepemimpinan
Raja Dewa Majaruwa. Raja Dewa Majaruwa memeluk Islam setelah kerajaan menjalin hubungan
dengan kerajaan islam demak di Jawa sekitar tahun 1478-1597. Kemudian pada tahun 1623
kerajaan Dewa Awan Kuning ditaklukan oleh Kerajaan Goa sehingga kekuasaan Kerajaan
Sumbawa pun berpindah pada Dinasti Dewa Dalam Bawa. Raja pertama begergelar Sultan
Hanurasyid 1. Kerajaan ini berkuasa selama 3 abad di tanah Sumbawa. Dan sampai saat ini
masih terdapat peninggalan kerajaan berupa rumah istana Sumbawa atau istana dalam loka.
Rumah istana Sumbawa atau Dalam Loka merupakan peninggalan bersejarah dari kerajaan
yang berlokasi di kota Sumbawa Besar. Dalam Loka dibangun pada tahun 1885 oleh Sultan
Muhammad Jalalludin III (1883-1931) untuk menggantikan bangunan-bangunan istana yang
telah dibangun di tanah tersebut sebelumnya karena telah lapuk dimakan usia bahkan hangus
terbakar. Istana-istana itu diantaranya Istana Bala Balong, Istana Bala Sawo dan Istana Gunung
Setia. Dalam Loka sendiri berasal dari dua kata yakni dalam yang berarti istana atau rumah-
rumah di dalam istana dan loka yang berarti dunia atau tempat. Jadi, Dalam Lokabermakna
istana tempat tinggal raja.
Dalam Loka memiliki luas 696,98 m2 dengan 2 bangunan kembar yang ditopang oleh 98
tiang kayu jati dan 1 buah tiang pendek (tiang guru) yang terbuat dari pohon cabe. Secara
keseluruhan jumlah tiang penopang adalah 99 tiang yang melambangkan 99 sifat Allah (asmaul
husna). Bangunan dalam loka menghadap ke selatan atu tepatnya ke arah Bukit Sampar dan
alun-alun kota. Pertama kali memsuki istana akan ditemukan susunan tangga yang menjadi
ssatu-satunya jalan masuk ke istana. Tangga ini menyimbolkan bahwa siapapun harus
menghormati raja. Hal ini tercermin dari keharusan membungkuk bagi siapapun yang melewati
tangga ini. Di dalam komplek Dalam Loka terdapat dua bangunan kembar yang diberi nama Bala
Rea atau graha besar. Bangunan ini tersusun dari beberapa bagian yang memiki fungsi masing-
masing.
Di bagian depan bangunan terdapat ruangan bernama Lunyuk Agung yang berfungsi
sebagai tempat musayawarah, resepsi atau acara pertemuan lainnya. Di sebelah Lunyuk
Agung terdapat ruangan yang bernama Lunyuk Mas, fungsinya adalah sebagai ruangan khusus
untuk permaisuri, istri-istri menteri dan staf penting kerajaan ketika dilangsungkan upacara adat.
Ada juga yang disebut Ruang Dalam sebelah barat, ruangan-ruangan ini hanya disekat oleh
kelambu fungsinya adalah sebagai tempat shalat, di sebelah utaranya merupakan kamar tidur
permaisuri dan dayang-dayang. Ruang Dalam sebelah timur terdiri dari empat kamar dan
diperuntukan bagi putra/putri raja yang sudah berumah tangga di ujung utara ruangan ini adalah
kamar pengasuh rumah tangga istana. Di bagian belakang Bala Rea terdapat ruang sidang,
pada malam hari ruangan ini dijadikan tempat tidur para dayang. Kamar mandi terletak di luar
ruangan induk yang memanjang dari kamar peraduan raja hingga kamar permaisuri.
Dan yang terakhir adalah Bala Bulo berada di samping Lunyuk Mas, terdiri atas dua lantai, lantai
pertama berfungsi sebagai tempat bermain putra/putri raja dan lantai kedua berfungsi sebagai
tempat permaisuri dan istri para bangsawan saat menyaksikan pertunjukan di lapangan istana.
Di luar komplek ini terdapat kebun istana (kaban alas), gapura atau tembok istana (bala buko),
rumah jam (bala jam) dan tempat untuk lonceng istana. Bangunan ini dibangun dari bahan kayu
jati yang didatangkan dari hutan jati imung dan atap terbuat dari seng yang didatangkan dari
singapura. Arsitek dari bangunan ini adalah Imam Haji Hasyim.
Sejak dibangunnya istana baru pada tahun 1932 yang kemudian pada tahun 1954
dijadikan rumah dinas wisma praja bupati Sumbawa, keadaan Dalam Loka sudah tidak terawat
lagi. Pada tahun 1979 1985 dalam loka dipugar kembali oleh Departemen Kebudayaan.
Kemudian di tahun 1993 Dalam Loka dijadikan sebagai Museum Dalam Loka. Dan pada tahun
2001 dalam loka mengalami pemugaran kembali yang didanai oleh proyek pelestarian sejarah
dan purabakala nusa tenggara barat hasil kerja sama pemerintah Indonesia dan Jepang. Kini
dalam loka telah mengalami beberapa kali pemugaran. Terakhir, tahun 2011 dilakukan
revitalisasi kompleks Dalam Loka. Hanya saja proses revitalisasi ini masih harus
berkesinambungan karena masih banyak yang harus diperbaiki dari bangunan bersejarah ini.
2. PETA LOKASI
3. FOTO ISTANA DALAM LOKA
4. SEJARAH RAJA & PEMERINTAHAN DI SUMBAWA

Kebaradaan Tana Samawa atau Kabupaten Sumbawa, mulai dicatat oleh sejarah sejak
Zaman Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak banyak sumber tertulis yang bisa dijadikan
bahan acuan untuk mengungkapkan situasi dan kondisi pada waktu itu. Sebagaimana
masyarakat di daerah lain, sebagian rakyat Sumbawa masih menganut animisme dan sebagian
sudah menganut agama Hindu. Baru pada kekuasaan raja terakhir dari dinasti Awan Kuning,
yaitu Dewa Maja Purwa, ditemukan catatan tentang kegiatan kerajaan, antara lain bahwa Dewa
Maja Purwa telah menandatangani perjanjian dengan Kerajaan Goa di Sulawesi. Perjanjian itu
baru sebatas perdagangan antara kedua kerajaan kemudian ditingkatkan lagi dengan perjanjian
saling menjaga keamanan dan ketertiban. Kerajaan Goa yang pengaruhnya lebih besar saat itu
menjadi pelindung kerajaan Samawa.
Setelah Dewa Maja Purwa wafat ia digantikan oleh Mas Goa, yang masih menganut
ajaran Hindu. Ia dianggap telah melanggar salah satu perjanjian damai dengan kerajaan Goa,
maka resikonya ia terpaksa disingkirkan bersama pengikut pengikutnya kesebuah Hutan, kira-
kira di wilayah Kecamatan Utan sekarang. Pengusiran Mas Goa dan pengikutnya ke wilayah
Utan lebih arif disebut kudeta di zaman sekarang. Ia serta merta diturunkan dari tahtanya karena
mangkir dari kesepakatan pendahulunya dengan Kerajaan Goa. Tidak disebutkan apa
pelanggaran yang telah dilakukan Mas Goa, namun campur tangan Raja Goa di Sulawesi sangat
besar. Pemberhentian secara paksa ini terjadi pada tahun 1673 M sekaligus mengakhiri
pengaruh Dinasti Dewa Awan Kuning di Sumbawa. Tahun berikutnya 1674 M Dinasti baru
terbentuk dan diberi nama Dinasti Dewa Dalam Bawa. Saat itu menurut BUK Tana Samawa,
rakyat Sumbawa sudah mulai memeluk Agama Islam. Dinasti Dewa Dalam Bawa ini berkuasa
hingga tahun 1958.
Luas wilayah kekuasaannya dimulai dari wilayah taklukan Kerajaan Empang hingga
Jereweh. Raja pertama dari Dinasti Dalam Bawa ini adalah Sultan Harunurrasyid I (1674
1702). Ia kemudian diganti oleh putranya Pangeran Mas Madina bergelar Sultan Muhammad
Jalaluddin Syah I yang kawin dengan Putri Raja Sidenreng Sulawesi Selatan yang bernama I
Rakia Karaeng Agang Jene.Setelah wafat, Jalaluddin Syah I ini kemudian diganti oleh Dewa
Loka Lengit Ling Sampar kemudian oleh Dewa Ling Gunung Setia. Tidak banyak bahan sejarah
yang dapat mengungkapkan berapa lama keduanya memerintah, tapi diperkirakan selama 10
tahun. Ada fakta yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Datu Gunung Setia,
kerajaan Sumbawa termasuk Bala Balong lenyap dilalap si jago merah pada tanggal 26
Ramadhan 1145 Hijriah (1732 M).
Pada tahun 1733 Kerajaan Sumbawa kembali dipegang oleh keponakan Sultan
Muhammad Jalaluddin Syah I, bernama Muhammad Kaharuddin I (1733-1758). Ketika ia
meninggal, kekuasaan diambil alih istrinya I Sugiratu Karaeng Bontoparang, yang bergelar
Sultan Siti Aisyah. Raja wanita ini dikenal sering berselisih paham dengan pembantu raja,
sehingga pada tahun 1761 ia diturunkan dari tahta dan mengharapkan , digantikan oleh Lalu
Mustanderman Datu Bajing, namun ia menolak, dan menyarankan untuk mengangkat adiknya
yaitu Lalu Onye Datu Ungkap Sermin ( 1761-1762 ).
Pemerintahannya Lalu Onye, hanya berjalan setahun. Konon karena ia lari dari istana
untuk menghindari perang saudara, atas kekeliruannya menikahi seorang wanita yang telah
lama ditinggalkan berlayar oleh suaminya, Lalu Angga Wasita yang terkenal keperkasaannya. Ia
menyangka Lalu Angga Wasita sudah meninggal karena tidak pernah ada kabar beritanya. Tapi
suatu hari lelaki perkasa itu muncul. Karena raja merasa bersalah maka ia lari pada malam
Selasa , di hari ke 14 Ramadhan waktu bulan purnama raya.
Kepergian Datu Ungkap Sermin itu membuat kursi raja menjadi lowong. Maka
diangkatlah Gusti mesir Abdurrahman, keturunan Raja Banjar. Meski ia bukan trah Dinasti Dewa
Dalam Bawa, tetapi memungkinkan untuk diangkat menjadi raja karena telah menikah dengan
puteri Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I. ia pun diberi gelar Muhammad Jalaluddin Syah II,
dan memegang kekuasaan selama 3 tahun (1762-1765). Ia mangkat pada tanggal 1 Dzulhijjah
1179 Hijriah ( 1765 Masehi). Untuk menggantinya diangkatlah putra mahkota yang masih
berumur 9 tahun menjadi raja boneka yaitu Sultan Mahmud. Sedangkan yang menjalankan
pemerintahan diangkat Dewa Mapeconga Mustafa datu Taliwang. Keputusan ini menimbulkan
amarah datu Jereweh, karena ia sangat berambisi untuk menjadi raja. Maka ia berangkat ke
Makasar untuk meminta bantuan kompeni (VOC) agar bisa menciptakan kekacauan di Kerajaan
Sumbawa. Sebelum berangkat, datu Jereweh menemui kerajaan-kerajaan tetangganya dan
mempengaruhi mereka supaya ikut mendukung rencananya dan ikut menandatangani perjanjian
dengan VOC sekaligus membatalkan segala hal yang telah diatur dalam perjanjian Bongaya
antara VOC dengan raja Goa yang isinya antara lain VOC tidak boleh mencampuri urusan
perdagangan di kerajaan selatan. Akhirnya pada tanggal 9 Februari 1765 di Fort Rotterdam
ditandatangani perjanjian antara Cornelis Senklaar Komodour sebagai wakil VOC denga pihiak
raja raja selatan yang antara lain Sultan Abdul Kadir Muhammad Dzillillah Fil Alam ( raja Bima
), Hasanuddin Datu Jereweh ( mengatas namakan raja Sumbawa ), Achmad Alauddin Johan
Syah (raja Dompu), Abdurrasyid (raja Sanggar) dan Abdurrahman (raja Pekat).
Perjanjian ini berisi tentang diperkenankannya VOC masuk Sumbawa. Tapi perjanjian ini
kemudian dibatalkan lewat kontrak baru tanggal 18 Mei 1766 berkat keberhasilan diplomasi
utusan kerajaan Sumbawa Dea Tumuseng. Dalam perjanjian ini disebutkan, apabila Sultan
Mahmud dewasa, maka kekuasaan raja akan diserahkan kembali kepadanya.Tapi pada waktu
Sultan Dewa Mepaconga Mustafa sakit pada tahun 1189 H (1775 M), beliau digantikan oleh
Datu Busing Lalu Komak, yang bergelar Sultan Harrunnurrasyid II (1777-1790). Sementara
Sultan Mahmud yang putra mahkota itu tidak pernah diangkat menjadi raja yang sebenarnya,
hingga ia meninggal dunia pada 8 jumadil akhir 1194 H (1780 M) dalam usia 24 tahun. Pada
waktu pemerintahan Harrunnurrasyid II ini telah berhasil diselesaikan penulisan Kitab Suci Al
Quran dengan tulisan tangan oleh Muhammad Ibnu Abdullah Al Jawi Negeri Sumbawa Madzab
Safiie, tepatnya pada 28 Dzulqaidah 1199 H (1784 M).
Sepeninggal Harrunnurrasyid II, tahta kerajaan beralih pada anak perempuannya, yaitu
Sultan Syafiatuddin (1791-1795). Ia kemudian kawin dengan Sultan Bima dan mengikuti
suaminya ke Bima, sekaligus memboyong beberapa harta pusaka kerajaan. ( Sebagian koleksi
harta kekayaan Raja Bima sekarang adalah milik Sultan Syafiatuddin yang dibawa dari
Sumbawa ). Karena kejadian itu, maka diputuskan oleh para Menteri Kerajaan untuk tidak lagi
mengangkat wanita sebagai raja. Sedangkan pengganti Sultan Syafiatuddin adalah putera
Sultan Mahmud bernama Muhammad Kaharuddin II. Pada waktu pemerintahannya inilah
Gunung Tambora meletus. Tepatnya pada hari Selasa, 21 Jumadil Awal 1230 H (1815 M). Pada
waktu itu Kerajaan Sumbawa dilanda hujan debu. Dalam laporan H. Zolinger disebutkan bahwa
sepertiga penduduk mati di pulau Sumbawa dan sepertiganya lagi pindah ke pulau Lombok.
Sedangkan abu yang menggenangi wilayah kerajaan Sumbawa sampai setinggi lutut. Setahun
kemudian Sultam Muhammad Kaharruddin II pun mangkat pada tanggal 20 Syafar 1231 Hijriah
(1816 M). Pemangku kerjaan selanjutnya diserahkan kepada Nene Ranga Mele Manyurang. Ia
pun tidak lama menduduki singgasana kerajaan, karena pada bulan Rabbiul Awal 1241 Hijriah
(1825 M), Nene Ranga yang sudah tua itu meninggal dunia. Kekuasaan dilanjutkan oleh
Abdullah hingga ia meninggal pada tanggal 87 Muharram 1252 Hijriah (1836 M).
Mulai tahun 1836 sampai 1882, tahta Kerajaan Sumbawa kembali dilanjutkan oleh
Putera Muhammad Kaharuddin II, yaitu Sultan Amrullah. Pada waktu pemerintahannya ini tidak
banyak catatan sejarah yang bisa ditemukan, barangkali karena kerajaan baru mulai bangkit dari
peristiwa meletusnya Gunung Tambora yang sangat dashyat. Sebuah letusan yang konon
menyebabkan langit di Eropa diliputi kabut awan selama dua tahun. Sultan Amrullah meninggal
pada tanggal 23 Agustus 1883, sementara kursi raja diteruskan oleh Sultan Muhammad
Jalaluddin III, cucu Sultan Amrullah. Pada masa ini campur tangan Belanda sudah terlalu jauh,
terutama dalam hal menarik pajak. Akhirnya meledaklah pemberontakan rakyat, yang membuat
Belanda harus mendatangkan bala bantuan dari Makassar, sebab hampir di setiap tempat timbul
amarah rakyat. Namun karena kelemahan dalam bidang persenjataan, semua bentuk
pemberontakan dapat dipatahkan termasuk pemberotakan yang terjadi di Taliwang yang
dilakukan Unru dan kawan-kawan.
Kekuasaan Belanda lewat VOC pun semakin merajalela. Maka dimulailah babak baru,
Belanda ikut bermain politik di dalam istana, dan ikut menentukan jalannya pemerintahan. Pulau
Sumbawa dan Pulau Sumba dijadikan satu dalam bentuk afdeling dengan ibukota di Sumbawa
Besar ( Ibukota Kabupaten Sumbawa sekarang). Asisten Resident yang pertama adalah Janson
Van Ray. Kerajaan Sumbawa dibagi dalam dua ander afdeeling, yaitu Sumbawa Barat dan
Sumbawa Timur. Dalam pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin III (1833-1931) inilah
dibangun Istana Tua Dalam Loka. Hal ini sangat dimungkinkan karena Sultan Muhammad
Jalaluddin III menjalankan roda pemerintahan selama 48 tahun. Ia juga mampu menuruti
kehendak Belanda. Setelah ia meninggal pada tahun 1931, kekuasaan raja turun kepada putra
mahkota yang mendapat gelar Sultan Muhammad Kaharruddin III. Pada zaman
pemerintahannya inilah menjadi masa peralihan kolonialisme Belanda kepada Jepang.
Ketika perjanjian Kalijati ditandatangani tanggal 9 Maret 1942, organisasi organisasi
Islam di Kabupaten Sumbawa mulai mengatur siasat. Organisasi itu antara lain Nahdatul
Oelama, Moehammadiah dan Al Irsyad. Sementara tiga kerajaan di pulau Sumbawa mengambil
sikap tegas, menyatakan diri lepas dari kekuasaan Belanda. Tepat pada bulan Mei 1942,
delapan kapal perang Jepang mendarat di Labuhan Mapin di bawah pimpinan Kolonel Haraichi,
yang ternyata disambut gembira oleh rakyat. Kekuasaan Jepang tidak berlangsung lama, karena
setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi Bom Atom, Jepang menyerah kepada sekutu. Peraktis
kekuasaannya berakhir. Sebelum Belanda kembali masuk, Soekarno dan Mohammad Hatta
memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Agresi Militer Belanda ke Republik Indonesia mengakibatkan Raja Sumbawa
menandatangani sebuah perjanjian politik baru dengan Belanda pada tanggal 14 Desember
1948. Isinya antara lain menjelaskan tentang sisa-sisa kekuasaan yang masih dikuasai oleh
Belanda di Sumbawa. Kekuasaan tersebut ada tiga, yaitu bidang pertahanan, hubungan luar
negeri dan monopoli atas candu dan garam. Setahun kemudian pemerintah Indonesia Timur
berdasarkan Undang Undang Nomor 44 tahun 1949 membentuk daerah Statuta Federasi
Pulau Sumbawa, yang ditetapkan oleh Dewan Raja raja pada tanggal 6 September 1949.
Perubahan system Pemerintahan terjadi lagi dengan membentuk Propinsi Nusa
Tenggara Barat, yang didasarkan pada Undang Undang Nomor 64 Tahun 1958. Propinsi
Sunda Kecil dibagi menjadi tiga Daerah Swatantra Tingkat I yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat (
NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Khusus Daerah Swatantra I Nusa Tenggara Barat
menjadi enam Daerah Swantantra Tingkat II, dimana raja sekaligus menjadi Kepala
Pemerintahan. Karena itu otomatis Federasi Pulau dibubarkan. Federasi Pulau Lombok
dibubarkan pada tanggal 17 Desember 1958 dan tanggal tersebut hingga sekarang dijadikan
sebagai hari lahirnya Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sedangkan Federasi Pulau Sumbawa
dibubarkan pada tanggal 22 Januari 1959 dan pada saat itu dilantiklah Sultan Muhammad
Kaharruddin III menjadi Pejabat Sementara Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Sumbawa.
Tanggal itulah yang dijadikan hari lahir Kabupaten Sumbawa.

Nama Raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan Sumbawa dari tahun 1674-1958 M.

1. Sultan Hasanurrasyid I 1674-1702 m

2. SULTAN Muhammad Jalaluddin I 1702-1723 m

3. Datu bala Sawo 1723-1725 M

4. Datu gunung setia 1725-1732 M


5. Sultan Muhammad Kaharuddin I 1732-1758 M

6. Sultan siti Aisyah 1759-1760 M

7. Datu Ungkap Sermin 1761-1762 M

8. Sultan Muhammad Jalaludddin II 1762-1765

9. Dewa Mepaconga Mustafa1765-1776

10. Sultan harunurrasyid II 1776-1790 M

11. Sultan shafiyatuddin 1791-1795 M

12. Sultan Muhammaad kaharuddin II 1795-1816 M

13. Nene ranga mele Manyurang 1816-1825 M

14. Mele Abdullah 1825-1836 M

15. Sultan amrullah II 1836-1882

16. Sultan muhammd Jalaluddin III 1882-1931 M

17. Sultan Muhammad Kaharuddin III 1931-1958 M

5. Foto - Foto Sumbawa Tempo Dulu


DEMUNG dan KEPALA KAMPUNG. Foto Bersama para DEMUNG [ Camat ] dan Kepala Kampung dlm Wilayah
Kesultanan Sumbawa Pada tgl 5 April 1941 Usai Menyusun Piagam Pernyataan Bersama Penetapan Muhammad
Abdurrahman Daeng Raja Dewa putra YM.Sultan Muhammad Kaharuddin lll sebagai Putra Mahkota

Foto Tahun 1930. YM.Dewa Masmawa Sultan Muhammad Djalaluddindyah lll berfoto bersama Datu Ranga Abdullah Lalu
Intan Dewa, Rumah Bicara Bima berdiri dan di belakang Raja Muda Muhammad Kaharuddin Daeng Manurung. Usai
menyampaikan hasil kesepakatan ttg rencana BAGARA REA [perkawinan agung] antara Raja Muda dg Siti Khadijah Daeng
Ante Ruma Pa'duka putri Sultan Bima Muhammad Shalahuddin
ISTANA BALA PUTIH 1934. Foto Bersama YM.Sultan Muhammad Kaharuddin lll beserta Dewa Bini, Pembesar
Kesultanan Sumbawa dan Petinggi Belanda usai acara syukuran pindahnya Sultan dari Istana Dalam loka ke Istana Bala Buti
[Wisma Daerah sekarang]

NGINRING [ NGINRING KAMUTAR ]. Prosesi Nginring Perpindahan Sultan Sumbawa ke-16, YM. Dewa Masmawa
Sultan Muhammad Kaharuddin lll dari Istana Dalam loka ke Istana Bala Puti pada tahun 1934. Sejak saat itu pusat
kekuasaan dan pemerintahan berpindah ke Istana Bala Puti
PUTRI & CUCU EMPAT SULTAN. Foto Bersama para putri YM.Dewa Masmawa Sultan M.Djalaluddinsyah lll [Dewa
Marhum kesultanan Sumbawa] Putri YM.Dewa Masmawa Sultan M.Kaharuddin lll [ Sultan Sumbawa ke~16] beserta
kerabatnya para putri Sultan Ibrahim dan Sultan Salahuddin dari kesultanan Bima pada th 1947 di Makassar [rumah Ketua
Parlemen NIT]
YM.DEWA MASMAWA SULTAN MUHAMMAD KAHARUDDIN III [1932~1958] Sultan Sumbawa ke ~16 dari dinasti
DEWA DALAM BAWA. Selain sebagai Sultan Sumbawa Beliau pernah menjadi SEKRETARIS JENDRAL NEGARA
INDONESIA TIMUR {NIT}yg berkedudukan di Makassar. Terbentuknya Daswati II Sumbawa 22 Januari 1959 Beliau
dipercayakan sbg Kepala Daerah

YM.Sultan Muhammad Djalaluddinsyah III [1883 ~ 1931] Sultan Sumbawa ke ~ 16 berfoto bersama TAU RABAWA
petugas pembawa PAREWA KAMUTAR {pembawa lambang kebesaran Kesultanan Sumbawa }Tahun 1900 bertempat di
Istana Dalam Loka

YUBILIUM TAHUN 1946. Peringatan Bertahtanya YM.Sultan Muhammad Kaharuddin lll sbg Sultan Sumbawa ke 16
diperingati dengan upacara yg hidmat dan sakral di Istana Bala Puti. Saat itu Beliau selain sbg Sultan Sumbawa juga adalah
Ketua Parlemen NIT yg berkedudukan di Makassar

Anda mungkin juga menyukai