Anda di halaman 1dari 11

TRADISI ISLAM DI KESULTANAN MELAYU RIAU

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Evaluasi Pembelajaran

Dosen Pengampu :
Dr.Haljuliza Fasari, P.S.Pd,M.Si

OLEH KELOMPOK 2 :
ASRI : 1720201067
CENLI : 1720201070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
2019
Latar Belakang

Kerajaan Melayu adalah salah satu kerajaan tertua di Sumatra. Menurut


berita Cina, ketika I-Tsing akan pergi ke India, selain singgah di Jawa ia juga
singgah di Sumatra. Salah satunya adalah di Kerajaan Melayu. Namun, ketika
pada tahun 692 ia kembali dari India dan singgah di Sumatra, Kerajaan Melayu
telah ditaklukkan oleh Sriwijaya. Berita lain dari Cina menyebutkan bahwa pada
tahun 644 datang utusan dari negeri Mo-lo-yeu ke Cina untuk membawa hasil
bumi sebagai persembahan dan perkenalan. Bukti lain keberadaan Kerajaan
Melayu adalah kitab Negarakertagamadan Pararaton yang menyebutkan bahwa
Raja Kertanegara (Singasari) mengirim pasukan tentaranya ke Melayu dalam
Ekspedisi Melayu untuk mempererat persahabatan Singasari – Melayu dalam
rangka menghadapi ancaman Cina yang saat itu dipimpin Kubhilai Khan. Dalam
ekspedisi itu Raja Kertanegara mempersembahkan arca Buddha Amogapasa yang
kemudian ditempatkan di Dharmasraya. Pemberian ini membuat Raja Melayu, Sri
Manliwarmadewa sangat senang.
Setelah imperium sriwijaya yang bertapak di riau runtuh pada abad ke-7,
kekuasaan melayu berada dalam imperium malaka yang berpusat di semenanjung,
yang akhirnya dikalahkan portugis pada tahun 1511. Federasi budaya, politik, dan
ekonomi melayu kembali direbut bersama – sama Riau – Lingga. Pada masanya
menjadi kekuatan penyangga kesinambungan kekuasaan melayu yang berturut –
turut berpusat di johor, Riau dan lingga. Di tengah- tengah keluasaan pengaruh
colonial belanda dan inggris di alam melayu, pada abad ke -18 sampai abad ke -
20, kerajaan siak tampil sebagai pusat pewarisan kerajaan malaka bersama
kerajaan Riau- Lingga dan dan daerah takluknya (di kepulauan Riau)
Dalam tulisan ini akan membahas mengenai keadaan politik, pendidikan,
kelembagaan ulama serta budaya, dimana terlebih dahulu penulis akan
memaparkan sejarah kesultanan riau. Dengan berfokus pada wilayah Riau maka
penjelasan mengenai tulisan ini akan lebih dimengerti.

1
1. Sejarah masuknya islam ke tanah melayu
Kesultanan Kepulauan Riau-Lingga merupakan sebuah kesultanan yang
kini terletak di wilayah Provinsi Kepulauan Kepulauan Riau (Kepri). Sejarah awal
Kesultanan Kepulauan Riau-Lingga ditandai pada masa pemerintahan Sultan
Mahmud Syah yang naik sebagai sultan di Kesultanan Johor, Kepulauan Riau-
Lingga, dan Pahang (Kesultanan Johor) pada 1761. Ketika memerintah beliau
memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Melayu Kepulauan Riau dari
Kepulauan Riau Lama (Ulu Kepulauan Riau di Pulau Bintan) ke Daik di Pulau
Lingga pada 1788 (Hikmat Ishak, 2001:52). Di Lingga inilah Sultan Mahmud
Syah membangun istana dan melaksanakan pemerintahan serta mengatur kembali
perdagangan sebagai komoditi, khususnya lada dan timah dengan Inggris yang
dilakukan secara gelap (Hikmat Ishak, 2001:52). Awalnya Kesultanan Kepulauan
Riau-Lingga menjadi satu dengan Kesultanan Johor di Malaka. Tetapi akibat dari
ditandatanganinya Treaty of London (Traktat London), wilayah kekuasaan dari
Kesultanan Johor, Kepulauan Riau-Lingga, dan Pahang dibagi menjadi dua,
sebagian masuk ke wilayah pendudukan Inggris di Semenanjung Malaka sampai
Singapura, dan sebagian lainnya masuk ke wilayah pendudukan Pemerintah
Hindia Belanda. Kawasan yang masuk ke wilayah pendudukan Pemerintah Hindia
Belanda ini salah satunya kemudian berkembang dengan nama Kesultanan
Kepulauan Riau-Lingga. Sehingga sejarah terbentuknya Kesultanan Kepulauan
Riau-Lingga, jika ditelusuri berawal dari ditandatanganinya Traktat London.
Pada Zaman dahulu asal usul sebuah kerajaan Melayu di Lingga yang
berpusat di Kota Daik sebagai Negara Kesultanan Johor-Pahang-Riau-Lingga.
Sultan Mahmud Syah II (1685 – 1699) adalah Sultan Johor-Riau-Lingga-Pahang
atau kemaharajaan melayu yang ke-10. Ia adalah keturunan sultan-sultan Malaka,
sultan ini tidak mempunyai keturunan, untuk penggantinya dicarilah dari
keturunan Datuk Bendahara Paduka Raja Tun Abdul Jalil yang diberi gelar Sultan
Mahmud Syah III. Pada masa ini sultan Mahmud Syah III masih sangat muda jadi
yang menjalankan pemerintahan ialah yang dipertuan muda Daeng Kamboja yang
dipertuan Muda III, jadi ialah yang paling berkuasa di kemaharajaan di Melayu
Lingga. Yang menjadi Datok Bendahara pada saat itu adalah Tun Hasan, semasa

2
ini pula hubungan pemerintahan dengan Belanda masih lancar. Sedangkan di Riau
berdatangan pedagang-pedagang dari India. Sedangkan pedagang cina pada saat
itu masih menetap di Kepulauan Nusantara dan pada saaat ini juga yang
mendampingi yang dipertuan muda melaksanakan tugasnya untuk diwilayah Riau
Engku Kelana Raja Haji.
Pada tahun 1787 Sultan Mahmud Syah III memindahkan pusat
kerajaannya ke Daik Lingga, ini diakibtakan adanya tekanan dari Kompeni
Belanda. Walaupun pusat kerajaan berada di Pulau Lingga, wilayah masih
meliputi Johor-Pahang dimana daerah tersebut Sultan masih diwakili oleh Datuk
Temenggung untuk bagian Johor dan Singapura sedangkan Datuk Bendahara
untuk daerah Pahang. Untuk tahun 1795 terjadi perkembangan politik baru di
negeri Belanda, dimana kompeni Belanda harus menyerahkan beberapa daerah
yang didudukinya ke Inggris. Masa ini disebut juga sebagai masa INTEREGNUM
Inggris di Riau.
Di tengah- tengah keluasaan pengaruh colonial belanda dan inggris di
alam melayu, pada abad ke -18 sampai abad ke -20, kerajaan siak tampil sebagai
pusat pewarisan kerajaan malaka bersama kerajaan Riau- Lingga dan dan daerah
takluknya.1

2. Politik
Kata “politik” awalnya berasal dari bahasa Yunani, "Polis", yang
kemudian dalam bahasa Inggris berubah menjadi “Politics”. Menurut Aristoteles,
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama.Sedangkan menurut Weber, politik adalah sarana perjuangan untuk
mendistribusikan kekuasaan, baik di antara negara-negara maupun di antara
kelompok-kolompok dalam suatu negara..

1
Siak sebuah perkampungan yang memiliki sejarah yang amat panjang. Di
perkampungan ini cikal-bakal terwujudnya sebuah peradaban dan kebudayaan
Melayu Islam yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Karena dahulu
daerah Siak menjadi pusat peradaban Islam Melayu yang berada di bawah
imperium Kersultana Melaka. Sehingga begitu kentalnya siar dan ajaran
agama Islam di Siak, yang berdampak dalam peradaban, kebudayaan, dan
adat.

3
Sementara dalam sejarah tradisional Melayu, pengertian politik lebih
dititikberatkan pada konsep raja dan kerajaan; sistem pemerintahan dan
kekuasaan. Menurut Milner, kegiatan politik Melayu bisa diistilahkan bahwa
orang-orang Melayu menganggap diri mereka hidup bukan di bawah status atau
pemerintah tetapi di dalam kerajaan di mana wujudnya seorang pemerintah
bertaraf raja.Pengangkatan raja dan penegakan sebuah dinasti atau kesultanan di
Melayu sudah berlangsung sejak tahun 1400. Menurut Gullick, peristiwa itu
sebagai tanda dimulainya sebuah sistem politik bumiputera.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa politik adalah segala
urusan dan tindakan mengenai kenegaraan, sistem pemerintahan, dan kebijakan
dalam mengatur dan memperbaiki rakyat.
Besarnya pengaruh Islam terhadap politik Melayu mengakibatkan
timbulnya gelar raja-raja Melayu yang bercorakkan Islam seperti zillullah fil alam,
sultan dan khalifah. Implikasinya, pengembangan konsep-konsep hukum Melayu
merujuk kepada hukum-hukum Islam yang berlandaskan al-Qur`an dan Sunnah
Nabi. Bagi raja-raja Melayu, Islam bukan sekedar agama tetapi lebih dari itu ia
menjadi landasan politik dan pandangan hidup mereka dalam menjalankan roda
pemerintahannya. Oleh karena itu, Islam dan politik Melayu selalu berjalan
beriringan. Islam menjadi bagian dari kehidupan raja-raja dan masyarakat Melayu,
sebaliknya raja-raja dan masyarakat Melayu sangat identik dengan Islam.
Strukturnya yaitu pemerintah pusat dan pemerintahan kerajaan-kerajaan
taklukan, sultan menunjuk pemegang kekuasaan di taklukkan. Pemerintah pusat
menjalankan di istana juga mengawasi jalannya kerajaan taklukkan. Daud
(Kadir,Drs.H.M.dkk,2008:71):
Susunan pemerintah pusat yaitu :
a.Sultan,
b.Datuk Bendhara,
c.Laksamana,
d.Penghulu Bendahara, setelah Islam dilengkapi dengan ,khalifah, Amir,
Syarif dan Qadhi, mereka itu bertugas yang dinamakan Mahkamah

4
3. Kelembagaan Ulama kesultanan Riau
sosok ulama yang bukan hanya fasih berbicara agama namun juga
menguasai politik, ketatanegaraan, sejarah, hukum, dan pandai berkata-kata dalam
karya sastra. Raja Ali Haji salah satunya. Selain pemahaman agamanya yang
sangat luas, ia juga banyak menghasilkan buku-buku di bidang lain. Karya-
karyanya di bidang sastra sangat diperhitungkan di masanya yaitu di abad ke-19.
Tokoh ini lahir tahun 1809 di Pulau Penyengat, Riau. Namun, ia sejatinya
keturunan Bugis. Kakeknya, Raja Haji, merupakan salah satu pahlawan Bugis
yang terkenal, yang pernah menjabat sebagai Yamtuan Muda (atau perdana
menteri ke-4) dalam Kesultanan Johor-Riau. Dia pula yang membuat Kesultanan
Johor-Riau maju pesat sehingga menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan.(
Suwardi Mohammad,2016:61)
Darah sastrawan menurun dari ayahnya, Raja Ahmad, salah satu dari dua
putra Raja Haji. Pangeran Riau pertama yang pergi haji itu merupakan orang
pertama yang menyusun epos yang melukiskan sejarah orang Bugis di Melayu
dan hubungannya dengan raja-raja Melayu.
Sejak masih anak-anak, Raja Ali Haji seringkali mengikuti perjalanan
ayahnya ke berbagai daerah, untuk berdagang, dan termasuk pergi haji. Berbekal
pengalaman ini, Raja Ali Haji tumbuh menjadi pemuda berwawasan luas. Dalam
usianya yang masih sangat muda, ia dikenal sebagai salah satu ulama yang
seringkali diminta fatwanya oleh pihak kerajaan. Ia juga menjadi pembimbing
bagi guru-guru agama di Riau.
Di usia 20 tahun, Raja Ali Haji sudah diamanahi tugas kenegaraan yang
penting. Sementara ketika usianya mencapai 32 tahun, bersama sepupunya Raja
Ali bin Raja Ja'far, ia dipercaya memerintah wilayah Lingga untuk mewakili
Sultan Mahmud Muzaffar Syah yang saat itu masih sangat muda.
Ketika akhirnya, saudara sepupunya diangkat menjadi Yamtuan muda,
Raja Ali Haji diangkat menjadi penasihat keagamaan negara. Memiliki posisi
penting di pemerintahaan Kesultanan Johor Riau tak membuat produktivitasnya
dalam menulis menjadi surut. Raja Ali Haji banyak memberikan kontribusi,
khususnya di bidang keagamaan, kesusastraan Melayu, politik, sejarah, filsafat,

5
dan juga hukum. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh paling terkemuka di
zamannya, baik di kalangan agamawan maupun cendikiawan dan para sastrawan.
Di bidang sastra Melayu, karyanya yang berjudul Hikayat Abdul Muluk -- yang
dibuat tahun 1846 -- dianggap sebagai karya sastrawan Riau yang pertama kali
diterbitkan. Karya-karya Raja Ali Haji dikenal dengan kekhasannya yang selalu
berakar pada syariat Islam dan juga tradisi Melayu.
Karya lainnya yang terkenal adalah buku di bidang ketatanegaraan yang berjudul
Intizam Wazaif al Malik (Peraturan Sistematis tentang Tugas-Tugas Raja). Buku
yang berisi nasihat terhadap perilaku raja dan aturan pemerintahan secara Islam
ini ia buat untuk memperingati wafatnya Yamtuan Muda Raja Ali bin Raja Ja'far
pada tahun 1857. .( Suwardi Mohammad,2016:65)
Dua tahun kemudian, Raja Ali Haji membuat karya lainnya di bidang yang
sama, yaitu buku yang berjudul Samarat al-Muhimmah Difayah li al-Umara wa
al-Kubara wa li ahl al-Mahkamah (Pahala dari Tugas-tugas Keagamaan bagi para
Pemimpin, Pembesar, dan para Hakim). Buku ini menjadi puncak karya Raja Ali
Haji. Dalam buku ini, secara tegas ia menyatakan bahwa seorang raja yang
melalaikan tugasnya dan mendurhakai Allah SWT, tidak dapat diterima sebagai
penguasa lagi, dan jabatannya harus diserahkan kepada orang yang lebih tepat.
Raja Ali Haji agaknya sangat mengagumi sosok Imam Ghazali. Ini sangat
terlihat dari karya-karyanya yang banyak menyebutkan buku Ihya Ulum ad-Din
karya ulama besar tersebut. Pengaruh Al Ghazali sangat terasa dalam bagaimana
Raja Ali Haji menggambarkan sosok raja yang ideal yang seharusnya bisa
menahan diri dari hal-hal yang bersifat duniawi dan lebih mementingkan
mengurus umat. Selain dipengaruhi pemikiran Al Ghazali, pemikiran politik Raja
Ali Haji juga dipengaruhi ulama seperti Ibnu Taimiyah dan Abu al-Hasan Ali bin
Muhammad Habib al-Mawardi.
Selain Samarat, karya beliau lainnya yang monumental adalah buku
berjudul Tuhfah an-Nafis (Hadiah yang Berharga) yang diterbitkan tahun 1860.
Diperkirakan karya ini sebenarnya merupakan karya Raja Ahmad yang kemudian
disunting dan sempurnakan oleh Raja Ali Haji. Buku ini berisi sejarah kesultanan
Johor Riau, sejak berdiri di Palembang hingga kemudian berdiri di Singapura.

6
Buku-buku beliau lainnya adalah Silsilah Melayu dan Bugis (1859) yang
mengisahkan pengalaman lima orang Bugis bersauadara yang merupakan nenek
moyang Pangeran Penyengat. Dua karya di atas merupakan warisan yang sangat
berharga bagi sejarah Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Buku ini
juga mengisahkan peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di kawasan ini
selama dua abad.
Karya Raja Ali Haji lainnya adalah buku berjudul Bustan al-Katibin li as
Sibyan al-Muta'allimin (Taman Para Penulis dan pencari Ilmu) yang dicetak tahun
1875. Lalu buku berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa. Sayangnya, kedua buku ini
belum rampung karena Raja Ali Haji keburu wafat di tahun 1870. Kedua buku ini
berisi tentang pandangan Raja Ali Haji yang menyatakan bahsa satu-satunya jalan
untuk mengatasi hawa nafsu dan permasalahan adalah dengan taat kepada hukum
Allah SWT yang digariskan dalam Alquran.
Bukunya yang lain adalah Gurindam Duabelas, Siti Sianah, Suluh
Pegawai, Taman Pemrata, dan Sinar Gembala Mustika Alam. Setiap buku-buku
yang dibuatnya, khususnya yang berisi nasihat, selalu disertai contoh-contoh
kasus yang terjadi di sekelilingnya pada masa yang sama. Untuk mengenang
karya-karyanya, 20 tahun kemudian, keluarganya mendirikan perkumpulan
bernama Rusydiah Club yang bergerak di bidang pembinaan masyarakat, serta
penerbitan buku-buku Islami.

4. Budaya Kesultanan Riau


Kesultanan Riau Lingga banyak meninggalkan warisan budaya melayu
serta situs-situs sejarah melayu di beberapa cagar budaya provinsi kepulauan Riau
salah satunya yaitu taman budaya Raja Ali Haji
a. Arsitektur
Taman budaya Raja Ali Haji, di dasarkan pada penekanan aspek
kearifan lokal budaya masayarakat asli maupun pendatang secara tidak
langsung terbawa oleh kebiasaan dan kebudayaan meayu tersebut.
Kebiasaan tersebut mempengaruhi bahasa, bertutur kata serta sikap.
Keterbukaan yang di miliki oleh sifat orang melayu menyebabkan budaya

7
melayu mudah di terima oleh masyarakat pendatang. Kearifan budaya
melayu menjadi kekuatan budaya yang dimiliki oleh masyarakat asli
maupun pendatang yang berpijaak di anah melayu.

8
Simpulan :

Transmisi keislaman di Kesultanan Riau-Lingga dilakukan melalui


pendidikan dan kegiatan keagamaan (tarekat) merupakan contoh konkret bahwa
Islam yang diajarkan dan disampaikan oleh para ulama di nusantara pada masa
lalu adalah Islam yang moderat, untuk memperlihatkan bahwa Islam moderat
sebagai Islam yang rahmah li al-alamin. Para ulama “bergerak” melalui lisan dan
tulisan, artinya selain berdakwah secara lisan, mereka juga produktif menulis.
Melalui karya-karya itulah para ulama masa lalu melakukan trasmisi pemikiran
Islam moderat. Karya-karya mereka masih dipelajari sampai saat ini. Raja Ali
Haji termasuk salah seorang ulama yang mengikuti jejak para ulama nusantara,
yakni sebagai ulama sekaligus penulis. Ia mendialogkan pemikiran keislamannya
dengan media tradisi Orang Melayu pada masa itu, yaitu dengan tulisan aksara
Arab Melayu.

9
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Syahid. “Pemikiran Politik dan Tendensi-tendensi Kuasa: Studi


Pemikiran Raja Ali Haji pada Muqaddimah fi Intizam dan Samarah al-
Muhimmah”. Disertasi S3 yang tidak dipublikasikan. UIN Syarif Hidayatullah,
2006.
Arsip Nasional Republik Indonesia. Surat-surat Perdjandjian Antara Kesultanan
Riau dengan Pemerintah V.O.C. dan Hindia Belanda 1784-1909. Djakarta:
ARNAS, 1970.
Collins, James T. Malay World Language: a Short History. Terj. Alma Evita
Almanar. Bahasa Melayu, Bahasa Dunia. Cetakan Kedua. Jakarta: Pustaka
Obor Indonesia, 2011.
Daniel L. Pals. Seven Theories of Religion. Terj. Ali Noer Zaman. Seven Theories
of Religion. Yogyakarta: Qalam, 2001
Daud Kadir, et. al. Sejarah Kebesaran Kesultanan Lingga-Riau. Kepri:
Pemerintah Kabupaten Lingga, 2008.
Drs.Muchtar Lutfi,dkk.Sejarah Riau,1977 :195-197, pemerintah Derah propinsi
Riau,Pekanbaru

10

Anda mungkin juga menyukai