Anda di halaman 1dari 16

RANGKUMAN SEJARAH KERAJAAN DI INDONESIA

5 Kerajaan Tertua di Indonesia:

1. Kerajaan Kutai - 4 Masehi


Kerajaan Kutai adalah kerajaan bercorak Hindu tertua di Nusantara yang berdiri
pada abad ke-4 Masehi. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Raja Mulawarman dan mengalami keruntuhan pada Maharaja
Dharma Setia, raja terakhir kerajaan tersebut.
Periode kerajaan ini diketahui berdasarkan penemuan tujuh buah Prasasti Yupa
yang ditemukan di Bukit Brubus, Muara Kaman, pedalaman Sungai Mahakam di
Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur.

2. Kerajaan Tarumanegara - 4 Masehi


Kerajaan ini berdiri pada abad ke-4 dan runtuh pada abad ke-7 M. Tarumanegara
menjadi salah satu kerajaan Hindu terbesar yang pernah ada di Indonesia.
Berdasarkan bukti sejarah seperti prasasti, Kerajaan Tarumanegara terletak di
daerah Bogor, Jawa Barat dan berkembang antara tahun 400-600 M.
Kerajaan Tarumanegara mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Hindu India. Hal
tersebut diketahui dari kepercayaan yang dianut, bahasa Sansekerta, dan huruf
Pallawa yang tertulis dalam prasasti.

3. Kerajaan Sriwijaya - 7 Masehi


Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Budha yang sempat menjadi simbol kebesaran
Sumatra pada masa lampau. Kebesarannya disebut-sebut dapat mengimbangi
Kerajaan Majapahit di timur.
Kerajaan Sriwijaya lahir pada abad ke-7 Masehi dengan pendirinya yang bernama
Dapunta Hyang Sri Jayanasa.

4. Kerajaan Mataram Kuno - 8 Masehi


Kerajaan Mataram Kuno diketahui berdiri pada abad ke-8 hingga abad ke-11 M.
Kerajaan ini juga dikenal dengan sebutan Bhumi Mataram.
Mengutip buku Sejarah SMA/MA Kls XI IPS oleh Ignaz Kingkin Teja Angkasa, J.
Sumardianta, A. Ferry T. Indratno dan H. Purwanta, Prasasti Canggal menjadi salah
satu bukti sejarah kerajaan ini.
Prasasti Canggal ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta. Prasasti ini juga menyebutkan tentang pendirian sebuah lingga di Bukit
Sthirangga oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 M.

5. Kerajaan Majapahit - 13 Masehi


Kerajaan Majapahit menjadi kerajaan Hindu-Buddha terakhir di nusantara. Kerajaan
ini lahir pada hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja pada 1293.
Awalnya, Majapahit berpusat di Mojokerto, Jawa Timur, namun pada era
Jayanegara (1309-1328), ibu kota dipindahkan ke Trowulan sejak Girindrawardhana
berkuasa dan pusat Majapahit berpindah lagi ke Kediri.
Majapahit mencapai puncak kejayaan dibantu oleh mahapatihnya yakni di bawah
perintah Gajah Mada (1313-1364) dengan menguasai lebih banyak wilayah timur
nusantara.
Nah, itulah sederet kerajaan tertua di Indonesia berdasarkan catatan sejarah.

Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia dan Peninggalannya

Islam seperti diketahui menjadi agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat
Indonesia saat ini. Sekitar 87,2 persen penduduk Indonesia diketahui beragama
islam.
Persentase tersebut tak lepas dari sejarah yang ada di wilayah Indonesia atau
Nusantara. Seperti diketahui ada beberapa kerajaan islam besar tersebar di
Indonesia. Kerajaan-kerajaan itu lantas mempengaruhi penyebaran agama islam di
Indonesia.  Berikut ini, adalah 10 kerajaan islam yang pernah ada di Indonesia.
Kerajaan Islam Pertama Di Indonesia
1. Kerajaan Perlak atau Kesultanan Peureulak (840-1292)
Kerajaan Perlak atau yang dikenal juga dengan Kesultanan Peureulak adalah
kerajaan islam di Indonesia yang didirikan pada 840 masehi. Kerajaan Perlak ini
terletak di daerah Peureulak, Aceh Timur.
Ketika itu, wilayah Perlak banyak dikunjungi oleh para pedagang yang berasal dari
Arab, Gujarat, dan Persia karena mampu memproduksi kayu perlak yang menjadi
bahan baku dari kapal.
Kedatangan para pedagang dari Timur Tengah itu lantas membuat perkembangan
islam di Perlak berkemban pesat. Sebab, beberapa wanita lokal menikah dengan
para pedagang muslim pendatang.
Alhasil, munculah Kerajaan Perlak yang pertama kali dipimpin oleh Alaidin Sayyid
Maulana Aziz Syah. Kerajaan Perlak berdiri cukup lama, yaitu dari periode 840
masehi hingga 1292.
Pada akhir masa kejayaannya, Kerajaan Perlak dipimpin oleh Muhammad Amir
Syah yang merupakan mertua dari sosok penting di Kerajaan Samudera Pasai, yaitu
Malik Saleh.
Peninggalan Sejarah
Peninggalan dari Kerajaan Perlak adalah makam dari salah satu raja bagian
Kerajaan Perlak, yaitu Benoa yang diketahui berada di Sungai Trenggulon.
Berdasarkan penelitian batu nisan makam tersebut diperkirakan dibuat pada abad
ke-11 M.

2. Kerajaan Ternate (1257)


Kerajaan Ternate atau yang juga dikenal dengan nama Kerajaan Gapi. Sesuai
dengan namanya, kerajaan ini terletak di wilayah Ternate, Maluku Utara.
Kerajaan Ternate pertama kali didirikan oleh sosok bernama Sultan Marhum pada
tahun 1257. Kerajaan Ternate menjadi salah satu kerajaan tersukses di Maluku
karena mereka menjadi salah satu sumber rempah-rempah terbesar.
Oleh karena itu, selain menyebarkan agama islam, Kerajaan Ternate juga
berdagang rempah-rempah sebagai mata pencaharian.
Salah satu pemimpin dari Kerajaan Ternate yang paling terkenal adalah Sultan
Baabullah, putra dari Sultan Harun yang juga pernah menjabat sebagai pemimpin
Kerajaan Gapi. Sultan Baabullah berhasil membawa Kerajaan Ternate meraih
kejayaannya.
Peninggalan Sejarah
Kerajaan Ternate ini menjadi salah satu kerajaan islam tertua di Indonesia.
Peninggalan dari Kerajaan Ternate antara lain Makam Sultan Baabullah, Masjid
Sultan Ternate, Keraton Kesultanan Ternate, serta Benteng Tolukko.

3. Kerajaan Samudera Pasai (1267-1521)


Kerajaan Samudera pasai pertama kali didirikan oleh Sultan Malik Al Saleh atau
yang dikenal dengan nama Meurah Silu. Kerajaan Samudera Pasai pertama kali
didirikan pada tahun 1267.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Sultan Malik Al Saleh merupakan putra
dari Muhammad Amir Syah yang merupakan raja dari Kerajaan Perlak. Oleh karena
itu, Kerajaan Samudera Pasai ini merupakan gabungan dari Kerajaan Perlak dan
Kerajaan Pase.
Kerajaan Samudera Pasai menjadi salah satu kerajaan islam tersukses di
Nusantara. Sebab, Samudera Pasai menjadi salah satu pusat perdagangan rempah-
rempah. Oleh karena itu, Samudera Pasai didatangi oleh para pedagang yang
berasal dari Arab, Persia, India, bahkan sampai Tiongkok. Bahkan, Samudera Pasai
mengeluarkan mata uang dirham atau emas murni untuk menjadi alat tukar resmi.
Pada akhirnya Kerajaan Samudera Pasai runtuh pada 1521 karena adanya konflik
internal yaitu perebutan kekuasaan dan juga perang saudara. Selain itu, mereka
juga diserang oleh Portugis.
Peninggalan Sejarah
Ada banyak peninggalan bersejarah dari Samudera Pasai yang ditemukan.
Peninggalan-peninggalan itu seperti makam raja-raja di Kampung Geudong, Aceh
Utara, Dirham, Cakra Donya, dan Naskah Surat Sultan Zainal Abidin.

4. Kerajaan Gowa (1300-1945)


Kerajaan Gowa pertama berdiri sekitar tahun 1300 di wilayah Sulawesi Selatan.
Kerajaan ini juga menjadi salah satu kerajaan yang memiliki perkembangan yang
pesat, terutama saat bergabung dengan Kerajaan Tallo pada abad ke-16.
Gabungan dua kerajaan itu kemudian dipimpin oleh Sultan Alauddin dan memilih
agama islam sebagai agama resminya.
Letak dari Kerajaan Gowa ini terbilang cukup strategis, karena berada di wilayah
jalur pelayaran. Masa kejayaan dari kerajaan Gowa terjadi ketika dipimpin oleh cucu
dari Sultan Alauddin, yaitu Sultan Hasanuddin.
Masyarakat dari Gowa sendiri memiliki mata pencaharian sebagai nelayan,
pedagang, dan juga membuat kapal pinisi.
Peninggalan Sejarah
Adapun peninggalan dari kerajaan Gowa ini adalah tempat-tempat wisata seperti
Istana Tamalate, Masjid Tua Katangka, Museum Balla Lompoa, Benteng Somba
Opu, dan juga Benteng Fort Rotterdam.

5. Kesultanan Malaka (1405-1511)


Kesultanan Malaka adalah kerajaan islam Melayu yang terletak di Malaka. Kerajaan
ini didirikan pada tahun 1405 oleh seorang bernama Parameswara.
Pada awalnya, masyarakat dari Malaka bukanlah seorang muslim, tetapi dengan
berkembangnya kepemimpinan Kerajaan Malaka, masyarakat mulai ikut menganut
agama islam.
Kerajaan ini juga dikenal menguasai jalur pelayaran dan perdagangan di Selat
Malaka pada abad 15.
Kerajaan Malaka terakhir kali dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah. Kerajaan ini
lantas runtuh karena mendapatkan serangan dari Portugis pada 1511. Penyerangan
Portugis terhadap Kerajaan Malaka ini lantas menjadi awal mula serangan militer
dari Eropa ke Nusantara.
Peninggalan Sejarah
Peninggalan dari Kerajaan Malaka adalah Masjid Baiturrahman Aceh dan Masjid
Agung Deli.

6. Kerajaan Islam Cirebon (1430-1677)


Kerajaan Islam Cirebon pertama kali didirikan pada tahun 1430 oleh Pangeran
Walangsungsang. Kerajaan ini diketahui terletak di pantai utara Pulau Jawa tepatnya
di Jawa Barat. Kerajaan Islam Cirebon disebut-sebut sebagai pusat penyebaran
agama islam di Jawa Barat.
Salah satu pemimpin paling terkenal dari Kerajaan Islam Cirebon adalah Sunan
Gunung Jati yang merupakan keponakan dari Pangeran Walangsungsang yang
merupakan Sultan Cirebon I. Pada masa keruntuhannya, Kerajaan Cirebon terbagi
menjadi dua, yaitu kesultanan Kasepuhan dan kesultanan Kanoman.
Peninggalan Sejarah
Peninggalan dari Kerajaan Cirebon antara lain Keraton Kasepuhan Cirebon, Keraton
Keprabon, Bangunan Mande, Kereta Singa Barong, dan Patung Harimau Putih.

 7. Kerajaan Demak (1478-1554)

Kerajaan Demak merupakan kerajaan islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini
berdiri pada 1478 saat Kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan dan dipimpin oleh
Raden Patah. Selain pertama di Pulau Jawa, kerajaan ini juga menjadi salah satu
kerajaan terbesar di Pulau Jawa.
Kerajaan Demak ini juga diketahui sebagai kerajaan yang paling berperan dalam
penyebaran islam di Nusantara. Hal itu disebabkan karena Kerajaan Demak
mendapatkan dukungan dari sembilan tokoh penyebar agama islam yang dikenal
dengan sebutan Wali Songo.
Raja-raja dari Kerajaan Demak yang paling tersohor adalah Raden Patah,
Pati Unus, Sultan Trenggono, Sunan Prawoto, dan Arya Penangsang.
Kerajaan Demak akhirnya runtuh karena adanya perang saudara yang dilakukan
oleh Sultan Trenggono dan Pangeran Surowiyoto. Akhirnya, kerajaan ini benar-
benar runtuh setelah pemberontakan Jaka Tingkir.
Peninggalan Sejarah
Peninggalan sejarah dari Kerajaan Demak antara lain Masjid Agung Demak, Makam
Sunan Kalijaga, Lawang Bledek, Dampar Kencana, Soko Guru, dan Surya
Majapahit.

8. Kerajaan Islam Banten (1526-1813)


Kerajaan Islam Banten didirikan oleh Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan
putra dari pimpinan Kerajaan Islam Cirebon, Sunan Gunung Jati pada 1526.
Kerajaan ini juga menjadi salah satu kerajaan yang melawan VOC yang melakukan
monopoli perdagangan. Perlawanan kala itu dipimpin oleh salah satu pemimpin
paling terkenal dari Kerajaan Banten, yaitu Sultan Agung Tirtayasa.
Runtuhnya kerajaan ini juga dipicu karena adanya perang saudara yang dilakukan
oleh anak dari Sultan Ageng Tirtayasa yang ingin merebut jabatan ayahnya.
Peninggalan Sejarah
Kerajaan Banten juga mengembangkan seni bela diri khas Banten yang dikenal
dengan debus. Peninggalan lain dari Kerajaan Banten yaitu Masjid Agung Banten,
Benteng Speelwijk, dan juga Keraton Surosowan.

9. Kerajaan Pajang (1568-1586)


Kerajaan Pajang merupakan kerajaan yang berdiri setelah Kerajaan Demak runtuh.
Kerajaan ini pertama kali didirikan oleh Jaka Tingkir alias Sultan Hadiwijaya.
Ketika itu, Jaka Tingkir memindahkan seluruh kekuasaan dan benda pusaka dari
Kerajaan Demak ke Pajang setelah merebut kekuasaan Demak
dari Arya Penangsang.
Kerajaan ini berperan dalam penyebaran islam di pedalaman wilayah Jawa.
Peninggalan Sejarah
Keberhasilan dari Jaka Tingkir kemudian melebarkan sayap sampai ke Madiun,
Blora, dan Kediri.
Peninggalan sejarah dari Kerajaan Pajang adalah Pasar Laweyan, Makam Jaka
Tingkir, dan kompleks makam para pejabat Pajang.

10. Kerajaan Mataram Islam (1588-1680)


Kerajaan Mataram Islam berdiri pada 1588 di wilayah Kotagede Yogyakarta.
Kerajaan ini pertama kali didirikan oleh dua tokoh, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan
Ki Ageng Sela.
Kerajaan ini didirikan sebagai hadiah yang diberikan Kesultanan Pajang terhadap Ki
Ageng Pemanahan atas jasanya.
Raja pertama dari Kerajaan Mataram Islam adalah Raden Mas Sutawijaya alias
Panembahan Senapati yang merupakan putra dari Ki Ageng Pemanahan.
Kerajaan Mataram Islam mengalami masa kejayaan saat dipimpin oleh Sultan
Agung. Ketika itu, Sultan Agung berhasil menguasai nyaris seluruh tanah Jawa dan
juga membantu perlawanan terhadap VOC bersama kerajaan Banten dan Cirebon.
Keruntuhan dari Kerajaan Mataram terjadi karena konflik internal yang
menyebabkan terjadinya pembagian wilayah kekuasaan. Saat ini wilayah kekuasaan
itu diketahui sebagai Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Pembagian wilayah kekuasaan itu tercantum dalam perjanjian yang diberi
nama Perjanjian Giyanti.
Peninggalan Sejarah
Peninggalan Sejarah dari kerajaan Mataram Islam adalah masjid-masjid besar yang
tersebar di wilayah Yogyakarta dan Surakarta, seperti Masjid Kotagede, Masjid
Agung Gedhe Kauman, Masjid Pathok Negara Sulthoni Plosokuning, Masjid Agung
Surakarta, serta Masjid Al Fatih Kepatihan Solo.
Aksara Hanacaraka juga merupakan peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam.
Demikianlah pembahasan mengenai kerajaan islam di Indonesia dan peninggalan
sejarahnya. Materi ini juga akan diajarkan di Sampoerna Academy tetapi dengan
metode yang berbeda. Karena di Sampoerna Academy menerapkan metode
pengajaran dengan teknologi sehingga memudahkan siswa mengakses informasi.

 
7 Kerajaan Hindu di Indonesia  
1. Kerajaan Kediri

Salah satu kerajaan Hindu di Indonesia adalah Kerajaan Kediri. Letak Kerajaan
Kediri berada di Jawa Timur, berpusat di Daha atau sekarang kita
kenal dengan Kota Kediri. Sistem kepercayaan yang berkembang di Kerajaan Kediri
adalah Hindu Syiwa. 

Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan
menjadi dua bagian wilayah. Keduanya adalah Kahuripan menjadi Jenggala
(Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh Gunung Kawi dan sungai
Brantas. 

Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan Barat bernama Panjalu yang berpusat di


kota baru, yaitu Daha. Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaanya di masa
pemerintahan Raja Sri Jayabaya.

Di bawah pemerintahan Jayabaya, luas wilayah Kerajaan Kediri terus meluas dari
Jawa Timur hingga hampir seluruh Jawa.

Keruntuhan Kerajaan Kediri bermula ketika terjadi perselisihan antara Raja


Kertajaya dengan kaum Brahmana. Kaum brahmana tersebut meminta pertolongan
dari seorang yang bernama Ken Arok, dari daerah Tumapel yang sangat ingin
memisahkan diri dari Kerajaan Kediri. 

Akhirnya, pasukan yang dipimpin oleh Ken Arok berhasil mengalahkan pasukan
Kediri yang dipimpin oleh Kertajaya pada tahun 1222 M. Lantaran kekalahan yang
sangat telak, maka runtuhlah Kerajaan Kediri digantikan oleh Kerajaan Singasari. 

2. Kerajaan Kalingga 

Selanjutnya, salah satu kerajaan Hindu di Indonesia adalah Kerajaan Kalingga yang


berada di Jawa Tengah. Dikutip dari buku Kerajaan-kerajaan Nusantara (2011) oleh
Woro Miswati, pusat Kerajaan Kalingga berada di wilayah Kabupaten Jepara.

Kerajaan Kalingga dipimpin oleh Ratu Shima yang dikenal dengan peraturan, barang
siapa yang mencuri maka akan dipotong tangannya.

Kerajaan Kalingga juga berkaitan dengan berdirinya Kerajaan Mataram Kuno


(Medang). Keturunan Ratu Shima yakni Sanjaya kelak menjadi raja Kerajaan
Kalingga Utara yang kemudian disebut Bhumi Mataram. Sanjaya lalu mendirikan
Dinasti atau Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. 
3. Kerajaan Kutai

Berikutnya, salah satu kerajaan Hindu di Indonesia adalah Kerajaan Kutai yang
berada di Pulau Kalimantan. Letak kerajaan Kutai diperkirakan berada di daerah
Muarakaman di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan
India. Sehingga, Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para
pedagang. 

Kerajaan Kutai pertama ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura awal berdirinya
dipimpin oleh Maharaja Kudungga bergelar anumerta Dewawarman.

Nama Maharaja Kundungga ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang
belum terpengaruh budaya lain. Dari namanya, para ahli memperkirakan bahwa ia
sama sekali tidak memeluk Hindu. 

Barulah putranya atau kemungkinan menantunya yang bernama Aswawarman yang


menjadi seorang Hindu. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala
suku.

Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi


kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan
secara turun temurun.

Setelah Raja Kudungga, Kerajaan Kutai diteruskan oleh anaknya yakni Raja
Aswawarman yang menjadi seorang Hindu. Selanjutnya, Kerajaan Kutai mencapai
puncak kejayannya ketika dipegang oleh Raja Mulawarman, anak dari Raja
Aswawarman. 

Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai dan banyak disebut
dalam Prasasti Kutai karena besar kemungkinan Prasasti Kutai dibuat pada masa
pemerintahannya.

Kemudian, Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama
Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran
Anum Panji Mendapa. 

4. Kerajaan Majapahit 

Kemudian, salah satu kerajaan Hindu di Indonesia yang sangat terkenal adalah
Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit dibangun di atas Hutan Terik, sekitar tepi
sungai Brantas.

Dalam Kakawin Nagarakrtagama disebutkan pengaruh Kerajaan Majapahit sangat


luas, meliputi hampir seluruh negara Indonesia sekarang, dari daerah di Pulau
Sumatra di bagian Barat, sampai ke Maluku di bagian Timur. 
Pendiri Kerajaan Majapahit adalah Raden Wijaya, keturunan dari silsilah Ken Arok
dengan Ken Dedes. Di bawah kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada,
Majapahit mencapai puncak kejayaannya.

Pada masa puncak kejayaan Kerajaan Majapahit, Raja Hayam Wuruk dengan
bantuan Mahapatih Gajah Mada yang memiliki sumpah yang terkenal dengan
“Sumpah Palapa“ yang bertekad untuk mempersatukan nausantara dibawah
kekuasaannya. 

Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa
kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Selain itu, pada akhir abad ke-14 dan
awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang.

Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam,
yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian Barat Nusantara dan melemahkan
kekuasaan Majapahit . 

5. Kerajaan Tarumanegara 

Salah satu kerajaan Hindu di Indonesia yang berpusat di Jawa Barat adalah
Kerajaaan Tarumanegara. Menurut para ahli arkeolog, letak Kerajaan
Tarumanegara berada di Jawa Barat di tepi Sungai Cisadane, yang saat ini
merupakan wilayah Banten.

Kerajaan Tarumanegara berpusat di Sundapura, yang saat ini dikenal sebagai


Bekasi. Wilayah kekuasan Kerajaan Tarumanegara hampir meliputi seluruh wilayah
Jawa Barat dan Banten. 

Bahkan, Kerajaan Tarumanegara juga memiliki pengaruh besar pada kerajaan yang
ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan naskah wangsakerta
Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358.

Rajadirajaguru Jayasingawarman merupakan seorang Maharesi atau Pendeta dari


Salankayana di India. 

Dia mengungsi ke Nusantara karena kerajaan tempat asalnya ditaklukan Kerajaan


Magadha. Raja Punawarman adalah raja yang terkenal dari Tarumanegara. Ia
memerintahkan untuk membuat saluran irigasi yang nantinya membuat persawahan
rakyat menjadi subur.

Sementara itu, tanda keruntuhan Kerajaan Tarumanegara sudah dimulai pada masa
kepemimpinan Raja Sudawarman. Salah satu faktornya adalah Raja Sudawarman
kurang peduli terhadap masalah-masalah yang terjadi di kerajaannya serta
munculnya pesaing Kerajaan Tarumanegara yakni Kerajaan Galuh. 
Kerajaan galuh didirikan oleh Wretikandayun, cucu dari Kretawan, Raja ke 8
Kerajaan Tarumanegara. Sebelum menjadi sebuah kerajaan, Galuh adalah bagian
dari Kerajan Tarumanegara. 

6. Kerajaan Mataram Kuno (Medang)

Salah satu kerajaan Hindu di Indonesia adalah Kerajaan Mataram Kuno


(Medang) yang berlokasi di pedalaman Jawa Tengah, di sekitar daerah yang banyak
dialiri sungai. Daerah yang dimaksud belum jelas, kemungkinan besar di daerah
Kedu sampai sekitar Prambanan (berdasarkan letak prasasti yang ditemukan).

Masyarakat Mataram Kuno terbilang maju dalam hal budaya, terbukti dengan
banyaknya bangunan candi yang dibuat. Termasuk dua candi besar yakni Candi
Borobudur yang dibuat pada masa pemerintahan Samaratungga dari dinasti
Syailendra yang bercorak Budha. 

Serta, Candi Prambanan yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan
dan selesai pada masa pemerintahan Daksa dari Dinasti Sanjaya yang bercorak
Hindu. Berdasarkan Prasasti Canggal, Kerajaan Medang didirikan oleh Sanjaya,
keturunan dari Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Galuh.

Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu
aliran Siwa. Ketika wangsa Syailendra berkuasa, agama resmi kerajaan berganti
menjadi Budha aliran Mahayana.

7. Kerajaan Singasari

Salah satu kerajaan Hindu di Indonesia adalah Kerajaan Singasari yang berada di
Jawa Timur. Letak Kerajaan Singasari diperkirakan berada di sekitar Supit Urang,
yakni lahan di sekitar pertemuan antara Sungai Brantas dan Sungai Bango.

Kerajaan Singasari didirikan atas perintah Ken Arok sejak tahun 1222-1227 M.
Kerajaan ini beribu kota di Tumapel, Jawa Timur. 

Kerajaan Singasari berdiri kurang lebih berdiri selama 70 tahun. Ken Arok berasal
dari sebuah desa kecil yaitu Singasari yang termasuk wilayah Tumapel. Dia adalah
anak buah Tunggul Ametung, penguasa Tumapel. 
Sejarah Singkat 7 Kerajaan Buddha di Indonesia
1. Kerajaan Kalingga (594 – 782 M)

Kerajaan Kalingga merupakan kerajaan Hindu yang terletak di Jawa Tengah. Pusat
Kerajaan Kalingga berada di wilayah Kabupaten Jepara. Kerajaan ini terkenal
dipimpin oleh ratu yang bijaksana, yaitu Ratu Shima.
Saat masa kepemimpinan Ratu Shima, ada sebuah peraturan yang terkenal, barang
siapa yang mencuri maka akan dipotong tangannya.

2. Kerajaan Sriwijaya (671 – 1377 M)

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang berada di Pulau Sumatera, tepatnya di


Sumatera Selatan. Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan maritim yang berada di
Sumatra, tetapi kekuasaannya mencapai Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung
Malaya, Thailand, Kamboja dan lainnya. Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta, sri
yang berarti “bercahaya” dan vijaya yang berarti “kemenangan”.
Salah satu peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya adalah Candi Muara Takus dan
dianggap telah ada pada zaman keemasan Sriwijaya. Sebagai kerajaan Buddha,
Sriwijaya merupakan rumah bagi sarjana Buddha dan menjadi pusat pembelajaran
agama Buddha.
Perkembangan agama Buddha di masa Sriwijaya terjadi secara pesat. Menurut
laporan I-tsing, agama Buddha memiliki 2 aliran, yaitu Theravada (kadang disebut
Hinayana) dan Mahayana. Buddhisme di Sriwijaya selanjutnya mendapat pengaruh
dari aliran Vajrayana dari India.
Pesatnya perkembangan agama Buddha di Sriwijaya juga didukung oleh seorang
Mahaguru Buddhis di Sriwijaya, yaitu Sakyakirti. Selain Mahaguru Buddhis, Sriwjaya
juga memiliki perguruan Buddha yang berhubungan baik dengan Universitas
Nalanda, India. Dalam catatan I-tsing ada lebih dari 1.000 pendeta yang belajar
Buddhisme di Sriwijaya.
Namun, kerajaan besar ini runtuh. Berikut beberapa penyebab runtuhnya Kerajaan
Sriwijaya, antara lain:
1. Serangan dari Dinasti Chola dari Koromandel, India Selatan (1017 dan 1025).
Serangan ini berhasil menawan raja Sriwijaya dan kemudian Dinasti Chola menjadi
berkuasa atas Kerajaan Sriwijaya.
2. Munculnya Kerajaan Melayu, Dharmasraya yang mengambil alih Semenanjung
Malaya dan juga menekan keberadaan Sriwijaya.
3. Perang dengan kerajaan lain seperti Singasari, Majapahit, serta Dharmasraya.
Selain sebagai penyebab runtuhnya Sriwijaya, perang ini juga menyebabkan banyak
peninggalan Sriwijaya yang rusak atau hilang, sehingga keberadaannya sempat
terlupakan selama beberapa abad.
3. Kerajaan Mataram Kuno (Medang) (752 – 1045 M)

Kerajaan Mataram Kuno (Medang) merupakan kerajaan yang berlokasi di


pedalaman Jawa Tengah, di sekitar daerah yang banyak dialiri sungai. Daerah yang
dimaksud belum jelas, kemungkinan besar di daerah Kedu sampai sekitar
Prambanan (berdasarkan letak prasasti yang ditemukan). Berdasarkan Prasasti
Canggal, Kerajaan Medang didirikan oleh Sanjaya, keturunan dari Kerajaan
Kalingga dan Kerajaan Galuh.
Masyarakat Mataram Kuno terbilang maju dalam hal budaya, terbukti dengan
banyaknya bangunan candi yang dibuat. Dua candi besar dibangun pada masa
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno ini, yaitu Candi Borobudur dan Candi
Prambanan. Candi Borobudur yang dibuat pada masa pemerintahan Samaratungga
dari dinasti Syailendra yang bercorak Budha. Lalu, Candi Prambanan yang dibangun
pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dan selesai pada masa pemerintahan
Daksa dari Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu.
Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu
aliran Siwa. Ketika wangsa Syailendra berkuasa, agama resmi kerajaan berganti
menjadi Budha aliran Mahayana.

4. Kerajaan Kadiri (1045 – 1222 M)

Berdasarkan Prasasti Turun Hyang II (1044) yang dikeluarkan oleh Kerajaan


Janggala, kerajaan ini dimulai dengan adanya perang saudara antara kedua putra
Airlangga. Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah
kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang
bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu dan
pusatnya di kota baru, yaitu Daha. Adapun putranya yang bernama Mapanji
Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala dan pusatnya di kota
lama, yaitu Kahuripan.
Nama Panjalu atau Pangjalu adalah nama lain dari Kadiri. Nama ini lebih sering
dipakai daripada nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang
diterbitkan oleh raja-raja Kadiri. Nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung
dalam kronik Tiongkok berjudul Ling wai tai ta (1178). Nama “Kediri” atau “Kadiri”
sendiri berasal dari kata bahasa Sansekerta, khadri, yang berarti pacé atau Morinda
citrifolia (mengkudu).
Ketika diperintah oleh Sri Jayabhaya, Panjalu mengalami masa kejayaannya.
Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara,
bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya.
Jayabhaya juga dipercaya menulis ramalan dalam tradisi Jawa yang dikenal dengan
Jangka Jayabaya atau Ramalan Jayabaya. Ramalan ini dikenal di kalangan
masyarakat Jawa dan dilestarikan secara turun-temurun oleh para pujangga.
Asal usul utama Serat Ramalan Jayabaya dapat dilihat di Kitab Musasar yang
digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keasliannya, tetapi bait
pertama kitab tersebut yang menuliskan bahwa Jayabaya yang membuat ramalan-
ramalan tersebut.

5. Kerajaan Singhasari (1222 – 1292 M)

Berdasarkan Prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari adalah Kerajaan


Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja
ketika pertama kali didirikan tahun 1222.
Pada 1253, Raja Wisnuwardhana awalnya mengangkat putranya yang bernama
Kertanagara sebagai yuwaraja (putra mahkota) dan mengganti nama ibu kota
kerajaan menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota
kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel.
Inilah yang membuat Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan
Singhasari. Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Tiongkok dari Dinasti Yuan
dengan ejaan Tu-ma-pan.
Berdasarkan keterangan di Pararaton, Tumapel awalnya hanya sebuah daerah
bawahan Kerajaan Panjalu. Adapun yang menjabat sebagai akuwu (setara camat)
Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Dia mati dibunuh dengan cara tipu
muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi
akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama
Ken Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan
Kerajaan Kadiri.
Pada 1254, terjadi perseteruan antara Kertajaya, raja Kerajaan Kadiri, dengan kaum
brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang
mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel dengan gelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Perang melawan Kerajaan Kadiri meletus di Desa Ganter yang
dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan
Tumapel, tetapi tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu,
pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang
berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kerajaan Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255 kemudian menyebutkan
jika pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Nama ini kemungkinan adalah
gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri
Kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa.
Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa, Ken Arok lebih dulu menggunakan
julukan Bhatara Siwa sebelum maju dalam perang melawan Kerajaan Kadiri.

6. Kerajaan Dharmasraya (1183 – 1347 M)

Kemunduran Kerajaan Sriwijaya akibat serangan Rajendra Chola I, telah mengakhiri


kekuasaan Wangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya.
Beberapa waktu kemudian, muncul sebuah dinasti baru yang mengambil alih peran
Wangsa Sailendra, yaitu Wangsa Mauli.
Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli adalah Prasasti Grahi
tahun 1183 di selatan Thailand. Prasasti itu berisi perintah Maharaja Srimat
Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa kepada Bupati Grahi yang bernama
Mahasenapati Galanai supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan
nilai emas 10 tamlin. Sosok yang mengerjakan tugas membuat arca tersebut
bernama Mraten Sri Nano.
Prasasti kedua berselang lebih dari satu abad kemudian, yaitu Prasasti Padang
Roco tahun 1286. Prasasti ini menyebut Raja Swarnabhumi bernama Maharaja
Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa yang mendapat kiriman hadiah Arca
Amoghapasa dari Raja Kertanagara, raja Singasari di Pulau Jawa. Arca tersebut
kemudian diletakkan di Dharmasraya.
Dharmasraya dalam Pararaton merupakan ibu kota dari negeri bhūmi mālayu.
Dengan demikian, Tribhuwanaraja dapat pula disebut sebagai raja Malayu.
Tribhuwanaraja sendiri kemungkinan besar adalah keturunan dari Trailokyaraja.
Oleh karena itu, Trailokyaraja pun bisa juga dianggap sebagai raja Malayu,
meskipun Prasasti Grahi tidak menyebutnya dengan jelas.
Berdasarkan Kidung Panji Wijayakrama dan Pararaton, disebutkan bahwa
Kertanagara mengirimkan utusan dari Jawa ke Sumatra pada 1275 yang dikenal
dengan nama Ekspedisi Pamalayu. Ekspedisi ini dipimpin oleh Mahisa Anabrang
atau Kebo Anabrang.
Kertanagara pada 1286 kemudian kembali mengirimkan utusan untuk mengantarkan
Arca Amoghapasa, yang kemudian dipahatkan di Prasasti Padang Roco. Tim
ekspedisi tersebut kembali ke Pulau Jawa pada 1293 dengan membawa dua orang
putri dari Kerajaan Melayu yang bernama Dara Petak dan Dara Jingga.
Dara Petak kemudian dinikahi oleh Raden Wijaya, yang telah menjadi raja Majapahit
dan menggantikan Singasari. Melalui pernikahan ini, lahirlah Jayanagara, raja kedua
Majapahit. Adapun Dara Jingga dinikahi oleh sira alaki dewa (orang yang bergelar
dewa) dan kemudian melahirkan Tuan Janaka atau Mantrolot Warmadewa yang
identik dengan Adityawarman. Kelak, Adityawarman menjadi Tuan Surawasa
(Suruaso) berdasarkan Prasasti Batusangkar yang berada di pedalaman
Minangkabau.

7. Kerajaan Majapahit (1293 – 1500 M)

Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar
tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa
kekuasaan Hayam Wuruk yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan
Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Semenanjung
Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar
dalam sejarah Indonesia.
Majapahit banyak meninggalkan tempat-tempat suci, sisa-sisa sarana ritual
keagamaan masa itu. Bangunan-bangunan suci ini dikenal dengan nama candi,
pemandian suci (pertirtan) dan gua-gua pertapaan. Bangunan-bangunan yang
ditinggalkan tersebut kebanyakan beraliran agama Siwa dan sedikit yang bersifat
agama Buddha, yaitu lain Candi Jago, Bhayalangu, Sanggrahan, dan Jabung.
Peninggalan lain dari kerajaan ini adalah Kakawin Nagarakretagama, Arjunawijaya,
dan Sutasoma.
Candi Jabung merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit.
Berdasarkan sumber tertulis, raja-raja Majapahit umumnya beragama Siwa dari
aliran Siwasiddhanta, kecuali Tribuwanattungadewi (ibunda Hayam Wuruk) yang
beragama Buddha Mahayana. Namun demikian, agama Siwa dan
agama Buddha tetap menjadi agama resmi kerajaan hingga akhir tahun 1447.
Pada masa pemerintahan Raden Wijaya (Kertarajasa), terdapat dua pejabat resmi
keagamaan tinggi Siwa dan Buddha, yaitu Dharmadyaksa ring Kasiwan dan
Dharmadyaksa ring Kasogatan, kemudian lima pejabat Siwa di bawahnya yang
disebut Dharmapapati atau Dharmadihikarana.
Pada zaman Majapahit, ada dua buku yang menguraikan ajaran Buddhisme
Mahayana, yaitu Sanghyang Kamahayanan Mantrayana yang berisi mengenai
ajaran yang ditujukan kepada biksu yang sedang ditahbiskan, serta Sanghyang
Kamahayanikan yang berisi mengenai kumpulan pengajaran bagi seseorang untuk
dapat mencapai pelepasan.

Anda mungkin juga menyukai