Anda di halaman 1dari 17

Kesultanan Siak Indragiri

Alfath Chordasyabana (190732638820), Ana Ayu Ning Tias


(190732638805), Brilian Syaifullah (190732638806), Naufan
Dzaky A (190732638834), Utia Binti Y(190732638808).

Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial


Universitas Negeri Malang
Email: anaayuningtias009@gmail.com

Abstrak

Pada mulanya kerajaan Siak Indragiri


merupakan bagian dari Kesultanan Johor.
Karena masalah internal kerajaan, dalam hal
ini perebutan kekuasaan dan perang saudara.
Pada akhirnya kerajaan kerajaan ini
melepaskan diri dari Kesultanan Johor.

Awal mulanya berdiri Kerajaan Siak Indragiri


dimulai pada permulaan tahun 1622 masehi
saat terajdi perselisihan di pemerintahan
kerajaan Johor Sultan Mahmud Syah dua yaitu
sultan johor yang merupakan ayahanda raja
kecil dibunug oleh megat sri rahma sewaktu
pulang dari salat jum’at.

Kata Kunci

Kesultanan Siak Indragiri, Johor, Siak,


Pemerintahan, ekonomi, situs, Belanda.

Kemajuan berbagai aspek kehidupan masyarakat mendorong


terjadinya persebaran antar kebudayaan. Berbagai motivasi
kemudian mendorong golongan masayarakat untuk melakukan
pelayaran dan penjelajahan ke wilayah lain.

Nusantara sejak dahulu merupakan wilayah yang seringkali


dikunjungi oleh para pedagang yang sering membawa
kebudayaan-kebudayaan baru bagi rakyat Nusantara.
Kebudayaan ini kemudian banyak diakulturasikan dengan budaya
asli Nusantara. Beberapa pengaruh yang dibawa oleh penjelajah
(pedagang) diantaranya adalah agama.

Islam datang ke Nusantara memiliki berbagai versi kedatangan


dan diyakini datang sekitar abad ke-17, namun terdapat versi
yang mengatakan bahwa Islam datang sekitar abad ke-7.
Pengaruh kedangan pedagang yg membawa agama islam
kemudian turut mempengaruhi kerajaan-kerajaan yang ada di
Nusantara sehingga turut memeluk agama islam. Salah satu
kerajaan yang kemudian rajanya memeluk islam adalah Siak
Indragiri.

METODE PENELITIAN

Dalam proses pembuatan artikel ini kami menggunakan metode


pengumpulan data dan sumber secara online, karena keterbatasan
ruang gerak kami untuk mengakses sumber-sumber buku dari
perpustakaan. Meski begitu kami berharap artikel ini dapat sedikit
banyak menjelaskan Kesultanan Siak Indragiri.

Siak Indragiri Sebelum Kedatangan Islam

Kesultanan merupakan sebutan untuk sebuah wilayah kekuasaan


yang biasanya dipimpin oleh seorang raja yang menganut agama
islam. Di Indonesia sendiri banyak ditemukan kesultanan-
kesultanan yang terkenal pada masa islam seperti kesultanan
Cirebon, Kesultanan Aceh dan lain lain.
Sama seperti sejarah-sejarah yang lain, masa islam merupakan
salah satu masa yang pernah sangat Berjaya dibumi Nusantara,
kepercayaan ini dipeluk oleh banyak masyarakat yang sebelumnya
beragama Hindu-Budha. Proses masuk islam yang mudah dan
tidak adanya sistem kasta menjadikan islam sebagai agama yang
sangat terbuka bagi semua kalangan.

Islam masuk ke Nusantara di tuturkan dalam berbagai versi, versi


yang paling banyak dipercaya diantaranya bahwa agama islam
dibawa oleh para pedagang muslim. Selain itu banyak pula cara
penyebaran islam diantaranya dengan pendidikan, politik,
perkawinan dan kesenian.

Dalam proses penyebarannya islam yang mula-mula masuk lewat


jalur perdagangan tentu saja membuat sejarah besar di daerah-
daerah pelabuhan. Malaka yang pada saat itu merupakan salah
satu jalur perdagangan terbaik menjadi salah satu jalan
masuknya islam ke Nusantara.

Setelah Malaka, kesultanan Aceh juga kemudian muncul sebagai


salah satu kesultanan muslim terbesar di Nusantara. Setelah
Portugis menguasai Malaka para pedagang muslim banyak yang
kemudian berpindah berdagang di Aceh, Aceh kemudian turut
tumbuh menjadi kesultanan islam terbesar di Nusantara.

Selain di Sumatera, di jawa juga terdapat kesultanan islam yang


tersohor diantaranya kesultanan Demak. Islam ditanah jawa
disebarkan oleh wali sanga, wali sanga kemudian menjadikan
Demak sebagai wilayah basis agama islam.

Berkembangnya islam di jawa berjalan seiring dengan


melemahnya kerajaan Majapahit, bawahan Majapahit banyak yang
kemudian melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang
independen. Kesultanan Demak kemudian mampu mendobrak
kepercayaan masyarakat Jawa untuk memeluk islam.

Kesultanan Banten juga merupakan kesultanan yang menjadi


pelabuhan lain bagi pedagangan muslim yang mulai meninggalkan
Malaka, sejarah kesilaman di Banten diawali setelah pernikahan
Syarif Hidayatullah dengan adik bupati Banten, meski sebelum itu
telah ada masyarakat yang meneluk islam namun jika dihitung
tentu saja skalanya masih cukup kecil. Anak-anak Syarif
Hidayatullah kemudian terus melanjutkan perjuangan sang ayah
menyebarkan agama islam.

Selain di Jawa dan Sumatera, kesultanan islam yang ada ditanah


Sulawesi diantaranya adalah kesultanan Gowa, kerajaan Gowa
yang menjalin hubungan dengan kerajaan Ternate sebenarnya
telah mendapat pengaruh keislaman namun gagal.

Islam kemudian berhasil masuk ke tanah Gowa setelah


kedatangan Datuk ri Bandang yang menjadikan islamnya Sultan
Alauddin. Setelah itu kesultanan Gowa berusaha untuk
memasukkan agama islam ke kerajaan yang lain, meski beberapa
diawali dengan peperangan namun pada akhirnya banyak
kerajaan yang rajanya memeluk islam.

Setelah Sulawesi, Islam mulai masuk ke Maluk. Masuknya islam


ke Maluku tidak dapat dipisahkan dari perjalanan para pedagang
Sumatera-Jawa-Sulawesi. Menurut tradisi setempat islam bahkan
datang ke Maluku pada abad 14 yang dibawa oleh Maulana
Husain.

Proses masuknya islam ke Nusantara diantara faktor utamanya


adalah kedatangan para pedagang muslim baik dari India maupun
Timur Tenga, proses pengislaman yang mudah dan bersahabat
menjadikan islam diterima baik dalam masyarakat.
Sebelum berubah menjadi kesultanan, kawasan Indragiri
dahulunya adalah Kerajaan Gasib yang sangat kental dengan
agama hindu-buddha. Kerajaan ini masih berada dibawah
kekaisaran Kerajaan Sriwijaya pada masa itu. Hal ini bisa kita
lihat buktinya dalam candi muara takus yang konon katanya
merupakan jejak kaki Kerajaan Sriwijaya.

Candi Muara Takus dijadikan tempat salah satu pusat untuk


pembelajaran agama Buddha pada masa itu dan wilayah sekitar
candi dijadikan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada masa itu. Setalah
hancurnya Kerajaan Sriwijaya, munculah kerajaan yang bercorak
islam seperti Kerajaan Gasib baru, Kerajaan Kampar, dan masih
banyak lagi seperti yang akan kita bahas kali ini yaitu Kerajaan
Siak Indragiri atau Kesultanan Siak Indragiri.

Pada mulanya kerajaan kerajaan itu merupakan bagian dari


Kesultanan Johor. Karena masalah internal kerajaan, dalam hal
ini perebutan kekuasaan dan perang saudara. Pada akhirnya
kerajaan kerajaan ini melepaskan diri dari Kesultanan Johor.

Awal mulanya berdiri Kerajaan Siak Indragiri dimulai pada


permulaan tahun 1622 masehi saat terajdi perselisihan di
pemerintahan kerajaan Johor Sultan Mahmud Syah dua yaitu
sultan johor yang merupakan ayahanda raja kecil dibunug oleh
megat sri rahma sewaktu pulang dari salat jum’at.

Setelah itu, mangkat raja diambil oleh datuk bendahara Tun


Hebab yang mengangkat dirinya sebagai raja di Kerajaan Johor
dan memakai gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-1719).
Pengangkatan dirinya sebagai raja tidak dapat dukungan dari
beberapa pihak terutama dari pembesar kerajaan Johor yang
masih setia kepada Sultan Mahmud Syah II. Maka Tun Hebab
mengambil tindaka pembersihan di pusat kerajaan. Keluarga
Sultan Mahmud Syah II dikejar dan dibunuh termasuk pembesar
kerajaan.

Istri dari Sultan Mahmud Syah II atau yang bernama Encik


Apung, dapat diselamatkan oleh Laksamana Johor dan
dikeluarkan dari wilayah Johor. Ia melahirkan putra mahkota
yang diberi nama Raja kecil dan dipanggil Tuan Bujang. Sebagai
putra mahkota, Raja kecil terus dikejar oleh Tun Hebab hingga ia
berumur 7 tahun. Raja Kecil akhirnya mendapatkan perlindungan
dari Raja Pagaruyung dan dibesarkan serta dididik disana.

Membandingkan dengan catatan Tomé Pires yang ditulis antara


tahun 1513-1515, Siak merupakan kawasan yang berada
antara Arcat dan Indragiri yang disebutnya sebagai kawasan
pelabuhan raja Minangkabau, kemudian menjadi vasal Malaka
sebelum ditaklukan oleh Portugal. Sejak jatuhnya Malaka ke
tangan VOC, Kesultanan Johor telah mengklaim Siak sebagai
bagian dari wilayah kedaulatannya. Hal ini berlangsung hingga
kedatangan Raja Kecil yang kemudian mendirikan Kesultanan
Siak.

Dalam Syair Perang Siak, Raja Kecil putra Pagaruyung, didaulat


menjadi penguasa Siak atas mufakat masyarakat di Bengkalis. Hal
ini bertujuan untuk melepaskan Siak dari pengaruh Kesultanan
Johor. Sementara dalam Hikayat Siak, Raja Kecil disebut juga
dengan sang pengelana pewaris Sultan Johor yang kalah dalam
perebutan kekuasaan. Berdasarkan korespondensi Sultan
Indermasyah Yang Dipertuan Pagaruyung dengan Gubernur
Jenderal Belanda di Melaka waktu itu, menyebutkan
bahwa Sultan Abdul Jalil merupakan saudaranya yang diutus
untuk urusan dagang dengan pihak VOC. Kemudian Sultan Abdul
Jalil dalam suratnya tersendiri yang ditujukan kepada pihak
Belanda, menyebut dirinya sebagai Raja Kecil dari Pagaruyung,
akan menuntut balas atas kematian Sultan Johor.

Sebelumnya dari catatan Belanda, dikatakan bahwa pada tahun


1674 telah datang utusan dari Johor meminta bantuan
raja Minangkabau untuk berperang melawan raja Jambi. Dalam
salah satu versi Sulalatus Salatin, juga menceritakan tentang
bagaimana hebatnya serangan Jambi ke Johor (1673), yang
mengakibatkan hancurnya pusat pemerintahan Johor, yang
sebelumnya juga telah dihancurkan oleh Portugal dan Aceh.
Kemudian berdasarkan surat dari raja Jambi, Sultan
Ingalaga kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa
Sultan Abdul Jalil hadir menjadi saksi perdamaian dari
perselisihan mereka.

Pada tahun 1718, Sultan Abdul Jalil berhasil


menguasai Kesultanan Johor sekaligus mengukuhkan dirinya
sebagai Sultan Johor dengan gelar Yang Dipertuan Besar Johor.
Namun pada tahun 1722, terjadi pemberontakan yang dipimpin
oleh Raja Sulaiman anak Bendahara Johor, yang juga menuntut
hak atas tahta Johor. Atas bantuan pasukan bayaran dari Bugis,
Raja Sulaiman kemudian berhasil mengkudeta tahta Johor, dan
mengukuhkan dirinya menjadi penguasa Johor di Semenanjung
Malaysia.

Sementara Sultan Abdul Jalil, pindah ke Bintan dan pada tahun


1723 membangun pusat pemerintahan baru di sehiliran Sungai
Siak dengan nama Siak Sri Inderapura. Sementara pusat
pemerintahan Johor yang sebelumnya berada sekitar
muara Sungai Johor ditinggalkan begitu saja, dan menjadi status
quo dari masing-masing penguasa yang bertikai tersebut.
Sedangkan klaim Raja Kecil sebagai pewaris sah tahta Johor,
diakui oleh komunitas Orang Laut. Orang Laut merupakan
kelompok masyarakat yang bermukim pada kawasan Kepulauan
Riau yang membentang dari timur Sumatra sampai ke Laut
Tiongkok Selatan, dan loyalitas ini terus bertahan sampai kepada
beberapa keturunan Raja Kecil berikutnya.

Sistem Pemerintahan Kesultanan Siak Indragiri

Sistem pemerintahan mulai terkonsep sejak masa pemerintahan


Sultan Alaudin Iskandar Syah Johan, kemudian disempurnakan
lagi dengan Undang-undang kesultanan pada masa kepemimpinan
berikutnya yaitu Sultan Hasan Sholahudin Syah. Undang-undang
Indragiri tersebut terdiri dari:

1. Struktur pemerintahan berdasarkan Lembaga Undang-Undang


Adat, yang terdiri dari Beraja dan Bedua, meliputi:
- Yang dipertuan besar sultab
- Yang dipertuan, dan Berdatuk nan Be
2. Menteri nan Delapan, yaitu menteri-menteri kesultanan
Indragiri atau sebagai pembantu Datuk Bendahara, berjumlah
delapan orang, antara lain: Sri Paduka, Bentara, Bentara Luar,
Bentara Dalam, Majalela, Panglima Dalam, Sida-Sida, dan
Panglima Muda
3. Tiga Datuk d Rantau, terdiri dari Orang-Orang Kaya sebagai
berikut: Orang Kaya Setia Kumara di Lala, Orang Kaya Setia
Perkasa di Kelayang, serta Orang Kaya Setia Perdana di Kota.
4. Penghulu nan Tiga Lorong, terdiri atas:
- Yang Tua Raja Mahkota, di Batu Ginjal, Kampung Hilir
- Lela di Raja, di Batu Ginjal, Kampung Hilir
- Dena Lela, di Pematang
5. Kepala pucuk rantau, mencakup:
- Tun Tahir di Lubuk Ramo
- Datuk Bendahara disebelah kanan
- Datuk Temenggung di sebelah kiri

Wilayah Kekuasaan
Raja Nara Singa II atau Maulana Paduka Sri Sultan Iskandar Syah
Johan menunjuk beberapa pejabat untuk mewakili dirinya di
beberapa daerah kekuasaan Kesultanan Indragiri. Salah seorang
pejabat yang dekat dengan Sultan yang bernama Datuk Patih,
dianugerahi gelar sebagai Raja di Padang yang membawahi
daerah-daerah pedalaman serta sejumlah tempat di pesisir sungai
selain Sungai Indragiri. Sedangkan seorang pejabat lainnya, yakni
Datuk Temenggung Kuning, diangkat menjadi Raja di Rantau yang
menguasai tempat-tempat di sepanjang tepi sungai Indragiri dan
sungai-sungai besar lainnya, seperti desa-desa di sebelah hilir
Batu Sawar dan di sepanjang tepi Batang Kuantan.

Pada masa Sultan Sultan Hasan Salahuddinsyah (1735-1765),


terdapat pembagian kekuasaan Kesultanan Indragiri (Yusuf &
Amin, et.al., 1994:86-87) meliputi:

1. Daerah Cenaku, terdiri atas 3 daerah pembatinan, meliputi


Pungkil, Pulau Serojan, dan Sangl

3. Daerah Tiga Balai, terdiri dari Dian Cacar, Parit, dan Perigi

4. Daerah Batin nan Enam Suku, meliputi Igal, Mandah,


Pelanduk, Bantaian, Pulau Palas, serta Batang Tuaka.

5. Daerah Kuantan, mencakup Cerenti Tanah Kerajaan, Ujung


Tanah Minangkabau, dan Kerajaan Tua Gadis

Pada tanggal 27 September 1938, disepakatilah Tractaat van


Vrindchaap (perjanjian perdamaian dan persahabatan) antara
Kesultanan Indragiri dengan pemerintah colonial Hindia Belanda
yang kemudian menghasilkan keputusan bahwa Kesultanan
Indragiri menjadi Zelfbestuur (semacam daerah otonomi)
berdasarkan ketentuan tersebut akan ditempatkan seorang
controlleur (pengawas dari pemerintah kolonial) wilayah Indragiri
Hilir yang membawahi 6 daerah yang berupa wilayah keamiran,
yaitu antara lain: Amir Tembilahan di Tembilahan, Amir Batang
Tuaka di Sungai Luar, Amir Tempuling di Sungai Salak, Amir
Mandah dan Gaung di Khairiah Mandah, Amir Enok di Enok, serta
Amir Reteh di Kota Baru Sejak 31 Maret 1942, tentara Jepang
berhasil masuk Indragiri melalui Singapura terus ke Rengat.
Tanggal 2 April 1942 Jepang menerima penyerahan tanpa syarat
dari pihak Belanda atas Indragiri. Pada masa pendudukan Jepang
ini, Indragiri Hilir dikepalai oleh seorang Cun Cho yang
berkedudukan di Tembilahan dengan membawahi 5 Ku Cho, yaitu:
Ku Cho Tembilahan dan Tempuling di Tembilahan, Ku Cho Sungai
Luar, Ku Cho Enok, Ku Cho Reteh, dan Ku Cho Mandah. Sebelum
tentara Jepang mendarat di Indragiri, telah dikumandangkan lagu
Indonesia Raya yang dipelopori.

Perekonomian Siak Indragiri

Kesultanan Siak Indrgairi memiliki selat Melaka yang menjadikan


selat tersebut guna pengawasan perdagangan, hal ini membuat
keuntungan bagi kesultanan. Kesultanan juga mampu
mengendalikan perompak daerah selat dibawah kekuasaanya.
Catatan Belanda cukup menjadi bukti kemajuan Siak Indragiri,
dalam catatan tersebut kesultanan ini memiliki sekitar 171 kapal
yang dikirimkan dari Siak ke Melaka. Letak geografis Siak
Indragiri yang strategis, membuat wilayahnya dijadikan kawasan
segitiga perdagangan antara Belanda di Melaka dan Inggris di
Pinang. 

Dengan adanya selat Melaka dalam wilayah Siak Indragiri maka


selat ini dapat digunakan oleh kesultanan sebagai lahan penjualan
jasa untuk mengisi bahan bakar kapal dan membersihkan kapal.
Seperti yang kita ketahui, Selat Melaka merupakan jalur yang
menghubungkan India dengan kawasan Indonesia (saat ini) dan
merupakan jalur laut terpendek antara India dan China. Oleh
karena itu, dengan adanya Selat Melaka, kesultanan sangat
terbantu untuk menawarkan barang dan jasa yang rakyatnya jual
kepada kapal kapal yang sedang beristirahat disana.

Sungai Siak merupakan bagian penting penggerak ekonomi utama


pada kesultanan Siak Indragiri. Sungai Siak merupakan kawasan
pengumpulan berbagai produk perdagangan, mulai dari kapur
barus, benzoar, timah, dan emas. Selain itu, Siak Indragiri juga
menjadikan kayu sebagai barang utama yang diekspor di kawasan
Selat Melaka, kayu kayu ini juga merambah dunia pembangunan
dan pembuatan kapal.

Dengan cadangan kayu yang berlimpah, pada tahun 1775 Belanda


mengizinkan kapal-kapal Siak mendapat akses langsung kepada
sumber beras dan garam di Pulau Jawa, tanpa harus membayar
kompensasi kepada VOC. Namun tentu dengan syarat Belanda
juga diberikan akses langsung kepada sumber kayu di Siak, yang
mereka sebut sebagai kawasan hutan hujan yang tidak berujung.

Mengalirnya Sungai Siak ke selat yang konon strategis itu, juga


memungkinkan barang barang yang dikirimkan ke Selat Melaka
jauh lebih cepat menggunakan kapal kapal yang berlayar diatas
sungai sungai itu. Apalagi jika mengetahui bahwa kesultanan ini
menjadikan kayunya sebagai produk utama dari kesultanan itu
sendiri. Kesultanan bisa membuatnya sebagai bahan untuk
perbaikan kapal kapal yang melalui dan beristirahat di selat
tersebut.

Dominasi Kesultanan Siak terhadap wilayah pesisir pantai timur


Sumatra dan Semenanjung Malaya cukup signifikan. Mereka
mampu menggantikan pengaruh Johor sebelumnya atas
penguasaan jalur perdagangan. Selain itu Kesultanan Siak juga
muncul sebagai pemegang kunci ke dataran tinggi Minangkabau,
melalui tiga sungai utama yaitu Siak, Kampar, dan Kuantan, yang
mana sebelumnya telah menjadi kunci bagi kejayaan Malaka.

Situs Situs Di Kesultanan Siak Indragiri

Siak memiliki banyak bangunan bersejarah peninggalan Hindia


Belanda dan kerajaan Melayu Islam. Salah satunya adalah Istana
Siak Sri Indrapura.Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan oleh
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah pada 1723 M. Kerajaan Melayu
Islam terbesar di Riau ini mengalami masa kejayaan pada abad ke-
16 hingga ke-20.Istana Siak Sri Inderapura merupakan kediaman
resmi Sultan Siak. Istana Siak Sri Indrapura menyimpan
peninggalan kerajaan Melayu Islam terbesar di Riau. Dinding
istana berlapiskan keramik yang didatangkan langsung dari
Prancis. Istana yang mendapat julukan Istana Matahari Timur ini
terdiri dari dua lantai. Tak jauh dari lokasi istana, terdapat sebuah
masjid yang bernama Syahabuddin. Masjid ini merupakan warisan
dari Kesultanan Siak yang dibangun semasa kekuasaan Sultan
Siak ke-12, Sultan Syarif Kasim II, sekaligus menjadikannya
masjid tertua di Siak.Di sekitar kerajaan siak terdapat situs situs
peninggalan kerajaan siak antara lain yaitu:

1. Masjid Raya Pekanbaru

Masjid yang didirikan pada 1762 ini menjadi bukti Kerajaan Siak
pernah berdiri di kota ini pada masa pemerintahan Sultan Abdul
Jalil Muazzam Syah dan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil
Muazzam.

2. Makam Marhum Bukit dan Makam Marhun Pekan

Makam dua tokoh besar pendiri kota Pekanbaru ini masih berada
dalam areal kompleks Masjid Raya Pekanbaru. Sultan Abdul Jalil
Alamuddin Syah (Mahrum Bukit) adalah sultan yang
memindahkan Kerajaan Siak dari Mempura ke Bukit Senapelan.
Sementara, Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah
(Mahrum Pekan) adalah sultan yang berhasil mengembangkan
pembangunan Siak dan menjadi cikal bakal berdirinya kota
Pekanbaru saat ini.

3. Masjid Raya Syahabuddin

Masjid yang didirikan pada 1926 ini merupakan saksi sejarah


hadirnya Kerajaan Melayu Islam di Siak Sri Indrapura, Riau.
Masjid yang berada di pinggir Sungai Siak di kecamatan Siak Sri
Indrapura, kabupaten Siak, ini memiliki perpaduan arsitektur
Timur Tengah dan Melayu.

4. Istana Siak Sri indrapura

Kerajaan Siak adalah kerajaan melayu Islam terbesar di Riau yang


masa kejayaannya terjadi pada abad 16-20. Kompleks istana yang
berada di kabupaten Siak ini dibangun oleh Dultan Assyaidis
Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 dan diberi
nama Assirayatul Hasyimah.

5. Benteng Tujuh Lapis

Benteng tanah yang ada di daerah Dalu-dalu merupakan benteng


pertahanan saat perang paderi benteng tersebut dibina oleh warga
dalu dalu.

Dari Masa Kejayaan Hingga Kemunduran

Dengan klaim sebagai pewaris Malaka, pada tahun 1724-1726


Sultan Abdul Jalil melakukan perluasan wilayah, dimulai dengan
memasukan Rokan ke dlm wilayah Kesultanan Siak, membangun
pertahanan armada laut di Bintan. Namun tahun 1728 atas
perintah Raja Sulaiman, Yang Dipertuan Muda bersama pasukan
Bugisnya, berhasil menekan Raja Kecil keluar dari kawasan
kepulauan. Raja Sulaiman kemudian menjadikan Bintan sebagai
pusat pemerintahannya & atas keberhasilan itu Yang Dipertuan
Muda diberi kedudukan di Pulau Penyengat. Sementara Raja Kecil
terpaksa melepas hegemoninya pada kawasan kepulauan & mulai
membangun kekuatan baru pada kawasan sepanjang pesisir timur
Sumatera. Antara tahun 1740-1745, Raja Kecil kembali bangkit &
menaklukan beberapa kawasan di Semenanjung Malaya.

Ancaman dari Siak, serta di saat bersamaan Johor juga mulai


tertekan oleh orang-orang Bugis yg meminta balas atas jasa
mereka. Hal ini membuat Raja Sulaiman pada tahun 1746
meminta bantuan Belanda di Malaka & menjanjikan memberikan
Bengkalis kepada Belanda, kemudian direspon oleh VOC dengan
mendirikan gudang pada kawasan tersebut. Sepeninggal Raja Kecil
tahun 1746, klaim atas Johor memudar, & pengantinya Sultan
Mahmud fokus kepada penguatan kedudukannya di pesisir timur
Sumatera & daerah vazal di Kedah & kawasan pantai timur
Semenanjung Malaya. Pada tahun 1761, Sultan Siak membuat
perjanjian ekslusif dengan pihak Belanda, dlm urusan dagang &
hak atas kedaulatan wilayahnya serta bantuan dlm bidang
persenjataan.

Walau kemudian muncul dualisme kepemimpinan di kerajaan ini


yg awalnya tanpa ada pertentangan di antara mereka, Raja
Muhammad Ali, yg lebih disukai Belanda, kemudian menjadi
Sultan Siak, sementara sepupunya Raja Ismail, tak disukai oleh
Belanda, muncul sebagai Raja Laut, menguasai perairan timur
Sumatera sampai ke Lautan Cina Selatan, membangun kekuatan
di gugusan Pulau Tujuh. Sekitar tahun 1767, Raja Ismail, telah
menjadi duplikasi dari Raja Kecil, didukung oleh Orang Laut, terus
menunjukan dominasinya di kawasan perairan timur Sumatera,
dengan mulai mengontrol perdagangan timah di Pulau Bangka,
kemudian menaklukan Mempawah di Kalimantan Barat.
Sebelumnya Raja Ismail juga turut membantu Terengganu
menaklukan Kelantan, hubungan ini kemudian diperkuat oleh
adanya ikatan perkawinan antara Raja Ismail dengan saudara
perempuan Sultan Terengganu.

Pengaruh Raja Ismail di kawasan Melayu sangat signifikan mulai


dari Terengganu, Jambi & Palembang. Laporan Belanda
menyebutkan Palembang telah membayar 3000 ringgit kepada
Raja Ismail agar jalur pelayarannya aman dari gangguan,
sementara Hikayat Siak menceritakan tentang kemeriahan
sambutan yg diterima oleh Raja Ismail sewaktu kedatangannya ke
Palembang. Pada abad ke-18 Kesultanan Siak telah menjadi
kekuatan yg dominan di pesisir timur Sumatera. Tahun 1780
Kesultanan Siak menaklukkan daerah Langkat, & menjadikan
wilayah tersebut dlm pengawasannya, termasuk wilayah Deli &
Serdang. Di bawah ikatan perjanjian kerjasama dengan VOC, pada
tahun 1784 Kesultanan Siak membantu VOC menyerang &
menundukkan Selangor, sebelumnya mereka telah bekerjasama
memadamkan pemberontakan Raja Haji Fisabilillah di Pulau
Penyengat.

Berikut daftar nama-nama sultan-sultan yang ada di Kerajaan


Indragiri:

- Raja Kecik Mambang atau Raja Merlang (1298-1337), Raja


Keritang ke-
- Raja Nara Singa I (1337-1400), Raja Keritang ke-2
- Raja Merlang II (1400-1473), Raja Keritang ke-3
- Raja Nara Singa II (1473-1508)4 yang kemudian mendirikan
Kesultanan Indragiri, Sultan Indragiri ke-1 dengan gelar Sultan
Iskandar Alauddin Syah (1508-1532)
- Sultan Usuluddin Hasansyah (1532-1557), Sultan Indragiri ke-2
- Raja Ahmad bergelar Sultan Mohammadsyah (1557-1599),
Sultan Indragiri ke-3
- Raja Jamaluddin bergelar Sultan Jamaluddin Kramatsyah (1599-
1658), Sultan Indragiri ke-4
- Sultan Jamaluddin Sulemansyah (1658-1669), Sultan Indragiri
ke-59. Sultan Jamaluddin
- Mudoyatsyah (1669-1676), Sultan Indragiri ke-6 
- Sultan Usuludin Ahmadsyah (1676-1687), Sultan Indragi
- Sultan Abdul Jalil Syah (1687-1700), Sultan Indragiri ke-8
- Sultan Mansursyah (1700-1704), Sultan Indragiri ke-9
- Sultan Mohammadsyah (1704-1707), Sultan Indragiri ke-10
- Sultan Musyaffarsyah (1707-1715), Sultan Indragiri ke-11
- Raja Ali Mangkubumi Indragiri bergelar Sultan Zainal Abidin
Indragiri (1715-1735), Sultan Indragiri ke-12
- Raja Hasan bergelar Sultan Hasan Salahddinsyah (1735-1765),
Sultan Indragiri ke-13
- Raja Kecil Besar bergelar Sultan Sunan (1765-1784), Sultan
Indragiri ke-14
- Sultan Ibrahim (1784-1815), Sultan Indragiri ke-15
- Raja Mun (1815-1827), Sultan Indragiri ke-16  
- Raja Umar bergelar Sultan Berjanggut Kramat (1827-1838),
Sultan Indragiri ke-17 
- Raja Said bergelar Sultan Sultan Said Mudoyatsyah (1838-1876),
Sultan Indragiri ke-18 
- Raja Ismail bergelar Sultan Ismailsyah (1876-1877), Sultan
Indragiri ke-19
- Tengku Husin bergelar Sultan Husinsyah (1877-1883), Sultan
Indragiri ke-20
- Tengku Isa bergelar Sultan Isa Mudoyatsyah (1887-1903), Sultan
Indragiri ke-21
- Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah (1912-1963),
Sultan Indragiri ke-22
Kesimpulan
Pemerintahan di Kerajaan Indragiri yang ada di Indragiri dibangun
oleh orang-oran Malaka secara turun temurun, dari mulai pendiri
pertama yaitu Sultan atau raja Nara Singa II sampai Sultan
Mahmudsyah. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmudsyah ini,
posisi Kesultanan Indragiri sebagai kerajaan yang berdaulat
semakin terjepit, sultan sudah tidak bisa lagi mengatasi tekanan-
tekanan dari Belanda. Hingga akhirnya pada saat Indonesia
merdeka Sultan Mahmudsyah dan seluruh masyarakat Indragiri
berdaulat sepenuhnya kepada Indonesia, dari situlah yang
kemudian menjadi akhir daripadan kekuasaan Kesultanan
Indragiri.

Daftar Rujukan

Haryono. (2018). Jasa Orang Laut dan Orang Asli Dalam


Kemunculan Dan Perkembangan Peradaban Kerajaan
Melayu Riau, Jurnal PPkn & HUKUM.

Akhmad Supandi. (2015). Kesultanan Siak Sri Indrapura: Islam


dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme Pada Tahun
1760-1946M, Skripsi Jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.

Kerajaan Siak, Kampar dan Indragiri, tiga kerajaan Islam di Riau.


Merdeka.Com.

Sejarah Tentang Kerajaan Indra Giri dari Masa ke Masa Cikal


Bakal Kesultanan Indragiri. Academia.edu.

THE KINGDOM OF INDRAGIRI IN THE REIGN OF GOVERNMENT


PADUKA MAULANA SRI SULTAN ALAUDDIN
ISKANDAR SYAH JOHAN ZIRULLAH FIL ALAM
(NARASINGA II) IN 1473-1532 Media.neliti.com, 1.

Anda mungkin juga menyukai