Anda di halaman 1dari 5

Kerajaan Islam di Nusa Tenggara

A. Perkembangan Islam di Lombok


1. Kerajaan Selaparang
Dalam Babad Lombok disebutkan, pada abad ke IX-Xl disebut bahwa kerajaan
kerajaan Lombok yang terakhir adalah Kerajaan Selaparang, dimana kerajaan Selaparang
mempunya 2 dekade / periode masa pemerintahan. Yang pertama adalah Selaparang periode
Hindu/Pra Islam yang memerintah dari abad XIII dan berakhir dengan kedatangan ekspedisi
Kerajaan Majapahit pada tahun 1357. Yang Kedua adalah Selaparang Periode Islam yang
muncul pada sekitar abad XVI dan berakhir 1740 setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan
Kerajaan Karang Asem, Bali dan Banjar Getas.
Berkembangnya Agama Islam selama pemerintahan kerajaan “Selaparang Periode
Islam“ dan munculnya kerajaan kerajaan lain di daerah Sumbawa ternyata membawa
dampak yang luar biasa dalam sejarah Lombok. Perkembangan ini ternyata mampu
mempercepat proses runtuhnya Kerajaan Majapahit sehingga kerajaan kerajaan yang masih
dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit waktu itu bisa merdeka dan mandiri. Diantaranya
adalah Kerajaan Lombok yang berada di Teluk Lombok,dimana Kerajaan Lombok inilah
yang beberapa tahun kemudian dijadikan Basis Islamisasi oleh Sunan Prapen yang
merupakan Putra Sunan Giri. Setelah Sunan Prapen menganggap misi dan tugasnya di
Lombok berhasil, beliau kemudian meneruskan misi “Islamisasi” tersebut ke pulau Sumbawa
dengan hasil yang gemilang pula. Sepeninggalnya Sunan Prapen, atas beberapa pertimbangan
dan permintaan yang logis, Prabu Rangkesari (yang menggantikan tugas Prabu Mumbul
Sebagai Raja di Kerajaan Lombok waktu itu) kemudian memindahkan Ibukota Kerajaan
Lombok yang dulunya berada di Teluk Lombok ke bekas Kerajaan Selaparang Periode Hindu
dan mengganti nama Kerajaan Lombok menjadi Kerajaan Selaparang yang akhirnya
kemudian dikenal sebagai Kerajaan Selaparang Periode Islam.
Agama Islam masuk di Bumi Selaparang tidak lama setelah runtuhnya kerajaan
Majapahit karena pada waktu itu sudah ada pedagang-pedagang muslim yang bermukim dan
berniaga di Lombok kemudian mereka menyebarkan agamanya. Bukti yang paling eksplisit
menjelaskan kedatangan Islam di Lombok adalah Babat Lombok yang menjelaskan bahwa
”Sunan Ratu Giri memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan
Islam ke Indonesia Bagian Utara yaitu:
1. Lemboe Mangkurat dengan pasukannya dikirim ke Banjar
2. Datu Bandan dikirim ke Makasar, Tidore, Seram, Selayar
3. Anak Laki-Laki Raja Pangeran Perapen berlayar ke Bali, Lombok, dan Sumbawa.
Menurut Faille, setelah turun dari kapal, pasukan pangeran Prapen mendarat, Raja
Lombok dengan sukarela memeluk Agama Islam tetapi rakyatnya tetap menolak sehingga
terjadi peperangan yang dimenangkan oleh pihak Islam. Pendapat lain menyebutkan bahwa
Raja Lombok awal mulanya menolak kedatangan Islam, namun setelah Pangeran Prapen
menjelaskan maksudnya yaitu untuk menyampaikan misi suci dengan cara damai maka
beliaupun diterima dengan baik, tetapi karena hasutan rakyatnya kemudian Raja Lombok
ingkar janji dan mempersiapkan pasukan sehingga terjadilah peperangan. Dalam peperangan
itu, Raja Lombok terdesak dan melarikan diri tetapi malang bagi raja yang dikejar oleh
Jayalengkara lalu beliau dibawa menghadap ke Pangeran Perapen. Beliau kemudian
diampuni dan mengucapkan dua kalimah syahadat serta dikhitan. Masjidpun segera dibangun
sedangkan Pura, Meru, Babi, dan Sanggah dimusnahkan. Seluruh rakyat diislamkan dan
dikhitan kecuali kaum wanita penghitanannya ditunda atas permintaan Syahbandar Lombok.
Setelah berhasil mengislamkan Raja Lombok, Sunan Perapen dengan pasukannya
mengislamkan kedatuan-kedatuan lainnya seperti Pejanggik, Langko, Parwa, Sarwadadi,
Bayan, Sokong dan Sasak (Lombok Utara). Hal ini memiliki bukti-bukti adanya tinggalan
arkeologi seperti mesjid-mesjid tua, makam-makam kuno dan sebagainya. Dalam
SEJARAH INDONESIA/KELAS XI SEMESTER 1 Page 1
mengislamkan kedatuan-kedatuan lainnya, sebagiannya masuk Islam dengan sukarela
sebagian lagi masuk Islam dengan cara kekerasan seperti di Parigi dan Sarwadadi. Setelah itu
beberapa tahun kemudian seluruh Lombok memeluk agama Islam, kecuali Pajarakan dan
Pengantap.

Berikut adalah beberapa pendapat tentang asal muasal kerajaan selaparang:


1. Disebutkan bahwa kerajaan ini merupakan proses kelanjutan dari kerajaan tertua di
pulau Lombok, yaitu Kerajaan Desa Lae' yang diperkirakan berkedudukan di
Kecamatan Sambalia, Lombok Timur sekarang. Dalam perkembangannya masyarakat
kerajaan ini berpindah dan membangun sebuah kerjaan baru, yaitu kerajaan Pamatan
di Kecamatan Aikmel dan diduga berada di Desa Sembalun sekarang. Dan ketika
Gunung Rinjani meletus, penduduk kerajaan ini terpencar-pencar yang menandai
berakhirnya kerajaan. Betara Indra kemudian mendirikan kerajaan baru bernama
Kerajaan Suwung, yang terletak di sebelah utara Perigi sekarang. Setelah berakhirnya
kerajaan yang disebut terakhir, barulah kemudian muncul Kerajaan Lombok atau
Kerajaan Selaparang.
2. disebutkan bahwa setelah Kerajaan Lombok dihancurkan oleh tentara Majapahit,
Raden Maspahit melarikan diri ke dalam hutan dan sekembalinya tentara itu Raden
Maspahit membangun kerajaan yang baru bernama Batu Parang yang kemudian
dikenal dengan nama Kerajaan Selaparang.
3. disebutkan bahwa pada abad XII, terdapat satu kerajaan yang dikenal dengan nama
kerajaan Perigi yang dibangun oleh sekelompok transmigran dari Jawa di bawah
pimpinan Prabu Inopati dan sejak waktu itu pulau Lombok dikenal dengan sebutan
Pulau Perigi. Ketika kerajaan Majapahit mengirimkan ekspedisinyo ke Pulau Bali
pada tahun 1443 yang diteruskan ke Pulau Lombok dan Dompu pada tahun 1357
dibawah pemerintahan Mpu Nala, ekspedisi ini menaklukkan Selaparang (Perigi?)
dan Dompu.

2. Masa Kejayaan
Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut.
Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah tersebut
sekitar tahun 1667-1668 Masehi. Namun demikian, Kerajaan Selaparang harus rnerelakan
salah satu wilayahnya dikuasai Belanda, yakni Pulau Sumbawa, karena lebih dahulu direbut
sebelum terjadinya peperangan laut. Di samping itu, laskar lautnya pernah pula mematahkan
serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Gelgel (Bali) dari arah barat. Selaparang pernah dua
kali terlibat dalam pertempuran sengit melawan Kerajaan Gelgel, yakni sekitar tahun 1616
dan 1624 Masehi, akan tetapi kedua-duanya dapat ditumpas habis, dan tentara Gelgel dapat
ditawan dalam jumlah yang cukup besar pula.
Setelah pertempuran sengit tersebut, Kerajaan Selaparang mulai menerapkan
kebijaksanaan baru untuk membangun kerajaannya dengan memperkuat sektor agraris. Maka,
pusat pemerintahan kerajaan kemudian dipindahkan agak ke pedalaman, di sebuah dataran
perbukitan, tepat di desa Selaparang sekarang ini. Dari wilayah kota yang baru ini,
panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan
Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan. Dengan
demikian, semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui.
Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang inipun memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-
bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi, bertingkat-tingkat hingga ke
hutan Lemor yang memiliki sumber mata air yang melimpah.
Berbagai sumber menyebutkan, bahwa setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang
mengalami kemajuan pesat. Sebuah sumber mengungkapkan, Kerajaan Selaparang dapat
mengembangkan kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat. Disebutkan pula bahwa seorang
raja muda bernama Sri Dadelanatha, dilantik dengan gelar Dewa Meraja di Sumbawa Barat
SEJARAH INDONESIA/KELAS XI SEMESTER 1 Page 2
karena saat itu (1630 Masehi) daerah ini juga masih termasuk ke dalam wilayah kekuasaan
Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal
30 November 1648 Masehi, putera mahkota Selaparang bernama Pangeran Pemayaman
dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di Sumbawa menjadi Sulthan Selaparang yang
memerintah seluruh wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa.

3. Sosial Budaya
Selaparang dan Pejanggik sangat mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan kemudian dapat
menciptakan sendiri aksara Sasak yang disebut sebagai jejawen. Dengan modal Bahasa Kawi
yang dikuasainya, aksara Sasak dan Bahasa Sasak, maka para pujangganya banyak
mengarang, menggubah, mengadaptasi, atau menyalin manusia Jawa kuno ke dalam lontar-
lontar Sasak. Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, lapel Adam, Menak Berji,
Rengganis, dan lain-lain. Bahkan para pujangga juga banyak menyalin dan mengadaptasi
ajaran-ajaran sufi para walisongo, seperti lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar
Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin dan
diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Sidik Anak Yatim, dan
sebagainya.
Desa Bayan, Lombok Utara, 80 kilometer arah utara Mataram, ibu kota Nusa
Tenggara Barat, dan keseharian masyarakatnya selama bulan suci Ramadhan tidaklah
berbeda dengan banyak wilayah pedesaan di Indonesia. Dari tepi jalan lingkar Pulau
Lombok, keberadaan bangunan yang telah menjadi situs purbakala yang dilindungi tersebut
tak mencolok, seperti juga rumah-rumah di desa itu. Dari tepi jalan hanya tampak pagar
tembok dengan dua rumah kecil di kedua sisi gerbang, kantor tempat pendaftaran
pengunjung.
Selain di Bayan, masjid kuno juga ada di Gunung Pujut, di Desa Rembitan dan Masjid
Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa Sekarbela. Meski punya ciri yang
sama, situs dan budaya di tempat-tempat itu memiliki perbedaan yang menjadi tanda Islam
masuk Lombok di beberapa tempat sekaligus. Islam masuk Lombok melalui Jawa, Gowa,
dan Bima. Mengenai Bayan, masuknya dari Jawa.

4. Runtuhnya Selaparang
Terkalahkannya Gowa oleh Belanda, maka pada tanggal 18 Nopember 1667
ditandatangani “Perjanjian Bongaya”, kemudian VOC mengusir kekuasaan Goa di Lombok
dan Sumbawa. Pada tahun 1673 Belanda memindahkan pusat kerajaan dari pulau Lombok ke
Sumbawa untuk memusatkan kekuatan. Hal ini diketahui dari berita-berita tahun 1673 dan
1680 tentang pertanggungjawaban Raja Sumbawa atas daerah Lombok. Kemudian pada
tahun 1674 Sumbawa mendandatangani perjanjian dengan VOC yang isinya “Sumbawa harus
melepaskan Selaparang”.
Setelah Selaparang lepas dari kekuasaan Sumbawa, maka VOC menempatkan regent
dan pengawas. Ketidaksetujuan Selaparang terhadap VOC yang menempatkan regent dan
pengawas menyebabkan pemberontakan Selaparang pada tanggal 16 Maret 1675. Untuk
memadamkan pemberontakan tersebut VOC di bawah Kapten Holsteiner berhasil
mengalahkan Selaparang. Pada akhirnya pemimpin-pemimpin Selaparang yang masing-
masing : Raden Abdi Wirasentana, Raden Kawisangir Koesing, dan Arya Boesing
diperintahkan membayar 5.000 sampai 15.000 kayu sepang dalam jangka waktu 3 tahun.
Kedatangan VOC ke Lombok, akhirnya sejak tahun 1691 Kerajaan Selaparang
mengalami kemunduran. Karang Asem Bali bersama Arya Banjar Getas berperang melawan
raja-raja di Lombok. Pada tahun 1740, peperangan di Tanaq Beaq dimenangkan oleh Karang
Asem, maka tamatlah riwayat Kerajaan Selaparang

SEJARAH INDONESIA/KELAS XI SEMESTER 1 Page 3


B. Kerajaan Bima
Kerajaan Bima terletak di pantai timur pulau Sumbawa. Asal mula kerajaan ini
diperkirakan telah ada sejak periode Hindu. Namun, sayang sekali, data sejarah berkenaan
dengan kerajaan ini pada masa Hindu sangat minim. Data sejarah tertulis yang tersedia hanya
pada fase Bima telah konversi ke Islam pada tahun 1620 M. Sumber sejarah Bima adalah
artefak, prasasti dan manuskrip. Sumber sumber tersebut menceritakan tentang fase sejarah
sejak masa prasejarah hingga masuknya Islam. Ada dua prasasti yang ditemukan di sebelah
barat Teluk Bima, satu berbahasa Sanskerta dan satunya lagi berbahasa Jawa kuno.Ini
menunjukkan bahwa, kedua bahasa tersebut ternyata juga pernah berkembang di Bima.
Selain prasasti, juga banyak terdapat naskah-naskah kuno yang ditulis di era Islam, sehingga
bisa digunakan untuk mengungkap sejarah di era tersebut. Dalam naskah kuno dan Arsip
Majelis Ada Dana Mbojo Bima, penduduk Bima dahulu pemeluk agama Hindu-Syiwa yang
kemudian dalam perkembangannya berubah menjadi Islam.
Berdirinya kerajaan bima sejak abad ke 14, berawal dari kesepakatan raja-raja kecil di
wilayah itu yang mencangkup Sumbawa dan Manggarai dibagian barat Flores. Hasil
kesepakatan itu ditunjukanlah Indra Jamrud sebagai raja pertama.
Naskah kuno berbahasa Melayu tersebut menceritakan kehidupan sejak abad ke-17 hingga 20
M. Selain bahasa Melayu, sebenarnya bahasa Bima juga cukup berkembang, namun, bahasa
ini belum mencapai taraf bahasa tulis. Bo Sangaji Kai, sebuah naskah kuno milik Kerajaan
Bima yang ditulis dalam bahasa Arab Melayu menceritakan bahwa, sejarah Bima dimulai
pada abad ke-14 M. Ketika itu, pulau Sumbawa diperintah oleh kepala suku yang disebut
Ncuhi. Pulau Sumbawa tersebut terbagi dalam lima wilayah kekuasaan Ncuhi: selatan, barat,
utara, timur, dan tengah. Ncuhi terkuat adalah Ncuhi Dara, wilayahnya disebut Kampung
Dara. Struktur Ncuhi mulai mengalami perubahan, ketika Indra Zamrud, anak Sang Bima
diangkat menjadi Raja Bima pertama. Selanjutnya, Indra Zamrud menggunakan nama
ayahnya, yaitu Bima untuk menyebut kawasan yang meliputi pulau Sumbawa tersebut.
Berkenaan dengan Zamrud, kisahnya dimulai pada masa kanak-kanak, ketika ia dikirim
ayahnya ke Pulau Sumbawa dengan keranjang bambu.
Indra Zamrud sampai dan mendarat di Danau Satonda, dekat Tambora. Ncuhi Dara
sudah mendengar berita kedatangan Indra ini, karena itu ia datang untuk menyambut dan
mengangkatnya sebagai anak. Ketika Indra dewasa, lima Ncuhi di Sumbawa sepakat
mengangkatnya menjadi raja, sedangkan para Ncuhi tersebut menjadi menteri. Dengan
kepemimpinan mereka, Kerajaan Bima terus berkembang dan menjadi pelabuhan dagang
yang cukup diperhitungkan. Kenyataan ini sejalan dengan catatan yang terdapat dalam Kitab
Negarakertagama yang menyebutkan bahwa, Kerajaan Bima sudah memiliki pelabuhan besar
pada tahun 1365 M. Jadi, kisah dalam Bo Sangaji Kai ini sesuai dengan catatan
Negarakertagama.

1. Wilayah Kekuasaan Bima


 Periode Pemerintahan
Sejak awal berdirinya hingga saat ini, telah memerintah sekitar 60 orang raja atau
sultan di Kerajaan Bima. Khusus pada periode Islam, ada 14 orang sultan. Ketika Jepang
masuk ke Indonesia, yang berkuasa di Kerajaan Bima adalah Sultan Muhammad
Shalahuddin. Ia meninggal dunia pada tahun 1951, dan kemudian digantikan oleh anaknya,
Abdul Khair II. Di masa Abdul Khair II ini, ia tidak banyak berkecimpung untuk mengurus
Kerajaan Bima, sebab ia lebih memilih menjadi pegawai di Departemen Dalam Negeri dan
anggota Parlemen. Ketika meninggal dunia, ia digantikan oleh anak tertuanya, Putra Feri
Andi Zulkarnain.
 Wilayah Kekuasaan
Wilayah kerajaan Bima mencakup Pulau Sumbawa bagian timur dan tanah-tanah
timur, Seperti Sawu, Alor, Sumba, Larantuka, Ende, Manggarai dan Komodo.

SEJARAH INDONESIA/KELAS XI SEMESTER 1 Page 4


2. Raja Indra Zamrud
Kerajaan Bima abad ke 14-15 adalah salah satu wilayah di bawah kekuasaan
Majapahit yang terletak di wilayah Timur Jawa (mancanegara), yang didalam kitab Kakawin
Nagarakretagama pupuh 13-15 di sebutkan wilayah Sanghyang Api (gunung sangiang-wera),
di kala itu Bima di pimpin oleh Raja muda yang bernama Indra Zamrud, dan Pusat
pemerintahan terletak di wilayah Ncuhi Dara (Bima), kerajaan Bima terbagi dalam 5 (lima)
wilayah yaitu : 1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah 2. Ncuhi Parewa,
memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan 3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah
Bima Barat 4. Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara 5. Ncuhi
Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur.
Arti luas dari Ncuhi itu sendiri yaitu kepala suku yang memegang wilayah
kekuasaannya masing-masing. Dalam posisi berada di bawah naungan Kerajaan besar seperti
Majapahit, jadi Kerajaan Bima harus menyetor Upeti kepada Majapahit. Karena pada catatan
Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada
tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan
permata. Upeti yang di terima dari kerajaan-kerajaan taklukan Majapahit akan dikumpulkan
di Majapahit

3. Perluasan Kerajaan Bima


Pada suatu masa, ada keturunan Indra Zamrud yang memiliki 30 anak, dua puluh
lelaki dan sepuluh perempuan. Anak lelakinya dijadikan raja di beberapa daerah Sumbawa,
antara lain di Dompu, Bima, dan Sumbawa. Sehingga banyak terdapat kerajaan-kerajaan di
pulau Sumbawa seperti kerajaan Pekat,Kerajaan Sanggar,Kerajaan Dompo
(Dompu),Kerajaan Sanghyang (Gunung sanghyang),dan Kerajaan Sumbawa.
Pada saat itu penduduk Kerajaan bima mencapai 100.000 ± jiwa se pulau Sumbawa
sebelum terjadi letusan gunung Tambora tahun 1815 yang memakan korban 71.000 jiwa.
Sehingga banyak terjadi perpindahan penduduk yang merata sepulau Sumbawa tersebut.

SEJARAH INDONESIA/KELAS XI SEMESTER 1 Page 5

Anda mungkin juga menyukai