DI INDONESIA
“BIDANG POLITIK”
Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Dari berita Cina dapat diketahui bahwa di masa dinasti Tang (abad ke-9-10) orang-
orang Ta-Shih sudah ada di kkanton (Kan-fu) dan Sumatera. Ta-Shih adalah sebutan untuk
orang-orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi Muslim. Perkembangan
pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian
Barat dan Timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah
di bagian barat dan kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Akan tetapi, menurut Taufik
Abdullah, belum ada bukti bahwa pribumi Indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh
para pedagang Muslim itu beragama Islam. Adanya koloni itu, diduga sejauh yang paling
bisa dipertanggungjawabkan, ialah para pedagang Arab tersebut, hanya berdiam untuk
menunggu musim yang baik bagi pelayaran.
Baru pada zaman-zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula
dari penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang Muslim itu. Menjelang abad ke-13 M,
masyarakat muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak, dan Palembang di Sumatera. Di
Jawa, makam Fatimah binti maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M),
dan Makam-makam Islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13 M merupakan bukti
berkembangnya komunitas Islam, termasuk di pusat kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu,
Majapahit. Namun, sumber sejarah yang sahih yang memberikan kesaksian sejarah yang
dapat dipertanggung jawabkan tentang berkembangnya masyarakat Islam di indonesia, baik
berupa prasasti dan historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika
‘’komunitas islam” berubah menjadi pusat kekuasaan.
A. PENDAHULUAN
Seperti yang kita tahu, penyebaran budaya Islam di Indonesia berlangsung secara
damai. Islam berkembang lewat perantaraan bahasa Arab. Pada perkembangannya, terjadi
proses saling pengaruh antara Islam yang sudah terakulturasi dengan budaya lokal dengan
Islam yang baru masuk dari wilayah Timur Tengah. Maka dari itu pengaruh penyebaran
Islam di bidang Politik antara lain :
Sumatara Selatan
Palembang yang terletak di tepi sungai Musi merupakan kerajaan yang cukup penting.
Pelabuhan Palembang banyak dikunjungi oleh kapal-kapal niaga terutama dari Jawa, Madura,
Bali dan Sulawesi. Kapal-kapal ini membawa beras, garam, dan bahan pakaian : dan
membawa pulang lada dan timah dari Palembang. Dataran rendah di tanah Palembang
merupakan tanah rata dan berawa-rawa. Kecuali dibeberapa bagian, hampir seluruh daerah
itu tidak cocok untuk pertanian. Namun daerah pedalaman atau dataran tinggi bias menjadi
penghasil lada. Hasil-hasil perkebunan ini yang biasa dimonopoli oleh raja, dibeli oleh kaki
tangan raja dengan harga murah.[5]
Keterlibatan orang-orang Islam dalam politik baru terlihat pada abad ke-9 M, ketika
terjadi pemberontakan petani Cina kepada kaisar Hi Tsung (878-889 M). pada saat itu para
petani dibantu oleh orang-orang Islam dan akibatnya banyak orang Islam terbunuh dan ada
juga yang melarikan diri ke Kedah (wilayah Sriwijaya dan Palembang).[6]
Apabila kerajaan sriwijaya pada abad ke 7 sampai abad ke 12 dibidang ekonomi dan
politik masih menunjukan kemajuan, maka sejak akhir abad ke-12 mulai menunjukan
kemundurannya yang prosesnya terbukti pada abad ke-13.
Tanda-tanda kemunduran Sriwijaya di bidang perdagangan mungkin dapat
dihubungkan dengan berita Chou Ku-Fei tahun 1178, dalam Ling-Wai-Tai-Ta yang
menceritakan bahwa barang persediaan barang-barang perdagangan di Sriwijaya mahal-
mahal, karena negeri itu tidak lagi menghasilakan hasil-hasil alamnya. Untuk mencegah
kemunduran kerajaan sriwijaya maka kerajaan tersebut membuat peraturan Cukai yang lebih
berat lagi bagi pedagang-pedagang asing yang singgah dipelabuhannya. Apabila para
pedagang asing itu berusaha menghindari pelabuhannya, maka dipelabuhan-pelabuhan
lainnya mereka dipaksa berlabuh oleh penguasa-penguasa setempat. Dengan demikian, maka
pedagang asing tujuannya berlayar ke Cina mengalami berbagai rintangan.[7]
Persedian keperluan untuk pelayaran dan perdagangan yang lebih jauh sudah diambil
dipelabuhan-pelabuhan yang dikuasi kerajaan Sriwijaya seperti tersebut diatas bukan
mendatangkan hasil pendangan yang lebih menguntungkan tetapi lebih menrugikan karena
kapal-kapal dagang itu seringkali menyingkiri pelabuhan-pelabuhan, menembus blokirnya
dan menuju tempat-tempat yang mereka ketahui banyak menghasilkan barang dagangan.[8]
Jadi, usaha yang dilakukan Sriwijaya dalam mengatasi kemundurannya dengan
memerlakukan kebijakan baru mengenai dengan menaikan cukai terhadap kapal-kapal
dagang tidak membuahkan hasil yang diinginkan kerajaan Sriwijaya bahkan kebijakan
tersebut memperpuruk keadaan ekonomi kerajaan Sriwijaya hal ini disebabkan karna para
pedagang sering kali mengindari pelabuhan Sriwijaya. Akibat kemunduran tersebut banyak
daerah kekuasaan Sriwijaya yang menyatakan melepaskan diri dari kerajaan tersebut hal ini
semakin melemahkan keadaan Sriwijaya.
Sejalan dengan kelemahan yang dialami kerajaan Sriwijaya mereka para pedagang
muslim lebih berkesempatan untuk mendapatkan barang dagang dan keuntungan politik.
Mereka menjadi pendukung daerah-daerah yang muncul dan ada yang menyatakan dirinya
sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Munculnya daerah tersebut sebagai kerajaan Islam
memperkirakan pada abad ke-13 akibat dari proses Islamisasi daerah pantai yang pernah
disinggahi pedagang muslim sejak abad ke-7,8, dan seterusnya. Daerah yang diperkirakan
masyarakatnya sudah banyak memeluk Islam ialah Perlak, seperti kita ketahui dari berita
Marco Polo yang singgah di daerah itu pada tahun 1292 M.[9]
kemunduran dan keruntuhan kerajaan Sriwijaya itu selain akibat ekspansi politik
Singasari - Majapahit, juga karna ekspansi Cina pada masa Kubilai khan di abad ke 13 dan
masa pemerintahan dinasti Ming abad ke 14-15 ke Asia Tenggara. Pengaruh politik kerajaan
Majapahit ke Samudra Pasai dan Malaka setelah keruntuhan Sriwijaya itu mulai berkurang,
terutama setelah dipusat Majapahit sendiri timbul berbagai kekacauan politik akibat
perebutan kekuasaan dikalangan Raja. Dengan demikian, kerajaan-kerajaan yang jauh dari
pengawasan pusat kerajaan Majapahit, seperti Samudra Pasai dan Malaka berhasil mencapai
puncak kekuasaan hingga abad ke-16 M.[10]
Sumatra Utara
Samudera, sebelum kedatangan dan proses penyebaran Islam, hanyalah sebuah kampong
(gampong) yang dipimpin oleh seorang kepla suku. Kampong tersebut telah menjadi tempat
persinggahan para pedagang. Sejak abad ke 7 perkampungan ini sudah didatangi para
pedagang Muslim. Kota ini kemudian menjadi pusat kerajaan Islam Samudera Pasai. Jumlah
penduduk di kota tersebut, berdasar laporan Tome Tires ketika dating lebih kurang 20.000
orang.[11]
Kemudian munculnya kerajaan Samudra Pasai dapat kita hubungan dengan kondisi
politik kerajaan Sriwijaya yang mulai menunjukan kelemahannya, sehingga kurang mampu
menguasai daerah kekuasannya. Situasi ini dipergunakan oleh orang-orang Muslim, tidak
hanya membentuk perkampungan perdaganan yang bersifat ekonomis, tetapi juga untuk
membentuk struktur pemerintahan yakni dengan mengangkat Marah silu, kepala suku
Gampong Samudra, menjadi sultan Malik Al-Shalih.[12]
Demikian situasi politik kerajaan-kerajaan di daerah Sumatra ketika pengaruh Islam
datang kedaerah-daerah itu. Akibat hubungan lalu lintas melalui selat Malaka dengan
Samudra Pasai sebagai salah satu pusat persinggahannya maka sampailah Islam ke Senanjung
Melayu yaitu ke Trengganu dimana ditemukan batu yang bertulisan huruf Arab - Melayu atau
Jawi 1303 M. bahasanya Melayu campur Sangsekerta dan Arab. Demikian pula Malaka pada
abad 14 M muncul sebagai pusat pelayaran dan perdagangan kaum muslim. Melalui selat
Malaka dengan pusat-pusatnya ialah Samudra Pasai dan Malaka dilanjutkan ke pesisir pulau
lainnya yaitu ke pesisir Utara Jawa Timur dengan adanya temuan sebuah nisan yang memuat
nama Fatimah binti Maimun bin Hibat Allah.[13]
Jawa Timur
Kedatangan dan penyebaran Islam di pulau Jawa mempunyai aspek-aspek, ekonomi,
politik, dan sosial budaya. Sebagaimana dikatakan bahwa karna situasi dan kondisi politik di
Majapahit yang lemah karna perpecahan dan peperangan di kalangan keluarga Raja-raja
dalam perebutan kekuasaan. Maka kedatangan dan penyebaran islam makin dipercepat.
Bupati-bupati pesisir merasa bebas dari pengaruh kekuasaan raja-raja Majapahit, mereka
makin lama makin yakin akan kekuasaannya sendiri di bidang ekonomi didaerah-daerahnya.
Daerah pesisir merasa makin lama makin merdeka, justru oleh karena kelemahan pendukung-
pendukung kerajaan yang sedang mengalami keruntuhan. Perjuangan antara kota-kota
perdagangan dipesisir dengan daerah-daerah agraris diperdalaman sedang dimulai.
Perkembangan ekonomi dan politik mempunyai tujuan sendiri dan memalui bupati-bupati
pesisir yang memluk agama Islam maka agama menjadi kekuatan baru dalam proses
perkembangan masyrakat.[14]
Dalam hal ini, J.C. van Leur, berpendapat bahwa karena pertentangan antara keluarga
bangsawan dengan kekuasaan pusat Majapahit serta aspirasi-aspirasi keluarga bangsawan
untuk berkuasa sendiri atas Negara maka islamisasi menjadi alat politik.[15]
Maluku
Kedatangan Islam ke Maluku tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan
internasional antara Malaka, Jawa dan Maluku.[16] Dari persisir Utara Jawa para pedagang
muslim itu mendatangi tempat-tempat perdagangan Indonesia dibagian Timur yaitu pulau-
pulau Maluku yang terkenal dengan rempah-rempahnya. Maluku sejak abad ke 14 sudah
didatangi orang muslim raja Ternate yang ke-12 yaitu Molomateya (1350-1357 M)
bersahabat dengan orang-orang muslim arab yang memberikan petunjuk cara membuat kapal.
Sedang pada masa pemerintahan Marhum di Ternate, seorang yang bernama Maulana Husen
datang kedaerah itu ia mempertunjukan kemahirannya dalam hal menulis huruf arab dan
membaca al-Qur;an sehingga menarik perhatian penguasa rakyat Malauku.[17]
Raja Ternate waktu itu sudah memeluk Islam yang bernama Sultan Bom Acorala dan
hanyalah raja Ternate yang justru memakai gelar Sultan sedang yang lainnya digelari raja.
Menurut Tome’ Pires (1512-1515) bahwa raja di Maluku terutama kali masuk Islam kira-kira
50 tahun yang lalu berita tersebut berjalan pula dengan berita Antonio Galvau yang berada
disana pada tahun 1540-1545 M, yang menegaskan bahwa Islam didaerah Maluku dimulai 80
atau 90 yang lalu.[18]
Situasi politik didaerah Maluku ketika kedatangan Islam berbeda di Jawa, mereka
tidak menghadapi kekacauan politik yang disebakan perebutan kekuasaan dikalangan
keluarga penguasa-penguasanya.[19]
Kalimantan Timur
Kedatangan orang-orang Muslim kedaerah Kalimatan Timur diketahui darihikayat
Kutai tidaklah mengambarkan adanya perebutan kekuasaan dikalangan keluarga raja-raja
Kutai. Kerajaan Kutai sebelum kedatangan Islam ialah bercorak Hindu sedang dipedalaman
terdapat beberapa suku yang masih berkepercayaan kepada aninisme dan aminesme.
Dikatakan bahwa ketika Kutai masih diperintahkan raja mahkota datanglah dua orang
mubalig yang bernama Tuan di Bandang dan Tuan Tunggang Parangan. Setelah berlomba
kesaktian dan raja kalah maka mereka diterima dengan baik dan diperkenankan mengajarkan
Islam.[20]
Kalimantan Selatan
Berbeda dengan Kalimantan Timur, Islam masuk ke Kalimantan Selatan ketika terjadi
perpecahan dalam Kerajaan Nagara Dipa, Daha dan Kuripan. Sumber yang menjelaskan awal
penerimaan Islam didaerah ini adalah Kronik Banjar atau Hikayat Banjar. Saat Islam masuk
Nagara Daha diperintah oleh Maharaja Sukarama, setelah ia meninggal digantikan oleh
Pangeran Tumenggung dan beberapa tahun kemudian terjadi perebutan kekuasaan atau tahta
dengan Raden Samudra, cucu Maharaj Sukarama yang lebih berhak atas tahta kerajaan.
Raden Samudra kemudian diangkat menjadi rajandi Kerajaan Banjar yang didirikan di daerah
pantai dan berperang dengan Nagara Daha dihulu sungai. Dalam peperangan ini Raja
Samudra meminta bantuan Demak. Setelah berhasil mengalahkan Pangeran Tumenggung,
Raden Samudra kemudian memeluk Islam sebagai realisasi perjanjiannya dengan Demak.
Raden Samudra mengganti namanya menjadi Sultan Suryanullah.[21]
Dengan demikian situasi politik di Kalimantan Selatan menjelang kedatangan atau
masuknya Islam juga menghadapi pula situasi perebutan kekuasaan atau Tahta diantara
keturunan Negara Dipa dan Negara Daha. Meskipun tadi dikatakan bahwa orang-orang
muslim datang membantu kerajaan Banjar itu ialah Daru Demak namun tidak musthil pula
para pedangan muslim dari Malaka yang bermaksud ke Maluku, diantaranya singgah di
Banjar dan mungkin juga bertempat tinggal.
Sulawesi Selatan
Kedatangan para pedagan muslim ke Sulawesi Selatan mungkin sudah ada sejak abad
ke-15-16 M dan mungkin berasal dari Malaka, Samutra dan Jawa. Tom Pires mernceritakan
bahwa di Sulawesi terdapat lebih kurang 50 buah kerajaan yang raja dan rakyatnya masih
menganut berhala. Secara resmi agama Islam dianut di Sulawesi selatan oleh raja Gua dan
talo pada tanggal 22 september 1605 M. kemudian ke daerah Bone, Waje, Sopeng dan
lainnya, islam disebarkan dari pusat kerajaan Gowa.[22]
Dari uraian tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa kedatangan Islam ke-
beberapa daerah di kepulauan Indonesia menghadapi situasi politik daerahnya yang berbeda-
beda yaitu ada yang sedang mengalami perebutan kekuasaan politik ada yang tidak. Ada
daerah yang stuktur birokrasinya bercorak kerajaan Indonesia Hindu Budha dan ada pula
yang merupakan suku-suku yang dipimpin kepala suku atau sesepuh.
Akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa kedatangan Islam dan penyebarannya di
berbagai daerah Nusantara ialah dengan cara damai, melalui perdagangan dan dakwah yang
dilakukan oleh para mubalig-mubalig atau orang-orang Muslim. Kemudian jika didapati
daerah penyebaran Islam situasi politik di kerajaan-kerajaan itu mengalami kelemahan dan
kekacauan di sebabkan perebutan kekuasaan di kalangan para raja maka agama Islam
dijadikan politik bagi golongan bangsawan atau raja-raja yang menghendaki kekuasaan.
Mereka berhubungan dengan para pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karna
penguasaan pelayaran dilautan dan perdagangan. Dan apabila telah terwujud kerajaan Islam
maka berulah mereka melancarkan perang terhadap kerajaan yang bukan Islam. Hal itu bukan
hanya karena tujuan agamanya tetapi karena dorongan politik untuk menguasai kerajaan-
kerajaan disekitarnya misalnya Gowa melakukan penyerangan terhadap kerajaan lainnya di
Sulawesi Selatan, Demak, dan Banten melakukan penyerangan terhadap kerajaan-kerajaan di
Jawa Hindu.
D. Faktor Islam Mudah Diterima
1). Syarat masuk agama islam tidak berat, yaitu dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat.
E. Kesimpulan
kedatangan Islam ke-beberapa daerah di kepulauan Indonesia menghadapi situasi
politik daerahnya yang berbeda-beda yaitu ada yang sedang mengalami perebutan kekuasaan
politik ada yang tidak. kedatangan Islam dan penyebarannya di berbagai daerah Nusantara
ialah dengan cara damai, melalui perdagangan dan dakwah yang dilakukan oleh para mubalig
atau Muslim. Kemudian jika didapati daerah penyebaran Islam situasi politik di kerajaan-
kerajaan itu mengalami kelemahan dan kekacauan di sebabkan perebutan kekuasaan di
kalangan para raja maka agama Islam dijadikan politik bagi golongan bangsawan atau raja-
raja yang menghendaki kekuasaan. Mereka berhubungan dengan para pedagang Muslim yang
posisi ekonominya kuat karna penguasaan pelayaran dilautan dan perdagangan. Dan apabila
telah terwujud kerajaan Islam maka berulah mereka melancarkan perang terhadap kerajaan
yang bukan Islam. Hal itu bukan hanya karena tujuan agamanya tetapi karena dorongan
politik untuk menguasai kerajaan-kerajaan disekitarnya misalnya Gowa melakukan
penyerangan terhadap kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan, Demak, dan Banten melakukan
penyerangan terhadap kerajaan-kerajaan di Jawa Hindu.
Kebudayaan Nusantara sebelum Islam datang sangat dipengaruhi oleh agama-agama
sebelumnya, yaitu Hindu dan Budha. Kemudian Islam datang disebarkan oleh para pedagang
dari Arab, Persia, dan Gujarat yang selanjutnya disebarkan di Nusantara. Kemudian, para
pendakwah ini menggunakan banyak metode pendekatan untuk dakwah, salah satunya
menggunakan kesenian dan kebudayaa, yang lambat laun semakin diterima oleh masyarakat,
bahkan hingga ke para pemimpin. Akan tetapi budaya dan kebiasaan tang ditinggalkan oleh
agama-agama terdahulu, tidak sepenuhnya bisa terhapus. Maka dari itu, para pendakwah
mencoba menyisipkan nilai-nilai keislaman dalam upacara-upacara dan ritual-ritual serta
kebiasaan-kebiasaan dengan melunturkan poin-poin kesyririkan. Yang jutru karena budaya
yang dimasuki nilai-nilai Islam, dakwah Islam justru semakin mudah dan diterima. Akan
tetapi para pandakwah juga sudah ancang-ancang terhadap kemungkinan adanya
penyimpangan ketauhidan.