Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TENTANG

KERAJAAN AWAL DAN SASAK

NAMA KELOMPOK

SMA NEGERI 1 BATUKLIANG


TAHUN PELAJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Minyak Bumi”.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas

Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan,


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

                                                                                  
Laeq, Kerajaan Tertua di Lombok

MENDENGAR kata lombok, pasti pikiran kita akan tertuju sebuah nama sayuran.
Bentuknya kecil dan berwarna merah, namun memiliki rasa yang pedas sekali. Tapi
yang akan dibicarakan kali ini, bukan lombok si mungil merah pedas, tetapi sebuah
daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kata lombok dalam bahasa Sasak adalah
lumbuk, yang artinya lurus. Namun entah mengapa, kata lumbuk itu lama kelamaan
lebih dikenal dengan kata lombok. Kota Mataram yang menjadi ibu kota NTB, pun
dikenal dengan Lombok.

Konon menurut Babad Lombok, di daerah NTB pernah berdiri sebuah kerajaan tertua
yang berkuasa di pulau ini, yaitu Kerajaan Laeq (dalam bahasa Sasak laeq berarti
waktu lampau). Namun sumber lain, yakni Babad Suwung menyatakan, kerajaan
tertua yang ada di Lombok adalah Kerajaan Suwung yang dibangun dan dipimpin
Raja Betara Indera. Kerajaan Suwung kemudian surut dan digantikan oleh Kerajaan
Lombok.

Pada abad ke-9 hingga abad ke-11 berdiri Kerajaan Sasak yang kemudian dikalahkan
oleh salah satu kerajaan yang berasal dari Bali pada masa itu. Beberapa kerajaan lain
yang pernah berdiri di Pulau Lombok antara lain Pejanggik, Langko, Bayan, Sokong
Samarkaton, dan Selaparang.

Kerajaan Selaparang sendiri muncul pada dua periode, yakni pada abad ke-13 dan
abad ke-16. Kerajaan Selaparang pertama adalah kerajaan Hindu dan kekuasaannya
berakhir dengan kedatangan ekspedisi Kerajaan Majapahit tahun 1357. Kerajaan
Selaparang kedua adalah kerajaan Islam dan kekuasaannya berakhir tahun 1744,
setelah ditaklukkan oleh gabungan pasukan Kerajaan Karangasem dari Bali dan Arya
Banjar Getas, yang merupakan keluarga kerajaan yang berkhianat terhadap
Selaparang karena permasalahan dengan Raja Selaparang. Pendudukan Bali ini
memunculkan pengaruh kultur Bali yang kuat di sisi barat Lombok, seperti pada
tarian serta peninggalan bangunan (misalnya Istana Cakranegara di Ampenan). Baru
pada tahun 1894 Lombok terbebas dari pengaruh Karangasem akibat campur tangan
Batavia (Hindia Belanda) yang masuk karena pemberontakan orang Sasak
mengundang mereka datang. Namun demikian, Lombok kemudian berada di bawah
kekuasaan Hindia Belanda secara langsung.

Masuknya Jepang (1942) membuat Lombok otomatis berada di bawah kendali


pemerintah pendudukan Jepang wilayah timur. Seusai Perang Dunia II Lombok
sempat berada di bawah Negara Indonesia Timur, sebelum kemudian tahun 1950
bergabung dengan Republik Indonesia.

Di samping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, penduduk Pulau Lombok


(terutama suku Sasak), menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa utama dalam
percakapan sehari-hari. Di seluruh wilayah Lombok sendiri bahasa Sasak dapat
dijumpai dalam empat macam dialek yang berbeda, yakni dialek utara, tengah, timur
laut, dan tenggara. Selain itu dengan banyaknya penduduk suku Bali yang berdiam di
Lombok (sebagian besar berasal dari eks Kerajaan Karangasem), di beberapa tempat
terutama di Lombok Barat dan Kotamadya Mataram dapat dijumpai perkampungan
yang menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa percakapan sehari-hari.
Kini, agama Islam merupakan agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat
Lombok, terutama masyarakat suku Sasak. Disusul agama Hindu dan Kristen. Dari
sekian keunikan yang ada di Lombok, tenun kain songket dan tenun ikat menjadi
buruan para wisatawan yang datang ke NTB. Kain tenun songket dan tenun ikat ini
menjadi kerajinan tangan masyarakat Lombok selain mutiara dan pariwisata.

Mutiara asal Lombok ini menjadi komoditas ekspor ke Jepang dan berbagai negara
lainnya. Tak heran, perajin dan pengusaha kerang mutiara banyak bermunculan.

Namun kini Lombok tengan berbenah dengan membangun sejumlah objek wisata
alam, terutama pantai, seperti Pantai Senggigi, Cakranegara, Gili Air, Gili Meno, Gili
Trawangan, Gunung Rinjani, Pantai Kuta, Lombok, Sentanu, Tetebatu, Air Terjun
Sendang Gile, dan sebagainya. Di objek wisata ini banyak dijumpai bangunan khas
suku Sasak yang terbuat dari kayu dan jerami. Untuk mendukung kedatangan para
wisatawan asing dan wisatawan domestik, Pemprov NTB telah membangun Bandara
Internasional Lombok menggantikan Bandar Udara Selaparang.
Suwung, kedatuan / P. Lombok – prov. Nusa Tenggara Barat

Kerajaan Suwung terletak di pulau Lombok, NTB. Kerajaan ini berdiri abad ke-9.

pulau Lombok

Lokasi pulau Lombok

* Foto foto intervensi belanda di Lombok, 1894: link


* Foto foto suku Sasak: link
* Foto foto situs kuno di pulau Lombok: link

Sejarah kedatuan Suwung

Menurut Babad Lombok, kerajaan tertua (abad ke-9 ?) di pulau Lombok bernama
Kerajaan Laeq. Tapi, sumber lain, yaitu Babad Suwung menyatakan bahwa, bahwa
kerajaan tertua di Lombok adalah kerajaan Suwung yang dibangun dan diperintah
oleh Raja Betara Indera. Setelah Kerajaan Suwung ini surut, baru muncul Kerajaan
Lombok. Mana yang benar, Laeq atau Suwung? Semuanya masih dalam perdebatan.
Secara selintas, urutan berdirinya kerajaan-kerajaan di daerah ini bisa dirunut sebagai
berikut, dengan catatan bahwa ini bukan satu-satunya versi yang berkembang. Pada
awalnya, kerajaan yang berdiri adalah Laeq. Diperkirakan, posisinya berada di
kecamatan Sambalia, Lombok Timur.
Dalam perkembangannya, kemudian terjadi migrasi, masyarakat Laeq berpindah dan
membangun sebuah kerajaan baru, yaitu kerajaan Pamatan, di Aikmel, desa Sembalun
sekarang. Lokasi desa ini berdekatan dengan Gunung Rinjani. Suatu ketika, Gunung
Rinjani meletus, menghancurkan desa dan kerajaan yang berada di sekitarnya. Para
penduduk menyebar menyelamatkan diri ke wilayah aman. Perpindahan tersebut
menandai berakhirnya kerajaan Pamatan.
Setelah Pamatan berakhir, muncullah kerajaan Suwung yang didirikan oleh Batara
Indera. Lokasi kerajaan ini terletak di daerah Perigi saat ini. Setelah kerajaan Suwung
berakhir, barulah kemudian muncul kerajaan Lombok.

Sejarah kerajaan-kerajaan di Lombok permulaan

Menurut isi Babad Lombok, kerajaan tertua yang pernah berkuasa di pulau ini
bernama Kerajaan Laeq (dalam bahasa sasak laeq berarti waktu lampau), namun
sumber lain yakni Babad Suwung, menyatakan bahwa kerajaan tertua yang ada di
Lombok adalah Kerajaan Suwung yang dibangun dan dipimpin oleh Raja Betara
Indera. Kerajaan Suwung kemudian surut dan digantikan oleh Kerajaan Lombok.
Pada abad ke-9 hingga abad ke-11 berdiri Kerajaan Sasak yang kemudian dikalahkan
oleh salah satu kerajaan yang berasal dari Bali pada masa itu.

Di Lombok, dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa empat kerajaan


utama saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di
Timur, Kerajaan Langko di tengah, dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat
kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta
beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan,
Samarkaton dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi
wilayah yang merdeka, setelah kerajaan  Majapahit runtuh. Di antara kerajaan dan
desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang
berpusat di Labuhan Lombok.
Pamatan, kerajaan / P. Lombok – prov. Nusa Tenggara Barat

Kerajaan Pamatan terletak di P. Lombok, desa Bilok Petung, Kecamatan Sembalun.


Berdiri abad ke-13.

pulau Lombok

Lokasi pulau Lombok

* Foto foto intervensi belanda di Lombok, 1894: link


* Foto foto suku Sasak: link
* Foto foto situs kuno di pulau Lombok: link

Sejarah kerajaan Pamatan

1) Pada awalnya, kerajaan yang berdiri di P. Lombok adalah Laeq. Diperkirakan,


posisinya berada di kecamatan Sambalia, Lombok Timur. Dalam perkembangannya,
kemudian terjadi migrasi, masyarakat Laeq berpindah dan membangun sebuah
kerajaan baru, yaitu kedatuan Pamatan, di Desa Bilok Petung, Kecamatan Sembalun
sekarang. Lokasi desa ini berdekatan dengan Gunung Rinjani. Suatu ketika, Gunung
Rinjani meletus, menghancurkan desa dan kerajaan yang berada di sekitarnya. Para
penduduk menyebar menyelamatkan diri ke wilayah aman. Perpindahan tersebut
menandai berakhirnya kerajaan Pamatan.
Setelah Pamatan berakhir, muncullah kerajaan Suwung yang didirikan oleh Batara
Indera.

Kerajaan Pamatan hancur oleh letusan Samalas, inilah yang terekam dalam
sejarah”, ucapnya meyakinkan.
Letusan Samalas menandakan berakhirnya era kuno sasak memasuki era baru.
Meletusnya Samalas sangat fenomenal hingga Eropa dan hasil survei membuktikan
tahun 2013 tim Frank Lavigne dari Prancis, tahun 1257 terjadinya bencana dasyat
lebih puluhan ribu warga eropapun meninggal.

2) Menurut Babad Lombok, kerajaan tertua di Lombok dan pertama kali berdiri
disebut Desa Laek. Banyak diantara mereka ahli sihir dan dikatan masih animis.
Waktu itu mereka belum mengenal raja. Besar kemungkinan mereka dipimpin oleh
toa’loka’. Mereka sudah mulai berladang, menanam padi dan kapas. Beberapa tahun
kemudian penduduk desa Lae ii pindah membangun negeri baru yang disebut
Pamatan. Mereka dipimpin oleh seorang raja. Raja dibantu oleh seorang patih

Sejarah kerajaan-kerajaan di Lombok permulaan

Menurut isi Babad Lombok, kerajaan tertua yang pernah berkuasa di pulau ini
bernama Kerajaan Laeq (dalam bahasa sasak laeq berarti waktu lampau), namun
sumber lain yakni Babad Suwung, menyatakan bahwa kerajaan tertua yang ada di
Lombok adalah Kerajaan Suwung yang dibangun dan dipimpin oleh Raja Betara
Indera. Kerajaan Suwung kemudian surut dan digantikan oleh Kerajaan Lombok.
Pada abad ke-9 hingga abad ke-11 berdiri Kerajaan Sasak yang kemudian dikalahkan
oleh salah satu kerajaan yang berasal dari Bali pada masa itu.

Di Lombok, dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa empat kerajaan


utama saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di
Timur, Kerajaan Langko di tengah, dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat
kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta
beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan,
Samarkaton dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi
wilayah yang merdeka, setelah kerajaan  Majapahit runtuh. Di antara kerajaan dan
desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang
berpusat di Labuhan Lombok.
Kerajaan Selaparang-Lombok

Kerajaan Selaparang adalah salah satu kerajaan yang pernah ada di Pulau Lombok.
Pusat kerajaan ini di masa lampau berada di Selaparang (sering pula diucapkan
dengan Seleparang), yang saat ini kurang lebih lebih berada di desa Selaparang,
kecamatan Swela, Lombok Timur.

Sejujurnya minim sekali yang dapat diketahui tentang sejarah Kerajaan Selaparang,
terutama sekali tentang awal mula berdirinya. Namun, tentu saja terdapat beberapa
sumber objektif yang cukup dapat dipercaya. Salah satunya adalah kisah yang tercatat
di dalam daun Lontar yang menyebutkan bahwa berdirinya Kerajaan Selaparang tidak
akan pernah bisa dilepaskan dari sejarah masuknya atau proses penyebaran agama
Islam di Pulau Lombok.

Berdirinya Selaparang

Disebutkan di dalam daun lontar tersebut bahwa agama Islam salah satunya (bukan
satu-satunya) pertama kali dibawa dan disebarkan oleh seorang muballigh dari kota
Bagdad, Iraq, bernama Syaikh Sayyid Nururrasyid Ibnu Hajar al-Haitami.
Masyarakat Pulau Lombok secara turun-temurun lebih mengenal beliau dengan
sebutan Ghaos Abdul Razak. Nah, beliau inilah, selain sebagai penyebar agama
Islam, dipercaya juga sebagai cikal bakal Sulthan-Sulthan dari kerajaan-kerajaan yang
ada di Pulau Lombok. Namun selain beliau, Betara Tunggul Nala (disebut pula Nala
Segara) diyakini pula sebagai leluhur Sulthan-Sulthan di Pulau Lombok.

Betara Nala memiliki seorang putra bernama Deneq Mas Putra Pengendeng Segara
Katon Rambitan yang bernama asli Sayyid Abdrurrahman. Beliau ini dikenal pula
dengan nama Wali Nyatok. Ia disebut sebagai pendiri Kerajaan Kayangan yang
merupakan cikal bakal Kerajaan Selaparang. Namun, ketinggian ilmu tarekatnya telah
mendorongnya untuk mengundurkan diri dari panggung Kerajaan Kayangan dan
kemudian menetap di desa Rambitan, Lombok Tengah,sebagai penyebar agama Islam
di wilayah ini. Wali Nyatok ini di Pulau Bali terkenal dengan nama Pedanda Sakti
Wawu Rauh atau Dang Hyang Dwijendra. Adapun di Sumbawa terkenal dengan
nama Tuan Semeru, sedangkan di Pulau Jawa beliau bernama Aji Duta Semu atau
Pangeran Sangupati. Ia dikenal sebagai penyebar agama Islam, pun dianggap
sebagai seorang Wali Allah. Ia mengarang kitab Jatiswara, Prembonan, Lampanan
Wayang, Tasawuf dan Fiqh. Dalam proses menyebarkan agama Islam, salah satu
media yang digunakannya adalah Wayang, sebagaimana yang dilakukan pula oleh
Sunan Kalijaga. Adapun bentuk mistik Islam yang dibawanya merupakan kombinasi
(sinkretisme) antara mistisme Islam (Sufisme) dengan salah satu ajaran filsafat Hindu,
yaitu Advaita Vedanta.

Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaos Abdul Razak. Tidak diketahui secara
pasti kapan tepatnya beliau masuk ke Pulau Lombok. Namun pendapat terkuat
menyebutkan bahwa beliau datang ke Pulau Lombok untuk pertama kalinya sekitar
tahun 600-an Hijriyah atau abad ke-13 Masehi (antara tahun 1201 hingga 1300
Masehi). Ghaos Abdul Razak mendarat di Lombok bagian utara yang disebut dengan
Bayan. Beliaupun menetap dan berda’wah di sana. Beliau kemudian menikah dan
lahirlahi tiga orang anak, ya’ni Sayyid Umar, yang kemudian menjadi datu Kerajaan
Gunung Pujut, Sayyid Amir, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Pejanggik, dan
Syarifah Qomariah atau yang lebih terkenal dengan sebutan Dewi Anjani.

Kemudian Ghaos Abdul Razak menikah lagi dengan seorang putri dari Kerajaan
Sasak yang melahirkan dua orang anak, ya’ni seorang putra bernama Sayyid
Zulqarnain (dikenal juga dengan sebutan Syaikh ‘Abdul Rahman) atau disebut pula
dengan Ghaos ‘Abdul Rahman, dan seorang putri bernama Syarifah Lathifah yang
juluki pula dengan Denda Rabi’ah. Sayyid Zulqarnain inilah yang kemudian
mendirikan Kerajaan Selaparang sekaligus pula sebagai Datu (raja) pertama dengan
gelar Datu Selaparang atau Sulthan Rinjani.

Nah, sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara Nala Segara (Betara
Tunggul Nala) dan Ghaos Abdul Razak yang sama-sama dipercaya sebagai penyebar
agama Islam, menjadi cikal bakal Sulthan-Sulthan Lombok dan pendiri Kerajaan
Selaparang. Pertanyaan yang agak menggelitik kemudian adalah: Tidakkah keduanya
memang orang yang sama? Tidakkah yang dimaksud sebagai Nala Segara itu sebagai
Ghaos Abdul Razak, dan Wali Nyatok adalah Ghaos ‘Abdul Rahman. Hal itu masih
dimungkinkan mengingat pada masa dahulu seorang tokoh seringkali menggunakan
nama-nama berbeda ditempat yang berbeda.

Kejayaan Selaparang

Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut.
Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah
tersebut sekitar tahun 1667-1668 Masehi. Namun demikian, Kerajaan Selaparang
harus rnerelakan salah satu wilayahnya dikuasai Belanda, yakni Pulau Sumbawa,
karena lebih dahulu direbut sebelum terjadinya peperangan laut. Di samping itu,
laskar lautnya pernah pula mematahkan serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan
Gelgel (Bali) dari arah barat. Selaparang pernah dua kali terlibat dalam pertempuran
sengit melawan Kerajaan Gelgel, yakni sekitar tahun 1616 dan 1624 Masehi, akan
tetapi kedua-duanya dapat ditumpas habis, dan tentara Gelgel dapat ditawan dalam
jumlah yang cukup besar pula.
Setelah pertempuran sengit tersebut, Kerajaan Selaparang mulai menerapkan
kebijaksanaan baru untuk membangun kerajaannya dengan memperkuat sektor
agraris. Maka, pusat pemerintahan kerajaan kemudian dipindahkan agak ke
pedalaman, di sebuah dataran perbukitan, tepat di desa Selaparang sekarang ini. Dari
wilayah kota yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati
dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan
sekali sapuan pandangan. Dengan demikian, semua gerakan yang mencurigakan di
tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang
inipun memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-bukit persawahan yang
dibangun dan ditata rapi, bertingkat-tingkat hingga ke hutan Lemor yang memiliki
sumber mata air yang melimpah.

Berbagai sumber menyebutkan, bahwa setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang


mengalami kemajuan pesat. Sebuah sumber mengungkapkan, Kerajaan Selaparang
dapat mengembangkan kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat. Disebutkan pula
bahwa seorang raja muda bernama Sri Dadelanatha, dilantik dengan gelar Dewa
Meraja di Sumbawa Barat karena saat itu (1630 Masehi) daerah ini juga masih
termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan
oleh generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal 30 November 1648 Masehi, putera
mahkota Selaparang bernama Pangeran Pemayaman dengan gelar Pemban Aji
Komala, dilantik di Sumbawa menjadi Sulthan Selaparang yang memerintah seluruh
wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa.

Keruntuhan Selaparang

Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangga, yaitu Kerajaan Gelgel,


namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dari bagian barat telah muncul
pula. Embrio kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya
para imigran petani liar dari Karang Asem (Pulau Bali) secara bergelombang, dan
selanjutnya mendirikan koloni di kawasan Kota Mataram sekarang ini. Kekuatan itu
kemudian secara berangsur-angsur tumbuh berkembang sehingga menjelma menjadi
kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri sekitar tahun
1622 Masehi. Kerajaan ini berdiri lima tahun setelah serangan laut pertama Kerajaan
Gelgel dari Bali Utara atau dua tahun sebelum serangan ke dua yang dapat ditumpas
oleh laskar Kerajaan Selaparang.

Namun, bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara
tiba-tiba adalah kekuatan asing, yakni Belanda, yang tentunya sewaktu-waktu dapat
melakukan ekspansi militer. Kekuatan dan tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel
yang demikian kuat mampu dipatahkan. Oleh sebab itu, sebelum kerajaan yang
berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan
menempatkan laskar kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.

Dalam upaya menghadapi masalah yang baru tumbuh dari bagian barat itu yakni
Kerajaan Gelgel, Kerajaan Mataram Karang Asem dan terutama sekali Belanda?maka
secara tiba-tiba saja, salah seorang tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan
bernama Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih paham dengan rajanya, raja
Kerajaan Selaparang, soal posisi pasti perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang
dan Pejanggik. Pada akhirnya Arya Banjar Getas beserta para pengikutnya
memutuskan untuk meninggalkan Selaparang dan bergabung dengan sebuah ekspedisi
tentara Kerajaan Mataram Karang Asem (Bali) yang mana pada saat itu sudah
berhasil mendarat di Lombok Barat. Kemudian atas segala taktiknya, Arya Banjar
Getas menyusun rencana dengan pihak Kerajaan Mataram Karang Asem untuk
bersama-sama menggempur Kerajaan Selaparang. Pada akhirnya, ekspedisi militer
tersebut telah berhasil menaklukkan Kerajaan Selaparang. Peristiwa itu terjadi sekitar
tahun 1672 Masehi.

Wilayah Kerajaan Selaparang

Setelah Pamatan berakhir, muncullah Kerajaan Suwung yang didirikan oleh Batara
Indera. Lokasi kerajaan ini terletak di daerah Perigi saat ini. Setelah Kerajaan Suwung
berakhir, barulah kemudian muncul Kerajaan Lombok. Seiring perjalanan sejarah,
Kerajaan Lombok kemudian mengalami kehancuran akibat serangan tentara
Majapahit pada tahun 1357. M. Raden Maspahit, penguasa Kerajaan Lombok
melarikan diri ke dalam hutan. Ketika tentara Majapahit kembali ke Jawa, Raden
Maspahit keluar dari hutan dan mendirikan kerajaan baru dengan nama Batu Parang.
Dalam perkembangannya, kerajaan ini kemudian lebih dikenal dengan nama
Selaparang.
Menurut catatan sejarah masuknya ekspedisi Majapahit tahun 1343 M, di bawah
pimpinan Mpu Nala. Ekspedisi Mpu Nala ini dikirim oleh Gajah Mada sebagai bagian
dari usahanya untuk mempersatukan seluruh nusantara di bawah bendera Majapahit.
Pada tahun 1352 M, Gajah Mada datang ke Lombok untuk melihat sendiri
perkembangan daerah taklukannya. Ekspedisi Majapahit ini meninggalkan jejak
Kerajaan Gelgel di Bali.

Di Lombok, berdiri empat kerajaan utama yang saling bersaudara, yaitu:


1. Kerajaan Bayan di barat
2. Kerajaan Selaparang di Timur
3. Kerajaan Langko di tengah
4. Kerajaan Pejanggik di selatan.

Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat beberapa kerajaan kecil, seperti Parwa dan
Sokong Samarkaton serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu
Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini takluk di bawah
Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, kerajaan dan desa-desa ini kemudian menjadi
wilayah yang merdeka.

Di antara kerajaan dan desa-desa di atas, yang paling terkemuka dan paling terkenal
adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Pusat kerajaan ini
terletak di Teluk Lombok yang strategis, sangat indah dengan sumber air tawar yang
banyak. Posisi strategis dan banyaknya sumbe air menyebabkannya banyak
dikunjungi pedagang dari berbagai negeri, seperti Palembang,Banten, Gresik, dan
Sulawesi. Berkat perdagangan yang ramai, maka Kerajaan Lombok berkembang
dengan cepat.

Kerajaan Selaparang merupakan salah satu kerajaan tertua yang pernah tumbuh dan
berkembang di pulau Lombok, bahkan disebut-sebut sebagai embrio yang kemudian
melahirkan raja-raja Lombok masa lalu. Posisi ini selanjutnya menempatkan Kerajaan
Selaparang sebagai icon penting kesejarahan pulau ini. Terbukti penamaan pulau ini
juga sering disebut sebagai bumi Selaparang atau dalam istilah lokalnya sebagai Gumi
Selaparang.

Berkaitan dengan Selaparang, kerajaan ini terbagi dalam dua periode: pertama,
periode Hindu yang berlangsung dari abad ke-13 M, dan berakhir akibat ekspedisi
Kerajaan Majapahit pada tahun 1357 M; dan kedua, periode Islam, berlangsung dari
abad ke-16 M, dan berakhir pada abad ke-18 (1740 M), setelah ditaklukkan oleh
pasukan gabungan Kerajaan Karang Asem, Bali dan Banjar Getas.

Raja Lombok

Disebutkan bahwa pada abad XII, terdapat satu kerajaan yang dikenal dengan nama
kerajaan Perigi yang dibangun oleh sekelompok transmigran dari Jawa di bawah
pimpinan Prabu Inopati dan sejak waktu itu pulau Lombok dikenal dengan sebutan
Pulau Perigi. Ketika kerajaan Majapahit mengirimkan ekspedisinya ke Pulau Bali
pada tahun 1443 yang diteruskan ke Pulau Lombok dan Dompu pada tahun 1357
dibawah pemerintahan Mpu Nala, ekspedisi ini menaklukkan Selaparang (Perigi) dan
Dompu.

Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden
Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa
Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara.
Kemajuan Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di Bali merasa tidak
senang.

Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit, melakukan serangan ke Kerajaan


Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi menemui kegagalan. Sekalipun Selaparang
unggul melawan kekuatan Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu
kekuatan baru dari arah barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini telah ada sejak
permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari Karang Asem
(Bali) secara bergelombang, dan mendirikan koloni di kawasan Kotamadya Mataram
sekarang ini.

Kekuatan itu telah menjelma sebagai sebuah kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan
dan Pagesangan, yang berdiri pada tahun 1622. Namun bahaya yang dinilai menjadi
ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba yaitu kekuatan asing, Belanda,
yang sewaktu-waktu akan melakukan ekspansi. Kekuatan dari tetangga dekat
diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Sebab itu sebelum
kerajaan yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya
diantisipasi dengan menempatkan pasukan kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq
Wirabangsa.

Para Prajurit Kerajaan Lombok

Di balik itu, memang ada faktor-faktor lain terutama masalah perbatasan antara
Selaparang dan Pejanggik yang tidak kunjung selesai. Hal ini menyebabkan adanya
saling mengharapkan peran yang lebih di antara kedua kerajaan serumpun ini. Atau
saling lempar tanggung jawab. Mengambil pelajaran dari serangan yang gagal pada
1520, Gelgel dengan cerdik memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi
dengan mengirimkan rakyatnya membuka pemukiman dan persawahan di bagian
selatan sisi barat Lombok yang subur. Bahkan disebutkan, Gelgel menempuh strategi
baru dengan mengirim Danghiang Nirartha untuk memasukkan faham baru berupa
singkretisme Hindu-Islam.

Walau tidak lama di Lombok, tetapi ajaran-ajarannya telah dapat mempengaruhi


beberapa pemimpin agama Islam yang belum lama memeluk agama Islam. Namun
niat Kerajaan Gelgel untuk menaklukkan Kerajaan Selaparang terhenti karena secara
internal kerajaan Hindu ini juga mengalami stagnasi dan kelemahan di sana-sini.
Kerajaan ini berakhir pada tahun 1740 setelah ditaklukkan oleh gabungan Kerajaan
Karangasem dari Bali dan Arya Banjar Getas yang merupakan keluarga kerajaan yang
berkhianat terhadap Selaparang karena permasalahan dengan raja Selaparang.

Raden Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih pendapat dengan rajanya. Raden Arya
Banjar Getas akhirnya meninggalkan Selaparang dan hijrah mengabdikan diri di
Kerajaan Pejanggik.yang dulu (Kerajaan Pejanggik-red) berada di Daerah Kec.
Pejanggik cukup jauh dari desa Labulia yang berada di Kecamatan JonggatAtas
prakarsanya sendiri, Raden Arya Banjar Getas dapat menyeret Pejanggik bergabung
dengan sebuah Ekspedisi Tentara Kerajaan Karang Asem yang sudah mendarat
menyusul di Lombok Barat. Semula, informasi awal yang diperoleh, maksud
kedatangan ekspedisi itu akan menyerang Kerajaan Pejanggik.Namun dalam
kenyataan sejarah, ekspedisi itu telah menghancurkan Kerajaan Selaparang. Dan
Kerajaan Selaparang dapat ditaklukkan hampir tanpa perlawanan, karena sudah dalam
keadaan sangat lemah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1672. Pusat kerajaan hancur;
rata dengan tanah, dan raja beserta seluruh keluarganya mati terbunuh.

Selaparang jatuh hanya tiga tahun setelah menghadapi Belanda. Empat belas tahun
kemudian, pada tahun 1686 Kerajaan Pejanggik dibumi hanguskan oleh Kerajaan
Mataram Karang Asem. Akibat kekalahan Pejanggik, maka Kerajaan Mataram mulai
berdaulat menjadi penguasa tunggal di Pulau Lombok setelah sebelumnya juga
meluluh lantakkan kerajaan-kerajaan kecil lainnya. Demikianlah, Kerajaan
Selaparang muncul, berkembang kemudian runtuh. Walaupun demikian, sisa-sisa
peradaban tulis yang ditinggalkannya menunjukkan bahwa, kehidupan budaya di
negeri ini cukup semarak dan berkembang.

Menelusuri Sisa Majapahit di Lombok

Cakranegara yang kini salah satu pusat perniagaan di Kota Mataram, Lombok, Nusa
Tenggara Barat, pernah bikin cerita penting bagi Indonesia. Ekspedisi militer Belanda
menggempur habis-habisan puri atau istana di Cakranegara, mengakibatkan kediaman
Raja Karangasem yang penguasa wilayah Lombok, luluh lantak.

Sehari sebelum Cakranegara jatuh dalam kekuasaan Belanda, menurut telusur


pustaka, pada 19 November 1894, dilaporkan sebuah temuan naskah sastra, yang
ditulis di lembaran daun lontar di antara puing-puing reruntuhan itu.

Cakep (ikatan) daun til atau lontar itu adalah naskah Nagarakretagama karya Mpu
Prapanca, seorang pujangga Jawa abad ke-14 M. Sewindu kemudian, naskah
berbahasa Jawa Kuno diterbitkan dalam huruf Bali dan Bahasa Belanda oleh Dr JLA
Brandes (1902), namun hanya sebagian. Disusul upaya penerjemahan oleh Dr JHC
Kern tahun 1905-1914, dilengkapi dengan komentar-komentarnya
Baru pada tahun 1919, Dr NJ Krom menerbitkan utuh isi lontar Nagarakretagama.
Krom juga melengkapinya dengan catatan historis. Naskah Nagarakretagama ini
akhirnya diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Prof Dr Slametmulyana dan
disertai tafsir sejarahnya. Menyusul kemudian, Dr Th Pigeud yang menerjemahkan
Nagarakretagama ke dalam Bahasa Inggris.

Seperti diketahui kemudian, Nagarakretagama pernah disimpan di Perpustakaan


Universitas Leiden Belanda dengan nomor koleksi 5023. Pemerintah Belanda
mengembalikannya ke Pemerintah Indonesia di masa pemerintahan Presiden
Soeharto. Kini naskah itu menjadi koleksi unggulan Perpustakaan Nasional di Jakarta.
Nagarakretagama, antara lain, berisi rekaman sejarah kejayaan Kerajaan Majapahit,
perjalanan Hayam Wuruk, Raja Majapahit, serta kondisi sosial, politik, keagamaan,
pemerintahan, kebudayaan, dan adat istiadat. Semua itu dikumpulkan dan digubah
menjadi sebuah karya sastra oleh Mpu Prapanca, saat mengunjungi daerah-daerah
kekuasaan kerajaan itu di Nusantara.

Lontar itu ada di Puri Cakranegara, Lombok, dibawa keluarga Kerajaan Kediri pada
masa kekuasaan mereka di Karangasem, ujung timur Pulau Bali, sekitar akhir abad
ke-17 M sampai pertengahan abad ke-18 M. Lombok sendiri merupakan wilayah
kekuasaan Raja Karangasem, dan sebelumnya ada beberapa kerajaan berada di sana,
seperti Kerajaan Selaparang dan Pejanggik.

Slametmulyana dalam bukunya Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979),


menyebutkan sedikitnya sudah ditemukan empat naskah lain yang serupa, di beberapa
geriya (kediaman pendeta Hindu) di Bali. Namun, naskah-naskah itu diduga
merupakan turunan naskah Nagarakretagama, yang ditemukan di Puri Cakranegara,
Lombok. Isi Nagarakretagama diterapkan di Lombok demi membangun sistem
pemerintahan dan sekaligus pertahanan menyerupai kerajaan Majapahit

Ini juga ditujukan demi menjadikan Lombok sebagai benteng mempertahankan ajaran
Hindu di Bali, menyusul masuk dan berkembangnya ajaran Islam di Jawa, yang
ditandai dengan masuknya Raja Jenggala dan kerajaannya sebagai kerajaan Islam.
Raja Kediri dan Raja Jenggala adalah bersaudara, kata Anak Agung Biarsah Huruju
Amla Negantun, cucu Anak Agung Anglurah Gede Karang Asem, Raja Lombok
terakhir. Perbedaan agama, yang dianut masing-masing raja itu, diakui, menjadi salah
satu penyebab meletusnya perang saudara di antara dua kerajaan ini.

”Dari cerita yang pernah saya dengar dari orang-orang tua, naskah ini dibawa leluhur
saya dari Kediri waktu ekspedisi ke Lombok. Di dalamnya dijelaskan teknik
peperangan dan teknik mengatur pemerintahan. Nagarakretagama dibawa ke Lombok
untuk mengatur wilayah Lombok, dengan konsep pusat pertahanannya di
Cakranegara,” tutur Agung Biarsah
KERAJAAN PEJANGGIK

A.       BERDIRINYA PEJANGGIK 

Selain kerajaan Selaparang yang memiliki jangkauankekuasaan relatif luas di Gumi


Sasak, terdapat pula kerajaanPejanggik. Di sisi lain, berdirinya kerajaan Pejanggik
lebihdisebabkan karena kerajaan Selaparang yang dianggap mampumengayominya
ternyata tidak mampu menjalin hubungan yangharmonis dengan wilayah sekitar.
Maka kerajaan Pejanggik punmelepaskan diri dari Selaparang.Berbeda dengan
Selaparang yang merupakan daerah pesisir,maka Pejanggik merupakan kerajaan yang
berada di wilayah pedalaman. Kerajaan Pejanggik yang terletak di daerah pedalaman
memang cenderung statis, akan tetapi kondisinya lebih tenang dan penuh dengan
kewibawaan. Daerah kekuasaan Pejanggik meliputi pantai barat sampai pantai timur
pulau Lombok, dari Belongas hingga Tanjung Ringgit. Berdirinya kerajaan Pejanggik
bermula dan menyepinya Deneq Mas Putra Pengendengan Segara Katon ke daerah
Rambitan. Beliau didampingi oleh putranya, Deneq Mas Komala Sempopo, yang
kemudian menurunkan raja-raja Pejanggik. Dari keturunan Deneq Mas Komala Dewa
Sempopo inilah pada generasi kelima menurunkan Deneq Mas Komala Sari.
Kemudian Deneq Mas Unda Putih pada generasi keenam dan dilanjutkan oleh Deneq
Mas Bekem Buta Intan Komala Sari pada generasi ketujuh. Kakak Deneq Mas Bekem
Buta Intan Komala Sari yang bernama Pemban Mas Aji Komala dilantik sebagai raja
muda dan mewakili Gowa di Sumbawa pada tangga130 November 1648M. Sejak
itulah tercatat bahwakerajaan Pejanggik mulai mengalami perkembangan.

B.BERKEMBANGNYA PEJANGGIK 

Kerajaan Pejanggik mengalami perkembangan yang semakin pesat setelah


bertahtanya Pemban Mas Meraja Sakti. Beliau kawin dengan putri Raden Mas
Pamekel (Raja Selaparang) bernama Putri Mas Sekar Kencana Mulya. Dewa Mas
Pakel sebagai raja diSelaparang menyadari kekeliruannya selama ini yang terlalu
banyak memperhatikan Sumbawa dan melupakan Pejanggik yangmerupakan
saudaranya. Selanjutnya raja Selaparang menyerahkan berbagai benda pusaka dalem
ke Pejanggik yang merupakan pertanda bahwa Pejanggik menjadi penerus misi
pemersatu di Gumi Sasak.Hal ini membuat raja muda Raja Mas Kerta Jagat yang
merupakan pengganti selanjutnya di kerajaan Selaparang semakin tersinggung.
Bergabungnya Arya Banjar Getas membuat Pejanggik semakin kuat. Tetapi hal ini
justra menyebabkan semakin renggangnya hubungan antara Selaparang-Pejanggik.
KerajaanPejanggik pun mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil lainnya seperti
Langko, Sokong,  Bayan, Tempit dan Pujut. Kerajaan lainnya dijadikan kedemungan
dengan gelar kerajaan seperti Datu Langko, Datu Sokong, Datu Pujut dan lain-
lainnya. Sedangkan raja Pejanggik sendiri memakai gelar yang sama dengan kerajaan
Selaparang yaitu Pemban. Semua. itu juga merupakan basil kepiawaian Arya
Bonjar Getas dalam menjalankan tugas-tugasnya dalam peperangan. la pun mendapat
gelar tanirihan yaitu "Surengrana" dan "Dipati Patinglanga". Secara bertahap, strategi-
strategi yang digunakan oleh AryaBanjar Getas adalah sebagai -berikut:1.Melakukan
konsolidasi ke dalam Pejanggik.

2Mengisolir Selaparang dengan mendekati kerajaan-kerajaan keluarga Bayan.


3Menggerogoti kerajaan Selaparang dengan menguasai wilayahseperti Kopang,
Langko, Rarang, Suradadi, Masbagik, Dasan Lekong; Padamara, Pancor, Kelayu,
Tanjung. Kalijaga, barukemudian masuk ke Selaparang. Arya Banjar Getas
melakukan sebuah strategi konsolidasi dengan menyerahkan keris sebanyak 33buah
kepada raja Pejanggik,lalu mengarak berkeliling dan menyerahkannya kepada
para prakanggo untuk kemudian ditukar dengan keris pusaka masing-masing.
Penukaran tersebut merupakan suatu bentuk kesetiaan dan loyalitas tunggal kepada
raja Pejanggik. Keberhasilan Arya Banjar Getas melakukan berbagai gerakan tersebut
langkah demi langkah disebut Politik Rerepeq. Bila ditinjau dari segi kekuasaan,
kerajaan Pejanggik sangat solid, akan tetapi langkah-langkah yang ditempuholeh Arya
Banjar Getas dianggap merombak tatanan hubungan yang sudah merupakan budaya
turun-menurun.

C. KERUNTUHAN PEJANGGIK 

Pada generasi ke sembilan, tahta dilanjutkan oleh PembanMas Komala Kusuma.


Nampaknya beliau lebih banyak berperan sebagai seorang ayah yang baik ketimbang
seorang raja yang mampu membawa Pejanggik menjadi kerajaan yang maju. Pemban
Mas Komala Kusuma memang banyak memperingatkan putranya (Meraja Kusuma)
atas ancaman Selaparang karena terlalu kagum dan terpesona, dengan patih Arya
Sudarsana yang datang membawa 33 keris sebagai tanda setia dan siap mengabdi
untuk kebesaran Pejanggik. Pemban Mas Meraja Kusuma berhasrat melamar putri
dari kerajaan Kentawang. Proses melamar Putri Kentawang tersebut dipercayakan
kepada Arya Banjar Getas. Melihat kecantikan Putri Kentawang, Arya Banjar Getas
temyata juga memiliki keinginanyang mendalam, untuk mempersuntingnya. Oleh
karena itu, AryaBanjar Getas melaporkan bahwa Putri Kentawang tidak
cocok  bersanding dengan raja. Laporan tersebut ditanggapi positif sehinggaPutri
Kentawang diserahkan kepada Arya Banjar Getas.Setelah terjadi perkawinan
AryaBanjar Getas dengan. Putri Kentawang, raja Pejanggik sempat melihat Putri
Kentawang. Ternyata ia sangat tertarik, kagum dan jatuh cinta. Untuk mendapatkan
Putri Kentawang, Pemban Mas Meraja Kusuma mengutus Arya Banjar Getas
menjalankan sebuah misi. Dengan kepergian Arya Banjar Getas, hampir saja raja
Pejanggik menodai Putri Kentawang. Sepulang dari menjalankan misi, kejadian
tersebut dilaporkan Putri kentawang kepada suaminya, Arya Banjar Getas.Mendengar
hal tersebut, Arya Banjar Getas marah besar. Kemudian berkembang menjadi
perselisihan dan pemberontakan pada tahun 1692M. Dalam pemberontakan tersebut
Arya Banjar Getas meminta bantuan kerajaan Karangasem Bali, sehinggaPejanggik
dapat dikalahkan. Raja Pejanggik ditawan dan diasingkan, kemudian meninggal dunia
di Ujung Karangasem. Sedangkan para bangsawan banyak yang melarikan diri ke
Sumbawa. Penyerangan Karangasem bukan hanya ke Pejanggik tetapi terus
dilanjutkan ke kerajaan Parwa, Sokong, Langko, dan Bayan. Semua kerajaan
menyerah tanpa perlawanan yang berarti.SetelahAnakAgung Karangasem bersekutu
denganArya Banjar Gems, satu persatu kedemungan se-Lombok digempur.
Akhirnya pada tahun 1740 M seluruh pulau Lombok dapat ditaklukkan.
Bayan, kerajaan / P. Lombok – prov. Nusa Tenggara Barat

Kerajaan Bayan terletak di pulau Lombok utara. Sudah berdiri abad ke-12.

lokasi kecamatan Bayan di pulau Lombok.

Lokasi pulau Lombok

* Foto foto intervensi belanda di Lombok, 1894: link


* Foto foto suku Sasak: link
* Foto foto situs kuno di pulau Lombok: link

Sejarah / History kerajaan kuno Bayan

Bayan merupakan nama sebuah desa dan kecamatan yang terkenal di seantero
nusantara bahkan hingga ke mancanegara, Ini dikarenakan komunitas yang tinggal di
Desa Bayan masih tetap memegang dan mempraktekkan kegiatan adat-istiadat dan
nilai-nilai budaya, termasuk hukum adat yang mengatur dan mengikat secara
keseluruhan komunitas adat Bayan, Hukum adat juga mengatur hubungan antar
masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan alam lingkungannya, dan
masyarakat dengan Tuhannya.
Pada zaman dahulu sekitar tahun 1150 Bayan dipimpin oleh seorang Raja atau
disebut Datu Bayan bergelar Susuhunan Ratu Mas Bayan Agung, silsilah menyebut
bahwa Raja Bayan bersaudara dengan tidak kurang dari 18 orang dari hasil
perkawinan Raja sebelumnya dengan beberapa istri dan selir, saudara-saudara Raja
Bayan kemudian menyebar ke seluruh pulau Lombok dan hingga kini beranak pinak.
Sejarah mencatat dari hasil perkawinan Raja Bayan dengan istri pertamanya
mempunyai dua orang putra bergelar Pangeran Mas mutering langit dan Pangeran
Mas mutering gumi kedua pangeran inilah yang kemudian meneruskan memerintah
dan berkuasa di kerajaan Bayan.

Rumah di desa adat Bayan, beberapa mash beratap alang-alang

Di Lombok pada waktu itu, adalah empat kerajaan utama, yaitu:


1. Kerajaan Bayan di barat
2. Kerajaan Selaparang di Timur
3. Kerajaan Langko di tengah
4. Kerajaan Pejanggik di selatan.
Selain empat kerajaan, ada beberapa kerajaan kecil, seperti Parwa dan Samok
Samarkaton dan beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng,
Kuripan, dan Kentawang. Kerajaan-kerajaan dan desa-desa ini berada di bawah
kekuasaan Majapahit. Dengan runtuhnya kerajaan Majapahit, kerajaan dan desa ini
menjadi merdeka.
Setelah pendirian Pemerintah Bayan setelah kemerdekaan Indonesia, tidak ada tempat
untuk kerajaan dan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Masjid Bayan Beleq adalah sebuah masjid Wetu Telu yang terletak di jalan Labuan
lombok, desa Bayan
Sejarah kerajaan-kerajaan di Lombok permulaan

Menurut isi Babad Lombok, kerajaan tertua yang pernah berkuasa di pulau ini
bernama Kerajaan Laeq (dalam bahasa sasak laeq berarti waktu lampau), namun
sumber lain yakni Babad Suwung, menyatakan bahwa kerajaan tertua yang ada di
Lombok adalah Kerajaan Suwung yang dibangun dan dipimpin oleh Raja Betara
Indera. Kerajaan Suwung kemudian surut dan digantikan oleh Kerajaan Lombok.
Pada abad ke-9 hingga abad ke-11 berdiri Kerajaan Sasak yang kemudian dikalahkan
oleh salah satu kerajaan yang berasal dari Bali pada masa itu.

Di Lombok, dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa empat kerajaan


utama saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di
Timur, Kerajaan Langko di tengah, dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat
kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta
beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan,
Samarkaton dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi
wilayah yang merdeka, setelah kerajaan  Majapahit runtuh. Di antara kerajaan dan
desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang
berpusat di Labuhan Lombok.

Suku Bayan
Wetu Telu

Wetu Telu (bahasa Indonesia:Waktu Tiga) adalah praktik unik sebagian masyarakat
suku Sasak yang mendiami pulau Lombok dalam menjalankan agama Islam yang
hanya menjalankan tiga rukun Islam, yaitu membaca dua kalimah syahadat, salat dan
puasa. Ketiga rukun Islam tersebut, cukup dijalankan oleh kyai selaku pemimpin
agama yang menghubungkan mereka dengan Allah. Mereka juga berkepercayaan
tentang adanya roh suci para nenek moyang dan kekuatan gaib pada benda-benda.

Anda mungkin juga menyukai