KELOMPOK 2 :
ALIF HOLIDI
ASTRID SALSANABILA
IRFAN SAPUTRA
NABILA GAZI
SASI CAHYA KIRANA
SEJARAH TAU SAMAWA
Kesultanan Sumbawa atau juga dikenal dengan
Kerajaan Samawa adalah salah satu dari tiga
kerajaan Islam besar di Pulau Sumbawa.
Keberadaan Tana Samawa atau wilayah
Sumbawa, mulai dicatat oleh sejarah sejak
zaman Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak
banyak sumber tertulis yang bisa dijadikan
bahan acuan untuk mengungkapkan situasi
dan kondisi pada waktu itu.
Monarki Kesultanan
Tau samawa asal kata dari Tau yang berarti orang, dan Samawa adalah nama lain
dari Sumbawa. jadi Tau samawa adalah orang yang menempati atau masyarakat yang
menempati pulau sumbawa,tausamawa juga adalah sebuah suku yang mendiami
pulau sumbawa. Samawa adalah sebutan yang biasadigunakan oleh penduduk lokal
untuk Sumbawa. Berubahnya kata samawa menjadi Sumbawa lebihdipengaruhi oleh
penjajahan belanda pada masa lampau tepatnya pada jaman kolonial
Belanda.Penjajah belanda meyebut Samawa dengan kata Zhambava dan seiring
waktu dan juga penyebutandengan lidah indonesia Zhambava menjadi sumbawa,
sama halnya dengan daerah-daerah lain di Indonesia seperti Jawa menjadi Java.
Next..
Sebelum Dalam Loka dibangun di atas lokasi yang sama pernah dibangun pula
beberapa istana kerajaan pendahulu. Diantaranya Istana Bala Balong, Istana
Bala Sawo dan Istana Gunung Setia. Istana-istana ini telah lapuk dimakan usia
bahkan diantaranya ada yang terbakar habis di makan api. Sebagai gantinya,
dibangunlahsebuah istana kerajaan yang cukup besar ukurannya beratap
kembar serta dilengkapi dengan berbagai atribut. Istana yang dibangun terakhir
ini bernama Dalam Loka.Peninggalan Kesultanan Sumbawa ini didirikan pada
tahun 1885 oleh Sultan Muhamad Jalaluddin III (1883-1931).
Next..
Kemudian areal bersejarah lainnya, yakni " Lenang Lunyuk " atau
lapangan besar yang berada dibagian atau samping barat Istana
Tua, sekarang sudah hilang menjadi bagian atau komplek Mesjid
Nurul Huda Sumbawa Besar bahkan termasuk mesjid tersebut
yang dulunya bernama " Masjid Makam "adalah peninggalan
sejarah masa lalu yang semestinya tidak dilakukan perombakan
total karena baik Istana Tua, Lenang Lunyuk dan Masjid Makam
itu adalah bagian dari sebuah sejarah yang tidak terpisahkan satu
sama lain.
Next
Jika kita melintas didepan Bale Jam atau wisma daerah, kita mungkin tidak
sadar berada diatas sebuah jalan yang khusus diberi nama Jalan Pahlawan
dan jika kita menghadap ke utara akan terlihat sebuah lapangan yang
namanya juga Lapangan Pahlawan. Kecuali Jalan Pahlawan, Lapangan
Pahlawan yang memiliki alur sejarah tersendiri walau tidak terlepas dari
sejarah wisma daerah itu, kini sudah berubah fungsi menjadi taman kota.
Membuat taman kota ini,sama saja dengan aksi menghilangkan nilai
sejarah.
Next..
Berbatasan dengan lapangan pahlawan ada sebuah parit yang sangat terkenal. Parit
ini bernama " Kokar Dano ". Kokar berarti parit yang hanya pada musim
penghujan mengalirkan air. Dano adalah nama seseorang yang menjadi penunggu
atau pengawas dari parit tersebut. Parit ini tidak terbentuk secara alami, namun
khusus dibuat pada saat pembangunan baru Istana Tua pada tahun 1885. Kokar
Dano ini berawal dari Kantor Camat Sumbawa sekarang bersambung dengan aliran
parit dari sawah yang berada dibagian timurnya. Kokar dano ini hanya sepanjang 1
Km dan berujung di sungai brang bara ( belakang komplek perokoan Jl.Kartini
sekarang ).
Di Kokar Dano ini dibangun sebuah jembatan kayu ( letaknya berseberangan dengan
kediaman alm.H.Khaeruddin Nurdin sekarang ). Lewat jembatan kecil ini lah setiap
tamu kerajaan dipersilah memasuki areal istana kerajaan.Tamu-tamu yang dimaksud
adalah tamu yang akan menghadap Raja. Mereka biasa datang dari jauh, dari sebe
ranglautan.
Para tamu kerajaan yang datang dari seberang lautan, menambatkan kapalnya persis di
pelabuhan Jembatan Pelimpat sekarang ( jembatan menuju bandar udara brang biji )
Dari sini para tamu itu dipersilahkan untuk berteduh atau berkemah di sebuah tempat
yang sekarang dikenal dengan Karang atau Desa Bugis, tepatnya di bagian Barat
jl.Mawar Sumbawa Besar. Tempat ini juga disebut sebagai karang Makam, karena
disinilah dikuburkan para tamu yang datang dari jauh. Disebut Karang Bugis, karena
orang yang pertama datang menemui sultan sumbawa kala itu datang dari bugis
Sulawesi.
Setiap tamu yang datang menghadap raja, harus menambatkan kudanya di seberang
kokar dano. Tempat tambatan kuda, tamu raja sumbawa itu, kemudian menjadi
bioskop seorang tokoh tionghoa dan sekarang bediri sebuah pusat perbelanjaan.
Kesultanan Sumbawa
Kerajaan Samawa
1674–1958
Raja- raja SUMBAWA
• Dewa Maja Paruwa (Dinasti Dewa Awan Kuning) - Sebelum 1618 – 1632
Raja Samawa yang pertama dari kerajaan (kecil) Sampar Kemulan dari
dinasti Dewa Awan Kuning yang telah memeluk agama Islam.
• Dewa Mas Pamayan/Raden Untalan. Catatan: Sejarawan Belanda, H. J. de
Graaf menyatakan bahwa Mas Cini atau Mas Pamayan adalah putera raja
Selaparang yang dilantik menjadi raja Selaparang dan Sumbawa pada
tanggal 30 November 1648. Dewa Mas Pamayan disebut juga Dewa Mas
Cini (menurut Speelman) pada tanggal 24 Desember 1650 menikahi
Karaeng Panaikang Daeng Niaq adik tiri Raja Tallo (Harun Al Rasyid).
• Dewa Mas Gowa / mantan Raja Utan (1668-1674).
• Mas Bantan Datu Loka (Sultan Abdurrahman ?) alias Dewa Masmawa
Sultan Harunnurrasyid I (1672/1675 – 1701) - anak Amas Penghulu +
Raden Subangsa Pangeran Taliwang[17][18][19][20][21]; pada tanggal 29 Juni
1684 menikahi Kareng Tanisanga (saudara perempuan Raja Tallo Abdul
Qadir) atau puteri Tumenanga ri Lampana dari Gowa.
• Mas Madura/Kalimullah/Dewa Mas Madina Datu Taliwang (1701
– 12 Februari 1725) /Sultan Jalaluddin Muhammad Syah I (1725
– 1731) Ammasaq / Datu Bala Balong/ Datu Semong / Datu Apit
Aik - anak Sultan Harunnurrasyid I; - saudara kandung Dewa Maja
Jareweh (Mas Palembang). Riwa Batang: Raja Tua Datu Bala
Sawo Dewa Loka Ling Sampar / Datu Seran (1723-1725) - saudara
kandung Sultan Muhammad Jalaluddin Syah
• Datu Gunung Setia / Jalaluddin Datu Taliwang (1725-1732)
• Dewa Maswawa Sultan Muhammad Kaharuddin I / Datu Poro /
Dewa Mas Mappasusung / Dewa Sesung Mappadusu / Datu
Taliwang bin Dewa Maja Jareweh + Karaeng Bontomajene (1732-
1758) - suami ke-2 Sultanah Siti Aisyah.
• Dewa Maswawa Sultanah Siti Aisyah (I Sugiratu Karaeng Bonto
Parang) binti Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I (1758-1761)
ibunda Karaeng Bonto Masugi; neneknda Mahmud Daeng Sila
Karaeng Baroanging.
• (a.) Dewa Maswawa Sultan Lalu Onye Datu Ungkap
Sermin (Dewa Lengit Ling Dima) bin Datu Sepe (putera Datu Budi
+ Dewa Iya) (1761-1763);
• (b.) Hasanuddin (Alauddin) Datu Jereweh
• Dewa Maswawa Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II bin
Pangeran Aria bin Raja Banjar Sultan Tahmidillah 1 (1762-1765)];
suami Datu Baing (Datu Bonto Paja) anak dari Sultanah Siti Aisyah
binti Sultan Muhammad Jalaluddin I.
• Dewa Maswawa Sultan Mahmud (Pangeran Mahmuddin) bin
Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II - anak dari Datu Baing/Datu
Bonto Paja binti Karaeng Bonto Langkasa; suami Ratu Laiya, adik
raja Banjar Sultan Tahmidillah 2 / Sunan Nata Alam.
• Riwa Batang: Dewa Mappaconga Mustafa / Datu Taliwang -
Pemangku Sultan (1765-1775)
– Riwa Batang: Datu Busing Lalu Komak (1775-1777)
• Dewa Maswawa Sultan Harunnurasyid II (Lalu
Mahmud/Datu Budi/Datu Seran) (1777-1791)
• Dewa Maswawa Sultanah Shafiyatuddin (Daeng Massiki)
binti Sultan Harunnurrasyid II bin Hasanuddin (Alauddin)
Datu Jereweh; (1791-1795) - permaisuri Sultan Abdul Hamid
Muhammad Syah (Raja Bima VIII).
• Dewa Maswawa Sultan Muhammad Kaharuddin II (Lalu
Muhammad) bin Sultan Mahmud dengan Ratu Laija binti Raja
Banjar - (m. 1795-1816)
– Riwa Batang: Nene Ranga Mele Manyurang (1816-1825)
- Pemangku Kerajaan
– Riwa Batang: Gusti Mele Abdullah (1825-1836) -
Pemangku Kerajaan
• Dewa Maswawa Sultan Lalu Mesir bin Sultan Muhammad
Kaharuddin II (1837-1843
• Dewa Maswawa Sultan Lalu Muhammad
Amrullah (Amaroe'llah) bin Sultan Muhammad Kaharuddin II
(1843-1882) 2 Agustus 1857.
• Dewa Maswawa Sultan Muhammad Jalaluddin Syah
III (Dewa Marhum) bin Mas Kuncir Datu Lolo Daeng
Manassa (Datu Raja Muda) bin Sultan Amrullah - (m. 1882-
1931)
• Dewa Maswawa Sultan Muhammad Kaharuddin III bin
Sultan Muhammad Jalaluddin III dengan Siti Maryam Daeng
Risompa Datu Ritimu - (m. 1931-1975)
• Dewa Maswawa Sultan Muhammad Kaharuddin IV bin
Sultan Muhammad Kaharuddin III dengan Siti Khodijah
Daeng Ante Ruma Pa'duka binti Sultan Salahuddin Makakidi
Agama Raja Bima XIII - (m. 2011-Sekarang)
•
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
WASSALAM…………..