3890
Abstract
In Indonesia, Islam has been recognized as a moderate Islam and is associated with archipelagic
culture. Archipelagic culture constitutes a part of Islamic values. As an Islamic scholar in the
Sultanate of Riau-Lingga at that time, Raja Ali Haji held a strategic position, as he was part
of people in power. Once he completed an Islamic pilgrimage, as well as finished his studying
Islam in Makkah and Madinah, he and his father together with Yang Dipertuan Muda (Under
King) initiated to mobilize religious activities by inviting in several Islamic scholars who are the
members of ‘Ulamas network in Indonesia. The credibility of Indonesian Islamic scholars who
spread the teachings of Islam and mobilize religious activities in the nation is acknowledged.
Those people are the Islamic scholars who deeply understand Islam and understand the Shari’a
of Islam comprehensively. Those Indonesian Islamic scholars, including Raja Ali Haji, certainly
was able to filter out which parts of the principles of Islamic teachings that may be and may
not be modified.
Keywords: Transmission, Moderate Islam, Riau-Lingga Sultanate, and Raja Ali Haji.
Abstrak
Islam di Nusantara dikenal sebagai Islam moderat dan terkait dengan budaya Nusantara.
Adapun budaya Nusantara merupakan bagian dari nilai-nilai Islam. Sebagai ulama di
Kesultanan Riau-Lingga pada masa itu, Raja Ali Haji berada pada posisi strategis, karena
ia bagian dari pusaran kekuasaan. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, sekaligus belajar
Islam di Makkah dan Madinah, ia dan ayahnya bersama dengan Yang Dipertuan Muda
menggerakkan kegiatan keagamaan dengan mengundang beberapa ulama yang menjadi
bagian dari jaringan ulama di Nusantara. Para ulama Nusantara yang menyebarkan Islam
dan menggerakkan kegiatan keagamaan di Nusantara sudah diakui kredibilitasnya. Mereka
para ulama yang sangat mengerti Islam dan memahami syariat Islam dengan baik. Para
Ulama Nusantara tersebut, termasuk Raja Ali Haji, tentu mampu memilah bagian-bagian
mana dari prinsip-prinsip ajaran Islam yang boleh dimodifikasi dan bagian-bagian mana
saja yang tidak boleh dimodifikasi.
Kata Kunci: Transmisi, Islam Moderat, Kesultanan Riau-Lingga, dan Raja Ali Haji.
172 Rina Rehayati dan Irzum Farihahi: Transmisi Islam Moderat Oleh Raja Ali Haji di Kesultanan Riau-Lingga pada Abad Ke-19
Pendahuluan Lingga. Sungai Daik dapat dilayari sampai ke
Akademisi muslim Indonesia saat ini sedang hulu, sehingga relatif terlindung dari kejaran
ditantang oleh banyak pihak untuk menunjukkan kompeni Belanda. Selain itu, tidak mudah untuk
konsep Islam moderat kepada dunia internasional, masuk ke Sungai Daik, karena sangat bergantung
baik melalui media cetak maupun media elektronik. dengan air pasang naik dan air pasang surut.
Padahal, jauh sebelumnya, Islam moderat telah Ketika air pasang naik, arusnya sangat deras,
dipraktikkan di Nusantara, termasuk di bumi banyak kelokan dan sulit menentukan pinggir
Melayu, salah satunya di Kesultanan Riau-Lingga sungai.3 Dengan demikian, Sultan dan kesultanan
pada abad ke-19.1 Kesultanan Riau-Lingga adalah berada di Lingga, sedangkan Yang Dipertuan
nama lain Kerajaan Melayu-Johor-Riau, setelah Muda sebagai pelaksana Kesultanan Riau-Lingga
Sultan Mahmud Syah III lolos dari kejaran tetap berada di Pulau Penyengat. Di Pulau
kompeni Belanda, dan bersembunyi di Lingga. Penyengat inilah terjadi transmisi Islam moderat
Sultan merasa aman di Lingga, sehingga ia pada abad ke-19.
putuskan memindahkan pusat pemerintahannya Pola transmisi Islam moderat di Kesultanan
yang selama ini berada di Bintan (Riau) dengan Riau-Lingga tidak jauh berbeda dengan transmisi
nama Kerajaan Melayu-Johor-Riau, berpindah Islam di wilayah lain di Nusantara, yakni melalui
ke Lingga, sehingga dikenal dengan nama otoritas kekuasaan raja dan kerajaan, yakni
Kesultanan Riau-Lingga.2 Terpilihnya Lingga tatkala raja dan kerajaan “bersentuhan” dengan
sebagai lokasi baru kesultanan karena letak ulama dan pedagang Arab melalui perdagangan.
daratannya yang jauh dari pinggir Sungai Daik- Umat Islam Melayu di wilayah Kesultanan Riau-
Lingga memang ada relasinya dengan ulama-
1
Awalnya, Kesultanan Lingga-Riau menjadi satu dengan ulama dan para pedagang Timur Tengah yang
Kerajaan Johor-Pahang-Riau di Melaka, meliputi Lingga-
Riau, Kepulauan Riau, Semenanjung Melaka dan pesisir Timur
berdagang sambil berdakwah di Asia Tenggara.
Sumatera. Akibat ditandatanganinya Treaty of London (Traktat Adapun transmisi Islam moderat melalui kegiatan
London) pada tahun 1824 oleh Belanda dan Inggris, maka
wilayah kekuasaan Johor-Pahang-Riau dibagi menjadi dua.
keagamaan dan keilmuan para ulama Melayu
Sebagian masuk ke wilayah pendudukan Inggris di Semenanjung diperoleh pada saat mereka menunaikan ibadah
Melaka sampai Singapura, sedangkan sebagian lainnya, yakni
Kepulauan Riau dan pesisir Timur Sumatera masuk ke wilayah
haji, demikian pula halnya Raja Ali Haji dan
pendudukan pemerintah Hindia Belanda. Lihat, Arsip Nasional, ayahnya. Raja Ali Haji dan Raja Ahmad (ayahnya)
Surat-Surat Perdjandjian Antara Kesultanan Riau dengan
merupakan anak keturunan Bugis-Riau yang
Pemerintah V.O.C. dan Hindia Belanda 1784-1909 (Djakarta,
1970), 126; 138-140. Peninggalan sejarah tentang Kerajaan pertama kali menunaikan ibadah haji.4 Mereka
Johor-Riau, seperti benteng kota; makam Sultan Alauddin tiba di Makkah pada 18 hari bulan Sya’ban tahun
Riayat Shah II; batu nisan makam-makam kuno, masih bisa di
lihat di Johor lama yang terletak di tebing kiri menghilir Sungai 1243 H/ 1827 M. Selesai menunaikan ibadah haji,
Johor kira-kira 27 km dari Bandar Kota Tinggi atau kira-kira mereka tinggal di Makkah selama dua tahun.
30 km dengan darat melalui jalan ke Desaru masuk ke Teluk
Sengat. Lihat Kamarudin Ab. Razak, Peninggalan Sejarah Selama dua tahun itu mereka belajar Bahasa Arab
di Pesisiran Sungai Johor (Selangor: Asni Sdn. Bhd., 1998), (nahwu, saraf) usul al-din, fikih, dan tasawuf.
6-17; Tenas Effendi, “Maruah Johor di Kerajaan Pelalawan”,
dalam Zainal Abidin Borhan (ed.), Warisan Persuratan Johor Di Makkah mereka belajar ilmu-ilmu keislaman
II, Perundangan dan Ketatanegaraan Melayu (Kuala Lumpur: yang umumnya berkaitan dengan pemikiran Abu
Gillin Enterprise, 1999), 249-50; Suwardi MS, Dari Melayu ke
Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 23; Baca juga Hamid al-Ghazali (wafat 1111 M), terutama yang
Barbara Watson Andaya dan Virginia Matheson, “Perceptions terkait dengan fikih dan Tasawuf.5 Kekaguman
of the Past in South East Asia“, terj. Th. Sumarthana, “Pikiran
Islam dan Tradisi Melayu”, dalam Dari Raja Ali Haji Hingga
Hamka (Jakarta: Grafiti Pers, 1983), 99. Daud Kadir, et. al., 3
Ibid.
Sejarah Kebesaran Kesultanan Lingga-Riau (Kepri: Pemerintah 4
Raja Ali Haji, Tuhfat al-Nafis, penyunting Inche Munir bin Ali
Kabupaten Lingga, 2008), 163. (Singapura: Malaysia Printers Limited, 1932), 306.
2
Pemerintah Kota Tanjung Pinang, Tanjung Pinang Land of 5
Saghir Abdullah, Perkembangan Ilmu Fikh dan Tokoh-Tokohnya
Malay History (Tanjung Pinang: Pemko Tanjung Pinang, 2006), di Asia Tenggara (Solo: Ramadani, 1985), 130. Lihat juga
74. Hasan Junus, Raja Ali Haji: Budayawan di Gerbang Abad XX
174 Rina Rehayati dan Irzum Farihahi: Transmisi Islam Moderat Oleh Raja Ali Haji di Kesultanan Riau-Lingga pada Abad Ke-19
bukan hanya melalui lisan, tetapi juga melalui charismatic authorithy, dan legal authorithy.16
tulisan. Media tulisan diperlukan, karena tidak Traditional authorithy adalah otoritas berdasarkan
semua wilayah dapat dikunjungi oleh para kewibawaan yang diperoleh melalui adat-istiadat
ulama, sehingga tulisan mereka dapat mewakili atau kebiasaan, kekudusan aturan dan kekuatan
kehadiran ulama atau guru. Melalui karya-karya zaman dahulu, sehingga seseorang mendapatkan
itulah para ulama masa lalu melakukan trasmisi pengakuan memiliki kewenangan, kekuasaan
pemikiran Islam moderat di Indonesia, termasuk atau dominasi. Weber membedakan kewenangan
di wilayah Kesultanan Riau-Lingga.15 Dengan atau dominasi tradisional ini atas: a) gerontaksi,
demikian, Raja Ali Haji termasuk salah seorang yakni pada tangan orang-orang tua dalam suatu
ulama yang mengikuti jejak para ulama masa lalu kelompok; b) patriarkalisme, yaitu pada suatu
di Nusantara, yakni ulama yang juga sekaligus satuan kekerabatan yang dipegang oleh seorang
penulis, dengan tujuan transmisi Islam yang individu tertentu yang memiliki otoritas warisan;
moderat, kegiatan keagamaan dan keilmuan dan c) patrimonial, yaitu pegawai pemerintah
keislaman di lingkungan Kesultanan Riau-Lingga yang lahir di dalam administrasi rumah tangga
dan pulau-pulau sekitarnya. si pemimpin. Mereka sebagai pelayan pribadi
bagi pemimpin.17 Kedua, charismatic authorithy
Otoritas dan Kekuasaan yaitu otoritas berdasarkan kewibawaan yang
Sebelum kemerdekaan, Indonesia merupakan diperoleh melalui kharismatik pribadi yang luar
wilayah Nusantara yang terdiri dari kerajaan- biasa, sehingga dipandang memiliki kualitas
kerajan. Raja sebagai pusat orientasi dan kepribadian individu yang extra-ordinary (luar
pemegang otoritas tertinggi dalam aspek politik, biasa), bahkan diperlakukan sebagai orang yang
budaya dan agama. Setelah kemerdekaan, dianugerahi kekuatan dan kualitas supernatural
satu persatu kerajaan di Indonesia dihapus (adi-duniawi), superhuman (adi-insani), dan
oleh Belanda, namun jejaknya masih dijaga exceptional (pengecualian). Dengan demikian, ia
dan dirawat rapi oleh keturunan raja-raja memperoleh legitimasi dalam proses kekuasaan di
dan oleh pemerintah setempat sebagai cagar tengah masyarakat.18 Ketiga, legal authorithy atau
budaya, misalnya istana, masjid, makam, kewenangan legal-rasional, yaitu kewenangan
taman pemandian, dan lain-lain. Pada aspek didasarkan atas komitmen terhadap seperangkat
keagamaan, kerajaan selalu didampingi oleh peraturan berupa undang-undang resmi dan
ulama, sebagi penasehat spiritual. Apalagi ulama diatur secara impersonal. Undang-undang dan
memiliki otoritas tersendiri di masyarakat, yaitu seperangkat aturan tersebut sebagai legitimasi
sebagai guru dan penasihat di bidang ilmu-ilmu kekuasaan di masyarakat.19
keagamaan. Dengan keistimewaannya tersebut, Teori tentang tiga otoritas yang dikemukakan
maka ulama berada di tempat tersendiri, baik di Weber sangat relevan dengan gambaran otoritas
kerajaan maupun di masyarakat. yang terdapat di lingkungan Kesultanan Riau-
Terkait dengan otoritas kekuasaan, dapat Lingga abad ke-19. Pada masa itu, pemikiran
dianalisis melalui konsep Weber tentang politik Melayu masih berorientasi pada raja,
otoritas dan kekuasaan. Dalam teorinya, Weber sebagaimana menurut Achmad Syahid yang
mengemukakan bahwa ada tiga kategori mengutip pendapat Chauduri, Reid, Schutte,
otoritas kekuasaan, yaitu traditional authorithy,
16
Weber, “The Three Types of Legitimate Rule”, translated by
Hans Gerth (Berkeley: Publications in Society and Institutions,
Atallah al-Masri. Kemungkinan ia juga belajar kepada Ibrahim 1958), 1-11.
al-Rais az-Zamzani, sehingga ia juga dikenal sebagai ahli ilmu 17
Ibid., 4.
falaq. Lihat, Taufik Abdullah (ed.), 130. 18
Ibid.
15
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama..., 302-3. 19
Ibid., 2-3.
176 Rina Rehayati dan Irzum Farihahi: Transmisi Islam Moderat Oleh Raja Ali Haji di Kesultanan Riau-Lingga pada Abad Ke-19
Kepulauan Riau, sebagaimana yang dikemukakan lah tarekat Naksyabandiyah serta segala
Raja Ali Haji dalam salah satu karyanya: anak-anak raja2 yang di Pulau Penyengat
“Dengan ilmu naqli dan aqli dan dengan itu serta masok seluka. Maka tiap2 hari
qiyas yang jali dari pada ahl al-sunnah wa Jumaat dan Salasa tujoh, dan khatam, dan
al-jama’ah yaitu imam yang maha besar lagi sembahyang berjemaah-lah pada tiap2 hari
mujtahid, yakni Maliki, Syafi’i, Hanafi dan beramai2...”31
Hanbali.....beberapa jenis dari bangsa dan
negara dan benua, yaitu Turki, Hindi, Arab, Penjelasan Raja Ali Haji tersebut
Syam dan Tartar, kebanyakan benua-benua menggambarkan bahwa umat Islam Melayu
tersebut memakai Mazhab Maliki, Hanafi,
dan Hanbali. Adapun kebanyakan daripada di Riau-Lingga memang ada relasinya dengan
pihak Jawi ini memakai Mazhab Syafi’i pada ulama-ulama dan para pedagang Timur Tengah
qaul yang muktamatnya dan yang ‘adahnya.27 yang berdagang sambil berdakwah di Asia
Tenggara. Selain itu, transmisi itu berpengaruh
Adapun tasawuf yang dikembangkan di pada tradisi lokal wilayah Melayu-Riau yang sangat
Kesultanan Lingga Riau adalah amalan tarekat dipengaruhi pemikiran ulama sepulangnya mereka
Naqsyabandiyah. 28 Tarekat ini dibawa dan dari menunaikan ibadah haji dan belajar sekian
dikembangkan oleh para ulama Indonesia yang lama di Makkah dan Madinah. Misalnya, Kitab
belajar di Timur Tengah, kemudian dibawa ke Samrah al-Muhimmah karya Raja Ali Haji, isinya
Indonesia dan ditulis dalam bentuk naskah agar memperlihatkan pengaruh pemikiran para ulama-
mudah dipahami oleh masyarakat. Melalui naskah ulama Arab terhadap Raja Ali Haji. Ada kesamaan
ini kemudian dipelajari oleh orang-orang yang konsep tentang istilah-istilah penyelenggara
berminat mempelajari tarekat. Naskah tarekat kerajaan, seperti: qadi, wazir, katib, dan ulama
itu kemudian menyebar ke berbagai daerah, sebagai penasihat raja. Bahkan, ia sendiri menulis
termasuk ke Riau.29 Pada masa pemerintahan suatu karya yang ditulis untuk penguasa, dengan
Yang Dipertuan Muda Raja Ali bin Ja’far pada judul Muqaddimah fi al-Intizham, sebagaimana
tahun 1845, Raja Ali Haji diangkat sebagai yang dilakukan oleh ulama Arab yang menulis
penasehat spiritual dan ia pun sebagai anggota karya untuk raja-raja mereka.
tarekat Naqsyabandiyah yang terkemuka. Ia dan Dalam karyanya tersebut Raja Ali Haji
adik sepupunya, Raja Abdullah menjadi anggota menggambarkan tentang peran ulama-ulama Arab
tarekat ini di bawah bimbingan Syekh Ismail yang sangat signifikan di kerajaan, para ulama
yang datang dari Timur Tengah.30 Raja Ali Haji menjadi mufti di kerajaan pada masa itu, kemudian
mengemukakan sebagai berikut: para ulama tersebut ada yang menulis karya
“Syahdan, kemudian daripada itu maka sebagai nasehat bagi raja yang sedang berkuasa,
Syeikh Ismail, ulama yang besar daripada
ulama Jawi ini datanglah ka-Singapura.... serta mengenai tugas dan fungsi wazir, kadi, dan
Maka Syeikh Ismail pun datang-lah ka- ahl al-mahkamah yang membantu tugas raja di
Riau...Maka berhimpunlah anak raja2 dan kerajaan. Karya-karya ulama masa lalu, terutama
segala orang besar2 tiap2 hari bertanyakan karya dalam bentuk nasehat, ada yang murni atas
segala hukum sah, batal, halal, haram....
inisiatif dari si pengarang sendiri dengan tujuan
Yang Dipertuan Muda pun mengambil-
memberi nasehat kepada raja, dan ada juga karya
yang merupakan pesanan bagi para raja.32
27
Ibid.
28
Raja Ali Haji, Tuhfat, 350.
29
Hasan Junus, Raja Ali Haji dan Karya-karyanya (Pekanbaru: Raja Ali Haji, Tuhfat, 350.
31
Pusat Pengkajian Bahasa dan Kebudayaan Melayu UNRI, Karya-karya ulama berupa nasehat untuk penguasa yang
32
178 Rina Rehayati dan Irzum Farihahi: Transmisi Islam Moderat Oleh Raja Ali Haji di Kesultanan Riau-Lingga pada Abad Ke-19
menyebut dengan istilah cultural accommodation Ali Haji dalam Gurindam Duabelas sebagai
of change.39 Hemat penulis, meskipun Islam berikut:
Melayu tidak sama “wajah”nya dengan Islam di “Ini gurindam pasal kelima
Jika hendak mengenal orang berbangsa, lihat
wilayah lain, namun realitasnya, muslim Melayu
kepada budi dan bahasa.
memang memiliki kekhasan tersendiri, Islam Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
yang sesuai dengan kultur Melayu yang relatif sangat memeliharakan yang sia-sia.
akomodatif. Kultur Melayu yang akomodatif Jika hendak mengenal orang mulia, lihatlah
sangat bersesuaian dengan Islam moderat. kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
Muslim Melayu bukanlah muslim yang fanatik, bertanya dan belajar tiadalah jemu.
sehingga tidak pernah terdengar terjadinya Jika hendak mengenal orang yang berakal, di
pertentangan ideologis dan konflik rasis yang dalam dunia mengambil bekal.
signifikan di willayah Riau. Untuk mengatakan Jika hendak mengenal orang yang baik
perangai, lihat pada ketika bercampur dengan
bahwa Islam yang ditampilkan oleh ulama orang ramai”.41
Melayu Riau masa lalu adalah Islam moderat
dapat disaksikan melalui ekspresi keislaman Kandungan makna sosial-budaya dalam
mereka. Islam disentuh dan disampaikan melalui isi Gurindam Duabelas pasal kelima di atas
seni dan budaya. Raja Ali Haji menyampaikan menunjukkan bahwa muslim Melayu mempunyai
konsep-konsep Islam melalui karya seni sastra karakter budayanya sendiri yang khas dan unik,
berupa pantun, pepatah, dan gurindam. Dakwah tidak memiliki kesamaan “sense” akan warisan
melalui pendekatan seni dan budaya setempat budaya dan sejarah dengan muslim lain di
ternyata efektif, karena bahasa dakwah yang dalam wilayah negara Indonesia atau di luar
dihiasi dengan bahasa sastra, seperti pantun, negara Indonesia, budaya itulah yang kemudian
gurindam, pepatah, sangat akrab di telinga berpengaruh terhadap pemikiran politik dan
masyarakat Melayu, sehingga konsep Islam Islam-nya orang Melayu.
secara perlahan disosialisasikan, dipahami, dan Menurut Azyumardi Azra, Islam di Asia
diekspresikan melalui seni sastra. Tenggara sering dipandang oleh banyak
Syed Nasir bin Ismail dan Abdul Samad bin orientalis sebagai Islam periferal, karena jauh
Ahmad mengemukakan bahwa orang Melayu dari “bentuk asli” yang terdapat dan berkembang
gemar bersyair. Bentuk puisi Melayu berupa di pusatnya di Timur Tengah. Islam Melayu
pantun untuk menyuarakan dan melukiskan hati telah bercampur dengan berbagai kebudayaan
si penulis, awalnya sederhana, lama kelamaan yang melingkupinya sehingga seolah-olah
sesuai dengan zamannya berkembang menjadi Islam hanya bagian dari kebudayaan tersebut.
lebih kompleks. Syair-syair itu ada jenis roman, Meskipun demikian, Islam Melayu berhasil
sejarah, agama, sindiran atau kiasan, dongeng memperlihatkan konsep Islam yang damai dan
dan sebagainya.40 Ini menggambarkan bahwa rahmah li al-’alamin. Azra melihat dari beberapa
karakteristik Islam Melayu bersifat akomodatif penelitian di Asia Tenggara yang menurutnya
dan moderat. Dengan perspektif ini, Islam Melayu masih ditemukannya suatu ciri yang distingtif
Riau terlihat lebih fleksibel dan bermartabat. Islam di Melayu dengan Islam di Timur Tengah.
Sebagaimana bisa dicermati pada ungkapan Raja Misalnya, pencampuradukkan antara ajaran
Islam dengan praktik perdukunan42 atau dengan
39
Bassam Tibi, Islam and The Cultural Accommodation of Social
Change (Oxford: Westview Press, 1990), 7. 41
Raja Ali Haji, Gurindam Dua Belas (Pekanbaru: UNRI Press,
40
Syed Nasir bin Ismail dan Abdul Samad bin Ahmad, Bahasa 2003), 5.
dan Kesusasteraan Melayu dari Segi Kebudayaan (Kuala 42
Azyumardi Azra, “Kebangkitan Islam akan muncul dari
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1957), 14-15. Melayu”, dalam Moflich Hasbullah (ed.), Asia Tenggara,
180 Rina Rehayati dan Irzum Farihahi: Transmisi Islam Moderat Oleh Raja Ali Haji di Kesultanan Riau-Lingga pada Abad Ke-19
Kadir di Kerajaan Melayu Pahang, Johor, sebagai bahasa perdagangan.53
Trengganu, dan Singapura. Abdullah bin Abdul Selain sebagai bahasa resmi kerajaan, bahasa
Kadir kemudian mendapat gelar “munsyi” Melayu juga berperan penting sebagai pemersatu
yang berarti guru bahasa berkembang menjadi orang Melayu yang beragam suku dan ras, di
bahasa Melayu di Singapura, Malaysia dan samping juga sebagai bahasa dagang internasional
Brunei Darussalam.49 Sedangkan bahasa Melayu di Selat Malaka atau Asia Tenggara. Bahasa
di Lingga-Riau dikembangkan oleh Raja Ali Melayu juga diperkaya dengan tradisi dan
Haji dan cendekiawan yang tergabung dalam budaya Islam, karena Melaka merupakan pusat
Rusydiyah Club. Bahasa Melayu Lingga-Riau penyebaran agama Islam. Oleh sebab itu,
dikembangkan oleh Raja Ali Haji melalui kitab masuknya perbendaharaan tradisi dan budaya
tata bahasa Melayu yang ia beri judul Bustan al- Islam ke dalam kosa-kata bahasa Melayu
Katibin, ditulis sekitar tahun 1857. Setelah itu ia membuka peluang bagi bahasa Melayu menjadi
menulis kamus yang berjudul Kitab Pengetahuan bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa seni.54
Bahasa.50 Dengan demikian, bahasa Melayu Dengan demikian, bahasa Melayu selain memiliki
semakin berkembang dan selanjutnya menjadi ciri identitas dan kepribadian yang khas, juga
lingua-franca, karena digunakan sebagai bahasa menempati kedudukan yang khas terhadap orang
resmi negara Indonesia.51 Melayu.55 Wajar bila kemudian para pendiri
Bahasa Melayu menjadi lingua-franca sejak bangsa Indonesia memilih bahasa Melayu sebagai
abad ke-7 oleh masyarakat di kawasan Nusantara, bahasa nasional dan bahasa pemersatu bangsa
terutama dalam dunia perdagangan. Pada saat itu, Indonesia.
bahasa Melayu tidak hanya dipakai oleh orang
Melayu, melainkan oleh kelompok-kelompok Genealogi Islam Moderat di Kesultanan Riau-
etnis lainnya, sehingga bahasa Melayu berpotensi Lingga
menjadi bahasa nasional, dan tentunya diperkaya Lingkungan keluarga Raja Ali Haji dikenal
oleh sumbangan bahasa lain.52 Bahasa Melayu teguh berpegang kepada al-Qur’an dan Hadis,
pada masa itu telah berkembang dengan pesat dan menganut aliran Ahl al-Sunnah wa al-
sebagai bahasa perantara dan bahasa diplomat Jama’ah.56 Term Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah
di kalangan suku-suku bangsa di Nusantara, dan
53
Bernard H.M. Vlekke, Nusantara (Nederland: W. Van Hoeve
Ltd., 1965), 81.
54
James T. Collins, 20-7; Lihat juga, U.U. Hamidy, “Nilai
49
Kedua tokoh ahli bahasa Melayu yang mewakili wilayah Strategis Bahasa Melayu sebagai Bahasa Pergaulan Serantau”,
kekuasaan Inggris dan Belanda, yaitu Abdullah bin Abdul Kadir Suwardi MS. dan Zulkarnain (ed.), 143-6. Pengaruh Islam yang
Munsyi dan Raja Ali Haji mempunyai latar belakang kehidupan masuk ke dalam bahasa dan sastra Melayu nampak jelas pada
yang berbeda. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi diasuh, abad ke-19 dengan munculnya para penulis muslim seperti: Raja
dibesarkan, dan bergaul dengan kebudayaan Barat, terutama Ali Haji, Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Said Mahmud,
Inggris. Sedangkan Raja Ali Haji dididik dan dibesarkan dalam Haji Muhammad Said, dan lain-lain. Dari tulisan-tulisan mereka
lingkungan masyarakat Melayu yang kuat berpegang kepada yang bercorak Islam, tersebar pulalah ajaran-ajaran Islam ke
ajaran agama Islam. Keduanya memperlihatkan corak tulisan Masyarakat secara meluas. Lihat Pemerintah Kota Tanjung
yang berbeda. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi lebih banyak Pinang, 108.
menonjolkan kebaikan-kebaikan Inggris, sedangkan Raja Ali
55
Perkembangan dan penyebaran bahasa Melayu dimulai pada
Haji lebih banyak menonjolkan peranan masyarakat Melayu masa kerajaan Melayu Melaka dan Johor dan pembinaan dan
yang diwarnai dengan budaya lain. Lihat, Pemerintah Kota pembakuannya pada masa Raja Ali Haji sehingga dikenal sebagai
bahasa Melayu Tinggi. Maksudnya, pembakuan yang dilakukan
Tanjung Pinang, 108.
oleh Raja Ali Haji untuk membedakan bahasa Melayu tulisan
50
UU. Hamidy, Riau sebagai Pusat Bahasa dan Kebudayaan
dengan bahasa Melayu dialek percakapan sehari-hari. Usaha
Melayu (Pekanbaru: P2BKM UNRI, 1983), 148.
pembakuan bahasa Melayu Raja Ali Haji dilanjutkan oleh Van
51
Azaly Djohan, “Sekapur Sirih Ketua LAMR”, Suwardi MS.
Ophuiysen dengan rencana ejaan bahasa Melayu dengan huruf
dan Zulkarnain (ed.), Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca
Arab dan Latin. Lihat, M. Diah Zainuddin, “Tingkat Keterimaan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 7.
Bahasa Melayu di Serantau”, Suwardi MS. dan Zulkarnain (ed.),
52
Tim Penyusun, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 14, cet. 4
115.
(Jakarta: PT. Deta Pamungkas, 2004), 232. 56
Raja Ali Haji, Samrah al-Muhimmah, 11.
182 Rina Rehayati dan Irzum Farihahi: Transmisi Islam Moderat Oleh Raja Ali Haji di Kesultanan Riau-Lingga pada Abad Ke-19
Mazhab Syafi’i.65 al-Din (1146-1223), yang menyatakan bahwa
Larangan durhaka kepada raja yang pemberontakan politik hanya akan mengacaukan
dikemukakan oleh Raja Ali Haji dalam Samrah persatuan umat Islam. Oleh sebab itu, tidak
al-Muhimmah, juga ada kesamaan dengan ajaran sepatutnya menentang seorang pemimpin, kecuali
al-Asy’ariy yang melarang melawan Imam, ia memerintah untuk mengingkari Tuhan.70
sebagaimana pandangan Nizam al-Mulk66 dan Selain sikap politik non-resistensi, karakteristik
al-Ghazali, pengikut setia ajaran Asy’ariah Sunni lainnya adalah anti rasionalisme, yaitu
dan bermazhab Syafi’i. Al-Asy’ariy mencela kecenderungan mengambil jalan tengah di antara
orang-orang membenarkan tindakan melawan Aliran Khawarij, Murji’ah, dan Syi’ah, serta
Imam, dan ia menolak pemberontakan bersenjata antara Jabariah dan Qadariah, tujuannya juga
menentang Khalifah yang sedang berkuasa dan untuk menjaga kemaslahatan dan kesatuan umat
menolak perang saudara.67 Demikian pula dengan Islam.71 Dengan karakteristik semacam itu, Sunni
Nizam al-Mulk (1018-1092 M) seorang ahli fikih secara religio-politik seringkali dimasukkan
bermazhab Syafi’i di Nisapur, dan sebagai Wazir ke dalam tipologi kelompok tradisionalis.
Dinasti Saljuk, pada masa kekuasaan Alp Arselan Tradisionalis Sunni ditunjukkan melalui; (1)
(1055-1073 M) berpendapat bahwa penguasa sikap perlawanannya terhadap rasionalisme
adalah pemilik utama atas seluruh tanah, Muktazilah, (2) penerimaan mereka terhadap
negara, dan rakyat adalah milik Sultan.68 Nizam sufisme, dan (3) ketundukan mereka kepada
berperan penting dalam proses pembentukan penguasa.72
struktur peradilan, perpajakan, dan administratif Pandangan Ahl al-Sunnah mengenai
di wilayah kekuasaan Dinasti Saljuk. Ia juga kekhalifahan dikembangkan juga oleh seorang
membangun Madrasah Nizamiyah di Bagdad pengikut al-Syafi’i, yaitu Abu al-Hasan Ali al-
pada tahun 1065-1067 M, dengan tujuan agar Mawardi (974 M- 1058 M), yang menjadi hakim
rakyat bisa menikmati pendidikan gratis. Selain di Nisapur dan kemudian menjadi qadi al-quda
itu, melalui Madrasah Nizamiyah dia para (ketua hakim) di Bagdad pada masa Saljuk awal.
ulama dan staf kesekretariatan dapat memicu Ia seorang ahli hukum reformis yang terobsesi
kebangkitan politik, budaya, dan intelektual mengadaptasikan syariat dengan keadaan
Sunni. Ia sendiri yang menunjuk tenaga pengajar masyarakat. Ia ingin menjelaskan hubungan
di Madrasah Nizamiyah, termasuk al-Ghazali ia antara Khalifah, Sultan, dan Amir dalam kerangka
yang memanggilnya agar mengajar di Madrasah syariat, sehingga memasukkan hubungan ini
Nizamiyah.69 ke dalam sistem agama. 73 Atas perintah al-
Sikap politik Sunni, yakni politik tanpa Qa’im juga, ia menulis karya utamanya tentang
perlawanan (non-resistensi) menjadi sikap yang politik yang merupakan genre fikih, Kitab al-
secara luas diikuti oleh kalangan Sunni. Sikap ini Ahkam al-Sultaniyyah (Peraturan-Peraturan
juga diperlihatkan oleh Ibn Qudamah Muwaffaq Kekuasaan) yang ditulis antara 1045 M-1058
M. Ia mengatakan bahwa ia ingin memahami
65
Ahmad Mahmud Subhi, Fi Ilmi al-Kalam: Dirasah Falsafiyyah pandangan para fuqaha dan prinsip-prinsip yang
li Ara’i al-Firaq al- Islamiyyah fi Usul al-Din al-Asy’ariyah),
jilid II (Beirut: Dar al-Nahdah al-‘Arabiyyah, 1985), 33. 70
Ibid., 82.
66
Nizam al-Mulk lahir di dekat Tunisia pada tahun 1018 dan 71
Pemeliharaan kesatuan umat dilakukan terutama ketika terjadi
wafat pada tahun 1092. Ia ditunjuk menjadi wazir pada oleh perbedaan pendapat, melalui konsensus atau ijmak sebagai
Alp Arselan (1055), dan diserahi tanggung jawab atas daerah solusi dalam menengahi perbedaan pendapat, dan kemudian
Khurasan (1059-1063), akhirnya menjadi perdana menteri. menjadi salah satu sumber hukum. Lihat, Fazlur Rahman,
Antony Black, 91. Islamic Methodology in History (Pakistan: Islamic Research
67
Ibid., 107. Institute, 1964), 85.
68
Ibid., 92. 72
Ibid., 88-91.
69
Ibid., 107. 73
Antony Black, The History, hlm. 86.
79
Raja Ali Haji, Tuhfat al-Nafis, 350.
74
Ibid. 80
Ibid., 347.
75
Raja Ali Haji, Tuhfat al-Nafis, 335-336. 81
Ibid. Masjid ini memiliki empat menara yang tinggi dan empat
76
Raja Ali Haji, Samrah al-Muhimmah, 64. kubah yang terlihat dari kejauhan dan masih berdiri kokoh
77
Ibid., 25 sampai saat ini.
78
Ibid., 27. 82
Pemerintah Kota Tanjung Pinang, 92.
184 Rina Rehayati dan Irzum Farihahi: Transmisi Islam Moderat Oleh Raja Ali Haji di Kesultanan Riau-Lingga pada Abad Ke-19
pada masa lalu adalah Islam yang moderat, Islam, sebagaimana yang telah dirintis para ulama
untuk memperlihatkan bahwa Islam moderat nusantara terdahulu yang menurutnya berhasil
sebagai Islam yang rahmah li al-alamin. Para membangun fondasi Islam di Semenanjung
ulama “bergerak” melalui lisan dan tulisan, Melaka. Mereka berhasil melakukan perubahan
artinya selain berdakwah secara lisan, mereka sosial perspektif kesejarahan dengan tidak
juga produktif menulis. Melalui karya-karya mengabaikan tradisi Melayu yang bercorak
itulah para ulama masa lalu melakukan trasmisi Islam Sunni dan bermazhab Syafi’i. Tegasnya,
pemikiran Islam moderat. Karya-karya mereka bahwa pembudayaan tradisi Melayu yang integral
masih dipelajari sampai saat ini. Raja Ali Haji dengan Islam tersebut tidak boleh hilang atau
termasuk salah seorang ulama yang mengikuti diubah, karena tradisi tersebut sudah ada terlebih
jejak para ulama nusantara, yakni sebagai ulama dahulu dan merupakan endapan psikologis
sekaligus penulis. Ia mendialogkan pemikiran Orang Melayu di Riau-Lingga, sehingga menjadi
keislamannya dengan media tradisi Orang Melayu identitas bagi orang Melayu di Riau (Saat ini,
pada masa itu, yaitu dengan tulisan aksara Arab Riau daratan dan Kepulauan Riau).
Melayu. Tulisannya dilengkapi dengan untaian
syair-syair dan gurindam. Melalui syair-syair
dan gurindam tersebut ia berhasil menyampaikan Daftar Kepustakaan
nilai-nilai Islam universal di wilayah Kesultanan
Riau-Lingga dan Semenanjung Melaka. Bahkan, Achmad Syahid. “Pemikiran Politik dan Tendensi-
hingga saat ini Gurindam Dua Belas tetap tendensi Kuasa: Studi Pemikiran Raja Ali
dipelajari dan menjadi salah salah satu karya Haji pada Muqaddimah fi Intizam dan
fenomenal untuk lintas generasi Samarah al-Muhimmah”. Disertasi S3
Keberhasilan transmisi Islam moderat melalui yang tidak dipublikasikan. UIN Syarif
pendekatan budaya lokal diakui oleh banyak Hidayatullah, 2006.
pihak, karena masyarakat mudah memahami Ali, K. A Study of Islamic History. Jakarta: PT
ajaran Islam. Islam moderat dimaknai sebagai RajaGrafindo Persada, 1997.
Islam yang integral dengan konsep pemikiran dan
ekspresi budaya masyarakat lokal, dalam konteks Amin, Ahmad. Zuhr al-Islam. Cairo: Lajna al-
ini, masyarakat Melayu di Kesultan Riau-Lingga Ta’lif wa al-Tarjama wa al-Nashr, 1946.
dan Semenanjung Melaka. Gerakan pembaruan Andaya, Barbara Watson dan Matheson, Virginia.
Raja Ali Haji dalam transmisi pemikiran Islam “Perceptions of the Past in South East
di Kesultanan Riau-Lingga di Pulau Penyengat Asia“. Terj. Th. Sumarthana, “Pikiran
dan pulau-pulau di sekitarnya dilakukan dengan Islam dan Tradisi Melayu”. Dalam Dari
cara mendatangkan beberapa ulama yang diakui Raja Ali Haji Hingga Hamka. Jakarta:
kredibilitasnya. Mereka para ulama yang sangat Grafiti Pers, 1983.
mengerti Islam dan memahami syariat Islam
Arsip Nasional Republik Indonesia. Surat-surat
dengan baik. Para ulama nusantara tersebut,
Perdjandjian Antara Kesultanan Riau
termasuk Raja Ali Haji, tentu mampu memilah
dengan Pemerintah V.O.C. dan Hindia
bagian-bagian mana dari prinsip-prinsip ajaran
Belanda 1784-1909. Djakarta: ARNAS,
agama yang boleh diubah dan hal-hal mana saja
1970.
yang tidak boleh dimodifikasi.
Dengan demikian, Raja Ali Haji berhasil Azaly Djohan. “Sekapur Sirih Ketua LAMR”.
memperkuat (reinforcement) jatidiri Melayu Dalam Suwardi MS. dan Zulkarnain (ed.),
dan mengintegrasikan budaya Melayu dengan Bahasa Melayu sebagai Lingua Franca.
Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning Pesantren -------, dkk. Raja Ali Haji dan Karya-Karyanya.
dan Tarekat Tradisi-tradisi Islam di Pekanbaru: Pusat Pengajian Bahasa dan
Indonesia. Bandung: Mizan, 1995. Kebudayaan Melayu, UNRI, 1995.
Collins, James T. Malay World Language: a -------. Engku Puteri Raja Hamidah, Pemegang
Short History. Terj. Alma Evita Almanar. Regalia Kerajaan Riau. Pekanbaru: Unri
Bahasa Melayu, Bahasa Dunia. Cetakan Press, 2002.
Kedua. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, Heidy Shri Ahimsa-Putra. Strukturalisme
2011. Levy Staruss: Mitos dan Karya Sastra.
Daniel L. Pals. Seven Theories of Religion. Yogyakarta: Bentang Budaya, 2001.
Terj. Ali Noer Zaman. Seven Theories of Juramadi Esram. Konsepsi Raja Ali Haji tentang
Religion. Yogyakarta: Qalam, 2001. Pemerintahan. Tanjung Pinang: CV.
Daud Kadir, et. al. Sejarah Kebesaran Kesultanan Milaz Grafika, 2010.
Lingga-Riau. Kepri: Pemerintah Kuntowijoyo. Identitas Politik Umat Islam.
Kabupaten Lingga, 2008. Bandung: Mizan, 1989.
Fakhri, Majid. A History of Islamic Philosophy. Kurzweil, Edith. The Age of Structuralism, Levi-
Terj. R. Mulyadi Kartanegara. Sejarah Strauss to Foucault. Terj. Nurhadi. Jaring
Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Jaya, Kuasa Strukturalisme Strukturalisme:
1987. Dari Claude Levi-Strauss, Sampai
Gerrtz, Clifford. The Religion of Java. London: Foucault. Yogyakarta: Kreasi Wacana,
The Free Press of Glencoe, 1960. 2004.
-------. The Interpretation of Cultures. Terj. Matheson, Virginia Hooker. “Concept of State in
Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: the Tuhfat al-Nafis ( The Pricious Gift)”.
Kanisius, t.th. dalam Anthony Reid dan Lance Castles.
Pre-Colonial State System in the South-
al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin east Asia. Kuala Lumpur: Rajiv Priters,
Muhammad al-Thusi. Ihya Ulum al-Din. 1979.
Jilid I. Beirut: Dar al-Qutaibah, 2003.
-------. Tuhfat al-Nafis Karangan Raja Ali Haji.
Hasan Junus. Raja Ali Haji: Budayawan di Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan dan
186 Rina Rehayati dan Irzum Farihahi: Transmisi Islam Moderat Oleh Raja Ali Haji di Kesultanan Riau-Lingga pada Abad Ke-19
Dewan Bahasa dan Pustaka, 1998. Nahdah al-‘Arabiyyah, 1985.
-------. Tuhfat al-Nafis: Sejarah Melayu Islam. Suwardi MS. Dari Melayu ke Indonesia.
Terj. Ahmad Fauzi Basri. Kuala Lumpur: Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Syed Nasir bin Ismail dan Abdul Samad bin
Pendidikan Malaysia, 1991. Ahmad. Bahasa dan Kesusasteraan
Mundzirin Yusuf. “Bani Saljuk dan Kebangkitan Melayu dari Segi Kebudayaan. Kuala
Peradaban Daulah Abbasiyah”. Jurnal Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
Thaqafiyyat, Jurnal Kajian Budaya Islam 1957.
14, no. 1 (2013). Taufiq Abdullah (ed.). Ensiklopedi Tematis
Parsudi Suparlan. Orang Sakai di Riau Masyarakat Dunia Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Terasing dalam Masyarakat Indonesia. Hoeve, 2002.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995. Tenas Effendi. “Maruah Johor di Kerajaan Pelalawan”.
Pemerintah Kota Tanjung Pinang. Tanjung Dalam Zainal Abidin Borhan (ed.). Warisan
Pinang: Land of Malay History. Tanjung Persuratan Johor II, Perundangan dan
Pinang: Pemerintah Kota Tanjung Pinang, Ketatanegaraan Melayu. Kuala Lumpur:
2006. Gillin Enterprise, 1999.
Rahman, Fazlur. Islamic Methodology in History. Tibi, Bassam. Islam and The Cultural
Pakistan: Islamic Research Institute, 1964. Accommodation of Sicial Change. Oxford:
Raja Ali Haji. Samrah al-Muhimmah. 1275 Westview Press, 1990.
H/1858 M. Tim Peneliti Kebudayaan dan Kemasyarakatan
-------. Silsilah Melayu dan Bugis dan Sekalian Universitas Riau. Budaya Tradisional
Raja-rajanya. Singapura: Matba’ah al- Melayu Riau. Pekanbaru: Dinas
Imam, 1392 H. Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata,
2005.
-------. Kitab Pengetahuan Bahasa. Singapura:
Matba’ah al-Ahmadiah, 1927. Tim Penulis. Ensiklopedia Tasawuf. Jilid II.
Bandung: Angkasa, 2008.
-------. Tuhfat al-Nafis. Disunting oleh Inche
Munir bin Ali. Singapura: Malaysia Tim Penyusun. Ensiklopedi Nasional Indonesia.
Printers Limited, 1932. Edisi Kedua. Cetakan Ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka, 1994.
-------. Gurindam Dua Belas. Pekanbaru: UNRI
Press, 2003. UU. Hamidy. Riau sebagai Pusat Bahasa dan
Kebudayaan Melayu. Pekanbaru: P2BKM
Saghir Abdullah. Perkembangan Ilmu Fikh dan UNRI, 1983.
Tokoh-Tokohnya di Asia Tenggara. Solo:
Ramadani, 1985. Vlekke, Bernard H.M. Nusantara. Nederland: W.
Van Hoeve Ltd., 1965.
Subhi, Ahmad Mahmud. Fi Ilmi al-Kalām:
Dirāsah Falsafiyyah Li Arā’i al-Firāq Woodward, Mark. Islam Jawa: Kesalehan
al-Islamiyyah fī Ushul al-Dīn (al- Normatif versus Kebatinan. Yogyakarta:
Asy’ariyah). Jilid II. Beirut: Dar al- LkiS, 1999.