Anda di halaman 1dari 41

TUGAS TOPIK 2 – ETNI SASAMBO

ANGGOTA KELOMPOK :
1. Ahmad Zenudin (E4R12310122)
2. Hera Gusrianti (E4R12310126)
3. M. Agung Alghifaari (E4R12310132)
4. Novi Ayu Balisa (E4R12310134)
5. Titis Rizki Mardianti (E4R12310138)

ASAL-USUL NAMA DAERAH SASAMBO


Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi di Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari tiga suku masyarakat di dalamnya.
Ketiga suku ini mendiami dua pulau yaitu Suku Sasak di Pulau Lombok, Suku Samawa di
Pulau Sumbawa, dan Suku Mbojo di Pulau Sumbawa bagian barat dan timur yang yaitu
Bima. Setiap nama dari daerah tersebut memiliki sejarahnya masing-masing. Berikut akan
dijelaskan mengenai asal-usul nama dari ketiga daerah tersebut.
1. Lombok
Banyak yang mengira asal-usul nama Pulau Lombok berkaitan juga dengan cabai.
Lombok adalah sebutan untuk “cabai” di berbagai daerah di Indonesia. Perkiraan itu
muncul mulai dari ada banyak cabai di sana atau beberapa kuliner dari Lombok yang
terkenal pedas. Ternyata, nama pulau itu tidak ada hubungannya dengan cabai.
a. Cerita asal mula Lombok
Lombok di masa lalu di zaman Majapahit, Lombok menjadi salah satu sasaran
Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada yang menyebut Lombok dengan Tanah Sela,
Sasak Adi, Sasak Mirah. Makna kata Lombok yang sebenarnya menurut suku Sasak
adalah 'lurus'. Nama lombok ini sudah ada sejak zaman Majapahit dan tertulis dalam
kitab Negara Kertagama yang berbunyi 'Lombok Sasak Mirah Adi' Sasak adalah
sebutan untuk orang yang tinggal di Lombok. Di Pulau Lombok, hampir 80 persen
penduduknya adalah suku Sasak. Kata lombok berarti lurus, sasak berarti
sekumpulan orang yang tinggal di pulau Lombok, sedangkan mirah artinya permata.
Dan kata adi artinya kejayaan. Sehingga arti keseluruhan dari Lombok Sasak Mirah
Adi adalah sekumpulan orang Lombok yang memiliki hati lurus yang dianggap
sebagai permata kejayaan.
b. Cerita asal mula Suku Sasak
Sedangkan cerita tentang suku sasak yang mendiami pulau lombok ada banyak
teori. Ada yang berpendapat, kata Sasak berasal dari proses kedatangan awal
manusia yang menjadi cikal bakal suku Sasak dengan rakit yang disebut “Saksak”.
Ada juga pendapat kata Sasak berasal dari gambaran keadaan Pulau Lombok yang
ketika itu merupakan hutan belantara, terutama bambu yang sangat rapat dan sesak.
Keberadaan hutan bambu ini memang masih digambarkan oleh Robert Wallace,
seorang ilmuwan dari Inggris, dalam petualangannya yang juga melalui Lombok
pada pertengahan abad XIX. Sedangkan nama Lombok, ada pendapat yang
mengambil dari bahasa Sasak yang berarti lurus sesuai pembawaan umum etnisnya
yang polos meskipun terkesan terlalu dicari-cari.
c. Sejarah perkembangan Lombok dari masa ke masa
Menurut Babad Lomboq, kerajaan tertua yang berkuasa di pulau ini bernama
Kerajaan laeq. Dalam bahasa Sasak, Laeq berarti waktu lampau. Namun, di Babad
Suwung, disebutkan kerajaan tertua di Lombok adalah Kerajaan Suwung yang
dibangun oleh Raja Betara Indera. Kerajaan ini kemudian surut dan digantikan oleh
Kerajaan Sasak dan pada abad ke-9 hingga abad ke-11 berdiri Kerajaan Sasak. Selain
itu, tercatat ada beberapa kerajaan di Lombok, seperti Pejanggik, Langko, Bayang,
Sokong Samarkaton, dan Selaparang. Kerajaan Selaparang muncul pada dua periode.
Kerajaan Selaparang pertama adalah kerajaan Hindu dan kekuasaannya berakhir
dengan kedatangan ekspedisi Kerajaan Majapahit di tahun 1357. Kerajaan
Selaparang kedua adalah kerajaan Islam yang kekuasaannya berakhir tahun 1744
setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan Kerajaan Karangasem, Bali dan Arya
Banjar Gelas, keluarga kerajaan yang berkhianat pada Selaparang. Kekuasaan Bali
memunculkan kultur Bali yang kuat, khususnya di sisi barat Lombok. Hal ini terlihat
dari tarian dan peninggalan bangunan seperti Istana Cakranegara di Ampenan. Pada
tahun 1894, Lombok terbebas dari pengaruh Karangasem setelah ada campur tangan
Hindia Belanda yang datang karena pemberontakan suku Sasak. Sejak saat itu,
Lombok pun di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Setelah Jepang masuk Tanah Air
sekitar 1942, Lombok otomatis berada di bawah kendali Jepang wilayah timur. Usai
Perang Dunia II, Lombok berada di di bawah Negara Indonesia Timur dan bergabung
dengan NKRI pada tahun 1950. Pulau Lombok masuk dalam Provinsi Nusa Tenggara
Barat dan terdiri dari empat kabupaten dan satu kota. Yakni Kota Mataram,
Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur,
dan Kabupaten Lombok Utara.
2. Sumbawa
Sebuah informasi awal sebelum adanya nama pulau Sumbawa, nama-nama
Bima, Dompu, Sanghyang Api serta Taliwang tercatat dalam catatan kerajaan Majapahit
tahun 1357 yaitu Kakawin Desa Warnana atau yang lebih dikenal dengan Nagara
Kertagama. Dalam catatan tersebut belum ditulis nama pulau Sumbawa namun di tulis
nama-nama kerajaan tidak seperti Lombok Mirah yang sudah ditulis dengan nama
demikian. Dalam pupuh 47 ditulis sebagai berikut :
“(7b) sawetanikanang tanah jawah muwah ya yan Warnnanen, ri bali maka
mukya tang badha hulu mwangi Iwa gajah, gurun maka muka sukun ri taliwang ri
dhompo sami, ri sang hyangapi bhima serani hutan khadalwa pupul”. Jika dterjemahkan
memiliki arti seperti ini:
“Di Sebelah timur tanah Jawa juga disebutkan Bali yang terpenting Bedahulu dan
Goa Gajah, Gurun yang terpenting Sukun, Taliwang, Dompo semua, Sang Hyang Api
Bima, Seran, Hutan Kadali terkumpul”.
Dimulainya penulisan nama pulau Sumbawa sebagai nama pulau, pada abad 16
Masehi para pelaut bangsa Eropa mulai berkompetisi membuka jalur pelayaran untuk
rempah-rempah. Dalam buku Pulau Run Magnet Rempah-rempah Nusantara yang
Ditukar dengan Manhattan, Giles Milton menulis dalam waktu singkat, kapal-kapal dari
Portugal, Spanyol dan Inggris teggelam dalam keriuhan pembuatan kapal, sebuah
kesibukan tiba-tiba yang menyulut apa yang kemudian dikenal sebagai perlombaan
rempah, sebuah perjuangan yang nekat dan berkepanjangan untuk menguasai satu dari
kelompok kepulauan terkecil di dunia itu, tulisnya.
Sebuah berita awal mengenai Pulau Sumbawa ditulis oleh seorang Apoteker yang
bernama Tome Pires diangkat menjadi penulis dan bendahara dalam pelayaran bersama
Afonso de Albuquerque. Dia mengikuti pelayaran pada tahun 1511 masehi bersama
pasukan kerajaan Portugis, dalam catatan Pires nama Cimbawa, Byma dan Ilha Do Fogo
(Sanghyang Api) mulai di tulis, awalnya dia mengira bahwa Cimbawa dan Bima adalah
dua pulau yang terpisah tulisnya dalam karya monumental abad 16 yang diberi nama
Suma Oriental. Kemudian oleh para pelaut Portugis menandai pulau tersebut dengan
nama Java Menor yang berarti Jawa kecil. Dalam peta Atlas L. Homem tahun 1519
menyebut nama Lava Minor Insula pada pulau tersebut. Lalu di tahun 1540 Sebastian
Munster seorang Cosmografer asal Jerman menggambar peta Asia dan Java Menor
(Jawa Kecil) bersebelahan dengan pulau Java Minor yaitu Jawa Besar. Keberadaan Jawa
kecil sendiri sejak masa silam menyimpan berbagai komoditi yang sangat diperlukan
oleh Eropa selain Pala. Misalkan kayu pewarna atau Kayu Sopeng yang dikenal dengan
nama Supa dan terlebih lagi kuda. Pada tahun 1520 sebelumnya oleh kapten Barbarosa
menyebut nama Java Menor dengan sebutan Cinboaba. Tahun 1598 kartografer asal
Belanda bernama Jan Huygen van Linchosten masih menulis nama Pulau Sumbawa
dengan Java Menor. Pada abad 16 masehi, dasawarsa 1500 hingga 1599 di pulau
Sumbawa kerajan ketika itu hanya ada Bima, Sanggar (Kore), Kengkelu (Aram) dan
Dompu. Tahun 1520 era Raja Bima Tureli Nggampo I dengan gelar Makapiri Solor
sudah menjalin sekutu dengan Kesultanan Ternate (lihat M. Adnan Amal, The Defining
Years). Kemudian dari Java Menor disebut Cumbava mulai disebutkan pada tahun 1595-
1597 saat perjalanan kali pertama perburuan rempah VOC dimulai oleh seorang veteran
perang Salib bernama Cornelis de Houtman. Dalam perjalanan ekspedisinya dia
melewati sebuah pulau yang disebut Java Menor dan menyebutnya adalah Cambava atau
Sambava. Rouffer menjelaskan bahwa Sambava artinya Gajah Putih yang berbahaya
yang merujuk pada seorang pahlawan yang tidak terkalahkan, yaitu Bima yang heroik
persis nama ibukota Sambava (Rouffaer : 1929 : 212). Asal usul nama Cumbava sendiri
yang berarti jeruk purut, penyebutan Cumbava biasa disebut oleh para pelaut Portugis.
Dalam buku “Domaine de Mon Plaisir” ketika seorang botani dan ahli makanan dari
Portugis secara tidak sengaja menemukan campuran bumbu yang sangat baik aromanya
pada tahun 1767 di kepulauan maritius, campuran bumbu itu adalah sebuah jeruk yang
menambah aroma makanan menjadi lezat dan harum, kemudian jeruk itu diberi nama
Combava.
Memasuki abad 18 para pelaut Portugis mulai membicarakan pulau Sumbawa
pada rute laut menuju ke Timur, Kemudian Combava di sebut sebagai Pulau Sumbawa
oleh pelaut Portugis Manuel Pimentel yang melakukan perjalanan menuju Timur pada
tahun 1762. Nama jeruk purut Combava mulai identik dengan Pulau Sumbawa saat
seorang pelaut dari Portugis juga yang bernama Pierre Poivre menyebut Combawa
sebagai jalur menuju Goa dan Timor. Sumbawa barat saat itu dikenal dengan Taliwang
tidak begitu ramai tidak seperti Sumbawa timur yaitu Bima dan Kore mempunyai
pelabuhan yang sangat ramai dari dimulai dari perniagaan kayu hingga kuda. Dalam
bukunya Java in the Fourteenth Century, Theodore Pigeaud menerangkan bahwa nama
Sumbawa berasal dari Simbava adalah para penyembah dewa Siwa. Sisa-sisa
peninggalan Hindu-Budha sangat banyak ditemukan di bagian barat teluk Bima salah
satunya adalah Wadu Pa`a yang berlokasi di tepian laut Sowa. Kemudian nama
Sumbawa dipakai sebagai nama kesultanan menurut Profesor GJ Held dalam Held`s
History of Sumbawa An Annotated Translation, kesultanan Sumbawa dimulai tahun
1623 didirikan oleh Datu Poro atau Maharaja Paruwa sebagai Sultan pertama semenjak
di tundukkan oleh ekpedisi kerajaan Gowa. Kemudian nama Sumbawa mulai dikenal
ketika Sultan Sumbawa Mas Banten Datu Loka dan Khoja Darwis tahun 1680 menjalin
kerjasama dengan Belanda untuk penjualan kayu sopeng dengan jumlah yang sangat
banyak. Memasuki pertengahan abad 20 pulau Sumbawa masuk dalam wilayah De
Kleine Sunda Eilanden atau Kepulauan Sunda Kecil. Tahun 1947 ditetap oleh Negara
Indonesia Timur (NIT) ibukota kepulauan Sunda Kecil berlokasi di Singaraja (Bali).
Pada tahun 1950-an setelah kemerdekaan Republik Indonesia, oleh Menteri Pendidikan
dan kebudayaan Mohammad Yamin menamai Kepulauan Sunda Kecil menjadi
Kepulauan Nusa Tenggara dimana terminology Nusa yang berarti Pulau. Dan Nusa
Tenggara di pakai oleh dua wilayah administratif yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur, kemudian di Nusa Tenggara Barat ditetapkan dua pulau yaitu pulau
Lombok dan pulau Sumbawa.
3. Bima
Kerajaan Bima merupakan salah satu wilayah yang memiliki peranan penting
dalam sejarah Islam di kawasan Nusa Tenggara. Jauh sebelum proses pengislaman, Bima
sudah menjadi daerah dengan perkembangan perdagangan yang cukup pesat. Kerajaan
Bima adalah kerajaan yang pernah mengalami masa Hindu yang akhirnya berubah
menjadi bercorak Islam Sejarah Kerajaan Bima Menurut catatan Bo Sangaji Kai
(nasakah kuno milik Kerajaan Bima), cikal bakal daerah Bima dirintis oleh pendatang
dari Jawa, seorang musafir dan bangsawan Jawa yang bergelar Sang Bima. Ia sekaligus
pendiri kerajaan Bima. Dari, hasil pernikahan tersebut lahir dua orang putera bernama
Indra Zamrud dan Indera Komala. Kedua anak tersebutlah yang menjadi cikal bakal
ketuurunan raja-raja Bima. Pada saat itu, wilayah Bima telah terbagi dalam kekuasaan
pimpinan wilayah yang disebut Ncuhi. Masa ncuhi merupakan ambang sejarah (proto
sejarah), pada masa itu masyarakat mulai hidup berkelompok, menetap, mengenal
pertanian dan peternakan. Masyarakat juga hidup teratur di bawah ncuhi. Ada lima ncuhi
yang tergabung dalam Federasi Ncuhi, yaitu Ncuhi Dara yang menguasi wilayah Bima
bagian tengah atau pusat pemerintahan. Ncuhi Parewa menguasai wilayah Bima bagian
selatan. Ncuhi Padolo menguasai wilayah Bima bagian barat, dan Ncuhi Banggapupa
menguasai wilayah Bima bagian timur, dan Ncuhi Dorowuni menguasi wilayah utara.
Federasi Ncuhi mengangkat Bima sebagai pemimpin. Secara resmi, Sang Bima
menerima pengangkatan tersebut, tetapi pada pelaksanaannya ia menyerahkan kembali
kekuasaannya pada Ncuhi Dara untuk memerintah atas namanya. Indra Zamrud menjadi
Raja Bima pertama. Sejak saat itu, Bima memasuki zaman kerajaan. Pada perkembangan
selanjutnya, Kerajaan Bima menjadi kerajaan besar yang sangat berpengaruh dalam
percaturan sejarah dan budaya nusantara. Secara turun temurun, Kerajaan Bima telah
diperintahkan sebanyak 16 raja, hingga akhir abad ke 16. Penyebaran agama Islam di
Bima semakin meluas pada abad ke-17, saat Kesultanan Gowa Tallo menaklukan
wilayah-wilayah di Nusa Tenggara. Islam mulai berkembang pada abad 16 hingga 17
Masehi. Pengaruhnya sangat luas di Bima.
Peralihan Kerajaan ke Kesultanan Bima Pada 5 Juli 1640 Masehi menjadi saksi
dan tonggak sejarah peralihan sistem pemerintahan dari kerajaan kepada kesultanan.
Peralihan ini ditandai dengan dinobatkannya Putera Mahkota La Ka'i yang bergelar
Rumata Ma Bata Wadu menjadi sultan pertama dan berganti nama menjadi Sultan Amir
Kahir. Sejak saat itu, Bima memasuki peradaban kesultanan dan memerintah sampai 15
sultan secara turun temurun hingga 1951. Masa kesultanan berlangsung lebih dari tiga
abad lamanya. Selama, pemerintaan kesultanan diwarnai pasang surut. Secara politik dan
ekonomi, Bima berubah menjadi daerah perdagangan yang paling berpengaruh di
wilayah Nusa Tenggara. Masa-masa kesultanan mengalami pasang surut disebabkan
pengaruh imperialisme dan kolonialisme yang terdapat di nusantara. Kejayaan Kerajaan
Bima Kejayaan Kerajaan atau Kesultanan Bima terjadi pada masa pemerintahan sultan
terakhir, yaitu Sultan Muhammad Salahuddin. Ia berhasil mengembangkan Islam secara
pesat. Hal tersebut terjadi, karena Sultan Muhammad Salahuddin menaruh perhatian
besar terhadap perkembangan agama Islam. Ia juga mengembangkan fungsi ibadah yang
menjadi pusat pengkajian ilmu juga agama. Sultan Muhmmad Salahuddin juga
mengembangkan pendidikan formal yang dilakukan dengan mendirikan sejumlah
madrasah di wilayahnya. Sultan Muhammad Salahuddin merupakan anak dari Sultan
Ibrahim. Sultan Ibrahim adalah seseorang yang selalu memperhatikan kehidupan dan
juga pendidikan agama.
Pada tahun 1951, tepat wafatnya sultan ke-14, yaitu Sultan Muhammad
Salahuddin, Bima memasuki zaman kemerdekaan dan status kesultanan diganti dengan
pembentukan daerah swapraja dan swatantra yang selanjutnya berubah menjadi daerah
kabupaten. Kota tersebut pada masa Kerajaan Bima abad XVI memegang peranan
penting dalam perkembangan sejarah Nusantara.(KOMPAS/YUNIADHI AGUNG) Baca
juga: Tari Mpa’a Sampari, Tarian Klasik Nusa Tenggara Barat Istana Bima (Asi Mbojo),
sekarang Museum Bima adalah monumen fisik terakhir kerajaan Bima. Di istana ini,
bendera merah putih pertama kali berkibar. Asi Bou (Istana Baru), bangunan darurat
tempat tinggal Sultan Muhammad Salahuddin dan keluarga selama Asi Mbojo dalam
pembangunan. Masjid Sultan Muhammad Salahuddin Masjid Al-Munawahiddin Raja
Kerajaan Bima Daftar Raja-raja Kerajaan Bima saat masih bercorak Hindu Indera
Zamrut Batara Indera Bima Batara Sang Luka Batara Sang Bima Batara Matra Indarwata
Batara Matra Inderatarati Manggampo Jawa Puteri Ratna Lila Maharaja Indera Kumala
Batara Indera Luka Maharaja Bima Indera Seri Mawaa Paju Longge Mawaa Indera
Mbojo Mawaa Bilmana Manggampo Donggo Mambora ba pili Tuta Tureli Nggampo
Mawaa Ndapa Ruma Samara Ruma Sarise Ruma Mantau Asi Sawo Ruma manuru Sarei
Tureli Nggampo Mambora di Sapega Mantau Asi Peka Berikut Daftar raja-raja Kerajaan
Bima setelah berubah menjadi kesultanan Islam Abdul Kahir I atau Ruma-ta Ma Bata
Wadu (1620-1640 M) I Ambela Abdul Kahir Sirajuddin atau Mantau Uma Jati (1640-
1682 M) Nuruddin Abu Bakar All Syah atau Mawa'a Paju (1682-1687 M) Jamaluddin
Ali Syah atau Mawa'a Romo (1687-1696 M) Hasanuddin Muhammad Syah atau Mabata
Bo'u (1696-1731 M) Alauddin Muhammad Syah atau Manuru Daha (1731-1748 M)
Kamalat Syah atau Rante Patola Sitti Rabi'ah (1748-1751 M) Abdul Kadim Muhammad
Syah atau Mawa'a Taho (1751-1773 M) Abdul Hamid Muhammad Syah atau Mantau Asi
Saninu (1773-1817 M) Ismail Muhammad Syah atau Mantau Dana Sigi (1817-1854 M)
Abdullah atau Mawa'a Adil (1854-1868 M) Abdul Aziz atau Mawa'a Sampela (1868-
1881 M) Ibrahim atau Mma Tahi Parange (1881-1915 M) Muhammad Salahuddin
(1915-1951 M).

KARAKTER MASYARAKAT SASAMBO


Seperti yang kita ketahui bahwa Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terdiri dari tiga
suku masyarakat di dalamnya yaitu Suku Sasak , Suku Samawa, dan Suku Mbojo dimana
ketiga suku tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda.
1. Suku sasak
Secara umum masyarakat yang dikatakan masyarakat sasak adalah masyarakat
yang bertempat tinggal di pulau lombok dan memakai bahasa sasak. Salah satu
karakteristik yang dimiliki Suku Sasak adalah sikapnya yang ramah. Masyarakat Sasak
sangat sopan dan lembut kepada tamu yang berkunjung. Hal itu membuat banyak orang
sangat senang saat bertemu dengan masyarakat Sasak. Sebagian besar masyarakat suku
sasak beragama islam dan sebagian kecilnya beragama waktu telu dan sasak boda.
Sebagaimana suku lainnya, masyarakat Sasak juga memiliki bahasa yang
digunakan dalam interaksi sehari-hari. Adapun bahasa yang digunakan adalah bahasa
Sasak. Dalam segi bahasa masyarakat suku sasak memiliki tiga dialek yang sering
dipakai salah satunya dialek pejanggik, selaparang dan bayan. Bahasa sasak banyak di
pangaruhi oleh bahasa jawa dan bali. Begitupun aksara/tulisannya terdapat adanya
persamaan dengam bahasa bali dan jawa.
Masyarakat suku sasak memegang teguh tradisi luhur. Masyarakat suku sasak
memiliki tradisi pernikahan yang unik yaitu membawa calon pengantin perempuan atau
yang dikenal dengan merangkat dan tradisi bau nyale. Pakaian adat yang dikenakan
Suku Sasak untuk laki-laki dan perempuan memiliki ciri khas berbeda. Laki-laki
mengenakan pegon, sedangkan perempuan memakai lambung. Pegon umumnya
berwarna gelap, tidak memiliki motif, dan dikenakan bersama aksesoris mahkota serta
kain songket untuk keris. Adapun lambung berupa pakaian mirip kebaya dengan beludru
berwarna gelap yang bernama tangkong. Ada pula lempot atau kain tenun panjang
dengan motif khas Sasak.
Bale adalah istilah yang digunakan untuk menyebut rumah adat Suku Sasak. Lantai
rumah ini terbuat dari abu jerami, tanah liat, serta kotoran kerbau. Dinding Bale terbuat
dari bambu dan atapnya berasal dari alang-alang. Bale sendiri memiliki 3 jenis, yaitu
Bale Tani, Bale Kodong, serta Bale Bonter.
2. Suku Samawa
Masyarakat suku samawa atau suku sumbawa merupakan kelompok masyarakat
yang mendiami wilayah barat dan tengah pulau sumbawa yang meliputi kabupaten
sumbawa dan sumbawa barat. Suku sumbawa menyebut diri mereka dengan sebutan tau
sumbawa yang berarti orang samawa atau orang sumbawa.
Seperti halnya suku sasak masyarakat sumbawa juga sebagian besar masyarakat
sumbawa menganut agama islam. Sedangkan dari segi bahasa masyarakat sumbawa
menggunakan bahasa sumbawa. Dialek dari bahasa sumbawa tediri dari bebrapa dialek
yaitu dialek samawa’, dialek taliwang, barturotok/batulante, ropangsuri, selesek, lebah,
dado, jeluar, tanganam, geranta dan jeruek.
3. Suku Mbojo
Suku mbojo awalnya mendiami pulau sumbawa bagian timur, namun sekarang
terbagi menjadi tiga bagian administratif yaitu kota bima, kabupaten bima dan kabupaten
dompu. Suku ini terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok penduduk asli (duo
donggo) yang tersebar di gunung dan lembah dan kelompok orang bima (Duo Mbojo)
menghuni kawasan pesisir pantai.
Sementara untuk bahasa yang digunakan yaitu bahasa donggo. Bahasa ini
digunakan masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan. Selain bahasa donggo suku
mbojo juga menggunakan bahasa bima. Aksara bahasa bima banyak memiliki persamaan
dengan aksara makasar kuno. Untuk bahasa terbagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat
halus/bahasa istana, tingkat menegah/ bahasa sehari-hari dan tingkat rendah/ bahasa
kasar.

MOTTO DARI MASYARAKAT SASAMBO


Setiap suku masyarakat yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Begitu pula dengan motto dari setiap kabupaten dan kota
yang ada di Provinsi NTB.
1. Kota Mataram
Kota Mataram merupakan Ibu Kota dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kota Mataram memiliki motto yaitu “Kota Mataram Maju, Religius, dan Berbudaya”.
Motto ini menjadi spirit, jiwa, dan ruh Pemerintah Kota Mataram dan masyarakat Kota
Mataram dalam menjalankan aktivitas dan kehidupan di Kota Mataram. Motto “Kota
Mataram Maju, Religius, dan Berbudaya tidaklah hanya slogan semata namun memiliki
makna harapan dan cita-cita yang selalu diikhtiarkan Pemerintah Kota Mataram selaku
pemegang kebijakan tertinggi di Kota Mataram untuk membangun kota mataram yang
maju dalam segala aspek.
2. Kabupaten Lombok Barat
Kabupaten Lombok Barat memiliki motto yaitu “Patut, Patuh, Patju”. Motto ini
merupakan falsafah pembangunan bagi Kabupaten Lombok Barat. Jika dilihat dari segi
arti bahwa Patut artinya adalah baik, terpuji, dan hal yang tidak
berlebihan. Patuh artinya rukun, taat, damai, toleransi saling menghargai. Patju artinya
rajin, giat, tidak mengenal putus asa. Oleh Pemerintah Daerah Lombok Barat, motto ini
dijadikan sebagai falsafah pembangunan dan merupakan pedoman pembangunan
Lombok Barat.
3. Kabupaten Lombok Tengah
Kabupaten Lombok Tengah merupakan salah satu kabuoaten yang ada di
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ibu Kota Kabupaten Lombok Tengah adalah Praya.
Seperti kabupaten-kabupaten lainnya, Kabupaten Lombok Tengah juga memiliki motto
sebagai falsafah pembangunannya. Motto Kabupaten Lombok Tengah adalaha “Tatas
Tuhu, dan Trasna”. Tatas bermakna arif, bijaksana,
memiliki pengetahuan dan cara pandang yang berwawasan luas serta jauh kedepan.
Tuhu bermakna rajin bekerja, dinamis dalam bekerja, sungguh-sungguh, dan tidak putus
asa. Trasna bermakna memiliki budi pekerti luhur kasih sayang terhadap sesama.
4. Kabupaten Lombok Timur
Kabupaten Lombok Timur adalah kabupaten bagian timur di Pulau Lombok yang
beribu kota di Selong. Motto dari Kabupaten Lombok Timur adalah “Patuh Karya”.
Motto Patuh Karya artinya masyarakat berkeyakinan bahwa manusia yang patuh yaitu
yang tunduk, sami’na wa ato’na adalah manusia sejati. Oleh karena itu tidak ada lain
kecuali mengerahkan seluruh tenaga untuk bekerja bahu membahu dalam membangun
manusia dibidang material dan ruhaninya.
5. Kabupaten Lombok Utara
Motto Kabupaten Lombok Utara adalah Tioq, Tata, Tunaq. Motto Tioq, Tata, Tunaq
artinya :
 TIOQ berarti tumbuh yang bermakna bahwa masyarakat Lombok Utara
menerima anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai modal dasar yang
harus disyukuri dan dipertanggungjawabkan.
 TATA berarti atur bermakna mengelola kehidupan dan segala sumberdaya yang
dianugerahkan oleh Tuhan dengan bertanggungjawab kepada Tuhan dan
generasi mendatang serta untuk membangun kesejahteraan bersama. Tata juga
mengandung makna sistem yang dibangun untuk membangun harmoni antara
hablu minannas dan hablu minallah ( antar manusia dan antara manusia dengan
Allah).
 TUNAQ berarti menyayangi, memelihara, mendayagunakan secara maksimal
yang bermakna tidak menyia-nyiakan dan menyalahgunakan seluruh potensi dan
sumberdaya.
6. Kabupaten Sumbawa
Kabupaten Sumbawa adalah kabupaten salah satu Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB) yang berada di Pulau Sumbawa. Motto dari Kabupaten Sumbawa adalah
“Sabalong Samalewa”. Motto “Sabalong Samalewa” dapat diartikan sebagai semangat
untuk saling ingat, saling membahu, dan peduli terhadap siapa pun. Secara umum,
makna dari slogan sabalong samalewa diartikan sebagai semangat untuk berkerjasama,
gotong royong, tolong menolong. Dan semangat inilah yang seharusnya terdeskripsikan
dalam kegiatan sehari-hari.

7. Kabupaten Sumbawa Barat


Motto Kabupaten Sumbawa Barat adalah “Pariri Lema Bariri”. Makna Pariri
adalah menghimpun, memperbaiki, membangun, merawat secara kesinambungan. Lema
yang berarti agar, supaya, atau segera. Bariri yang berarti baik, berguna, bermanfaat,
sekaligus sempurna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna dari “Pariri Lema
Bariri” berarti semangat untuk saling membangun dan menjaga daerah bukan hanya
daerah saja namun saling membantu satu salam lain antar masyarakat sumbawa agar
menjadi daerah yang maju.
8. Kabupaten Dompu
Motto Kabupaten Dompu adalah “Nggahi Rawi Pahu”. Nggahi yang artinya
bilang/mengatakan sesuatu apa yang dipkirkan dan apa yang dilihat yang keluar dari
mulut seseorang. Rawi kata yang artinya perbuatan/sikap yang hasil dari apa yang
mereka katakana terus yang dapat diaplikasikan langsung melalui sikap dan perbuatan
seseorang. Dan pahu kata pahu yang maknanya “bentuk/wujud” atau bukti nyata dari
apa yang dikatakan/bicarakandan langsung dilakukan dengan sikap/perbuatan, sehingga
tidak sia-sia apa yang mereka katakana dihadapan orang lain.
9. Kota Bima
Kota Bima merupakan kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang berada di
Pulau Sumbawa. Motto Daerah Kota Bima adalah Maja Labo Dahu. Arti Motto Maja
Labo Dahu adalah orang yang beriman dan bertaqwa akan malu kepada Tuhan, kepada
manusia dan diri sendiri dan takut kepada Allah dan juga kepada manusia apabila tidak
mematuhi perintah dan larangan agama dan adat yang baik.
10. Kabupaten Bima
Sama halnya dengan Kota Bima, Kabupaten Bima berada di Pulau Sumbawa.
Motto dari Kabupaten Bima adalah “Tohop Ra Ndai Sura Dou Labo Dana”. Arti dari
motto “Tohop Ra Ndai Sura Dou Labo Dana” adalah apapun kesulitan pada diri saya itu
tak masalah, tapi untuk masarakat saya itu lebih penting. Dengan kata lain motto dari
Kabupaten Bima yaitu mendahulukan kepentingan umun dari pada kepentingan pribadi
atau golongan. Dapat dilihat bahwa motto Kabupaten Bima sangat mendahulukan
kesejahteraan rakyat.

CERITA RAKYAT MASYARAKAT SASAMBO


1. Cerita Rakyat Suku Sasak
Salah satu cerita rakyat Suku Sasak yang sangat terkenal yaitu Cerita Putri
Mandalika atau dikenal juga dengan Putri Nyale. Cerita legenda Putri Mandalika
mengisahkan tentang seorang perempuan dari suku Sasak bernama Putri Mandalika.
Putri Mandalika dikepung oleh berbagai pinangan dari para pangeran. Namun dengan
alasan yang kuat, dia menolak semua pinangan yang datang padanya. Asal cerita Putri
Mandalika yakni dari pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Legenda Putri Mandalika ini dipercaya sebagai asal mula dari adanya tradisi Bau Nyale
di Lombok. Legenda Putri Mandalika menjadi warisan budaya yang tak ternilai bagi
masyarakat Lombok. Setiap tahun, perayaan Bau Nyale menarik perhatian tidak hanya
dari warga lokal tetapi juga wisatawan dari berbagai penjuru, menciptakan momen
berharga dalam merayakan identitas dan warisan budaya yang kaya. Untuk memahami
lebih lanjut tentang cerita Putri Mandalika, simak penjelasan tentang tokoh yang ada
dalam cerita Putri Mandalika, rangkuman cerita Putri Mandalika serta amanat dan pesan
moral yang terkandung dalam cerita.
a. Tokoh dalam Cerita Legenda Putri Mandalika
Dalam cerita legenda Putri Mandalika, terdapat beberapa tokoh utama yang
memainkan peran penting. Para tokoh ini memengaruhi alur cerita sekaligus pesan
moral yang diusung dalam cerita. Berikut ini tokoh yang ada dalam cerita Putri
Mandalika.
 Putri Mandalika
Putri Mandalika adalah tokoh utama cerita, seorang putri dari Kerajaan Sekar
Kuning di Pulau Lombok. Dia digambarkan sebagai wanita cantik, bijaksana,
dan rendah hati. Keputusannya untuk mengorbankan dirinya sendiri demi
mencegah konflik dan perang menunjukkan sifat kepemimpinan dan
pengorbanan yang tinggi.
 Raja dan Ratu
Orang tua Putri Mandalika, yaitu Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting.
Meskipun peran mereka dalam cerita mungkin tidak begitu mendalam,
kehadiran mereka menunjukkan keluarga kerajaan yang mencintai Putri
Mandalika.
 Para Pangeran
Sejumlah pangeran dari berbagai kerajaan yang datang untuk meminang Putri
Mandalika. Mereka digambarkan sebagai sosok yang tamak dan sombong, dan
penolakan Putri Mandalika terhadap mereka menunjukkan kebijaksanaan dan
keputusan moral yang kuat.
b. Ringkasan Cerita Legenda Putri Mandalika
Pada zaman dahulu, di pulau Lombok, terdapat tiga kerajaan yang saling berdekatan
dan hidup dalam damai. Salah satu kerajaan, Sekar Kuning, dipimpin oleh Putri
Mandalika, seorang wanita cantik, bijaksana, dan baik hati. Kecantikan dan
kebaikan Putri Mandalika menyebar luas, menarik perhatian banyak pangeran dan
raja, termasuk Raja Johor dan Raja Bumbang. Raja Johor dan Raja Bumbang
mengirim utusan untuk melamar Putri Mandalika. Namun, melihat potensi konflik
dan peperangan yang mungkin terjadi akibat pilihan tersebut, Putri Mandalika
merasa bimbang. Dia tidak ingin rakyatnya menderita dan mengalami kekacauan.
Akhirnya, Putri Mandalika mengambil keputusan drastis. Dia mengundang semua
raja, pangeran, dan rakyat ke pantai Seger pada tanggal tertentu. Di sana, dia berdiri
di atas batu besar dan menyatakan bahwa kebahagiaan yang diinginkannya adalah
keberlanjutan perdamaian dan kemakmuran semua kerajaan. Tanpa ragu, dia
melempar dirinya ke laut. Kejadian tersebut menyisakan rasa duka mendalam di
antara semua yang hadir. Namun, tiba-tiba, dari laut muncul cacing laut yang
menyala, yang diyakini sebagai penjelmaan Putri Mandalika, disebut nyale. Tradisi
penangkapan nyale masih dilestarikan oleh masyarakat NTB, khususnya di Lombok
Tengah, sebagai penghormatan terhadap legenda Putri Mandalika.
c. Amanat dan Pesan Moral Cerita Legenda Putri Mandalika
Cerita legenda Putri Mandalika mengandung beberapa pesan moral dan amanat
yang dapat diambil. Berikut adalah ringkasan dari pesan moral dan amanat yang
terdapat dalam cerita Putri Mandalika. Ada beberapa moral cerita pelajaran yang
bisa dipetik dari kisah Putri Mandalika. Dari Putri Mandalika, kita belajar untuk
bersikap rendah hati dan memikirkan orang lain meski dikaruniai banyak kelebihan
dalam hidup. Ada juga teladan dari raja dan ratu untuk selalu mengambil keputusan
bijaksana demi kebaikan banyak pihak, di sisi lain tetap ikhlas dan berserah diri
pada putusan Yang Maha Kuasa. Sedangkan dari para pangeran ada amanat untuk
menjauhkan diri dari kesombongan dan perilaku narsistik yang hanya akan
membawa musuh untuk diri sendiri.
 Sifat rela Berkorban
Putri Mandalika menunjukkan sifat rela berkorban yang tinggi dengan
mengorbankan dirinya sendiri demi mencegah perang dan peperangan antar
kerajaan. Amanat dari kisah ini adalah pentingnya pengorbanan tanpa pamrih
demi kebaikan bersama.
 Pentingnya kedamaian dan kerukunan
Putri Mandalika menolak pinangan para pangeran untuk mencegah konflik dan
pertumpahan darah di antara mereka. Cerita ini memberikan pesan moral
tentang pentingnya menjaga kedamaian dan kerukunan di antara masyarakat.
Amanatnya adalah untuk menghindari perpecahan dan konflik yang dapat
merugikan banyak orang.
 Kebijaksanaan dalam mengambil keputusan
Putri Mandalika mengambil keputusan besar dengan penuh kebijaksanaan,
menyadari konsekuensi dari setiap pilihannya. Amanat dari cerita ini adalah
pentingnya kebijaksanaan dalam menghadapi situasi sulit dan membuat
keputusan besar.
 Penghargaan terhadap tradisi dan budaya
Cerita legenda Putri Mandalika menjadi bagian integral dari tradisi dan budaya
masyarakat Lombok. Amanatnya mencakup penghargaan terhadap warisan
budaya dan tradisi, seperti yang tercermin dalam perayaan tahunan Bau Nyale.
2. Cerita Rakyat Suku Samawa
Seperti halnya suku lain yang ada di Nusa Tenggara Barat, Suku Samawa juga
memiliki cerita rakyat yang terkenal yakni Tanjung Menangis. Tema dari legenda
Tanjung Menangis asal Sumbawa ini adalah menepati janji yang telah diucapkan. Jika
tidak, akan ada banyak pihak yang tersakiti. Jika saja Datu Samawa menepati janjinya,
Daeng Paringgi dan Putri Lala Intan Bulaeng pasti sudah menikah. Hal itu akan
menyelamatkan Daeng dari rasa kecewa dan sang putri dari patah hati.
a. Tokoh dan Perwatakan
Dari cerita rakyat Tanjung Menangi asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ini, ada
tiga tokoh yang akan dibahas lebih dalam. Ketiga tokoh tersebut adalah Datu
Samawa, Daeng Paringgi, dan Putri Lala Intan Bulaeng. Datu Sawama sebenarnya
adalah seorang raja yang begitu mencintai rakyatnya. Ia juga seorang ayah yang
sangat menyayangi putrinya. Segala usaha ia lakukan untuk kesembuhan sang putri.
Hanya saja, dirinya tidak bisa memegang teguh janjinya. Dengan seenaknya, ia
membatalkah hadiah sayembara dan menggantinya begitu saja setelah melihat fisik
dari sang tabib yang menyembuhkan anaknya. Setelah itu, ada Daeng Paringgi. Ia
merupakan seseorang yang baik dan bijak. Dirinya datang jauh-jauh dari Sulawesi
untuk mencoba menyembuhkan putri. Meskipun raja tiba-tiba mengubah hadiahnya,
ia menerimanya dengan lapang dada dan tidak memilih jalan kekerasan. Kemudian
yang terakhir tentu saja ada Putri Lala Intan Bulaeng. Wanita ini adalah wanita
berparas cantik dan baik hati. Sayang sekali, ia harus mengalami jatuh cinta dan
patah hati di saat yang bersamaan karena ayahnya yang mengingkari janji.
b. Latar dari Cerita Rakyat Tanjung Menangis Asal Sumbawa
Secara umum, latar belakang dari cerita rakyat Tanjung Menangis ini terjadi di Nusa
Tenggara Barat, tepatnya daerah Sumbawa. Namun tenang saja, kamu pun bisa
menemukan latar spesifiknya di sini. Beberapa yang sudah disebutkan adalah
kerjaan, bukit samping kerajaan, dan laut. Selanjutnya, latar suasanya yang paling
mendominasi dalam kisah ini adalah kesedihan dan kekecewaan.
c. Alur
Seperti kebanyakan legenda-legenda yang mungkin telah kamu baca, cerita rakyat
asal sumbawa berjudul Tanjung Menangis ini menggunakan alur maju. Kisahnya
dimulai dengan Putri Lala Intan Buleang yang memiliki penyakit aneh. Datu
Samawa sudah mengundang banyak sekali tabib sakti untuk menyembuhkannya.
Namun, hasilnya tetap saja nihil. Hingga akhirnya, ia mengadakan sayembara. Nah
ternyata, yang berhasil mengobati sang putri adalah seorang kakek yang sudah
renta. Sayangnya, sang raja kemudian mengingkari janji karena tidak rela kalau
putrinya menikah dengan laki-laki tua itu. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah
sang kakek tua merupakan jelmaan seorang pemuda tampan dan Putri Lala pun
jatuh cinta padanya. Namun kemudian, laki-laki itu tetap pergi. Sang putri pun patah
hati dan tenggelam ke laut saat mengejar pujaan hatinya.
d. Pesan Moral dari Cerita Rakyat Tanjung Menangis
Lewat legenda tersebut, kamu bisa memetik banyak sekali pelajaran. Salah satunya
yaitu jangan pernah mengingkari janji yang kamu buat. Lihat saja, akibat perbuatan
raja yang ingkar janji, ia malah harus kehilangan anak perempuannya.vSelanjutnya,
setiap orang tua tentu saja menyayangi anak-anaknya. Namun, terkadang mungkin
ada caranya yang salah. Contohnya bisa kamu baca lagi cerita di atas. Selanjutnya,
jangan pernah menilai seseorang hanya karena fisiknya. Bukankah penampilan tidak
menjamin segalanya? Dan yang terakhir, kamu harus menyadari bahwa hidup ini
terkadang memang tidak bisa diduga. Kamu mungkin akan mengalami kekecewaan,
tapi bukan berarti kamu bisa melampiaskannya dengan amarah. Contohlah Daeng
Paringgi yang lapang dada menerima kekecewaannya.

3. Cerita Rakyat Suku Mbojo


Cerita rakyat yang terkenal dari Suku Mbojo adalah La Golo. Cerita Rakyat ini
mengisahkan perjalanan nasib seseorang yaitu La Golo yang mulanya dikenal sebagai
pemuda pemalas ternyata bisa berubah menjadi sosok yang bisa diandalkan.
a. Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa tokoh yang memiliki peran penting dalam perkembangan kisah di
atas. Yang pertama adalah La Golo sebagai karakter utama yang dijelaskan
sebagai pemuda pemalas dan pembuat onar. Namun, di akhir dongeng ternyata ia
bisa berubah menjadi pemuda cakap dalam berburu, memanah, dan berbakti
kepada orangtua. Sementara itu, ayah dan ibu La Golo dijelaskan sebagai orangtua
yang sangat menyayangi anaknya. Mereka juga digambarkan sebagai ayah dan ibu
yang keras karena patuh dengan adat dan tidak mau anak mereka digunjingkan
oleh para tetangga. Selanjutnya, ada karakter Sandari yang menjadi figur penting
dalam perubahan karakter La Golo. Pemburu dan petualang ini memiliki sikap
rendah hati, mau menolong, dan tidak segan membantu orang-orang yang sedang
membutuhkan. Karakter sang raja yang muncul dalam bagian akhir cerita
dikisahkan sebagai sosok yang bijaksana dan dihormati oleh rakyatnya. Ia juga
tidak ingkar janji karena menyanggupi permintaan La Golo supaya bisa pulang ke
rumah.
b. Latar
Latar dalam cerita rakyat La Golo dari NTB mengambil beberapa tempat, di
antaranya adalah rumah La Golo, hutan, kebun, alun-alun kerajaan, serta istana.
c. Alur
Alur dari kisah di atas termasuk dalam alur maju atau progresif. Dongeng dimulai
dengan perkenalan karakter sepasang suami istri yang memiliki seorang anak
pemalas bernama La Golo. Jalan cerita berkembang ketika La Golo terjebak di
dalam hutan dan bertemu dengan Sandari. Pertemuan dengan Sandari menjadi
awal mula dari perubahan karakter sang anak pemalas itu.
Puncak konflik terjadi ketika La Golo menolak hadiah emas setelah berhasil
memenangkan adu ketangkasan yang digelar oleh istana. Pada akhirnya, dongeng
ditutup dengan La Golo yang berhasil berjumpa lagi dengan kedua orangtuanya
dan hidup bahagia bersama Sandari sebagai saudara angkatnya.

d. Pesan Moral
Pesan moral dari Cerita Rakyat Terkenal Dari Nusa Tenggara Barat adalah Jadilah
anak yang mandiri dan rajin, niscaya kita akan bahagia dan sejahtera. Jangan
terlena dalam kemalasan. Jika La Golo tidak mengubah sikapnya, mungkin
nasibnya tidak akan berujung baik. Kehadiran Sandari berhasil mendorong
pemuda malas itu untuk bekerja keras sehingga bisa menjadi sosok yang lebih
dewasa dengan memiliki banyak keahlian. Meskipun kerja keras mungkin tidak
berujung pada hasil yang kamu harapkan, tapi yakinlah bahwa usaha itu tidak
akan pernah sia-sia. Selain unsur-unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang
bisa kamu simpulkan berdasarkan dongeng di atas. Sebut saja nilai-nilai yang
berlaku pada masyarakat setempat, misalnya saja nilai moral, sosial, dan budaya.

CERITA DONGENG ANAK MASYARAKAT SASAMBO


1. Dongeng Suku Sasak
BATU GOLOG
Di daerah Padamara, Nusa Tenggara Barat, tidak jauh dari Sungai Sawing,
tinggalah Amaq Lembain dan istrinya, Inaq Lembain. Mereka adalah keluarga miskin
dengan dua orang anak. Mereka bekerja sebagai buruh tani. Setiap hari mereka
berkeliling ke desa-desa untuk menumbuk padi orang lain.
Setiap kali Inaq Lembain menumbuk padi, kedua anaknya selalu ikut dengannya.
Pada suatu ketika, Inag Lembain sedang sibuk menumbuk padi. Di dekat tempatnya
bekerja, terdapat batu ceper. Si anak kemudian didudukkan di atas batu ceper tersebut.
Terjadi keajaiban, pada saat Inaq Lembain menumbuk, batu ceper itu terangkat ke atas.
Merasa ada sesuatu yang aneh, si anak yang sulung menyeru ibunya. Bu… ibu, batu ini
bergerak ke atas.” Kedua anak tersebut berseru kepada ibunya. Sementara si ibu tidak
sedikit pun berusaha menoleh.
“Bersabarlah anakku, tunggu sebentar. Lihat, masih banyak padi yang harus Ibu
tumbuk.” Inaq Lembain menjawab dengan tetap meneruskan pekerjaan menumbuk
padi.
“Ibu… batu bergerak lagi dan kami semakin tinggi…” si anak kembali
berteriak. Seperti tadi si ibu tetap bekerja dan tidak menoleh ke arah kedua anaknya. Si
anak kembali berteriak seiring dengan terus meningginya mereka dari permukaan tanah.
Entah berapa kali percakapan tersebut terus berulang, tetapi tetap saja si ibu tidak
mengacuhkan teriakan kedua anaknya.
Singkat cerita, batu ceper itu terangkat makin tinggi melebihi pohon kelapa.
Kedua anak tersebut terus berteriak ketakutan dan menangis tersedu-sedu, tetapi Inaq
Lembain tetap larut dalam kesibukannya menumbuk dan menampi beras. Teriakan
kedua anak itu semakin menjauh dan semakin terdengar samar-samar. Akhirnya suara
mereka sama sekali tidak kedengaran. Batu Golog itu semakin tinggi hingga
menjangkau awan. Setelah agak lama, barulah Inaq Lembain tersadar, ternyata kedua
anaknya telah tiada terbawa Batu Golog naik ke langit.
“Anak-anakku di mana kalian?” Inaq Lembain berteriak keras dan berusaha
mencari kedua anaknya yang sudah tidak nampak lagi di depan mata.
“Anak-anakku… jangan pergi… kembalilah kemari…!” Si ibu kembali
berteriak memanggil kedua anaknya.
“Tuhan kembalikan anak-anakku… Ampuni aku yang tidak mempedulikan
teriakan mereka… Tuhan tolonglah… Kembalikan anak-anakku… Huhuhuhu…”. Inaq
Lembain menangis tersedu-sedu sambil memohon pertolongan Sang Maha Kuasa.
Jeritan ibu yang kehilangan anaknya begitu memilukan. Inaq Lembain terus
berdoa demi keselamatan anaknya. Akhirnya, doa itu pun terkabul. Ia menerima sabuk
ajaib yang dapat membelah Batu Golog. Sekali kibas, batu itu terbelah menjadi tiga
bagian. Batu pertama jatuh dan menghunjam bumi, hingga menimbulkan getaran hebat.
Tempat tersebut kemudian diberi nama Desa Gembong. Ketika batu kedua jatuh, ada
orang yang menyaksikan jatuhnya batu tersebut. Tempat tersebut diberi nama Dasan
Batu. Batu ketiga jatuh ke bumi menimbulkan suara gemuruh yang menakutkan,
sehingga tempat tersebut diberi nama Montong Teker.
Kedua anak Inaq Lembain tiba-tiba berubah menjadi dua ekor burung. Si kakak
berubah menjadi burung Kekuwo, sedangkan adiknya menjelma menjadi burung Kelik.
Namun kedua burung tersebut tidak mampu mengerami telurnya, karena mereka berasal
dari jenis manusia.
Pesan moral dari cerita batu golog : Setiap orang tua hendaknya merawat,
mendidik dan menyayangi anak-anaknya dengan sebaik-baiknya. Kesibukan bekerja
bukanlah suatu alasan untuk mengabaikan anak-anak yang menjadi
tanggungjawabnya. Masa depan anak-anak tergantung peran orang tua
membimbing mereka. Penyesalan selalu datang kemudian, pada orang tua yang
lebih mengutamakan pekerjaan dibanding kepentingan keluarganya.

2. Suku Samawa
Kisah Sari Bulan
Tersebutlah pada suatu malam, Datu Panda’i, anak raja di Sumbawa timur
bermimpi. Dalam mimpinya, ia menikahi seorang putri cantik bernama Sari Bulan.
Atas dasar mimpi tersebut, Datu Panda’i berangkat dari istana hendak mencari Sari
Bulan dengan diiringi para prajuritnya.
Singkat cerita, Datu Panda’i bertemu Sari Bulan dan langsung
mempersuntingnya. Pada suatu hari, Datu Panda’i bersama istrinya akan kembali ke
Sumbawa. Sebelum pergi, mertuanya berpesan agar mereka tidak singgah di Pulau
Dewa, sebab pulau itu merupakan sarang para jin, setan, dan iblis. Keesokan harinya,
rombongan Datu Panda’i berlayar menuju Sumbawa. Ketika melalui Pulau Dewa, Sari
Bulan yang sedang mengidam ingin memakan daging menjangan. Kasihan melihat
istrinya, ia lupa akan pesan si mertua. Datu Panda’i dan awak kapal turun berburu
menjangan, tetapi Sari Bulan ditinggalkan sendirian dalam perahu.
Kunti, pelayan iblis, segera menyergap Sari Bulan dan mencungkil kedua
matanya, kemudian dijatuhkan ke laut. Untunglah, rambutnya yang panjang tersangkut
pada kemudi. Setelah itu, Kunti mengenakan pakaian dan perhiasan Sari Bulan. Datu
Panda’i nampak terkejut melihat muka istrinya yang buruk dan perutnya mengempis.
Sementara itu, Sari Bulan yang ikut terseret di buritan, terselamatkan oleh
seekor kerang raksasa, sehingga terdampar di tepi pantai. Namun, kerang raksasa itu
mati kelelahan. Dalam keadaan tidak sadarkan diri, Sari Bulan melahirkan bayi laki-
laki yang diberi nama Aipad. Selanjutnya, ia menjadikan kulit kerang raksasa tadi
sebagai tempat berlindung. Untuk menyambung hidup, mereka melakukan matila
(meminta-minta) kepada orang lain.
Suatu ketika, Aipad meminta-minta kepada Tangko, seorang nelayan yang
kembali dari melaut. Tangko memberi Aipad ikan paling besar hasil tangkapannya.
Lalu Aipad pulang ke rumah dan memberikan ikan itu kepada ibunya. Ajaib, ketika
membelah perut ikan, Aipad menemukan kedua biji mata ibunya. Lalu, dipasangkan
kembali sehingga ibunya dapat melihat seperti semula. Selanjutnya, Aipad dan Sari
Bulan mengabdi kepada keluarga Tangko. Tangko sangat menyayangi Aipad. Ia
kemudian membelikannya seekor anak kuda pacuan yang bagus.
Pada suatu hari tersebar kabar, bahwa Datu Panda’i akan menggelar lomba
pacuan kuda. Aipad merasa tertarik dengan kabar tersebut. Ia meminta izin pada
ibunya dan Tangko. Aipad pun berangkat hendak mengikuti lomba pacuan kuda.
Dalam hatinya sangat berharap untuk memenangkan lomba. Dalam perlombaan itu,
banyak yang ikut lomba dan kuda-kudanya tampak perkasa. Tetapi Aipad tidak gentar.
Ia berkeras hati untuk memenangkan lomba. Tidak disangka, kuda Aipad akhirnya
menjadi pemenangnya. Sangat girang hatinya. Ia kembali pulang dengan kabar
gembira. Ibunya bersuka cita dan bangga terhadap anaknya. Suatu hari Aipad diundang
ke istana untuk menerima mahkota kerajaan sebagai hadiahnya. Aipad datang bersama
Sari Bulan dan keluarga Tangko. Begitu melihat Sari Bulan, Datu Panda’i langsung
dapat mengenali istrinya dan memeluknya penuh haru.
Aipad adalah putra mahkota yang selama ini hilang. Kemudian Aipad diangk at
menjadi raja menggantikan ayahnya yang telah tua. Ketiganya berkumpul kembali
dengan bahagia. Raja Aipad mengubah nama kerajaan menjadi Kerajaan Tangko.
Sementara itu, Kunti yang jahat dikurung dalam sebuah sumur yang sangat dalam.
Pesan Moral dari Kisah Sari Bulan adalah kebaikan senantiasa akan
mengalahkan keburukan. Ketabahan don kesabaran menjalani hidup dalam
keadaan apa pun akan membuahkan hasil yang baik. Pandai-pandailah
mensyukuri nikmat Tuhan, sebab kebahagiaan akan datang tanpa kita duga.

3. Suku Mbojo
La Golo
Pada zaman dahulu di suatu desa di Bima, NTB, hiduplah sepasang suami istri
yang kaya raya, namun belum dikaruniai anak. Mereka telah sekian lama menanti
kehadiran buah hati. Mereka tak henti-hentinya berdoa meminta kepada Tuhan yang
Mahakuasa supaya dikarunia seorang buah hati. Hingga suatu hari, doa yang selalu
mereka panjatkan dikabulkan. Sang istri pun mengandung. Tidak terkira kebahagiaan
suami istri tersebut. Sembilan bulan kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki yang
sehat dan gagah, bayi itu diberi nama La Golo. La Golo memiliki arti pembuka jalan.
Orangtuanya memberi nama La Golo dengan harapan sang bayi mungil itu tumbuh
menjadi pria dewasa yang gagah berani, membuka lahan untuk pertanian, dan
memimpin masyarakat dengan bijaksana.
La Golo sebagai anak satu-satunya sungguh amat di sayang oleh kedua
orangtuanya. Sehingga Semenjak masih kecil, La Golo sangat dimanjakan orang
tuanya. Sehingga apapun yang dia inginkan selalu saja dipenuhi oleh kedua
orangtuanya. Namun karena selalu dimanjakan orang tuanya berdampak buruknya
perangai La Golo ketika beranjak remaja. La Golo memiliki sifat manja dan pemalas
tidak sesuai dengan doa yang disematkan orang tuanya pada namnya “La Golo”. La
Golo tidak mau membantu kedua orang tuanya bekrja di sawah. Sementara semua
keinginan La Golo harus dipenuhi, jika tidak La Golo selalu merengek dan menangis
bahkan mengamuk dan merusak apapun yang ada didekatnya.
Suatu hari orang tuanya berseloroh, "Dahulu aku memberi nama anak kita La
Golo, aku berharap agar setelah dewasa dengan menggunakan golo atau golok, ia
mampu membuka lahan baru untuk pertanian dan perkebunan sehingga kita tambah
sejahtera dan dapat menikmati masa tua. Namun nyatanya, anak itu benar-
benar,pemalas. Jangankan membuka lahan, membantuku di kebun saja dia tidak mau!"
kata sang suami pada istrinya. Tidak hanya itu, La Golo juga menjadi anak nakal, suka
berkelahi dan mengejek anak-anak lain. Hampir setiap hari laporan selalu dari
penduduk bahwa La Golo berkelahi dengan masyarakat baik di desa ataupun diluar
desa. Semua itu membuat kedua orang tuanya sangat malu dan bersedih hati. Sang
Ayah pun menegur La Golo. "Anak ku hendak jadi apa engkau bila terus-terusan nakal
dan pemalas?" Tegur sang Ayah kepada La Golo, namun La Golo hanya diam saja
tanpa memperdulikan Ayahnya. Ia malah asyik dengan kesibukannya sendiri membuat
pati kalo. Pati kalo merupakan mainan yang berbentuk seperti senjata api sungguhan
yang terbuat dari potongan batang daun pisang. Mainan ini digunakan ketika akan
bermain mpa'a lewa atau permainan perang-perangan. Melihat sikap putranya yang
acuh tak acuh sungguh membuat semakin sedih kedua arangtuanya. Ayah dan Ibunya
sudah berkaIi-kaIimencaba menasihatinya, namun La Golo tak berubah juga. Hingga
beranjak dewasa, La Golo tidak berubah malah memakin sulit di atur. Mereka hanya
bisa berdo’a semoga suatu saat anaknya anak berubah.
Hingga suatu hari musim kemarau telah tiba, usia La Golo tepat menginjak usia
17 tahun. Di Desa tempat tinggal La Golo memiliki kebiasaan melakukan tradisi
Nggalo Wawi yang dilakukan ketika musim kemarau datang. Tradisi Nggalo Wawi
merupakan tradisi berburu babi hutan yang dilakukan oleh masyarakat Bima dan
Dompu. Babi hutan diburu karena merupakan binatang perusak tanaman para petani,
terutama tanaman padi dan jagung. Tradisi ini wajib dilakukan oleh semua pria yang
telah beranjak dewasa. Jika ada yang tidak mematuhi, maka akan diberi hukuman yang
berat. Dan seluruh penduduk desa pun akan memandangnya sebagai pria lemah dan
pengecut.
Karena kemalasannya La Golo, tidak ingin ikut berburu babi hutan dan memberi
banyak alasan. Namun setelah di paksa oleh ayah nya, akhirnya dengan berat hati La
Golo bersedia berangkat berburu babi.
Persiapan berburu pun dilakukan oleh para pria dibantu oleh wanita. Para pria
melakukan persiapan untuk pembuatan alat-alat berburu, seperti tombak, parang, dan
panah. Alat-alat ini dapat membantu untuk menghindari dan menahan, jika terjadi
penyerangan oleh babi hutan kepada para pemburu. Sedangkan para wanita membantu
mempersiapkan bekal selama perburuan dihutan. Keperluan yang tidak kalah penting
dalam perburuan ini adalah dibawanya beberapa ekor anjing. Anjing merupakan
binatang yang paling agresif terhadap babi hutan dan ketajaman penciumannya dapat
mengetahui jejak babi yang ada di dalam hutan. Masing-masing para pemburu yang
sudah lengkap dengan alat-alat buruannya, akan membawa seokor anjing sebagai
penunjuk jalan di mana babi hutan berada. Jika hutan yang menjadi tujuan untuk
berburu terlalu rimba dan menakutkan, maka para pemburu akan melepaskan beberapa
ekor anjing saja untuk mencium keberadaan babi. Jikalau di dalam hutan tersebut
terdapat beberapa ekor babi hutan, maka anjing akan menggonggong dengan keras
sambil mengejar dan menggigit, sehingga babi yang ada di dalam hutan akan lari
keluar dari hutan. Para pemburu akan bersiap-siap di luar hutan, untuk melepaskan
tombakan jika terdapat babi hutan yang menghampiri mereka.
Hingga tiba hari keberangkatan berburu, La Golo bersiap-siap mengikuti
ayahnya dan pria-pria desa lain untuk berburu. Para pria desa, termasuk La Golo dan
Ayahnya berangkat menuju hutan sebelum matahari terbit. Hutan tersebut sebenarnya
tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 km dari Desa. La Golo yang sudah terbiasa
bermalas-malasan merasa sangat kelelahan padahal baru saja 1 km meninggalkan
Desa. Hingga ayahnya menawarkan bantuan untuk membawa peralatan berburu. La
Golo pun menyerahkan peralatan berburu dan membiarkan ayahnya membawa semua
dengan senang. Ia tidak peduli jika ayahnya sudah tua dan kelelahan juga. Ayahnya
harus membawa banyak barang sementara perjalanan masih cukup jauh. La
Golo berjalan lambat di belakang rombongan pemburu. Makin lama, makin jauh
jaraknya antara Ia dan rombongan tersebut.
Belum lama berjalan La Golo tidak melihat rombongan lagi di depannya karena
ia terlalu lambat. Ia pun memutuskan berhenti dan beristirahat di tepi jalan setapak. Ia
berteduh dibawah pohon yang rindang. Ia berpikir mereka akan kembali dengan
melalui jalan yang sama yang telah dilalui. Karena tak melihat rombongan di
depannya, La Golo kemudian memutuskan berhenti dan beristirahat di bawah pohon.
Ia pun tertidur dengan pulasnya karena udara sejuk dibawah pohon.
Na mun belum lama ia tertidur, tiba-tiba La Golo terbangun karena mendengar
suara dari balik bukit. Untuk sesaat ia tidak menghiraukannya, karena dikira mimpi
oleh dia. Namun suara itu berbunyi kembali.
"Hooo.... Hooo... ,"
La Golo mulai penasaran dan tertarik untuk mencari tahu. Ia pun mencari asal
suara itu, tanpa disadari ia sudah berjalan jauh ke balik bukit. Sampailah Ia di sebuah
pohon yang amat besar. Suara itu berasal dari sana. La Golo mendongak, dilihatnya
buah-buahan pohon tersebut bergantungan di setiap dahan. Warnanya hijau muda,
berbentuk seperti tabung berlubang. Pohon itu diperhatikan dengan seksama oleh La
Golo, hingga akhirnya ia menemukan sumber suara yang membuatnya penasaran.
Ternyata dari lubang pada buah tersebutlah angin mengalir dan membuat suara yang
tadi didengar oleh La Golo.
Setelah rasa penasarannya tuntas, La Golo berniat kembali lagi ke tepi jalan
setapak untuk menunggu ayah dan para pria lainnya pulang berburu. La Golo yang
berjalan begitu saja, tanpa memperhatikan jalan yang dilaluinya untuk mencari sumber
suara akhirnya tersesat. Ia tak ingat jalan kembali ketempat ia berteduh tadi.
Dengan bingung, La Golo berusaha mencari jalan pulang. Ia mencoba
mengingat-ingat jalan mana yang sudah dilalui olehnya. Namun sia-sia hingga
akhirnya Ia makin tersesat, masuk jauh ke kawasan di balik bukit yang penuh
pepohonan lebat. Rasa takut di hatinya mulai muncul. Berkali-kali ia memanggil
ayahnya.
Namun panggilannya hanya dijawab oleh suara "Hooo... hooo... ," dari buah-
buah tadi. La Golo pun mulai Ielah, perutnya lapar karena semua bekal dibawa oleh
ayahnya. Ia pun mencari makan dari buah-buahan yang jatuh.
Di dalam hatinya, ia mulai menyesali kenakalan dan kemalasannya. Ia sadar jika
Ia Iebih patuh pada orangtuanya, ia tidak akan tersesat seperti ini. Ia pun berjanji, jika
bisa menemukan jalan pulang, Ia akan berubah menjadi anak yang Iebih baik.
Ayah La Golo dan rombongan telah menyelesaikan perburuannya dan kembali
ke desa. Sang Ayah yang tidak mendapati putranya dalam rombongan, tidak begitu
khawatir. Beliau mengira sang putra yang pemalas telah kembali ke desa terlebih
dahulu. Namun sesampainya di rumah Ia tidak rnendapati putranya telah pulang. Ia
pun menanyakan keberadaan putranya pada sang Istri.
"Ina, dirnana La Golo? Bukannya dia sudah kernbali terlebih dahulu," tanya
sang Suami penuh khawatir akan keberadaan putranya. "Bukannya ia bersamamu
Ama, dari tadi tidak ada satu pun pria yang pergi berburu kembali, hingga kalian
datang," ujar sang Istri dengan heran. Orang tua La Golo sangat khawatir dan pergi
menghadap Kepala Adat untuk melaporkan bahwa putranya belurn kernbali. Dengan
bergegas Kepala Adat memerintahkan para pria di desa untuk kembali ke hutan
mencari La Golo.
Esok paginya para pria pun segera ke hutan dengan berbekal persenjataan guna
menghalau binatang liar. Mereka tidak lupa membawa anjing mereka untuk melacak
keberadaan La Golo. Sudah beberapa hari mereka melakukan pencarian akan
keberadaan La Golo, namun hasilnya tidak ada. Hal ini karena La Golo yang tidak tahu
arah melangkah sangat jauh dari perbatasan hutan di desanya. Orangtua La Golo pun
hanya bisa berpasrah, semoga putranya tetap selamat dan bisa segera kembali.
Berhari-hari La Golo berjalan di tengah hutan. Ia makan buah apa saja yang bisa
ditemukan, tidur di atas dahan pohon agar tak dimangsa hewan buas, dan terus berjalan
tanpa tahu arah. Sampai suatu hari, La Golo bertemu dengan seorang pemburu
bernama Sandari.
La Golo pun bercerita mengenai siapa dirinya dan apa yang menyebabkan dia
tersesat seperti sekarang. Setelah mendengar kisahnya, Sandari mengajak La
Golo berpetualang. Ia juga mengajari La Golo bertahan hidup, bekerja keras
mengumpulkan makanan serta belajar berburu.
Tidak lama kemudian, dari kejauhan mereka mendengar suara orang sedang
bercakap-cakap. Makin lama makin jelas. Mereka akhirnya berpapasan dan saling
berkenalan. Mereka bercerita mengapa sampai di tempat itu. Ternyata mereka juga
adalah anak-anak malas dan nakal yang tidak menurut kepada kedua orang tuanya
hingga tersesat di hutan seperti sekarang. Namanya La Ngepe dan La Bonggo.
Empat orang itu akhirnya menjadi sahabat. Mereka sepakat mengangkat La
Golo sebagai ketuanya. Mereka sekarang harus bekerja keras mencari buah-buahan
dan umbi-umbian untuk dimakan. Pada suatu hari, mereka bertemu dengan seekor
rusa. La Golo melihat betapa kencang larinya sang rusa. Sungguh kagum dirinya
melihat kelincahan sang rusa. La Golo ingin memiliki kepandaian berlari seperti
seekor rusa. Ia pun berlatih dan akhirnya memiliki ilmu berlari secepat rusa. Mereka
gunakan untuk lari menghidari kejaran binatang buas yang hendak menjadikan mereka
santapannya.
Setelah beberapa hari, mereka bertemu pula dengan seekor beruk yang sangat
besar. Beruk itu pun diminta mengajarkan ilmu memanjatnya. Beberapa waktu
kemudian, mereka bertemu kembali dengan seekor kerbau liar yang tanduknya
sangatkuat. Merekamerasabelum lengkapkalaubelum memiliki ilmu ntumbu (tumbuk
kepala) yang dimiliki kerbau liar itu. Mereka ingin mempergunakannya sebagai
pelindung diri dari serangan binatang buas. Mereka pun meminta sang kerbau
mengajarkan cara menyeruduk yang kuat kepada sang kerbau. Akhirnya, kerbau itu
pun mau mengajarkan ilmu tumbuk kepalanya.
Ketika dalam perjalanan mereka berpetualang, mereka bertemu dengan elang.
Mereka begitu kagum melihat mata tajam elang yang sedang mengincar mangsanya
dan begitu tepatnya bidikan sang elang dalam memangsa mangsanya. La Golo pun
dengan semangat meminta sang elang untuk mengajarkan cara memiliki mata tajam
untuk membidik sasaran. Seperti binatang lain yang mereka temui sebelumnya, sang
elang dengan senang hati mengajarkan ketajaman matanya membidik mangsa
kepada La Golo dan ketiga temannya. Dengan berbekal keterampilan yang mereka
miliki, seperti berlari secepat rusa, memanjat setangkas beruk, ntumbuk (tumbuk
kepala) sekuat kerbau, dan membidik sasaran setajam mata elang. Mereka pun
melanjutkan petualangan. Hari semakin hari La Golo pun yang sudah berubah menjadi
Iebih baik, tak henti-hentinya mempelajari keterampilan tersebut.
Hingga pada suatu hari, La Golo punya usuI untuk mencari ikan di laut. Ketiga
temannya yang lain menyetujuinya." Lalu, mereka berjalan menuju teluk kecil yang
tenang airnya. Tugas pertama adalah membendung teluk itu. Tugas inijatuh pada
Sandari karena Sandari berarti pagar pembatas air. Setelah air laut itu dibendung,
selanjutnya adalah tugas La Bonggo untuk mengeringkan airnya karena bonggo berarti
mengeringkan air. Dalam sekejap, air laut itu sudah kering dan tampak ikanikan
menggelepar. Setelah itu La Ngepe mempunyai tugas menangkap ikan-ikan itu. Ngepe
dalam bahasa Bima berarti menangkap ikan. Setelah ikan ditangkap, La Golo lah yang
mengumpulkan ikan-ikan itu. Ketika mereka sedang beristirahat sambil memikirkan
bagaimana cara memperoleh api untuk membakar ikan-ikan itu, tampaklah asap api di
kejauhan. La Golo meminta agar salah satu temannya pergi ke tempat itu untuk
membakar ikan. Mereka pun membagi tugas dengan cara diundi siapa yang akan pergi
kesumber asap.
Tugas pertama pun jatuh pada Sandari. Asap yang mengepul itu ternyata datang
dari satu-satunya rumah yang berada tengah hutan. Rumah itu milik sepasang raksasa,
yaitu Ompu dan Wa'i Ranggasasa (kakek dan nenek raksasa). Namun Sandari tidak
menyadari bahwa pemilik dari rumah sumber asap itu adalah sepasang raksasa.
Ketika sampai di rumah itu, Sandari segera menghampiri pintu rumah tersebut.
Ia berniat untuk meminta izin untuk membakar ikannya. Jika diizinkan, sebagian
ikannya akan diberikan sebagai ucapan terima kasih kepada sang pemilik rumah.
Belum saja Sandari mengetuk pintu, dari dalam rumah terdengar obrolan sepasang
raksasa yang menakutkan. Mendengar percakapan itu, Sandari lari tunggang langgang
dan meninggalkan seluruh ikannya. Sandari melaporkan kejadian itu kepada teman-
temannya.
"Di sana ada sepasang raksasa mereka hendak menangkap manusia, aku takut,
kalian saja yang pergi," ujar Sandari dengan gemetar.
Mereka pun mengundi kembali siapa yang akan pergi. Hingga akhirnya giliran
jatuh pada La Ngepe. Sebenarnya La Ngepe juga merasa takut jika berhadapan
langsung dengan sepasang raksasa itu. Namun ia malu untuk mengakuinya. Akhirnya
ia pun pergi dengan perasaan takut. Ia pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
Keluarlah sang rakasasa pria dengan kapak ditangannya. Hal ini membuat La Ngepe
semakin takut.
"Bolehkah kami menumpang membakar ikan ini, wahai raksasa. Nanti akan
kuberikan sebagian milik kami untuk mu," ujar La Ngepe dengan suara yang bergetar.
"Aku bukan saja menginginkan ikan yang kau miliki, tapi aku juga ingin
memakan habis daging mu wahai anak manusia, hahahaha," ujar sang raksasa
dengan rasa senang melihat ada mangsa dihadapannya.
Mendengar perkataan sang raksasa itu La Ngepe pun langsung berlari terbirit-
birit. La Ngepe pun gagal juga. Pengundian selanjutnya jatuh pada La Bonggo. La
Bonggo tidak jauh berbeda dengan La Ngepe ia pun merasa takut.
"Aku sungguh takut dimakan oleh sang Raksasa itu," rintih La Bonggo
"Pergilah kau, gunakan pisau ini untuk membunuh raksasa," perintah La Golo.
La Bonggo pun pergi dengan berat hati karena takut. Namun, ia mengalami
nasib yang sama seperti Sandari dan La Ngepe. Ia sambil terengah-engah karena
berlari melaporkan kejadiannya kepada La Golo.
"Aku tidak sanggup La Golo, raksasa itu sungguh menakutkan," Ujar La
Bonggo.
Akhirnya, La Golo pergi ke rumah Ompu dan Wa'i Ranggasasa, diikuti teman-
temannya yang lain. La Golo pun mendapatjawaban yang sama dari kedua raksasa itu.
Namun, La Golo tidak gentar menghadapi Ompu Ranggasasa. Dengan suara yang
lantang ia menantang Ompu Ranggasasa.
"Hai raksasa apa yang telah kau lakukan pada ketiga temanku, lawanlah aku jika
kau berani" tantang La Golo.
"Sungguh besar nyali mu wahai anak manusia, kemarilah akan kuhabisi dan
kumakan kalian hingga habis," ujar sang raksasa penuh marah.
Ketika Ompu Ranggasasa siap menyerang, La Golo pun sudah bersiap-siap
dengan ilmu ntumbu-nya. Begitu raksasa itu menyerang, La Golo pun maju
menyerudukkan kepalanya. Terjadilah benturan kepala yang sangat keras. Raksasa itu
menjerit kesakitan. Ompu Ranggasasa mati seketika. Demi keamanan, Wa'i
Ranggasasa pun dibunuhnya.
Mereka berempat kini menempati rumah raksasa itu sebagai tempat
peristirahatan beberapa hari. Dengan bebas, mereka membakar ikan di sana. Mereka
juga menemukan beberapa bahan makanan seperti buah-buahan dan beras dirumah
sang raksasa. Cukup untuk perbekalan mereka selama beberapa hari disana.
Setelah beberapa hari tinggal dirumah raksasa, habislah persediaan makanan
mereka, mereka pun harus melanjutkan pengembaraan. Melalui beberapa kilo jalan
setapak hingga sampailah mereka di sebuah desa. Di desa itu sedang ada keramaian.
Setelah mereka mencoba mencari tahu ada apa gerangan di desa itu sangat ramai.
Ternyata disana diadakan pertandingan adu ketangkasan di istana. La Golo tertarik ikut
bertanding
La Golo pun ikut bertanding. Dengan kemampuan yang luar biasa dimiliki
oleh La Golo, ia pun sangat mudah mengalahkan pesaing-pesaingnya. Pada
perlombaan Iari, ia mampu berlari dengan sangat cepat. Dengan ilmu lari yang
diperoleh dari sang rusa, ia menjadi juara lari.
Pada perlombaan memanjat pohon, dengan ilmu memanjat yang diajarkan oleh
sang beruk, ia menjadi juara memanjat pohon pinang yang telah dilumuri lemak.
Hingga gilirannya untuk mengikuti lomba memanah, Ia pun berhasil mengalahkan
para kesatria kerajaan. La Golo berhasil membidik sasarannya dengan tepat. Ia
membidik sasarannya bagaikan elang yang membidik mangsanya denga tepat.
Tibalah pada permainan terakhir, giliran La Golo mengikuti sayembara ntumbu
melawan jagoan istana. Dengan dukungan teman-temannya dan dengan tekad yang
bulat, akhimya La Golo maju. Ia duduk bersila dengan penuh hormat di depan sang
Raja menyatakan kesediaannya mengikuti ntumbu melawan jagoan istana.
Sebentar lagi perlombaan akan dimulai. Raja sendiri yang akan memimpin
jalannya perlombaan. Kepala peserta lomba diikat dengan pita berwana kuning. Raja
mempersilakan kedua pemain maju ke depan berdiri berhadap-hadapan dalam jarak
lima meter dari depan. Raja memberikan petunjuk tentang jalannya lomba.
Aba-aba sudah dimulai dan kedua pemain telah bersiap untuk berlaga. Bunyi
arubana (rebana) yang mengiringi pertarungan itu sudah sejak tadi bergema. Kepala
mereka telah siap menyeruduk laksana seekor kerbau liar. Ketika terdengar aba-aba
dan bendera kuning telah dijatuhkan, La Golo lari dan meloncat ke arah lawannya bak
seekor kerbau liar, dan "Caaaaaaak!" Kepala mereka telah beradu, terdengarlah
benturan yang amat keras. Jagoan istana itu tergeletak tak sadarkan diri. La
Golo menjadi pemenang pertandingan itu. Para penonton bersorak-sorai dan mengelu-
elukan La Golo sang juara.
Raja pun terkesan dengan kemampuan La Golo, lalu bertanya hadiah apa yang
diinginkannya selain uang. "Sungguh luar biasa kemampuanmu anak muda, hadiah apa
yang hendak engkau minta dariku?" Tanya sang raja. "Hamba dan teman-teman hamba
hanya ingin di pulang ke desa kami berasal dan bertemu dengan kedua orangtua kami
lagi, Yang Mulia," pinta La Golo pada sang Raja. "Apakah hanya itu yang engkau
pinta, wahai anak muda? Mengapa engkau tidak meminta harta atau jabatan padaku,
pasti akan kuberi," tawar sang raja pada La Golo. "Terima kasih yang Mulia, tapi
hamba sangat ingin bertemu kembali dengan kedua orangtua hamba, hamba ingin
berbakti kepada mereka yang telah tua renta," ujar La Golo dengan rendah hati.
"Baiklah, jika memang itu kehendakmu maka akan aku kabulkan," ujar sang raja
mengabulkan permintaan La Golo.
La Golo pun kemudian menjelaskan asalusulnya pada sang raja. Raja pun
memerintahkan pengawalnya untuk mencari desa asal La Golo beserta teman-
temannya. Tak perlu waktu lama, La Golo dan ketiga temannya pun akhirnya dapat
bertemu lagi dengan kedua orangtuanya. La Golo pun menangis meminta maaf akan
kesalahan yang diperbuatnya selama ini dan berjanji akan menjadi anak yang baik dan
berbakti.
"Ama..Ina.. maafkan ananda yang terlalu menyusahkan kalian berdua, ananda
janji akan menjadi anak yang baik dan berbakti pada kalian," ujar La Golo sambil
menitikkan air mata. Betapa senang orangtua La Golo melihat putranya masih hidup
dan sehat. mereka yang mengira anaknya sudah mati diterkam hewan buas, sangat
bahagia mendapatkan putra terkasihnya kembali. Mereka meneteskan air mata bahagia,
apalagi melihat perilaku La Golo sangat berubah. Mereka pun saling berpelukan untuk
meluapkan kerinduan yang telah lama tertahankan.
Untuk melepas rindu mereka yang telah lama tertahankan, La Golo dan kedua
orangtuanya saling bertukar cerita pengalaman mereka selama tidak bertemu. Tak
lupa La Golo bercerita pengalamannya berpetualang bersama ketiga teman yang ia
temui di hutan. Hingga berkelahi menghadapi sepasang raksasa jahat.
Mendengar cerita putranya, dalam hati kedua orangtua La Golo merasa bangga
akan perubahan putranya yang telah menjadi seorang pria pemberani.
Kebahagiaan orangtua La Golo bertambah melihat putranya menepati janjinya
untuk menjadi anak yang berbakti dan Senantiasa membantu orangtuanya. Ia membuka
lahan pertanian dan perkebunan, dan bekerja keras agar hasilnya dapat dijual ke pasar.
Ia tak lagi suka berkelahi maupun menganggu teman-teman sebayanya. Doa dan
kesabaran kedua orangtua La Golo sungguhlah tidak sia-sia. Putranya kini menjadi
kebanggaan mereka.
Pesan moral dari Cerita Rakyat NTB : Legenda La Golo dari Bima adalah
Menjadi anak yang rajin, mandiri dan senantiasa menyenangkan orangtua akan
membuat kita menajdi bahagia dan sejahtera.

PANTUN MASYARAKAT SASAMBO


1. Suku Sasak
a. Pantun Cinta
 Lamun mele lilit paku
Llilit paku leq teken jarang
Lamun mele berdait aku
Bedait aku leq peken doang
Artinya:
Kalau ingin melilit paku
Melilit paku pada tiang yang jarang
Kalau ingin bertemu aku
Bertemu aku hanya di pasar
 Beleq ujan arik sampe malem
(Besar huja sampai malam)
Goyo pare arik inik tiwoq
(Pasti padi tidak bisa hidup)
Beleq susah arik ntan berangen
(Sangat susah adik rasanya mencintai)
Goyo ate arik endek eroq
(Pasti hati adik rasanya sedih)
 Arak telu arik buak kenyamen
(Ada tiga adik buah kelapa)
Mun ketujur arik selak telage
(Kalau turi adik di sudut danau)
Lamun tetu arik entan berangen
(Kalau benar adik kamu mencintai)
Te merariq arik lemak inggas puase
(Kita menikah adik setelah bulan puasa)
b. Pantun Agama
 Kelak manis daun ketujur
Manggis kataq arak sepempang
Epen tangis elek dalem kubur
Tangis awak dek wah sembayang
Artinya :
Memasak sayur manis daun turi
Manggis mentah ada seranting
Yang punya tangis didalam kubur
Menangisi tubuh yang tak pernah beribadah
 Empat buak ndaq bukak
Elek atas kolokan bawang
Timak toaq ndak pade lupak
Inget ngaji dait sembayang
Artinya :
Empat buah-buahan jangan dibuka
Diatasnya ditaruhkan bawang
Walaupun sudah tua jangan pernah lupa
Ingatlah ngaji dan juga sholat.
c. Pantun Nasihat
 Kadal nonga leq kesambiq
Benang kataq setakilan
Teajah onyak deninik matiq
Payu salaq kenjarian
Artinya :
Kadal menonga dibawah pepohonan
Benang yang segulung
Dinasihati hati-hati, tak mendengarkan
Jadi salah yang ditemukan
 Arak lime buak kedondong
Arak due buak sempage
Jari kanak dendek te sombong
Dunie akhirat te bedose
Ada 5 buah kedondong
Ada dua buah jeruk
Jadi anak jangan sombong
Dunia kahirat pasti berdosa
 Bau paku leq sedin oloh
Jari kandoq mangan tengari
Pacu-pacu pade sekolah
Jari sangunte lemaq mudi
Petik Paku di pinggir sungai
Jadi lauk makan siang
Rajin-rajin sekolah
Untuk bekal kelak

2. Sumbawa
a. Cinta
Mara Kemang Tamuruk
Kekar Asar Gugir Subu
Maras Si Konang Sangara.
Lawas ini mengingatkan pengantin baru agar tidak seperti Bunga Oyong
( Tamuruk ) yang mekarnya sore hari namun gugur dan layu diwaktu subuh.
Maknanya ; bahwa apalah artinya membangun sebuah rumah tangga yang hanya
sesaat, padahal siapapun pasti menginginkan rumah tangga itu kekal sepanjang
hidup. Dari itu itu orang tua berharap, agar rumah tangga itu bisa bertahan hingga
ajal menjemput seperti yang terlukis dari sebuah lawas :
Mara Punti Gama Untung
Den Kuning No Tenri Tana’
Mate’ Bakolar Ke Lolo
Pohon pisang dilambangkan sebagai contoh yang pantas ditiru,walaupun dahannya
mati dan menguning ia takkan lepas dari pohonnya.
b. Agama dan Nasihat
Dari sebuah catatan, bahwa kehadiran Lawas bagi masyarakat Sumbawa pada
awalnya berperan sebagai media ekspresi batin manusia dan sebagai perekam
peristiwa yang terjadi di seputarnya. Apa yang tampak atau yang dipikirkan oleh
masyarakat Sumbawa tempo dulu biasanya akan disampaikan melalui Lawas.
Lawas seperti ini disebut pula dengan Lawas Loka karena sebagian besar lawas-
lawas itu masing-masing bercerita tentang masanya. Sebuah contoh ketika orang-
orang Makasar mulai berdatangan ke Sumbawa, orang-orang tua dahulu mencatat
dan melukiskan sekaligus sebagai sebuah peringatan bagi anak dadi nya
( anak,keponakannya ) dengan sebuah Lawas.
Mana Si Kapasal Cinde
Min Kadadi Tali Lampak
Ya Rik Repa’ Si Leng Tau.
Mana Si Kapasal Lutung
Lamin Dadi Lapis Songko
Soan Jonyong Si Leng Tau
Makna bait pertama lawas diatas : Walaupun kita datang dari keturunan orang
mulia, orang berada, namun jika perangai dan sikap kita tidak terjaga apalagi
menunjukkan kesombongan dan bangga akan kelebihan yang kita miliki maka pasti
akan dicampakkan oleh orang lain. Bait pertama lawas diatas menceritakan
bagaimana dahulu itu orang-orang Makassar datang dengan segala kebesaran dan
kekayaan yang melimpah ruah ditambah dengan pengikut yang sangat banyak.
Begitu pula dengan penampilan dari sebagian besar diantara mereka yang
cenderung menganggap hina penduduk asli yang rata-rata tidak memiliki harta dan
dari keturunan rakyat biasa. Lalu sebagian orang Sumbawa saat itu kebanyakan pula
mengikuti pola tingkah para pendatang itu sehingga orang-orang seperti itu dijuluki
oleh orang-orang tua dahulu dengan sebutan Tanja Makassar.
3. Bima
a. Cinta
Lao la ari tapa ao ba ura
lao la ira ta ao ba apu
apu di cela mode di gande cili
 Terjemahan kata demi kata :
lao = pergi
la = ke
ari = menunjuk daerah sebelah utara gunung Belo (Kota Bima) dan
sekitarnya bila kita berada dikawasan sebelah selatan gunung Belo.
tapa ao = dihadang/menghadang
ba = oleh
ura = hujan
ipa = seberang laut (daerah Donggo, Bolo dan sekitarnya)
apu = kabut
dicela = ditepis/dilerai/kibas
mode = kekasih
digande = dibonceng / digandeng
cili = sembunyi
 Terjemahan bebas :
Pergi ke kota dihadangkan oleh hujan
pergi kesebarang dihadang oleh kabut
kabut ditepis kekasih dilindungi
 Nilai yang terkandung di dalamnya yakni :
Demi cinta segala tantangan siap dihadapi
b. Agama
Aina mbou ba loamu sambea
Aina hodi ba loamu sahada
Niki padasa niki mai kai dosa
 Terjemahan kata demi kata :
aina = Jangan
Mbou = berlangga
ba = karena
loamu = Pintar/bisa
Sambea = Sembahyang
Hodi = Lompat – lompat karena senang
Sahada = Sahadat
Niki = Tiap
Padasa = Jeding (Tempat berwudu)
Mai = Datang/mendatangkan
Kai = Kata tambahan
Dosa = Dosa
 Terjemahan bebas :
Jangan bangga karena kamu bisa sembahyang
Jangan terlalu gembira karena kamu bisa sahadat
Pada setiap padasan kamu bisa mendatang dosa.
 Pesan yang terkandung dalam “Patu” di atas adalah :
Agar kita jangan berbuat ria (sombong) dalam beribadah kepada Tuhan.
karena hal itu bisa berdosa
c. Nasihat
Pai wara dou malao ese wura
Kadidi weaku kafero ntara
Di weha kai oi ala wunga rindi ai
Bila ada orang ke bulan
Kan kupesan sedikit bintang
Tuk menerangi saat kegelapan
Wati loa mangaku isila
Mangaku kambou tingawa sambea
Sodi di rade indo taloa cambe karidi
Jangan hanya mengaku beragama Islam mengaku hebat namun tidak salat takutlah
pada siksa kubur

RITUAL MASYARAKAT SASAMBO


1. Ritual Masyarakat Suku Sasak
a. Ritual Pernikahan atau Merariq
Salah satu ritual yang paling sering ditemui di masyarakat Suku Sasak adalah
merariq. Dalam bahasa sasak merariq adalah menikah. Pernikahan adat Sasak
merupakan salah satu warisan budaya masyarakat Lombok yang masih dipraktikkan
hingga kini. Ada beberapa upacara dan ritual unik dalam prosesi adat pernikahan
Suku Sasak. Merariq atau merari merupakan ritual awal dalam rangkaian prosesi
pernikahan adat Sasak, Lombok. Dalam tahapan ini calon pengantin laki-laki
diwajibkan untuk ‘menculik’ kekasihnya dan membawanya ke rumah saudara atau
kerabat dekat.
Sebelum melancarkan ritual merarik, pasangan kekasih akan membuat
perjanjian dan menyusun rencana untuk penculikan ini. Aksi penculikan tersebut
hanya boleh dilakukan pada malam hari, dan menjadi rahasia di antara keduanya.
Bahkan hal ini tak boleh diketahui oleh pihak keluarga atau pun orangtua calon
pengantin perempuan. Yang mengetahui rencana ini hanyalah pasangan kekasih,
dan beberapa kerabat yang akan membantu proses tersebut. Saat hari H penculikan
datang, maka sang wanita akan mencari cara untuk keluar rumah dan saat itu pula
calon pengantin pria sudah berada di luar rumah bersama kerabatnya untuk
menculiknya.
Prosesi merarik ini dilakukan oleh pasangan kekasih yang sebelumnya
memang telah berpacaran. Tentunya hal ini dilakukan atas dasar suka sama suka.
Bahkan masyarakat suku Sasak menganggap merarik yang sudah dilakukan secara
turun menurun ini lebih terhormat daripada melamar. Tradisi kawin culik ini
dikaitkan dengan cerita pada zaman dahulu kala ada seorang putri raja yang cantik
jelita. Begitu banyak laki-laki yang tergila-gila padanya. Hingga akhirnya sang raja
membangun kamar sang putri dengan perlindungan dan penjagaan ketat sehingga si
gadis aman. Setelah itu, sang raja mengadakan sayembara barang siapa yang bisa
menculik sang putri maka dia akan berhak menikahi. Merariq sendiri terdiri dari
beberapa ranagkaian ritual dan prosesi lainnya yakni :
 Prosesi Selabar
Setelah prosesi penculikan ini berjalan lancar, keesokan harinya pihak calon
pengantin pria akan meminta keluarga atau kepala dusun untuk memberitahu
pihak keluarga perempuan bahwa anaknya diculik. Setelah itu, keduanya pun
harus dinikahkan karena rumor tersebut pasti akan tersebar di seluruh desa.
Namun tentunya sebelum pernikahan, kedua belah pihak keluarga akan
membicarakan tentang persiapan pernikahan bersama. Selain itu, ketika proses
penculikan maka calon pengantin tidak boleh melakukan hal-hal yang
menimbulkan konflik. Kalau dilanggar maka calon pengantin harus membayar
denda.
 Prosesi Nuntut Wali
Beberapa hari setelah prosesi selabar dilakukan, maka akan dilaksanakan
tahapan nuntut wali. Pada tahap ini, calon mempelai pria akan mengutus orang
kepercayaannya untuk meminta kesediaan keluarga calon pengantin wanita
untuk menjadi wali pernikahan.
 Prosesi Nyongkolan
Pada acara ini pasangan pengantin akan diperlakukan bak raja dan ratu, diarak
dengan pawai menuju kediaman mempelai perempuan.
Rombongan nyongkolan terdiri dari keluarga dan kerabat dekat pengantin laki-
laki. Tujuan dari acara ini adalah mengumumkan bahwa sang gadis telah resmi
dipersunting seorang pria dan sah menjadi suami istri. Agar pasangan pengantin
dikenali dan terlihat jelas oleh masyarakat yang hadir, maka keduanya memakai
pakaian pengantin khas adat suku Sasak. Pengantin laki-laki dan perempuan
akan diarak menggunakan kuda kayu yang dipanggul empat orang pria. Jika
tidak, pengantin laki-laki akan berjalan dengan didampingi dua orang pemuda.
Sementara pengantin wanita berjalan didampingi dua orang gadis. Dalam
rombongan tersebut juga ada pemuka agama, tokoh masyarakt, kerabat,
keluarga dan sanak saudara mempelai pria. Mereka juga memakai pakaian adat
suku Sasak. Dalam prosesi arak-arakan ini akan diiringi dengan musik
tradisional Gendang Beleq, Cilokak atau Kelentang. Pada barisan paling depan,
biasanya orang-orang akan membawa kue tradisional Lombok, hasil pertanian
dan perkebunan. Makanan dan hasil bumi tersebut diberikan kepada keluarga
mempelai perempuan yang selanjutnya akan dibagikan kepada tetangga dan
anggota keluarga.
 Prosesi Sorong Serah Aji Krame
Sorong sera haji krame adalah puncak acara dari pernikahan adat Sasak.
Memiliki makna persaksian (sorong serah), derajat atau nilai (aji) dan
kemartabatan (krame), prosesi ini dihadiri oleh keluarga kedua mempelai, tamu
undangan, kepala desa dan kepala dusun kedua pihak. Acara ini biasanya juga
dihadiri oleh masyarakat umum yang memiliki peran sebagai saksi bahwa
pasangan kekasih tersebut sudah resmi jadi suami istri. Prosesi ini juga
merupakan upacara serah terima dari sisi adat antara pihak keluarga mempelai
pria dan wanita. Di awal acara rombongan pengantin tak diperbolehkan untuk
masuk ke kediaman pengantin wanita karena akan ada perdebatan alot di
upacar sorong serah hingga menemui kata sepakat terlebih dulu.
b. Upacara Rebo Bontong
Ditengah mengikisnya tradisi dan nilai-nilai kebudayaan karena modernisasi atau
masuknya budaya-budaya baru, ternyata masih ada kelompok masyarakat yang
masih mempertahankan eksistensi budaya tradisionalnya dari generasi ke kegenerasi
yaitu masyarakat suku Sasak di Desa Pringgabaya Kecamatan Pringgabaya,
Kabupaten Lombok Timur. Tradisi yang masih dipertahankan masyarakat suku
Sasak tersebut adalah tradisi Rebo Bontong. Tradisi Rebo Bontong merupakan suatu
tradisi dalam bentuk upacara rutinitas yang tumbuh kembang di dalam masyarakat
suku Sasak khususnya di masyarakat Desa Pringgabaya Lombok Timur.
Keberadaan tradisi Rebo Bontong telah ada sejak zaman dahulu kala dan merupakan
warisan yang masih dilestarikan yang dijadikan sebagai kegiatan rutinitas setiap
tahunan oleh masyarakat Desa Pringgabayadan sekitarnya. Tradisi Rebo Bontong
merupakan perpaduan tradisi dan unsur agama. Masyarakat suku Sasak umumnya,
meyakini bahwa sejak malam Rabu sampai dengan hari Rabu pada minggu terakhir
bulan Safar, Allah SWT menurunkan banyak bala’ kedunia. Istilah Rebo Bontong,
menurut bahasa Sasak, Rebo artinya hari Rabu, sedangkan Bontong berarti (ujung/
terakhir), sehingga Rebo Bontong berarti Rabu akhir pada bulan Safar. Rebo
Bontong diartikan sebagai upacara tolak bala (menolak bahaya).Tradisi Rebo
Bontong biasanya dilakukan di Pantai Ketapang dan Pantai Tanjung Menangis di
Desa Pringgabaya.
c. Bau Nyale
Bau Nyale merupakan suatu acara adat yang muncul berkat sebuah legenda tentang
Putri Mandalika. Menurut bahasa Sasak, bau artinya menangkap, sedangkan nyale
adalah sejenis cacing laut yang hidup di lubang dan batu karang di bawah
permukaan laut. Jadi, tradisi ini secara harfiah berarti menangkap cacing laut. Putri
Mandalika adalah putri dari seorang raja ternama yang terkenal dengan paras cantik
rupawan dan kebaikan hatinya. Karena itu, Putri Mandalika menjadi idaman banyak
pangeran sehingga menjadi rebutan dan membuat persaingan yang mengancam
keutuhan dan kerukunan masyarakat Lombok. Demi mempertahankan kerukunan
itu, Putri Mandalika pun melakukan sebuah ritual semadi untuk menentukan apa
yang harus dilakukan kepada para pangeran yang ingin meminangnya. Dari semadi
itu, Putri Mandalika akhirnya mendapatkan sebuah petunjuk (wangsit) untuk
mengundang dan mengumpulkan seluruh pelamar yang ingin meminangnya di
Bukit Seger, Mandalika. Namun, disaat semua berkumpul alih-alih memilih seorang
pangeran, Putri Mandalika justru memutuskan untuk tidak memilih siapapun
diantara mereka karena rasa cintanya yang besar kepada masyarakat dan ingin
semua hidup dalam kerukunan dan kedamaian, Putri Mandalika pun kemudian
terjun ke Laut. Seluruh orang yang hadir sontak terkejut dan langsung ikut
menceburkan diri ke laut berlomba-lomba untuk menyelamatkan Putri Mandalika,
namun sayangnya tak ada satu pun yang berhasil menemukannya. Setelah kepergian
Putri Mandalika itu, munculah kumpulan cacing berwarna-warni dengan jumlah
yang sangat banyak di pantai tempat Putri Mandalika menceburkan diri dan
menghilang, dan hewan inilah yang kemudian disebut NYALE. Semenjak saat itu,
masyarakatpun memercayai bahwa nyale adalah jelmaan dari Putri Mandalika. Dan
sebagai bentuk penghormatan, diadakanlah ritual adat setiap tanggal 20 pada bulan
10 (menurut perhitungan Kalender Sasak), bertepatan dengan waktu di mana Putri
Mandalika menghilang.
2. Ritual Masyarakat Suku Samawa
a. Malam Barodak
Salah satu tradisi yang sudah mengakar dalam masyarakat Sumbawa adalah
tradisi barodak yang dilakukan sebelum pernikahan. Barodak berarti melulur calon
pengantin dengan bedak tradisional Suku Samawa yang bahannya terbuat dari
tumbuh-tumbuhan. Tradisi ini masih dapat dijumpai di wilayah Kabupaten
Sumbawa maupun di Kabupaten Sumbawa Barat.
b. Ritual Basaturen
Ritual Basaturen atau pemberian makanan kepada leluhur yang diselenggarakan di
pantai merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur. Sehingga seseorang yang
telah melakukan suatu acara khitan, pernikahan, maupun bayar jangi (rasa syukur
atas kesembuhan dari penyakit) harus melaksanakan ritual Basaturen, jika ritual
tidak dilaksanakanmaka akan mendatangkan mala petaka bagi mereka. proses
pelaksanaan ritual Basaturen berlangsung dalam 2 tahapan yaitu:satokal isi bangka
ode dan maning suci. Adapun benda yang digunakan dalam ritual basaturen yaitu
bangka ode, teleku kayu, dan kre putih. Hasil penelitian ini juga menemukan tujuan
dan manfaat dari ritual basaturen yaitu tujuan diadakannya Ritual Basaturen adalah
untuk memberikan suatu penghormatan kepada leluhur atau nenek moyang.
Sedangkan manfaat dari diadakannya Ritual Basaturen yaitu mengajarkan sikap
toleransi, selalu bersyukur, terhindar dari perbuatan mungkar, selalu merasa tenang,
selalu diberkati sehingga terhindar dari bencana-bencana yang akan menimpanya
dan kunci perkembangan masyarakat sumbawa agar bangkit dari hegemoni adalah
pembudayaan rasa malu (kangila). Rasa malu (kangila) tersebut terkandung dan
merasuk sanubari.
c. Pasaji Ponan
Tradisi pasaji ponan atau biasa disebut ponan merupakan sebuah tradisi sebagai
bentuk rasa syukur pada saat padi akan berbuah atau bunting. Tradisi ini dilakukan
oleh beberapa desa di Kabupaten Sumbawa, tepatnya Kecamatan Moyo Hlir. Setiap
tahunnya, setiap akan bergantian menjadi tuan rumah pelaksanaan tradisi ini,
khususnya Dusun Lengas, Dusun Poto, dan Dusun Sameri. Dalam tradisi ini,
terdapat berbagai macam pertunjukan dan kesenian yang ditampilkan serta
menyajikan pelbagai macam makanan khas Sumbawa. Pada awalnya, tradisi ini
hanya berupa ucapan doa dan zikir. Seiring berjalannya waktu, pemerintah daerah
setempat menjadikan acara ini sebagai acara untuk mendorong daya tarik
pariwisata.
d. Malala
Tradisi malala merupakan sebuah tradisi masyarakat Suku Sumbawa untuk
membuat minyak obat dari ramuan alami yang dididihkan. Biasanya minyak obat
tersebut berasal dari bahan kelapa. Prosesi pembuatan minyak obat ini hanya bisa
dijumpai pada saat bulan Muharram di kalender Hijriah saja. Tak semua orang dapat
membuat minyak obat ini karena hanya dukun atau tabib daerah setempat yang bisa
melakukan tradisi ini. Para dukun atau tabib tersebut dikenal dengan sebutan sandro.
Hal ini dikarenakan tradisi ini kerap dilakukan dengan cara mengaduk minyak
menggunakan tangan dalam keadaan mendidih dan nyala api sedang membara.
3. Ritual Masyarakat Suku Mbojo
a. Rimpu
Rimpu merupakan tradisi berbusana untuk kaum perempuan suku Bima dengan
menggunakan sarung tenun khas Bima yaitu “Tembe Nggoli”. Cara pemakaiannya
membutuhkan dua lembar kain, yaitu satu lembar kain pertama yang dililitkan ke
kepala dan menyisakan bagian terbuka untuk wajah, lalu sisa kain dijulurkan
hingga ke perut menutupi lengan dan telapak tangan. Kemudian untuk kain kedua
dikenakan dengan cara melipatkan kain di pinggang hingga ke bawah seperti
penggunaan kain sarung pada umumnya. Konon, tradisi berbusana ini sudah ada
sejak jaman Kesultanan Bima. Meskipun tradisi berbusana rimpu ini sudah mulai
jarang digunakan oleh generasi muda suku Bima sekarang, namun kini mulai
sering diperkenalkan kembali pada acara-acara kebudayaan yang diadakan oleh
dinas kebudayaan setempat.
b. Peta Kapanca
Salah satu tradisi yang masih berjalan saat ini ditengah masyarakat suku Bima
adalah Peta Kapanca. Peta Kapanca adalah ritual khusus bagi calon pengantin
wanita suku Bima sebelum menikah. Ritual Peta Kapanca dilakukan satu hari
sebelum prosesi akad atau pesta pernikahan. Pada ritual ini, kapanca atau daun
pacar yang sudah dihaluskan akan ditempelkan di kedua telapak tangan calon
pengantin wanita secara bergilir oleh ibu-ibu pemuka adat, tokoh masyarakat dan
tokoh agama. Makna filosifis dari tradisi Peta Kapanca ini yaitu, daun pacar yang
dilumatkan dan ditempelkan pada kedua telapak tangan sang calon pengantin
wanita sebagai simbol bahwa sebentar lagi calon pengantin wanita tersebut akan
menjadi seorang istri dari calon pengantin pria yang sudah meminangnya. Hingga
kini, tradisi ini masih terus dipertahankan oleh masyarakat suku Bima.
c. Ampa Fare
Ampa fare diambil dari dua kata yaitu ampa yang berarti mengangkat dan fare
yang berarti padi. Tradisi ini merupakan salah satu tradisi menyimpan hasil panen
padi ke lumbung yang disebut masyarakat Suku Bima dengan Uma Lengge. Hasil
tani yang sudah dipanen dinaikan secara bersama-sama ke dalam Uma Lengge
dan disimpan sebagai cadangan pangan. Tradisi yang konon sudah berlangsung
sejak abad ke-8 ini mengandung makna doa dan ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas keberhasilan hasil panen yang melimpah serta
mengajarkan masyarakat agar selalu hidup berhemat.

Anda mungkin juga menyukai