Anda di halaman 1dari 5

Asal Usul Sasak

1. Sasak adalah dua nama yang tidak bisa dipisahkan. Nama Lombok untuk sebutan
pulaunya, nama Sasak untuk sebutan suku bangsanya. Lombok berasal dari bahasa Sasak;
“lombo,” artinya “lurus”. Sasak sebenarnya berasal dari “sak-sak” yang artinya “perahu
bercadik”.

2. Menurut Goris S., “Sasak” secara etimologi, berasal dari kata “sah” yang berarti “pergi”
dan “shaka” yang berarti “leluhur”. Dengan demikian Goris berkesimpulan bahwa sasak
mempunyai arti “pergi ke tanah leluhur”. Dari pengertian itulah diduga bahwa leluhur orang
Sasak itu ialah orang Jawa. Bukti lain yang merujuk pada aksara Sasak yang digunakan oleh
orang Sasak disebut sebagai “Jejawan”, adalah aksara yang berasal dari tanah Jawa, pada
perjalananya, aksara ini diresepsi dengan baik oleh para pujangga yang melahirkan tradisi
kesusasteraan Sasak. Tetapi ada juga yang beranggapan lain dengan meyebut bahwa sasak
berasal dari kata sak-sak yang mempunyai arti sampan. Analisa ini berkaitan dengan
legenda kedatangan nenek moyang suku Sasak yang menaiki sampat dari arah barat. Serta
menurut sumber yang lainnya disebutkan bahwa etimologi nama Sasak berhubungan
dengan kitab Negarakertama karangan Mpu Prapanca pada abad ke 14.

3. Secara etimologi sejarah nama Sasak sendiri berasal dari kata sak-sak yang dapat diartikan
sebagai sampan, pengertian ini dihubungkan dengan kedatangan nenek moyang orang
Sasak dengan menggunakan sampan dari arah barat, dapat diartikan dari pulau Jawa.
Adapun sumber lain yang menyebutkan yakni di dalam kitab Negara kertagama kata Sasak
disebut menjadi satu dangan pulau Lombok.

Sistem Kepemimpinan

Gumi tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan peperangan terjadi di dalamnya baik
kerena conflik internal ataupun koflik eksternal. Silih bergantinya kekuasaaan ini terjadi
hingga ke era islam yang melahirkan kerajaan kerajaan islam seperti Kerajaan Selaparang
dan Kerajaan Pejanggik.

Di zaman masa penguasaan hindu di Lombok, kerajaan karang asem menguasai Lombok
seutuhnya, sekitar tahun 1740 M. untuk memberikan kekuassaan kepada keluarga raja yang
terdekat mengingat luasnya pulau Lombok yaitu :

1. Singasari dengan rajanya Anak Agung Ngurah Made Karang yang terletak di
Cakranegara sekitar tahun 1720.

2. Pagesangan dengan rajanya Anak Agung Nyoman Karang.

3. Pagutan dengan rajanya Anak Agung Nyoman Sidemen.

4. Mataram yang memindahkan ibukota Tanjung Karang ke Mataram dengan rajanya


yang bernama Anak Agung Bagus Jelantik.
5. Kerajaan Songkongo dengan rajanya bernama Anak Agung Ketut Rai.

Kerajaan kerajaan tersebut bergabung berdasarkan kekeluargaan untuk mencapai


kemakmuran dan kepentingan bersama. Untuk memperkuat kepentingan ini keluarga
Karang Asem Singasari mendirikan Pure Meru di Singasari(Cakranegara) pada tahun 1744 M.
diantara kerajaan kerajaan tersebut singasari, dijadikan wakil kerajaan Karang Asem Bali
karena semuanya merupakan Vasal dari karang asem Bali. Keraton di Tajung Karang yang
dibangun pertama kali dibangun di Lombok dipindahkan ke Mataram.

Sesudah Kerajaan Bali ditaklukkan oleh Belanda pada tahun 1894 maka untuk menentukan
perkembangan selanjutnya, kedudukan (status) pulau Lombok menjadi persoalan sampai
tweede kamer negeri Belanda. Sampai akhirnya pulau Lombok disetarakan seperti
penguasaan yang terjadi di pulau Bali.

Kemudian setelah kerajaan Mataram runtuh maka pulau Lombok diberi kedudukan sebagai
bagian atau (afdeling) dari keresidenan Balai dan Lombok yang dikepalai oleh seorang
presiden yang berkedudukan di Singaraja sebagai ibukota keresidenan, sedangkan afdeling
lombok dikepalai seorang asisten residen yang berkedudukan di Mataram sebagai ibukota.

Pulau Lombok pada mulanya dijadikan dua wilayah (onder afdeling) , yaitu wilayah Lombok
Timur dengan ibukota Sisik ( Labuhan Haji ) dan wilayah Lombok Barat dengan ibukota
Ampenan. Tapi kemudian dirubah menjadi 3 wilayah :

· Lombok Barat dengan ibukota Mataram

· Lombok Tengah dengan ibukota Praya

· Lombok Timur dengan ibukota Selong

Masing – masing dikepalai oleh seorang Belanda dengan kedudukan controleur, sedangkan
daerah utara yaitu tanjung ditempatkan seorang gezaghebber (semacam penguasa perang).
Kemudian tiap- tiap wilayah dibagi lagi menjadi beberapa kedistrikan yang dikepalai seorang
kepala distrik dan bagi orang orang Bali diangkat tiga orang yang berkedudukan sebagai
punggawa dari orang bali. Pembagian wilayah kedistrikan :

· Lombok Timur dibagi menjadi : Masbagik, Rarang, Pringgabaya dan Sakra

· Lombok Tengah dibagi menjadi : Praya, Batukliang, Kopang dan Jonggat

· Lombok Barat dibagi menjadi : Ampenan, Gerung, Bayan dan Tanjung

Adapun susunan pemerintahan sesudah Pulau Lombok dikuasai belanda pada garis
besarnya menjalankan kebijaksanaan kerajaan Mataram hanya terjadi perubahan pada
seluruh wilayah lombok bahwa sistem kepunggawaan dan perbekelan untuk wilayah yang
dihuni masyarakat sasak dihapus dan diganti dengan sistem kedistrikan yang dikepalai
seorang kepala distrik dari golongan orang sasak sendiri. Tidak lagi merupakan sistem tetepi
berdasarkan teritorial wilayah dengan batas batas tertentu.

Di zaman kekuasaan Jepang (Nippon) struktur pemerintahan di Lombok segera diganti tapi
perubahan organisasinya tidak banyak bahkan dikatakan tetap, hanya namanya yang
berubah. Pulau lombok tetap terbagi menjadi 3 daerah : Lombok Timur, Lombok Tengah dan
Lombok Barat yang masing masing diperintahkan oleh bunken kanrikan setara dengan
bupati. Jabatan distrik diubah menjadi gunco setara dengan camat dan desa menjadi sunco
setara dengan kepala desa. Untuk pimpinan tertinggi untuk daerah Lombok disebut
Kenkanrikan atau setara dengan Gubernur.

Jawatan jawatan yang penting lainnya segera diadakan juga. Seperti Kepolisian, Urusan
bahan makanan dan urusan pemotongan hewan. Pemerintahan dijalankan dengan istilah
Iron Hand atau Tangan Besi. Untuk keperluan pertahanan dan keamanan pada tahun 1943
pemuda pemuda yang belum kawin, sehat, dan berkelakuan baik, umur kurang lebih 14-22
tahun dikerahkan menjadi seinendan (Organisasi pemuda bentukan Jepang). Walaupun
bersenjatakan bambu runcing namun Seinandan atau Fujinkai dilatih untuk menggunakan
Katana ( Pedang Jepang) dan keahlian dalam menggunakan pedang samurai. Umur 23-25
tahun dijadikan sebagai Keibodan. Keibodan adalah kesatuan di zaman Jepang yang kini
bisa disamakan dengan Hansip. Umur 18-25 tahun dijadikan sebagai Heiho. Heiho adalah
pasukan pembantu Jepang. Heiho melambangkan keberanian dan kesucian.

Setiap orang yang bersalah atau dianggap salah langsung berhadapan dengan Kenpetai
adalah badan militer yang meneggakkan hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Penjahat
tidak diadili, tapi diapakan? Tentu saja segera di gantung dan dipukuli sampai badannya
luluh oleh pukulan pukulan tersebut. Ada yang mati dan ada yang langsung dilepaskan
dalam keadaan meringis karena badannya luka luka berat

Kepercayaan Suku Sasak

Kepercayaan asli suku Sasak adalah Boda, beberapa menyebutnya Sasak Boda. Walapun ada
kesamaan pelafalan dengan Buddha, namun sistem kepercayaan Boda tidak memiliki
kesamaan dan hubungan dengan Buddhisme. Agama Boda orang Sasak ini justru ditandai
dengan penyembahan roh-roh leluhur mereka sendiri.

Beberapa agama seperti Hindu-Budha masuk kedalam suku ini ketika kerajaan Majapahit
masuk. Dan kemudian suku Sasak memeluk agama islam setelah peran Sunan Giri dalam
dakwahnya menyebarkan islam. Setelah perkembangan Islam, kepercayaan Suku Sasak
sebagian berubah dari Hindu menjadi penganut Islam. Selanjutnya kepercayaan Suku Sasak
diklasifikasikan tiga kelompok utama; Boda, Wetu Telu, dan Islam (Wetu Lima).

Penganut Boda sebagai komunitas kecil yang berdiam di wilayah pegunungan utara dan di
lembah-lembah pegunungan Lombok bagian selatan. Kelompok Boda ini konon adalah
orang-orang Sasak yang dari segi kesukuan, budaya, dan bahasa menganut kepercayaan asli.
Mereka menyingkir ke daerah pegunungan melepaskan diri dari islamisasi di Lombok.

Sedangkan Agama Wetu telu awalnya memiliki ciri sama dengan Hindu-Bali dan Kejawen. Di
antara unsur-unsur umum, peran leluhur begitu menonjol. Hal itu didasarkan pada
pandangan yang berakar pada kepercayaan tentang kehidupan senantiasa mengalir.

Pada perkembangannya Wetu telu justru lebih dekat dengan Islam. Konon, sekarang hampir
semua desa suku Sasak sudah menganut Agama Islam lima waktu dan meninggalkan Wetu
telu sepenuhnya. Sementara sinkretisme Islam-Wetu telu kini berkembang terbatas di
beberapa bagian utara dan selatan Pulau Lombok. Meliputi Bayan, dataran tinggi Sembalun,
Suranadi di Lombok Timur, Pujut di Lombok Tengah, dan Tanjung di Lombok Barat.

Istilah Islam-Wetu Telu diberikan karena penganut kepercayaan ini beribadah tiga kali di
bulan puasa, yaitu waktu Magrib, Isya, dan waktu Subuh. Di luar bulan puasa, mereka hanya
satu hari dalam seminggu melakukan ibadah, yaitu pada hari Kamis dan atau Jumat, meliputi
waktu Asar. Untuk urusan ibadah lainnya biasanya dilakukan oleh pemimpin agama mereka;
para kiai dan penghulu.

Perkembangan Suku Sasak

1.Munculnya sikap tidak peduli di masyarakat sasak

Tak bisa dipungkiri memang saat ini perkembangan jaman yang semakin maju di berbagai
aspek kehidupan akan memiliki dampak terhadap budaya. Begitupula halnya dengan budaya
sasak saat ini. Perkembangan wisata dan perkembangan teknologi menjadi faktor yang
wajib untuk diwaspadai dan ditenggarai sebagai "perusak" budaya sasak. Ini bisa dilihat dari
sudah mulai tumbuhnya dan munculnya ketidakpedulian masyarakat sukus sasak modern
terhadap kebudayaannya sendiri, disinyalir muncul akibat adanya fenomena globalisasi dan
modernisasi yang selalu dijadikan acuan atau kiblat kebudayaan bagi generasi suku sasak
era sekarang yang selalu menganggap kebudayaan luar negeri jauh lebih keren dan modern
dibandingkan dengan kebudayaan suku sasak yang dianggap kuno dan dipenuhi berbagai
macam aturan yang berbelit-belit . Selain itu, munculnya fenomena globalisasi dan
modernisasi pada kebudayaan sasak bukanlah menjadi hal yang mengherankan lagi
dikarenakan virusnya sudah berkembang di hampir seluruh pelosok dunia, terutama
dinegara-negara berkembang. Perkembangan kebudayaan yang sudah dipengaruhi unsur
modernisasi dan globalisasi ini terus berkembang seiring dengan perkembangan peradaban
manusia sesuai dengan berkembangannya pengetahuan manusia untuk menciptakan
inovasi baru. Seperti halnya peradaban manusia yang berkembang secara bertahap dari
zaman prasejarah hingga zaman sejarah. Kebudayaan juga berkembang secara bertahap
mengikuti perkembangan zaman. Globalisasi dan modernisasi dalam bidang kebudayaan
dapat dilihat dengan semakin luasnya masyarakat dunia mengenal suatu kebudayaan dari
suatu daerah. Seperti yang diungkapan oleh Anthony Giddens yang menyatakan bahwa
modernitas meruntuhkan jarak antar ruang dan waktu.

2.Munculnya Tingkah laku kebarat-baratan di kalangan kawula muda batur sasak

Begitu pula halnya dengan tingkah laku generasi muda batur sasak yang saat ini sudah mulai
jarang dimunculkannya tata krama di dalam hidupnya yang perlahan mulai hilang akibat
munculnya fenomena modernisasi . Masyarakat sasak sekarang ini justru lebih banyak
dijejali oleh tayangan-tayangan yang menampilkan kehidupan budaya barat yang jelas-jelas
itu tidak sesuai dengan adat dan budaya ketimuran . Tayangan kekerasan, seksualitas,
irasional, dan lain sebagainya itu membuat dan mempengaruhi kaum muda sendiri dalam
bertingkah laku atau bertata krama. Selain itu pula perkembangan teknologi ini juga
menawarkan hiburan berbau kebarat-baratan, hiburan model lain (bentuk baru) nyaris
membanjiri masyarakat suku sasak baik di kota maupun di pelosok-pelosok desa. Sebagian
hiburan bentuk baru tersebut disodorkan kepada masyarakat sasak modern melalui
perangkat-perangkat elektronik yang bisa dibeli oleh masyarakat dengan harga yang
semakin murah. Orang tidak harus pergi jauh-jauh dari rumah untuk menikmati hiburan.
Menikmati pentas wayang kulit bisa dilakukan di rumah, cukup dengan cara menyetel TV
atau mengaktifkan Compact Disc (CD). Serbuan hiburan melalui perangkat elektronik
berlangsung secara massif. Studio TV berdiri di mana-mana, bahkan studio TV lokal berdiri di
hampir setiap ibukota propinsi yang jangkauan siarannya sampai ke pelosok-pelosok desa.
Bisa jadi, kondisi semacam inilah yang pada akhirnya mengerogoti eksistensi kesenian
tradisional. Masyarakat mungkin berpikir, sama-sama mencari kepuasan batin dengan dunia
hiburan, ngapain harus jauh-jauh menonton kesenian tradisional secara live kalau
menonton hiburan lain yang jauh lebih praktis telah tersedia. Dengan adanya TV yang
menyiarkan berbagai bentuk hiburan dari yang tradisional sampai yang modern, masyarakat
kemudian memiliki kesempatan untuk memilih dan memilah serta membandingkan dengan
bentuk kesenian tradisional yang biasanya ditonton secara live di sekitar mereka. Bagi yang
beranggapan bahwa kesenian tradisional ternyata tidak menghibur jika dibandingkan
dengan kesenian yang disiarkan melalui TV, yang sebagian besar adalah bentuk kesenian
modern, maka mereka dengan segera akan meninggalkan kesenian tradisional. Jika kondisi
tersebut tidak diimbangi dengan kreatifitas para pelaku kesenian tradisional dalam rangka
melakukan adaptasi terhadap perkembangan zaman, maka pelan-pelan kesenian tradisional
tersebut pasti akan kehilangan pengikut atau penonton. Padahal, kesenian tradisional tanpa
penonton ibarat guru yang tidak memiliki murid. Eksistensinya sebagai media hiburan akan
hilang.

Demikianlah topik Suku Sasak dan Modernisasi ini yang bisa saya tulis untuk kesempatan
hari ini dan Insya Allah saya akan menuliskan topik lainnya yang mungkin akan menarik
untuk sama sama kita baca dan diskusikan di Blog Orang sasak ini. Terima kasih atas
kunjungannya dan semoga tulisan Batur Sasak Di Era Modernisasi Saat Ini ini bisa
bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Anda mungkin juga menyukai