Anda di halaman 1dari 20

Revisi Makalah Mata Kuliah Islam Dan Peradaban Melayu

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PERADABAN ISLAM DI SINGAPURA DAN


THAILAND (PATTANI)

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3

1. Rizky Ananda Putri (1910301002)

DOSEN PENGAMPU:

NURAINI, M.Hum

PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Palembang, 21 September 2021

Penulis

2
3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam masuk ke Asia Tenggara sebagai wilayah priferi dunia Islam melalui suatu
proses damai yang berlangsung selama berabad-abad. Kompleksitas agama di Asia
Tenggara menujukkan bahwa Islam bukanlah agama pertama yang tumbuh besar. Dengan
kata lain, Islam masuk ke lapisan masyarakat yang telah mempunyai pemahaman
keagamaan yang mapan. Agama asli masyarakat Asia Tenggara pertama bersentuhan
dengan Hindu, kemudian Budha dan berinteraksi memunculkan tradisi khas berbentuk
matriks budaya-agama pribumi yang berlangsung dalam waktu lama. Dalam kondisi
demikianlah agama Islam masuk, dan baru kemudian Kristen.1
Masih ada kesamaran mengenai kapan pertama kali Singapura ditemukan. Ada
sejumlah legenda yang berkembang tentang mengapa pulau itu kemudian bernama
Singapura. Pernah pulau itu menjadi wilayah kekuasaan Majapahit, dan pernah pula
menjadi vassal Kerajaan Siam dan Pahang. Tetapi perkembangan yang pesat atas
Singapura adalah setelah pulau itu menjadi bagian dari koloni Inggris. Perkembangan
Islam di Singapura tidak bisa dilepaskan dari proses Islamisasi yang terjadi di Nusantara
dan Semenanjung Malaysia. Proses awal Islamisasi ini terjadi sekitar abad 15, ketika
Malaka menjadi pusat penting kekuatan Islam. Intensitas Islamisasi di Singapura juga
terjadi setelah ia berada di bawah koloni Inggris. Penduduk Muslim Singapura terbagi
kepada dua golongan, yaitu Muslimpribumi dan Muslim-migran. Pribumi adalah orang
Melayu, sedang migran adalah orang-orang Jawa, Bugis, Sumatera, Riau, Arab dan
India.2
Penyebaran Islam di wilayah kerajaan Patani pada umumnya melalui dua peringkat,
yaitu peringkat pengenalan dan peringkat pengislaman secara besarbesaran. Peringkat
pengenalan adalah suatu proses yang lama dan penerimaannya adalah terbatas yang
tersebar di kalangan individu tertentu saja. Masuknya Islam pada peringkat permulaan
berhubungan dengan kedatangan peniaga Arab, Persia, dan India ke negara di Asia
Tenggara yang hubungan perdagangan secara erat sudah terbentuk semenjak abad ke-10
M. Keadaan ini turut berlaku dikawasan Thailand Selatan yang menjadi pelabuhan maju
pada abad ke-10 M. dan menjadi jalan perniagaan yang dilalui oleh para pedagang Arab

1 Ahmad Umar Capaki, Politik dan Perjuangan Masyarakat Islam Selatan Thailand 1902-2002,
(Malaysia: UKM, 2000), hlm. 25
2Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII:

Melacak Akar-akar Pembauran Pemikiran Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 31

4
dan persia, masuknya Islam di Patani pada peringkat kedua bermula dengan Islamnya
Raja Patani yaitu Raja Paya Tunkapa. Dengan Islamnya raja, menteri, serta sebagian
rakyatnya, maka tersebarlah Islam di seluruh negeri Patani. Nama Raja diganti menjadi
Sulthan Isma’el Syah. Memeluk Agama Islam secara besar-besaran ini berlaku sekitar
tahun 1457 M. Dengan Islamnya Patani kedudukan politik di semenanjung tanah Melayu
mengalami perubahan besar karena Patani menjadi sebagian dunia Melayu yang
berasaskan Islam. Islam berkembang dan dibangunkan di Patani atas runtuhan asas
budaya Hindu dan Budha yang bertapak sudah sekian lama.3

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Singapura?
2) Bagaimana proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Thailand (Pattani)?

C. Tujuan
1) Agar pembaca mengetahui proses masuk dan berkembangnya agama Islam di
Singapura
2) Agar pembaca mengetahui proses masuk dan berkembangnya agama Islam di
Thailand (Pattani)

3Ahmad Umar Capaki, Politik dan Perjuangan Masyarakat Islam Selatan Thailand 1902-2002, hlm.
26

5
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam di Singapura

1) Sejarah Perkembangan Islam di Singapura


Islam masuk ke Singapura tidak dapat dipisahkan dari proses masuknya Islam ke
Asia Tenggara secara umum, karena secara geografis Singapura hanyalah salah satu
pulau kecil yang terdapat di tanah Semenanjung Melayu. Pada fase awal, Islam yang
disuguhkan kepada masyarakat Asia Tenggara lebih kental dengan nuansa tasawuf.
Karena itu, penyebaran Islam di Singapura juga tidak terlepas dari corak tasawuf ini.
Buktinya pengajaran tasawuf ternyata sangat diminati oleh ulama-ulama tempatan dan
raja-raja Melayu. Kumpulan tarekat sufi terbesar di Singapura yang masih ada sampai
sekarang ialah Tariqah ‘Alawiyyah yang terdapat di Masjid Ba’lawi. Tarekat ini
dipimpin oleh Syed Hasan bin Muhammad bin Salim al-Attas. Selain tarekat itu juga
dijumpai tarekat Al-Qadiriyyah Wa alNaqshabandiyyah yang berpusat di Geylang
Road yang dikelola oleh organisasi PERTAPIS (Persatuan Taman Pengajian Islam).
Tarekat ini berasal dari Suryalaya, Tasik Malaya, Jawa Barat. Gurunya bernama K.H
Ahmad Tajul ‘Ariffin dan Haji Ali bin Haji Muhammad. Tarekat lainnya yang
diamalkan di Republik Singapura ialah Al-Shaziliyyah, Al-Idrisiyyah, Al-
Darqawiyyah dan Al-Rifa’iyyah. Sebagian besar muslim di Singapura bermazhab
Syafie, sebagiannya bermazhab Hanafi dan terdapat kelompokmuslim Syiah.4

4
Rabiatul Adawiah, Pendidikan Islam Di Singapura, Jurnal Fakultas Syariah UIN Antasasi
Banjarmasin, Vol, 1 No, 2, 2018, hlm. 126-128

6
Para ulama asal Yaman (Hadramaut) yang bernama Syed Abu Bakar Taha
Alsaggof dalam mengembangkan Islam di Singapura sangat besar. Dialah dai dan
penyebar Islam pertama era modern di negeri pulau itu dan membuka lembaga
pendidikan Islam, yakni Madrasah Al-Juneid yang masih eksis sampai saat ini. Islam
datang ke Singapura, menurut Sharon Siddique seorang peneliti perkembangan Islam
Singapura mengatakan bahwa kaum Muslim datang ke Singapura sebagai pendatang.
Akan tetapi warisan budaya dan agama mereka sama dengan wilayah Melayu lainnya.
Maka mereka dianggap lebih sebagai pribumi atau setidaknya migran asli atau paling
awal. Pendapat lain mengatakan bahwa sampai sekarang belum ditemukan bukti-bukti
yang jelas kapan pertama Islam masuk ke Singapura, tapi berdasarkan perkiraan
sezaman dengan masa-masa aktifnya para pedagang muslim berada di Malaka.
Karena pada abad ke-8 para pedagang muslim ini telah sampai ke Kanton, China,
yang kemungkinan besar akan singgahdi pulau-pulau yang telah berpenduduk di
semenanjung tanah Melayu. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi adalah salah salah
satu pedagang muslim yang berjasa menyebarkan Islam di tanah Melayu. Pada masa
kekuasaan Inggris di Singapura, banyak kaum Muslim yang melaksanakan ibadah
haji. Robert W. Hefner dalambukunya yang bejudul Making Modern Muslim: The
Politics of Islamic Education in Southeast Asia, mengatakan bahwa Setelah tahun
1820, jamaah haji dari Singapura dan Malaya sedang mengalamikebangkitan. Jumlah
jemaah haji melonjak setelah pembukaan Terusan Suez pada bulan November 1869.
Pada tahun 1885, meskipun beberapa Muslim Philiphina dan Kamboja belum
mengadakan perjalanan ibadah haji, peziarah dari Singapura,Malaya, Hindia Belanda
yaitu Indonesia sekarang dan Thailand Selatan melaksanakan haji dalam jumlah yang
besar.
Sejarah perkembangan Islam di Singapura bermula pada abad ke-19 dengan dua
kelompok migran yang berasal dari dalam dan luar wilayah. Migran dari dalam
wilayah berasal dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, Riau dan Bawean. Kelompok ini
diknali sebagai etnik Melayu. Kelompok dari luar wilayah pula menjadi dua
kelompok penting yaitu India muslim yang berasal dari Pantai Timur dan Pantai
Selatan India dan satu lagi dari keturunan Arab Hadramaut. Kelompok migran dari
luar wilayah ini secara umum dari golongan muslim yang kaya dan terdidik sehingga
membentuk kelompok elit sosial dan ekonomi di Singapura. Mereka mempelopori
perkembangan pusat pendidikan dan penerbitan muslim. Mereka juga menjadi
penyumbang dana terbesar untuk pembangunan mesjid, lembaga pendidikan dan
7
organisasi sosial Islam yang lain. Di antara mereka dikenali dengan keluarga al-Sagof,
al-Kaff, dan al-Juneid. Selain itu, mereka juga mengawini penduduk di Singapura.
Perkawinan campur Arab-Melayu. Perkawinan imigran Mmuslim-India pula
mewujudkan bangsa Jawi Peranakan. Kemunculan heteregony penduduk Muslim
Singapura ini melambatkan proses asimilasi kemelayuan tetapi mewujudkan komuniti
muslim. Seorang guru besar The Australian National University yaitu A.C. Milner
berpendapat Singapura memiliki indikasi “jiwa syariat” di kalangan muslimnya.
Richard C. Martin, mengatakan perbedaan dasar yang dapat diketengahkan antara
Indonesia, Malaysia dan Singapura ialah adanya gerakan reformis yang berusaha
mentransformasikanbudayadan masyarakat dan mereka berusaha untuk
memperjuangkan proses politik untuk mendirikan sebuah Negara Islam.
Sampai tahun 1990-an, jumlah migran-Arab di Singapura tidak diketahui secara
pasti. Menurut laporan Asiaweek jumlah penduduk Arab di Singapura ada 5.923 atau
kira-kira 0.2% dari penduduk Singapura. Sementara itu menurut Presiden Asosiasi
Orang-Orang Arab, Abdullah Al-Junied, jumlah mereka kira-kira mendekati 10.000
orang.5
Seiring dengan membanjirnya arus urbanisasi ke Singapura dan tidak
memadainya kebutuhan akan papan dalam dua dekade terakhir, pemerintah telah
membangun rumah-rumah rakyat, yang mewajibkan penduduknya, termasuk orang
Melayu, untuk tinggal di perumahan-perumahan. Mereka pun segera pindah dari
kampung tradisional yang terdiri dari satu etnis saja ke sebuah tempat tinggal modern
yang terdiri dari campuran berbagai etnik. Keadaan yang demikian memberikan
pengaruh terhadap kehidupan orang-orang Melayu, dan tampaknya masih kesulitan
untuk beradaptasi.
Memperhatikan adanya persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepentingan
pelaksanaan ajaran di kalangan komunitas umat Islam, pemerintah Inggris perlu
melakukan campur tangan. Pada tahun 1887 suatu kelompok yang terdiri dari 143
warga Muslim Singapura mengirim sebuah petisi kepada Gubernur yang meminta
diangkatnya seorang kadhi sebagai pejabat untuk mengurusi masalah perkawinan.
Pada tiga tahun kemudian, tahun 1880, pemerintah Inggris menetapkan Ordonansi
Perkawinan Umat Islam (Mahomedan Marriage Ordinance). Wewenang legal
lembaga ini hanya semata pada soal-soal perkawinan dan perceraian. Adanya atau

5Mona Abaza, A Mosque of Arab Origin in Singapore, dalam Archipel 53. (Paris: 1997), hlm. 68

8
ditetapkannya ordonansi ini berarti adanya pengakuan resmi dari pemerintah kolonial
Inggris akan perdata Muslim.
Pada pertengahan abad ke-19, ketika pemerintah Hindia-Belanda membatasi dan
melakukan represi terhadap calon jemaah haji, banyak di antara mereka yang
menggunakan Singapura sebagai pilihannya. Karena perlunya pengaturan bagi
perjalanan haji, pada tahun 1905 Dewan Legislatif mengeluarkan sebuah ordonansi
sebagai landasan pengaturan dan pengawasan agen perantara perjalanan haji. Dan
mengharuskan para agen perjalanan haji untuk memiliki surat izin. 6
Setelah Singapura merdeka, tahun 1965, lembaga-lembaga Muslim bentukan
kolonial Inggris diadaptasikan dengan kondisi Singapura merdeka. Di antara
lembagalembaga baru itu adalah AMLA (The Administration of Muslim Law Act).
Lembaga ini dimasukkan ke parlemen pada tanggal 13 Desember 1965, dan menjadi
undangundang pada tanggal 25 Agustus 1966. Akta ini memberikan ruang yang
fleksibel bagi Dewan Agama Islam, Pengadilan Agama dan Pencatat Perkawinan
Islam dalam menetapkan hukum Syari’at.
Pada tahun 1966 AMLA menyerukan pembentukan MUIS (Majlis Ugama Islam
Singapura-Islamic Religious Council of Singapore) sebagai suatu badan hukum untuk
menjadi penasihat Presiden Singapura dalam hal berkaitan dengan agama Islam di
Singapura. Pelantikan pertama anggota MUIS dilakukan pada tahun 1968. Bersama
dengan Peradilan Syariah dan Pencatat Perkawinan, MUIS merupakan pusat
pengaturan kehidupan komunitas Muslim di Singapura. Semua lembaga ini secara
administratif berada di bawah Kementerian Pembangunan Masyarakat (the Ministry
of Community Development).7
Tugas yang sangat penting dari MUIS adalah pengumpulan zakat harta dari kaum
Muslimin Singapaura dan administrasi wakaf. MUIS juga memiliki Komisi Fatwa
mengenai persoalan-persoalan yang dihadapi umat Islam. Setelah tahun 1974
dibentuk departemen dakwah; dan sejak tahun 1981 dibentuk komite-komite dakwah
di setiap kawasan perumahan. Sejak tahun 1975 MUIS juga bertanggung jawab atas
penyelenggaraan ibadah haji. Dan pada tahun yang sama, MUIS punya prakarsa untuk
mengumpulkan dana bagi pembangunan masjid, di bawah lembaga MBF (Mosque
Building Fund) (Sharon Siddique,1995:7) Kira-kira sampai tahun 1980, tercatat ada
6Taufik Abdullah dan Sharon Siddique (ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, terj.
Rochman Achwan, (Jakarta: LP3ES, 1988), hlm. 396
7Sharon Siddique, Being Muslim in Singapore: Change, Community And Consciousness, Conference

on Islam and Society in Southeast Asia, (Singapore: April 1995), hlm. 7

9
155 masjid di Singapura. Masjid yang paling tua adalah masjid Molaka yang didirikan
pada tahun 1820. Dan masjid yang terbesar adalah adalah Masjid Sultan dan Masjid
Chulia.8
Sebagai Muslim minoritas, Muslim Singapura menghadapi pilihan-piliham
ketika berhadapan dengan pemerintahan Singapura atau penduduk mayoritas. Pilihan-
pilihan nyata bagi komunitas minoritas adalah melakukan berbagai sikap yang
adaptasionis, melakukan kerjasama yang menguntungkan dan berjuang untuk
mempertahankan identitasnya yang spesifik atau melepaskan diri dari ikatan nasional.
Pengalaman sejumlah negara memperlihatkan adanya keinginan yang kuat bagi
kelompok minoritas dengan identitas tertentu untuk melepaskan dari ikatan
nasionalitasnya.9
Tetapi pengalaman Muslim Singapura menunjukkan adanya gejala yang
cenderung adaptasionis dan bekerjasama dalam satu ikatan nasional Singapura,
dengan tetap mempertahankan identitas kulturalnya sendiri, agama Islam dan
kebudayaan Melayu.

2) Sejarah Peradaban Islam di Singapura


Proses Islamisasi yang terjadi di Singapura tidak bisa dilepaskan dari keberadaan
etnis Melayu yang mendiami pulau itu. Seperti disebutkan di atas, identifikasi Islam
tidak bisa dilepaskan dari etnis Melayu. Namun persoalan yang sejak permulaan
dirasakan dalam perkembangan komunitas Muslim Singapura adalah kurangnya
pemimpin tradisional pribumi. Hal ini kemudian berpengaruh terhadap kepentingan-
kepentingan mereka ketika berhadapan dengan pemerintah, kolonial Inggris, yang
memiliki prioritas tersendiri.
Pada abad ke-19 komunitas Muslim Singapura terbagi atas dua kategori:
Muslim-pribumi dan Muslim-migran. Muslim pribumi adalah yang sejak awal sudah
bertempat tingal di sana. Muslim pribumi ini adalah orang-orang Melayu. Kelompok
ini merupakan Muslim-mayoritas. Sedang Muslim-migran antara lain adalah berasal
dari migran Bugis, Jawa, Sumatera, Riau, Arab dan Muslim-India. Sementara itu
Sharon Siddique membedakan antara kelompok migran yang berasal dari dalam

8
M. Ali Kettani, Muslim Minorities in the World Today,( London: Mansell Publishing Limited,
1986), hlm. 152-153
9
John Obert Voll, Politik Islam: Kelangsungan dan Perubahan di Dunia Modern, terj. Ajat
Sudrajat. (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), hlm. 332-335

10
wilayah, yaitu Jawa, Sumatera, Sulawesi, Riau dan Bawean; dan kelompok yang
bermigrasi dari luar wilayah, yaitu Arab dan India.
Sekalipun Muslim Arab dan India ini merupakan minoritas, tetapi mereka ini
adalah termasuk pada golongan kaya dan lebih terdidik. Mereka yang keturunan Arab
telah membentuk suatu jaringan elit komersial, pemilik-pemilik tanah dan perumahan,
menamamkan modalnya dalam bidang perkebunan dan perdagangan, serta
mengendalikan perdagangan batik, tembakau dan rempah-rempah.
Kelompok Jawi Peranakan, yang merupakan keturunan perkawinan antara orang-
orang Malabar-India dengan Wanita Melayu, adalah merupakan pemimpinpemimpin
tradisional Melayu yang berjasa dalam melestarikan bahasa dan nasionalisme Melayu.
Mereka kebanyakan bekerja sebagai da’i, penterjemah, guruguru madrasah dan
sebagai pedagang. Kedudukan mereka menempati ranking kedua setelah orang-orang
Arab. Sehingga dengan demikian tergolong sebagai golongan elit, baik dalam strata
sosial maupun ekonomi.
Mereka inilah, terutama migran-Arab, sebagai penyandang dana utama dalam
pembangunan masjid-masjid, lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi-organisasi
Islam. Sejak pertengahan abad ke-19, ketika Belanda melakukan tindakan represif dan
pembatasan atas calon haji Indonesia, Singapura menjadi alternatif mereka sebagai
tempat pemberangkatan. Broker-broker perjalan ibadah haji ini adalah kalangan
migran-Arab.10
Tercatat pada tahun 1824, orang Arab pertama yang masuk ke Singapura adalah
Sayyid Abdul Rahman Al-Sagoff, beserta puteranya yang bernama Ahmed. Pada
tahun 1848 ia mendirikan firma Al-Sagoff and Company. Puteranya, Sayyid Ahmed
menikah dengan Raja Siti, saudara dari Hj. Fatimah, Sultanah Gowa di Sulawesi.
Dalam perkembangan yang kemudian, banyak keluarga Arab yang menjadi elit
ekonomi di Singapura, semisal keluarga Al-Kaff, Al-Sagoff dan keluarga AlJaffri.
Dalam pada itu, orang-orang Arab memainkan peran yang penting dalam penerbitan
dan distribusi kitab-kitab keagamaan dan penyebaran pemikiran Islam ortodok dan
reformis dari Timur Tengah di Asia Tenggara. Meraka juga memainkan peran yang
penting dalam bidang pendidikan. Diantara madrasah yang terpenting adalah

10Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1991), hlm.
761

11
Madrasah Al-Junied al-Islamiya, Madrasah Wak Tanjong, Madrasah AlSagoff dan
madrasah Al-Ma’arif al-Islamiah.11
Pada tahun 1876 orang-orang Jawi Peranakan mulai menerbitkan surat kabar dan
majalah Melayu yang digunakan sebagai pengajaran di sekolah-sekolah Melayu.
Mereka mensponsori penerbitan roman-roman dan puisi Melayu dan menterjemahkan
teks-teks keagamaan Arab. Mereka berusaha untuk mensejajarkan bahasa Melayu
dengan bahasa Inggris dan menyerap bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu. Syekh
Muhammad Tahir (1867-1957), yang telah belajar di Mekkah dan menyerap
pemikiran-pemikiran Abduh, menerbitkan majalah Al-Imam di Singapura. Al-Imam
mencoba membangkitkan umat Islam akan pentingnya pendidikan. Al-Imam
menekankan pentingnya pemakaian akal dalam persoalan-persoalan keagamaan dan
menantang keyakinan dan praktek-praktek adat. Orang-orang Arab, Jawi Peranakan
dan orang-orang Melayu, juga telah mensponsori rekonsiliasi reformisme Islam dan
orde-orde Naqsyabandiyah dan Qadiriyah dari Mekkah dan Kairo. Dari Singapura
pembaharuan Islam menyebar ke bagian-bagian lain Asia Tenggara melalui
perdagangan, haji dan gerakan para mahasiswa, para guru agama dan sufi. Peran
terkemuka Singapura dan Penang dengan demikian adalah sebagai perantaraperantara
budaya; menerjemahkan kemurnian baru, rasionalisme dan vitalitas Islam ke dalam
bahasa Melayu dan juga ke dalam istilah-istilah yang relevan dengan kerangka lokal,
Nusantara-Melayu.12
Adapun salah satu masjid terbersih dan terindah di Singapura yang dibangun oleh
migran Arab, Masjid Ba’alawi, yang terletak di Jalan Lewis, Bukit Timah, mereka
dirikan pada tahun 1947. Masjid ini telah memainkan peran yang luas bagi komunitas
Muslim. Masjid ini telah memperkuat perannya dalam proses pembangunan
komunitas Muslim dan tuntutan bagi perluasan masyarakat sipil di
Singapura. Organisasi yang bernaung di masjid ini antara lain Association for Muslim
Professionals (AMP) dan Association of Women for Action and Research (AWARE).
Sampai tahun 1990-an, jumlah migran-Arab di Singapura tidak diketahui secara
pasti. Menurut laporan Asiaweek jumlah penduduk Arab di Singapura ada

11Mona Abaza, A Mosque of Arab Origin in Singapore, hlm. 64-67


12Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, hlm. 764

12
5.923 atau kira-kira 0.2% dari penduduk Singapura. Sementara itu menurut Presiden
Asosiasi Orang-Orang Arab, Abdullah Al-Junied, jumlah mereka kira-kira mendekati
10.000 orang.13
Berbeda dengan Muslim imigran, masyarakat Melayu merupakan mayoritas.
Mengikuti pembagian Sharon Siddique, mungkin karena mayoritas migran yang
berasal dari dalam wilayah (Jawa, Sumatera, Riau dan Sulawesi), cenderung
membawa isteri dan anak mereka. Dengan demikian rasio-seks (khususnya pada
komponen mayoritas yang berbahasa Melayu) lebih seimbang dibanding
komunitaskomunitas lain. Kenyataan yang demikian berakibat pada kelambatan
terjadinya asimilasi kemelayuan. Kelompok migran biasanya mendiami kampung-
kampung yang ditata berdasarkan tempat asal. Dan ini berakibat pada menguatnya
bahasabahasa etnis dan adat istiadat. Dengan demikian, karena heteroginitas
penduduk Muslim Singapura, orang bukan mendapatkan “suatu” komunitas Muslim,
namum sejumlah komunitas Muslim. Hal ini diperkuat dari dalam dengan pelestarian
batasbatas linguistik, tempat tinggal yang berorientasi tempat asal, spesialisasi
pekerjaan, status ekonomi dan berbagai tingkat pendidikan.
Bersamaan dengan itu, gejala yang terjadi pada migran luar wilayah (Arab dan
India) memiliki kecenderungan terbalik. Migrasi yang mereka lakukan hampir secara
eksklusif hanya dilakukan oleh kaum pria. Dengan mengawini wanita Muslim
Melayu, berarti mereka membangun keluarga-keluarga baru di Singapura.
Hal ini selanjutnya memberikan definisi komunitas baru Arab dan Muslim India yang,
melalui garis patrilineal memberi identitas pada diri mereka sendiri, namun menurut
garis matrilineal adalah keturunan pribumi. Proses ini melahirkan suatu komunitas
Arab-Melayu dan Jawi Peranakan yang mulai mengidentifikasi diri dengan bahasa
Melayu dan dengan adat istiadat serta kebiasaan lokal.14
Seperti disebutkan di atas, Keturunan Arab adalah para pedagang, pengusaha dan
tuan tanah. Meskipun dari sudut jumlah tidak besar, namun kekayaan dan status tinggi
memasukkan mereka dalam elit sosial komunitas Muslim. Begitu juga dengan Jawi-
Peranakan, mereka menikmati status tinggi dalam komunitas yang lebih luas. Namun
juga penting ditekankan, komunitas Jawi Peranakan mementingkan pendidikan, tidak
hanya dalam bahasa Melayu tetapi juga Inggris. Seperti juga disebutkan di atas, sejak

13Mona Abaza, A Mosque of Arab Origin in Singapore, hlm. 68


14Taufik Abdullah dan Sharon Siddique (ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara,
hlm. 390-391

13
pertengahan abad ke-19, golongan Jawi Peranakan secara aktif terlibat dalam
penerbitan, jurnalisme dan mempromosikan bahasa Melayu.
Dibandingkan dengan dua saudaranya (Arab dan Jawi Peranakan) kebanyakan
orang Melayu hidup dengan standar ekonomi yang lebih rendah. Kalau distratakan
secara sosial dan ekonomi, dan barangkali politik, strata pertama dan kedua adalah
migran Arab dan Jawi Peranakan (migran India), dan strata ketiga adalah orang
Melayu. Terlebih jika dibandingkan dengan penduduk Singapura lainnya (Cina).
Begitu juga di bidang pendidikan. Di bawah sistem pendidikan yang pesat di
Singapura, pada tahun 1980, hanya sekitar 679 orang Melayu yang merupakan lulusan
pendidikan tinggi. Penekanan pada kebijakan sekolah dwi-bahasa oleh pemerintah
Singapura dan terutama penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa wajib di sekolah-
sekolah, telah menurunkan kualitas sekolah-sekolah dasar Melayu. 15

B. Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam di Thailand (Pattani)

1)Sejarah Perkembangan Islam di Thailand (Pattani)


Sejarah Islam di Thailand tidak terlepas dari perjalanan sejarah negara Thailand itu
sendiri. Thailand dahulu dikenal dengan nama “Siam”, kemudian berganti menjadi
“Thai”. Asal mula penamaan Thailand, dikaitkan dengan dengan sebuah kerajaan yang
berumur pendek, yakni Sukhothai yang didirikan pada tahun 1238. Kata akhir dari
kerajaan tersebut, yakni “Thai” yang berarti “bebas”, kemudian menjadi “Thailand” pada

15
Omar Farouk, Muslim Asia Tenggara dari Sejarah Menuju Kebangkitan Islam, (Jakarta: LP3ES,
1993), hlm. 45

14
1939. Sejak berdirinya sampai sekarang, negara ini berbentuk kerajaan. Kepala
negaranya adalah Perdana Menteri yang dilantik oleh sang raja. Dalam sejarah diketahui
bahwa Ayutthaya sebagai raja Sukhothai pada abad XIII sangat mementingkan
perdagangan. Jalur perdagangan ini yang menjadi faktor-faktor dominan mendekatkan
Islam kepada Ayutthaya. Saudagar-saudagar muslim yang dekat dengan raja memiliki
pengaruh di Istana, bahkan sebagian di antara mereka ada yang menjadi menteri.
Berdasarkan pada data sejarah ini, maka dapat dipastikan bahwa Islam mulai masuk di
Thailand sejak abad ke-13 melalui jalur perdagangan. Mengenai siapa orang pertama
yang membawa Islam ke sana, penulis menemukan data yang akurat. 16
Dapat dipahami bahwa sejak datangnya Islam di Thailand, umat muslim tidak hanya
berperan sebagai pengontrol jalur perdagangan yang melintasi semenanjung, namun juga
mereka mampu memainkan peran siginifikan dalam bidang administratif di seluruh
kerajaan Sukhotai. Tentu saja, dengan peran seperti ini mereka juga gunakan sebagai
wahana dalam pengembangan dakwah Islam. Itulah sebabnya, sehingga pada masa-masa
berikutnya umat Islam mampu menguasai Thailand bagian selatan. Salah satu wilayah
bagian selatan Thailand yang dikuasai oleh Islam, adalah Provinsi Pattani. Bahkan,
dalam sejarah dikatakan bahwa Pattani merupakan salah satu kerajaan Melayu Islam
yang berada di bawah pengaruh Kerajaan Siam Sukhotai dan Ayutthaya sampai pada
tahun 1767. Pada masa-masa selanjutnya, Melayu Pattani di Thailand selatan mengalami
kerapuhan yang ditandai dengan hilangnya peran elit tradisional, yakni bahasa Melayu
yang menjadi perekat identitas mereka dan media dalam sistem pengajaran dihapuskan,
dan akhirnya pada tahun 1909 Raja Siam mencaplok Pattani. Akhirnya, komunitas
muslim ketika itu yang berjumlah dua juta jiwa mengalami dilema yang kompleks.
Diperburuk lagi oleh keadaan muslim yang terpusat di provinsi bagian selatan yang
menginginkan kemerdekaan dan keikutsertan mereka dalam bernegara tidak mendapat
tempat. 17
Provinsi Pattani di bagian selatan Thailand yang disebutkan di atas, dihuni oleh
mayoritas muslim yang jumlahnya mencapai angka 80%. Sebagian kecilnya lagi, muslim
bermukim Thailand Tengah dan Utara. Muslim yang bermukim di Thailand Selatan,
disebut muslim Melayu, sedangkan yang bermukim di Thailand Tengah dan Utara
disebut muslim Thai. Populasi muslim Thai jauh lebih majemuk daripada penduduk

16
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 270
17
Thohir, Perkembangan Peradaban, hlm. 270

15
muslim Melayu di Thailand. Muslim Thai mencakup keturunan muslim Iran, Champa,
Indonesia, India, Pakistan, China, dan Melayu yang bermukim di daerah-daerah yang
didominasi oleh pemeluk Budha Thai di Thailand Tengah dan Utara. Meskipun mereka
sadar akan warisan etnis mereka yang berbeda dan mempertahankan tradisi keagamaan
mereka sendiri, mayoritas besar dari muslim ini berbicara dalam bahasa Thai dan telah
berasimilasi dengan masyarakat Thai kebanyakan. Semua orang muslim Thai di provinsi-
provinsi tengah dan utara ini telah mengalami proses sosialisasi yang seragam melalui
pendidikan, media, dan institusi-institusi Thai lain. Secara umum, di samping keyakinan
dan praktik kegamaan mereka, muslim ini telah banyak menerapkan banyak norma dan
kebiasaan budaya Thai, menikah dengan penduduk Thai, yang beragama Budha, dan
tidak dianggap berhubungan dengan aktivitas separatis atau iredentis dari kalangan
muslim Melayu di daerah selatan. Bagi muslim Melayu di daerah selatan yang
disebutkan ini, kini menyebut wilayah mereka, sebagai Patani Darussalam atau Patani
Raya.18
Berdasarkan sensus kependudukan di Thailand untuk tahun 2002, menunjukkan
bahwa jumlah penduduk negara ini adalah 62.354.402 jiwa. Dari populasi ini, John
Esposito menyatakan bahwa kira-kira 54 juta di antaranya adalah muslim, dan memiliki
2.300 masjid. Ini, berarti bahwa jumlah muslim Thailand berdasarkan sensus terakhir
adalah 4% dari jumlah populasi penduduk. Perlu ditegaskan bahwa bahwa eksistensi
muslim di Thailand masih merupakan kelompok minoritas dalam kerajaan, meskipun
jumlah muslim yang besar terkonsentrasi provinsi-provinsi bagian selatan. Jumlah
muslim selebihnya, tersebar di seluruh kerajaan di wilayah-wilayah Thailand tengah dan
Thailand utara.19

2)Sejarah Peradaban Islam di Thailand (Pattani)


Thailand merupakan negara yang berbentuk kenegaraan konstitusional dengan ibu
kotanya Bangkok agama penduduk negeri ini adalah Buda Islam dan Kristen. Penduduk
yang serta agama Islam diperkirakan lebih kurang 10% dari 73 propinsi di Thailand.
Umat Islam mendiami wilayah bagian selatan yaitu Pattani, Yallah, Marathiwat dan Satu.
Pada daerah ini umat Islam berjumlah sekitar 80%. Daerah ini merupakan daerah yang
subur dan banyak menghasilkan tambang.

18
John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World (Ensiklopedi Oxford
Dunia Islam Modern), terj. Eva Y.N, dkk. Cet.II (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 88
19
Esposito, The Oxford Encyclopedia, hlm. 88

16
Masyarakat Islam Pattani pada umumnya adalah keturunan bangsa melayu yang taat
beragama. Sayangnya pemerintah Thailand yang Budhisme sejak dahulu sampai sekarang
kurang memperhatikan nasib umat Islam. Mereka dituduh sebagai sparatis muslim
sehingga pemerintah Thailand selalu memburu mereka. Umat di bawah pemerintahan
Budhisme benar-benar mengalami nasib yang memprihatinkan. Dari segi pendidikan
mereka sangat terbelakang, karena mereka hanya di beri kesempatan mengenyam
pendidikan sampai ketingak SLTA saja. Selebihnya jika mereka ingin meneruskan
pelajaran agama, harus berusdaha sendiri keluar negri misalnya kenegri-negri timur
tengah.
Hampir selama 2 abad masyarakat muslim Pattani ingin memisahkan diri dari
pemerintah Thailand akan tetapi pemerintah selalu menghalanginya karena daerah-daerah
Muslim merupakan daerah yang strategis dan sangat subur. Masyarakat muslim Pattani
yang mengolah tanah dan menghasilkan bahan makanan justru tidak dapat menikmati
hasil karyanya.
Pendidikan agama pada umumnya diselenggarakan di pondok. Orang Muslim Pattani
yang belajar agama di timur tengah setelah kembali ke daerahnya, mereka mendirikan
pondok-pondok dalam sistem pendidikan dan bangunan ada yang masih kuno dan
modern. Mereka mempunyai 26 Majelis Ulama’ Islam. Majelis ini bertugas untuk
mengurus segala sesuatu tentang umat Islam Pattani. 20

20Ah. Mukhotib, Sejarah dan Peradaban Islam di Asia Tenggara, hlm. 5

17
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Dari rumusan masalah dan penjabaran di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
Sejarah perkembangan Islam di Singapura bermula pada abad ke-19 dengan dua kelompok
migran yang berasal dari dalam dan luar wilayah. Migran dari dalam wilayah berasal dari
Jawa, Sumatera, Sulawesi, Riau dan Bawean. Kelompok ini diknali sebagai etnik Melayu.
Kelompok dari luar wilayah pula menjadi dua kelompok penting yaitu India muslim yang
berasal dari Pantai Timur dan Pantai Selatan India dan satu lagi dari keturunan Arab
Hadramaut. Kelompok migran dari luar wilayah ini secara umum dari golongan muslim yang
kaya dan terdidik sehingga membentuk kelompok elit sosial dan ekonomi di Singapura.
Mereka mempelopori perkembangan pusat pendidikan dan penerbitan muslim. Mereka juga
menjadi penyumbang dana terbesar untuk pembangunan mesjid, lembaga pendidikan dan
organisasi sosial Islam yang lain. Di antara mereka dikenali dengan keluarga al-Sagof, al-
Kaff, dan al-Juneid. Selain itu, mereka juga mengawini penduduk di Singapura. Perkawinan
campur Arab-Melayu. Perkawinan imigran Mmuslim-India pula mewujudkan bangsa Jawi
Peranakan. Kemunculan heteregony penduduk Muslim Singapura ini melambatkan proses
asimilasi kemelayuan tetapi mewujudkan komuniti muslim. Seorang guru besar The
Australian National University yaitu A.C. Milner berpendapat Singapura memiliki indikasi
“jiwa syariat” di kalangan muslimnya. Richard C. Martin, mengatakan perbedaan dasar yang
dapat diketengahkan antara Indonesia, Malaysia dan Singapura ialah adanya gerakan reformis
yang berusaha mentransformasikanbudayadan masyarakat dan mereka berusaha untuk
memperjuangkan proses politik untuk mendirikan sebuah Negara Islam.
Dapat dipahami bahwa sejak datangnya Islam di Thailand, umat muslim tidak hanya
berperan sebagai pengontrol jalur perdagangan yang melintasi semenanjung, namun juga
mereka mampu memainkan peran siginifikan dalam bidang administratif di seluruh kerajaan
Sukhotai. Tentu saja, dengan peran seperti ini mereka juga gunakan sebagai wahana dalam
pengembangan dakwah Islam. Itulah sebabnya, sehingga pada masa-masa berikutnya umat
Islam mampu menguasai Thailand bagian selatan. Salah satu wilayah bagian selatan
Thailand yang dikuasai oleh Islam, adalah Provinsi Pattani. Bahkan, dalam sejarah dikatakan
bahwa Pattani merupakan salah satu kerajaan Melayu Islam yang berada di bawah pengaruh
Kerajaan Siam Sukhotai dan Ayutthaya sampai pada tahun 1767. Pada masa-masa
selanjutnya, Melayu Pattani di Thailand selatan mengalami kerapuhan yang ditandai dengan

18
hilangnya peran elit tradisional, yakni bahasa Melayu yang menjadi perekat identitas mereka
dan media dalam sistem pengajaran dihapuskan, dan akhirnya pada tahun 1909 Raja Siam
mencaplok Pattani. Akhirnya, komunitas muslim ketika itu yang berjumlah dua juta jiwa
mengalami dilema yang kompleks. Diperburuk lagi oleh keadaan muslim yang terpusat di
provinsi bagian selatan yang menginginkan kemerdekaan dan keikutsertan mereka dalam
bernegara tidak mendapat tempat.

19
DAFTAR PUSTAKA
Abaza, Mona. 1997. A Mosque of Arab Origin in Singapore. Dalam Archipel 53. Paris.
Abdullah, Taufik dan Sharon Siddique (ed.). 1988. Tradisi dan Kebangkitan Islam di
Asia Tenggara. Terj. Rochman Achwan. Jakarta: LP3ES.
Adawiah, Rabiatul. 2018. Pendidikan Islam Di Singapura. Jurnal Fakultas Syariah UIN
Antasasi Banjarmasin, Vol, 1 No, 2.
Azra, Azyumardi. 1994. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembauran Pemikiran Islam di Indonesia.
Bandung: Mizan.
Capaki, Ahmad Umar. 2000. Politik dan Perjuangan Masyarakat Islam Selatan Thailand
1902-2002. Malaysia: UKM.
Esposito, John L.. 2002. The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World
(Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern). Terj. Eva Y.N, dkk. Cet.II. Bandung:
Mizan.
Farouk, Omar. 1993. Muslim Asia Tenggara dari Sejarah Menuju Kebangkitan Islam.
Jakarta: LP3ES.
Kettani, M. Ali. 1986. Muslim Minorities in the World Today. London: Mansell
Publishing Limited.
Lapidus, Ira M. 1991. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Siddique, Sharon. 1995. Being Muslim in Singapore: Change, Community And
Consciousness. Conference on Islam and Society in Southeast Asia. Singapore.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada .
Voll, John Obert. 1997. Politik Islam: Kelangsungan dan Perubahan di Dunia Modern.
Terj. Ajat Sudrajat. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.

20

Anda mungkin juga menyukai