Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERBEDAAN HUKUM ADAT DAN HUKUM TERTULIS

Dosen Pengampu : Drs. H. Fathuddin Abdi, SM. Hk

Penyusun

Habib Hidayat Putra (504200104)

JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAAN

A.    Latar belakang

Islam mlayu merupakan salah satu dari tujuan wilayah peradaban islam terbesar di dunia.
Kedudukan islam melayu tidak terlepas dari asia tenggara yang disebut juga indonesia melayu.
Sampai saat ini waktu kedatangan islam diindonesia belum diketahui secara pasti.dan memang sulit
untuk mengetahui kapan suatu kepercayaan mulai diterima oleh suatu komunitas
tertentu.disamping wilayah itu nusantara yang luas dengan banyak daerah perdagangan yang
memungkinkan terjadinya kontak dengan orang asing, mengakibatkan suatu daerah mungkin lebih
awal menerima pengaruh islam dari pada daerah lain. Penyebara islam  telah banyak berperan pada
masyarakat melayu dari berbagai kehidupan terutama perkembangan politik. Melalui kerajaan islam
seperti kerjaan perlak yang berdiri dari abad ke-3 H atau 9M.kerajaan samudra pasai abad ke-12M,
kerajaan aceh darussalam tahun 1524M, kerajaan siak indragiri abad ke-17M, dan lain-lain. Sebelum
kesultanan demak lahir, penyebaran agama islam dijawa sudah dilakukan baik dari orang asing
maupun bumi putera sendiri. Ada pun cara-cara penyebaran yang dilakukan antara lain melalui
pernikahan dengan wanita setempat, dakwah, pendidikan, dan kesenian. Sebagai penyebaran agama
islam, beberapa antaranya tergolong dalam wali songo, penyebaran agama islam juga ditunjukan
kepulau-pulau lain, seperti maluku, lombok, kalimantan, dan sulawei, penyebaran tersebut
dipelopori oleh para ulama, termasuk wali song, dan mendapatkan dukungan dari para penguasa

B.     Rumusan masalah

1.   Bagaimana sejarah islam kebudayaan melayu ?

2.   Bagaimana kedatangan islam diindonesia ?

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Sejarah Islam Di Indonesia

      Menurut Taufik Abdullah, berbagai kesaksian sejarah yang lebih kemudian memperlihatkan
bahwa berita Ibn Batutta tentang raja yang dikelilingi ulama itu merupakan awal dari terbentuknya
sebuah tradisi kerajaan maritim Islam di Nusantara. Sejarah Melayu, yang ditulis pada abad ke-16,
juga memberitakan tentang Sultan Malaka yang senang berdiskusi tentang masalah-masalah agama.
Namun, satu hal yang menarik untuk di catat, kata Taufik Abdullah, bahwa awal masa berdirinya
kerajaan Islam ditandai tidak saja oleh usaha konsolidasi kekuasaan, tetapi juga, dan bahkan ini yang
lebih penting, keterlibatan sang raja dalam pengembangan ilmu keagamaan serta penyebaran
kesadaran kosmopolitanisme kultural Islam. Tetapi, konversi secara massif penduduk Asia tenggara
kepada Islam (juga Kristen), seperti diungkapkan Anthony Reid, baru bermula pada sekitar tahun
1400, dan mencapai puncaknya pada 1570-1630, yang disebutnya sebagai “masa perdagangan”, the
age of commerce. Reid menyebut “konversi massal” (lebih dari seperdua penduduk Asia Tenggara
menjadi Islam dan Kristen) ini sebagai “revolusi keagamaan”, relegious revolution.
                  Setelah berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada akhir abad ke 13 itu, seiring dengan
terjadinya boom ekonomi sebagai berkah dari perdagangan bebas atau kapitalisme merkantilis,
muncul berbagai entitas atau masyarakat politik Islam di berbagai wilayah Nusantara yang mencapai
puncak kejayaannya pada abad ke-17.
Makalah ini akan memfokuskan pada pembahasan bagaimana pola-pola entitas politik itu terbentuk,
bahasa politik (Islam) yang umum digunakan pada masa itu, dan konsepsi kekuasaan Islam,
khususnya dalam tradisi Melayu dan Islam-Jawa, yakni Mataram, yang tampaknya mempunyai corak
yang berbeda dari kerajaan-keraajan Islam Jawa “pesisir” dan kerajaan-kerajaan Islam-Melayu.

Islam tidak mengubah desa menjadi suatu bentuk baru dari organisasi kekuasaan, seperti
umpamanya yang terjadi di Samudra Pasai. Konversi agama dijalankan, tetapi pusat kekuasaan telah
ada lebih dulu. Dari perbandingan beberapa tipe Islamisasi dan pembentuknya negara ini, menurut
Taufik Abdullah, muncul dua pola yang menonjol. Yang pertama adalah situasi di mana Islam
memainkan peranan dalam pembentukan negara. Yang kedua adalah keadaan di mana Islam harus
menghadapi masalah akomodasi struktural. Tetapi dalam kedua pola perpindahan agama tersebut,
negara, baik yang berupa kadipaten-kadipaten yang terletak di pinggir-pinggir sungai maupun
kerajaan maritim yang relatif terpusat, berperan sebagai “jembatan penyebrangan” Islamisasi bagi
wilayah sekitarnya.
Ketiga, pola Jawa. Di sini Islam tampaknya tidak punya kebebasan untuk memformulasikan struktur
dan sistem kekuasaan, sebagaimana di Pasai. Soalnya jelas: Islam sudah harus berhadapan dengan
sistem politik dan kekuasaan yang sudah lama mapan, dengan pusatnya keraton Majapahit. Benar,
komunitas pedagang muslim sudah mendapat tempat di pusat-pusat politik pada abad ke-11 dan
kemudian membesar pada abad ke-14. Tapi baru abad ke-14 komunitas itu menjadi ancaman yang
serius bagi keraton pusat. Ini pun setelah Majapahit melemah, menyusul konflik internal keluarga
kerajaan dan berbagai pemberontakan lokal.

Syahdan, situasi yang runyam di pusat keraton itulah, yang membuka peluang kepada pada
para saudagar kaya di berbagai kadipaten di wilayah pesisir untuk menjauh dari kekuasaan raja.
Berbekal keuntungan besar dari perdagangan internasional, para pedagang besar itu tidak saja
masuk Islam, tapi juga membangun komunitas-komunitas politik yang independen.
B.     Bahasa Politik Islam dan teori

Proses Islamisasi di Asia Tenggara, seperti sering disebutkan, umumnya berlangsung damai.
Ini berbeda dengan Islamisasi, misalnya di Persia dan Turki, yang sering melibatkan kekuatan militer.
Agen Islamisasi di kawasan ini pada umumnya pedagang, guru-guru sufi, (ulama) pengembara,
wandering scholar — dan bukan tentara yang didatangkan dari Jazirah. Menurut Azra, pola
penyebaran seperti itu, tak syak lagi membuat kawasan muslim Asia Tenggara jauh dari usaha
sentuhan Arabisasi. Meski kawasan ini secara kultural tidak mengalami Arabisasi, bahasa Arab telah
memainkan peranan penting dalam kehidupan sosial keagamaan kaum muslimin. Banyak
perbendaharaan kata Arab yang digunakan, tidak saja yang berkaitan dengan soal-soal keagamaan,
tapi juga menyangkut politik. Misalnya, daulat, sultan, malik, khalifah, baiat, tadbir, harb, jihad,
wathan, majlis, umat, siasat, musyawarah, dan sebagainya. Selain itu, ada juga bahasa Persia yang
masuk dalam kosa-kata Melayu yang berkaitan dengan politik. Misalnya, “diwan” (dewan), “johan”
(pahlawan), “syah”, “tahta”, “lasykar”, “nakhoda”, dan “syahbandar”.

Tapi, sebelum membicarakan lebih jauh mengenai bahasa politik Islam, kita berputar dulu ke
belakang untuk melihat posisi bahasa Melayu sebelum dan setelah masa kedatangan Islam. Hal ini
kiranya penting diketahui, mengingat bahasa Melayu-lah yang dipilih oleh para juru dakwah atau
agen Islamisasi lainnya untuk mengembangkan Islam di Asia Tenggara. Selain itu, kitab-kitab klasik di
Nusantara boleh dikatakan ditulis dalam bahasa Melayu, dan yang tidak kalah pentingnya
menggunakan apa yang disebut dengan huruf “Jawi”, atau “Arab pegon”.

Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, orang-orang Arab yang mula-mula


menyebarkan agama Islam di kepulauan Nusantara, sengaja memilih bahasa Melayu sebagai
pengantarnya. Ada persamaan nasib, antara bahasa Arab dan Melayu, kata guru besar bahasa dan
kesusteraan Melayu Universiti Kebangsaan Malaysia yang asal Bogor itu.

“Orang-orang Arab telah memperkenalkan diri mereka pada daerah ini sejak sebelum Islam,
yaitu sejak zaman Jahiliyah. Seperti bahasa Arab zaman Jahiliyah, bahasa Melayu pun tidak
merupakan bahasa estetik dalam bidang agama.”
Kalaupun bahasa Arab bernilai tinggi, itu terutama dalam sastra rakyat. Sedangkan bahasa Melayu,
kata Al-Attas, pengetahuan kita mengenai bahasa yang satu ini “boleh dibilang hampa belaka, dan
mungkin, sebagai sastera rakyat, penggunaan bahasa kuno itu hanya dalam bentuk tradisi lisan.” Al-
Attas tampaknya menolak pendapat yang mengatakan bahwa bahasa Melayu merupakan lingua
franca. Soalnya pada zaman pra-Islam, perdagangan di kawasan ini tidak meluas pasarannya.

 Lagi pula, kata dia, kalau bahasa Melayu merupakan lingua franca waktu itu, mengapa ia
tidak mencapai peringkat sebagai bahasa sastra? Bahasa Melayu menjadi bahasa sastra memang
setelah kedatangan Islam, dengan Hamzah Fanshuri sebagai tokoh utamanya. Selain itu, masyarakat
Melayu adalah masyarakat pedagang, sebagaimana halnya masyarakat Arab Jahiliyah. “Keadaan
bahasa Arab yang demikian dapat kita bandingkan dengan bahasa Melayu Kuno; sebagaimana
halnya bahasa Arab tidak dipergunakan atau mengambil peranan sebagai bahasa agama yang
bersifat estetik seperti bahasa-bahasa Yunani-Romawi Kuno dan Iran-Parsi Kuno, begitu juga bahasa
Melayu Kuno tidak dipergunakan untuk mengambil peranan sebagai bahasa agama-agama Hindu-
Budha.”

Di Nusantara peran itu memang diambil oleh bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskrit.Selain
itu, kedatangan Islam yang diikuti dengan konversi penduduk kawasan Asia Tenggara menjadi Islam,
maka abjad Arab pun diadopsi. Maka, jika semula bahasa Melayu hanya merupakan bahasa pasaran
yang terbatas, setelah kedatangan Islam mengalami revolusi. Selain diperkaya oleh kosa kata bahasa
Arab dan Parsi, bahasa Melayu juga dijadikan sebagai bahasa pengantar utama Islam di seluruh
Nusantara, dan pada abad ke-16 berhasil mencapai peringkat sebagai bahasa sastra dan agama yang
tinggi dan menggulingkan kedaulatan bahasa Jawa dalam bidang-bidang ini.

Dengan ini pula bahasa Melayu-Indonesia itu harus dianggap sebagai bahasa Islam, dan
mungkin merupakan yang kedua terbesar dalam dunia Islam.
Kembali ke bahasa politik. Hampir bisa dipastikan, ketika entitas politik Islam terbentuk pada akhir
abad ke-13, dengan tegaknya kerajaan Samudera Pasai, maka pemakaian kosa kata politik Islam pun
semakin meluas pula. Seperti telah dikemukakan, terbentuknya institusi-institusi politik di Nusantara
selalui diawali oleh masuk Islam-nya raja-raja lokal, lalu diikuti para elite dan rakyat. Maka begitulah,
“kerajaan” pun segera berubah menjadi “kesultanan”, sedangkan sang “raja” mendapat julukan
“sultan” atau “malik”, di samping sebutan “raja” itu sendiri. Perubahan ini, menurut Azra, boleh
dibilang lancar-lancar saja, seperti tampak pada kasus penguasa Pasai, Merah Silu, yang kemudian
menjadi Sultan Malik al-Shalih itu.

Gelar sultan yang disandang raja-raja Islam di Nusantara, bukan melulu pemberian para guru
sufi, seperti yang dilakukan oleh Syekh Isma’il kepada raja Pasai tadi. Bahkan di antaranya ada yang
mengusahakan sendiri kepada penguasa politik dan keagamaan di Timur Tengah. Termasuk
Pangeran Rangsang, pendiri kerajaan Mataram yang lebih bercorak “Jawaisme” ketimbang Islam,
yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung itu.

Kegigihan para penguasa muslim di Nusantara untuk memperoleh gelar sultan dari dari
otoritas politik dan keagamaan di Timur Tengah, tidak hanya menunjukkan hasrat kuat mereka untuk
memperoleh legitimasi tambahan, tetapi juga mengisyaratkan keinginan untuk mengasosiasikan diri
dengan pusat-pusat politik keagamaan Islam. Dengan kata lain, mereka ingin diakui sebagai bagian
integral dari Dar al-Islam. Contoh yang paling konkret adalah acah yang secara resmi menyatakan
kepada penguasa Turki Usmani sebagai vasal state Kesultanan Usmani.

Satu hal yang agaknya perlu digaris-bawahi, sehubungan dengan penggunaan bahasa politik
Islam itu. Yakni, penempatan raja pada kedudukan yang sangat tinggi di hadapan warga masyarakat.
Seperti halnya di pelbagai entitas politik muslim di Timur Tengah, warga masyarakat politik di tanah
Melayu pun disebut ra’yat. Mereka yang digembala atau dituntun (ra’iyah). ini, di hadapan penguasa
menyebut diri mereka “patik”, “hamba”, atau “abdi”. Tak syak lagi, penguasa adalah “penggembala”
atau “tuan” yang bertanggung jawab langsung kepada Tuhan atas gembala atau sahaya-sahaya
mereka. Kekuasaan mereka kemudian diperkukuh lagi melalui konsep “daulat”.

                  Berbeda dengan makna aslinya yaitu “berputar, beralih, berganti, memilih, atau menunjuk
seseorang menggantikan yang lain, dalam bahasa politik Islam di Nusantara, kata ini mengandung
arti sebagai kekuatan dan kekuasaan yang tinggi dan besar, meliputi lahir dan batin.

                  Bahasa politik Islam di Nusantara memang mengenal pula kosa kata seperti “amanah”,
“adil”, “amar ma’ruf nahy mungkar”, yang diperuntukkan bagi para penguasa dalam hubungan
mereka dengan rakyat. Tapi harus kita akui, bahasa politik Islam di Nusantara, seperti juga di negeri-
negeri muslim lainnya, lebih banyak yang pro-penguasa.

            Islam datang dikawasan  Melayu  diperkirakan pada sekitar abad ke-7. Kemudian


mengalami perkembangan secara intensif dan mengislamisasi masyarakat secara optimal yang
diperkirakan terjadi pada abad ke-13 M. SAwal kedatangannya diduga akibat hubungan dagang
antara pedagang-pedagang Arab dari Timur Tengah (seperti Mesir, Yaman, atau Teluk Persia) atau
dari daerah sekitar India (seperti Gujarat, Malabar, dan Bangladesh), dengan kerajaan-kerajaan di
Nusantara, semacam Sriwijaya di Sumatra atau dengan di Maja Pahit di Jawa.

Perkembangan mereka pada abad ke-13 sampai awal abad ke-15 ditandai dengan
banyaknya pemukiman muslim baik di Sumatra seperti di Malaka, Aceh, maupun di Jawa seperti di
pesisir-pesisir pantai, Tuban, Gresik, Demak, dan sebagainya.

Pusat-pusat kekuatan ekonomi masyarakat Islam secara tidak langsung terlembagakan


dalam bentuk kota-kota dagang atau munculnya para saudagar muslim, baik di Malaka, Aceh,
maupun pesisir-pesisir pulau jawa. Saudagar-saudagar Arab, kelompok-kelompok sufi, dan para
mubaligh dari teluk persia, Oman maupun dari Gujarat-Persia tersebut atau dari berbagai tempat
lain dari Timur Tengah terus berakumulasi dengan kekuatan lokal, hingga terbentuknya komunitas
politik, yakni kesultanan pada abad ke-16. Dari sana para saudagar mendapat perlingdungan dan
semangat lebih untuk meneruskan langkah-langkah ekonomi dan dakwahnya untuk menembus
wilayah-wilayah Timur lainnya, seperti daerah-daerah Jawa, serta daerah Maluku, seperti Ambon,
Ternate, Tidore, dan seterusnya, termasuk Kalimantan, pulau-pulau Sulu dan Filipina.[1][1]
Pengaruh persia terhadap kebudayaan Melayu juga sangat terasa pada pemikiran-pemikiran
seni dan bahasa. Banyak pola-pola kata dan bahasa yang di adopsi dari pola-pola Persia, dimana
huruf  akhiran “th” yang selalu dibaca tegas seperti pada kata masyaraka(t),  makluma(t), khiyana(t),
dan sebagainya. Sementara dalam pola bahasa Arab akhiran “t” selalu dibaca mati dan diganti
dengan akhiran “h”; khiyanah, ma’lumah,  dan sebagainya. Istilah-istilah lain seperti cilla  (duduk
bersila), bazar (pasar) dan sebagainya, termasuk pada pola dan wujud seni sastra Melayu yang
hampir separuhnya terpengaruh Persia.[2][2]

Mengenai teori kedatangan Islam di Melayu terdapat banyak pendapat dan masing-masing
pendapat diikuti dengan bukti-buktinya. Memang banyak hal yang dipermasalahkan apabila
membicarakan apabila membicarakan tentang kedatangan Islam. meskipun demikian maka teori
kedatangan Islam meliputi tiga hal pokok yakni dari mana asal kedatangan Islam waktu kedatangan
Islam dan siapa yang membawa Islam itu sendiri. Namun  terlepas dari teori tersebut yang jelas
Islam pada awalnya bertapak di kota-kota pelabuhan seperti Samudra Pasai, Aceh, Malaka, Riau, dan
kota-kota pelabuhan lainnya. Hal ini disebabkan karena Kepulauan Melayu memang berada di
persimpangan jalan laut bagi para pedagang yang akan melakukan perjalanan perniagaan. Misalnya
pedagang Arab, Persia, India, dan China dengan dua arah bolak balik. Oleh sebab itu secara umum
dikatakan bahwa Islam disebarkan oleh para pedagang muslim yang melakukan perdagangan ke
berbagai wilayah.[3][3]

Sebelum islam datang ke tanah Melayu, orang-orang Melayu adalah penganut annimisme,
hinduisme, dan budhisme. Namun demikian, sejak kedatangannya Islam secara berangsur-angsur
mulai meyakini dan diterima sebagai agama baru oleh masyarakat Melayu Nusantara. Proses
islamisasi di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari peranan kerajaan Islam. Berawal ketika Raja
setempat memeluk Islam, selanjutnya diikuti para pembesar istana, kaum bangsawan dan kemudian
rakyat jelata. Dalam perkembangan selanjutnya, kesultanan memainkan peranan penting tidak
hanya dalam

pemapanan kesultanan sebagai institusi politik Muslim, pembentukan dan pengembangan


institusi-institusi Muslim lainnya, seperti pendidikan dan hukum (peradilan agama) tetapi juga dalam
peningkatan syiar dan dakwah Islam.[4][4]

Mengenai tempat asal datangnya Islam ke kawasan Melayu ada berbagai teori antara lain:

1.      Teori Arab


Pendapat ini menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab atau lebih tepatnya dari
Hadramaut. Karena jika dilihat secara nyata jauh ke belakang sebenarnya telah terjadi hubungan
antara penduduk nusantara dengan bangsa Arab sebelum kelahiran Islam. Dalam  satu catatan -shih”
telah ditemui pada tahun 650 M/30 H. perkampungan tersebut dihuni oleh orang-orang Arab yang
datang ke Sumatera pada abad ke-7 M. Selain tu pula bahwa pada abad 7 M yakni sekitar tahun 632
M berangkatlah satu ekspedisi yang terdiri dari beberapa orang saudagar Arab dan beberapa orang
mubaligh Islam berlayar ke negeri Cina dan tinggal di pelabuhan Aceh yaitu di Lamuri. Kemudian
dikatakan pula bahwa pada tahun 82 H atau tahun 717 M berlayar pula 33 buah kapal Arab-Persia
yang diketuai oleh Zahid ke Tiangkok dan singgah pula di Aceh, Kedah, Suam, Brunei dan lain-
lain.  Kepentingan mereka adalah untuk berdagang dan menyebarkan Islam. selanjutnya T. W.
Arnold dalam bukunya “The Preaching Of Islam” menyebutkan pada 674 M telah ada koloni Arab di
Pantai Barat Sumatra dan ada dari pembesar Arab itu yang menjadi kepala koloni disana, yaitu
sekitar 676 M.

Teori Arab ini sangat banyak menampilkan bukti-bukti tentang keberadaan orang Arab di
Wilayah Melayu, baik sebelum Islam maupun sesudah Islam. selain itu dapat juga dilihat bahwa
system aksara Arab-Melayu yang ada di nusantara merupakan saduran dari aksara Arab atau aksara
Timur Tengah. Hal ini menandakan telahh terjadinya interaksi yang dalam antara kedua wilayah itu.
[5][5]

Dalam Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan Syeikh Ismail dengan kapal dari Mekkah ke


Pasai, djan lalu ia mengislamkan Merah Silu – penguasa setempat – yang kemudian diberi gelar
Sultan Malik al-Saleh.

Demikian juga informasi yang diberikan dalam sejarah Melayu (1952), Parameswara –
penguasa melaka – juga di Islamkan oleh Sayyid Abdul Aziz, seorang Arab dari Jeddah. Setelah masuk
Islam ia diberi gelar Sultan Muhammad Syah. Historiografi lainnya, Hikayat
Mahawangsa meriwayatkan bahwa Syeikh Abdullah al-Yamani datang dari Makkah ke Nusantara
dan mengislamkan penguasa setempat, Phra Ong Mahawangsa(Merong Mahawangsa) dan para
mentrinya, serta sekalian penduduk Kedah. Setelah masuk Islam ia bergelar Sultan Muzaffar Syah.
Sementara itu, sebuah historiografi dari Aceh (1982) menerangkan bahwa nenek moyang  Sultan
Aceh berasal dari Arab yang bernama Syekh Jamal al-‘Alam, yang dikirim Sultan Utsmani untuk
mengislamkan penduduk Aceh. Riwayat Aceh lainnya menyatakan bahwa Islam diperkenalkan di
Aceh oleh seorang Arab yang bernama Syekh Abdulah ‘Arif sekitar tahun 506 H/ 1111 M.[6][6]
Dalam seminar sejarah masuknya Islam ke Indonesia tahun 1962, Hamka menyebutkan
bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab, bukan melalui india bukan pada abad 11 akan
tetapi Islam masuk pada abad pertama Hijrah atau abad ke-7 Masehi. Pendapat ini didukung oleh
Naquib al-Attas dengan mengkaji literature Melayu abad ke-10 dan 11 H (16-17 M). karena dalam
berbagai tulisan Melayu selalu disebutkan peran bangsa Arab dalam proses Islamisasi.[7][7]

2.      Teori India

Teori kedatangan Islam ke Nusantara dibawa oleh pedagang-pedang dari India telah
dipelopori oleh orientalis seperti Snouck Horgronje dan Brain Harrison. Teori ini diperkuat lagi
dengan bukti lain yakni penemuan batu-batu nisan seperti batu nisan di Pasai yang bertanggal 17
Dzulhijjah 831 H (27 September 1428) mirip dengan batu nisan yang ada dimakam Maulana Malik
Ibrahim di Gresik Jawa Timur bahkan sama pula bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di
Cambay, Gujarat. Sementara itu didapati

juga pendapat yang mengatakan bahwa Islam dibawa oleh pedagang-pedagang yang berasal dari
Malabar bukan Gujarat.  Hal ini dekarenakan adanya kesamaan mazhab yang di anut oleh
masyarakat Nusantara dengan masyarakat di Malabar yakni manganut Mazhab Syafi’i. Sedangkan di
Gujarat, masyarakatnya mengamalkan mazhab Hanafi. Selain itu Gujarat menerima Islam lebih
belakang dari Pasai.

Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa muslim yang banyak di Pasai adalah orang-
orang Benggali atau keturunan mereka. Islam muncul pertama kali di semenanjung Malaya dari arah
pantai Timur bukan dari pantai barat yaitu Malaka. Pendapat ini banyak dinilai lemah oleh sejarawan
karena alasannya tidak kuat  terutama dalam hal angka tahun.

3.      Teori China

Terdapat juga teori yang mengatakan bahwa Islam di bawa ke Nusantara melalui Negara
China karena Islam telah sampai ke China pada zaman pemerintahan Dinasti Tang sekitar tahun 659
M. pendapat ini didukung oleh Emanuel Godinho De Evedia yang digunakan oleh Othman dalam
tulisannya yang mengatakan bahwa Islam datang ke Nusantara dari China melalui Kanton dan
Hainan pada abad ke-9 M dengan bukti ditemukannya batu bersurat di Kuala Berang Telengganu
yang terletak di Pantai Timur Tanah Melayu.

Selain itu, teori ini didukung oleh fakta di mana telah terjadi kegiatan perdagangan antara
orang-orang Islam dari Asia barat (Arab-Persi) sejak abad ke-3 H (abad ke-9 M) atau lebih awal yaitu
abad pertama kali hijrah (abad ke-7). Menurut Syafi Abu Bakar dalam penelitiannya mengatakan
bahwa terdapat lebih kurang 200.000 pedagang-pedagang di pelabuhan Katon yang sebagian
besarnya adalah pedagang-pedagang Islam.

Mengenai teori China ini sebenarnya masih lemah karena secara area atau lokasi, negeri
China berada di sebelah utara dan untuk sampai ke China harus melalui Selat Malaka terlebih
dahulu. Jika orang-orang Arab berdagang ke China mestinya akan singgah terlebih dahulu di
Nusantara sebelum Sampai ke China karena Nusantara berada di tengah-tengah pelayaran
perdagangan yang terkenal dengan nama selat Malaka. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri
bahwa Islam telah ada di Nusantara sebelum ke China.

4.      Teori Eropah

Teori yang menyatakan bahwa Islam itu datang dari eropah secara mutlak berpegang pada
apa yang disebutkan oleh pengembara italia Marcopolo bahwa masuknya islam ke Asia Tenggara
adalah pada abad ke tiga belas Masehi di sebelah utara pulau sumatera. Dalam hal ini mereka
membatasi pendapat hanya pada perjalanan Marcopolo ke daerah tersebut yang terjadi pada tahun
1292 M dengan pendapatnya sebagaimana yang tertulis di dalam Ensiklopedia dunia islam sebagai
berikut:

“sesungguhnya semua penduduk negeri ini adalah penyembah berhala kecuali di kerajaan
kecil perlak yang terletak di timur laut Sumatera dimana penduduk kotanya adalah orang-orang
islam. sedangkan penduduk yang tinggal di bukit-bukit mereka semuanya adalah penyembah
berhala atau orang-orang biadab yang memakan daging manusia,”

Selanjutnya, dikatakan pula bahwa karena penamaan ini sebelum kedatangan Marcopolo,
maka hal ini menmbulkan tanda Tanya. Mungkin saja daerah samara bukan samudra itu sendiri.
Tetapi jika ya demikian, maka Marcopolo salah ketika mengatakan kota itu bukan kota islam, karena
sesungguhnya di sana terdapat beberapa batu tertulis dan merupakan pemerintahan islam pertama
di samudra. Sultan Malaka yaitu Malik al-Shaleh berada di sana tahun 696 H (1297 M). Dengan
demikian itulah masa pertama yang jelas tentang adanya masyarakat islam yang pertama di
Nusantara.

5.      Teori Muslim

Ada beberapa pendapat sejarawan Arab dan Muslim tentang masuknya islam di Asia
Tenggara. Misalnya Muhammad Dhiya Syahab dan Abdullah bin Nuh mengatakan bahwa banyak
buku-buku sejarah dari Barat dan orang-orang yang mengikutinya yang mengira bahwa islam masuk
ke Indonesia pada abad ke 13 M tetapi saya berkeyakinan bahwa masuknya islam ke Asia Tenggara
jauh sebelum masa yang diduga oleh orang-orang asing itu dan para pengikut mereka.

Kemudian pendapat Syarif Alwi bin Thohir Al-Haddad salah seorang Mufti Kesultanan Johor
Malaysia mengatakan bahwa pendapat-pendapat para sejarahwan tentang masuknya islam ke Asia
Tenggara adalah tidak tepat. Terutama pendapat sejarawan Eropa  yang menetapkan masuknya
islam ke jawa pada tahun 800-1300 H, di Sumatera dan Malaysia pada abad ke 7 Hijriah. Kenyataan
yang benar bertentangan dengan apa yang mereka katakan. Karena sesungguhnya islam telah
mempunyai raja-raja di Sumatera pada abad ke enam bahkan ke lima hijriah.
Kemudian ahli sejarah dan mufti ini mengatakan bahwa telah terjadi kesalahan tentang
masuknya islam ke sumatera, negeri-negeri melayu, kepulauan sulu dan Mindanao. Islam telah
masuk ke daerah-daerah tersebut sebelum waktu yang disebutkan oleh orang-orang eropa. Bukti-
bukti telah menunjukkan hal tersebut. Demikian juga yang terjadi tentang masuknya islam ke jawa
dan china. Rahasia (kunci) kesalahan ini sebagaimana dikatakan adalah, bahwasanya orang-orang
jawa tidak mempunyai penggalan tahunan yang tepat sebelum masuknya islam dan sesungguhnya
hal itu terjadi jauh setelah itu dan di masukkan pada kejadian-kejadian dalam sejarah.

Keterangan-keterangan di atas ditambah lagi dengan apa yang disebutkan oleh sejarah-
sejarah Sulu dan Mindanao, bahwasanya Makhdum datang ke daerah-daerah tersebut sebagai da’I
pada tahun 1380 M yaitu tahun 782 hijriah bertepatan dengan 1308 tahun jawa.  Maka antara
masuknya Makhdum Isha ke jawa dan tahun ini terdapat perbedaan yang tak kurang dari 47 tahun.

Selain itu, Dr. Muhammad Zaitun mengatakan bahwa walaupun para sejarahwan
menyebutkan masuknya islam ke Malaysia pada abad ke enam hijriah (abad ke 12 M), pendapat
yang lebih kuat adalah islam telah masuk kesana jauh sebelum itu. Mungkin tahun yang disebutkan
oleh mereka hanya menjelaskan catatan-catatan sejarah seperti yang tertulis di prasasti yang sampai
kepadanya sesudah pemerintah wilayah-wilayah tersebut memeluk agama islam dan terbentuk
kesultanan-kesultanan islam di daerah tersebut. Di Malaysia, wilayah kedah adalah wilayah yang
paling cepat memeluk islam.[8][8]

6.      Teori Benggali (Bangladesh)

Teori yang menyatakan bahwa Islam itu datang dari Benggali (kini Bangladesh) yang diajukan
oleh Fatimi. Fatimi beragumentasi bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang
benggali atau keturunan mereka. Selain itu Fatimi menjelaskan bahwa Islam muncul pertama kali di
Semenanjung Malaya adalah dari arah pantai timur, bukan dari barat (Malaka), pada abad ke 11 M,
melalui Kanton, Phanrang, sementara elemen-

elemen prasasti yang ditemukan di Terengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ditemukan di
Leran.

Teori Gujarat dan Bengali sebagai tempat asal Islam di Nusantara mempunyai kelemahan-
kelemahan tertentu. Ini dimunculkan oleh Morrison (1951). Ia menjelaskan meski batu-batu nisan
yang ditemukan di tempat-tempat tertentu di Nusantara boleh jadi berasal dari Gujarat atau Bengali,
itu tidak berarti Islam juga datang dari sana. Menurut Morrison, pada masa Islamisasi Samudera
Pasai yang raja pertamanng raja pertamanya wafat tahun 698 H/1297 M, Gujarat masih merupakan
kerajaan Hindu. Barulah setahun kemudian (699 H/1298M) Cambay, Gujarat ditahlukkan kekuasaan
Muslim. Selanjutnya dinyaatakan, meski laskar Muslim beberapa kali menyerang Gujarat - masing-
masing 415 H/1024 M, 574 H/1178 M, 595 H/1197 M – raja hindu disana mampu mempertahankan
kekuasaannya hingga tahun 698 H/1297 M. Berdasarkan hal tersebut, Morrisson
mengemukakan bahwa Islam di Nusantara bukan berasal dari Gujarat, melainkan dibawa
para Muslim dari Pasai Coromandel pada akhir abad ke-13.[9][9]

C.     Awal Terbentuknya Komunitas Muslim Dikawasan Melayu

Sebelum kesultanan demak lahir, penyebaran agama islam dijawa sudah dilakukan baik dari
orang asing maupun bumi putera sendiri. Ada pun cara-cara penyebaran yang dilakukan antara lain
melalui pernikahan dengan wanita setempat, dakwah, pendidikan, dan kesenian. Sebagai
penyebaran agama islam, beberapa antaranya tergolong dalam wali songo, penyebaran agama islam
juga ditunjukan kepulau-pulau lain, seperti maluku, lombok, kalimantan, dan sulawei, penyebaran
tersebut dipelopori oleh para ulama, termasuk wali song, dan mendapatkan dukungan dari para
penguasa.

Hal semacam ini tampak dalam penyebaran islam misalnya dikalimantan selatan. Pada tahap
awalnya islam disebarkan dinusantara melalui jalur perdagangan, dalam arti islam dibawa dan
diperkenalkan pada masyarakat nusantara oleh para pedagang asing.

Kata melayu di dapat didokumen cina sejak tahun 644M yg menceritakan pengiriman utusan
dari sumatera bagian selayab kecina.  Menurut dokumen tersebut peziarah budha kecina sudah dua
kali dtang kedaerah ini pertama kejambi tahun 671dan kedua kemelayu yang berada
disriwijaya.begitu juga catatan rahib budha I-Tsing menggunakan kata ma-lo-yu untuk tentang dua
kerajaan yang disinggahinya tahun 675M yaitu kerajaan melayu disungai batang dan kerajaan
sriwijaya dipalembang. Pada catatan kesusasteraan cina juga menyebutkan bahwa, pengembara
yang singgah kenusantara mendapati bahasayang di tuturkan oleh penduduk setempat bahasa K UN-
LUN  yang dipercaya oleh penyelidik sebagai bahasa melayu kuno.

Defenisi melayu menurut etimologi menurut beberapa pendapat adalah kata melaya
kependekatan himalaa yaitu tempa himalaya yaitu tempat bersaji, kata melayapura menunjuk kota
melayu atau kerajaan melayu,dalam kata bahassa jawa kuno kata melayu bermaksud mengembara
atau pergi kemana-mana,van der tuuk menyebutkan kata melayu berarti menyeberang yang
merujuk kepada orang melayu yang melayu menyeberang atau menukar agama mereka dari agama
hindu-budha kepada agama islam.
Pengertian yang sempit yaitu dikatakan melayu dengan ciri-ciri yang lazim berbahasa melau,
kebudayaan melayu dan beragama islam seperti beragama islam seperti dikemukakan pelembagaan
malaysia perkara 13.

sedangkan berdasarkan etnik dengan berbhasa melayu dan kebudayaan melayu walapun
tidak beragama islam yaiu oraang-orang melayu seperti yang terdapat dalam pelembagaan
malaysia,orang-orang melayu yang mendiami kawasan selatan thai, pesisir sumatra utara
(medan,deli,serdang,palembag,riau,lingga)

Pengertian luas melayu lebih mengutamakan ras dan peradaban maka dikemukakan lah
konsep dunia melayu hampir setiap masyarakat melayu memiliki dan mengklaim pengertian melayu
secara geografis,ras,dan budaya menuru sifat dan keadaan mereka diberbagai tempat mereka diasia
tenggara, ini karna banyaknya pengertian melayu dan sedikit pengertian itu bermakna sama.maka
sampai saat inipun pengertia istilah melayu secara khas masih berbeda. Namun paling tika dapat
mengambil suatu garisan bahwa melayu menujuk satu bangsa, wilayah, suku, kerajaan, peradaban,
dan lain-lain yang berhubungan dengan melayu. 

1.      Masuknya Islam diwilayah Melayu

Sejarah islam dalam kebudayaan melayu indonesia

Sebenarnya yang disebut melayu bukanlah suau komunitas etnik atau suku bangsa. Namun
dalam hal ini masyarakat merupakan kumpulan etnik-etnik serumpun yang menganut agama yang
sama dengan menggunakan bahasa yang sama. Etnik-etnik serumpun yang lain pada umumnya
menempati suatu daerah tertentu. Dimanapun berada bahasa dan agama mereka sama, melayu dan
islam.kepulauan melayu merupakan gerbang masuk terdapat bagi pelayaran ketimur. Karna itu tidak
heran jika kerajaan-kerajaan islam awal seperti samudra pasai.

Masuknya islam dimelayu menurut beberapa ahli ada beberapa teori yaitu

a.       Islam datang langsung dari arab tepatnya hadramaut sekitar abad 7 M.

b.      Islam datang ketanah melayu dari india yang bermazhab syafiin yakni dari gujarat, malabar, keasia
tenggara melalui perdagangan karna banyak ditemukan kota pelabuhan dan pusat-pusat
perdagangan.

c.       Islam datang dari benggali yang anak keturunan mereka menyebar kepasai islam datang pertama
kali disenanjung melaya pada abad ke-11 melalui kantong phanrang (vietnam).

Adapun masuknya islam dimasyarakat melayu dimadagaskar dibawa oleh pedagag arab dan
masyarakat melayu dari nusantara.kedatangan islam ketanah melayu secara damai diserap baik-bai
hamir seluruh kalangan bahkan menjadi peroses islamisasi dari berbagai sendi kehidupan seperti
dalam hal politik telah menggubah kerajaan melayu dengan sistem kesultanan.dalam hal ini
azzumardi azra dalam bukunya diasia tenggara mengemukakan “dengan kedatangan islam entitas
politik melayu kemudian secara variatif disebut ”kerjaan dan kesultanan”.bahkan gelar sultan
diperoleh dari pengguasa tertentu ditimur tenggah dan penguasa islam diturki.istilah-istilah dan
jabatan politik pun sarat dengan identitas politik islam.

Dalam bidang hukum kerajaan atau kesultanan melayu pun mengadopsi dan menerakan
hukum islam diwilayah kekuasaan masing-masing.misal hukum potong tangan atau potong kaki bagi
pencuri pada kerajaan diaceh,berunai,banten, dan beberapa kesultanan disemenanjung malaya .
selain itu juga hukuman keras diberlakukan pada kejahatan seksual misal dikesultanan pattani
seorang bangsawan yang menghukum mati anak peremuan yang terbukti melakukan pelanggaran
seksual. Dikesultanan jambi mewajibkan rakyatnya memkai  pakaian panjang.begitu juga dimakasar
kaum perempuan diwajibkan memakai pakaian model arab.selain itu kaum lelaki yag telah menjadi
muslim diperintahkan untuk berambut pendek.

2.      Islam Melayu divietnam

Vietnam saat ini merupakan negara yang terbentuk republik sosialis,terletak diantara
kamboja dan laos dibagian barat dan cina bagian utara ibukotanya hanoy. Masuknya islam kedaerah
ini diperkirakan pada abad 10 dan 11M melalui jamah india,persia, dan perdagangan  arab yang pada
waktu itu disini telah ada kerajaan cham.umat islam disini menganut dua mazhab  yaitu mazhab suni
dan mazzhab bani divietnam umat islam terbagi tiga kelompok kelasik umat islam yaitu kelompok
pertama muslim cham yang merupakan kelompok myoritas, kelompok kedua adalah umat yang
berasal dari suku-suku yang beragama, mereka adalah pedagang muslim yang datang dari negeri
yang beragam. Kelompok ini dengan jumlah umat muslim terbesar, kelompok ketiga adalah muslim
dari warga negara vietnam asli yang warganya masuk islam atau islam karna pernikahan.

3.      Islam Melayu diberuneidarussalam

Islam menjadi agama dibrunei ketika rajanya awang alak betatar masuk islam dan berganti
nama menjadi sultan Muhammad syah tahun 1406-1408. Lalu seluruh istana masuk islam. Kemudian
islam berkembang pesat ketika brunei mengambil alih pusat penyebaran islam, kebudyaan islam dan
perdagangan ketika malaka jatuh oleh portugis tahun 1511.

4.      Islam Melayu difilipina

 Islam datang kefilipina pada abad ke-12 yang dibawa oleh orang arab melalui perdagangan
yang melewati malaka dan filipina. Islam berkembang cukup baik disini hal ini ditunjukan adanya
masyarakat muslim dan berdirinya kerajaan islam.

5.      Islam Melayu disemenanjung Malaya

Semenanjung malaya adalah wilayah setrategis dan menjadi pusat perdagangan diselat
malaka yang berdampingan dengan pulau sumatra. Kesultanan malaka terletak disenanjung malaya
ini.pendirinya adalah parameswara dari majapahit, syamsul munir mengemukakan lebih lanjut
bahwa  kesultanan malaka ini berasal dari kesultanan samudra pasai.parameswara menikah dengan
putri sultan samudra pasai lalu masuk islam,dan menjadi raja pertama bergelar megat iskandar syah.
[10]

6.      Datangnya islam keindonesia

Sampai saat ini waktu kedatangan islam diindonesia belum diketahui secara pasti.dan memang
sulit untuk mengetahui kapan suatu kepercayaan mulai diterima oleh suatu komunitas
tertentu.disamping wilayah itu nusantara yang luas dengan banyak daerah perdagangan yang
memungkinkan terjadinya kontak dengan orang asing, mengakibatkan suatu daerah mungkin lebih
awal menerima pengaruh islam dari pada daerah lain.

Beberapa ahli menyebutkan bahwa berdasarkan berita cina dari dinasti tang, islam sudah mulai
diperkenalkan kepada masyarakat indonesia pada abad ke-VII-VIII M. beria tersebut meneceritakan
bahwa orang ta-shih mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan holing yang dipimpin ratu
simo karena pemerintah di holing sangat kuat.meskipun hal itu tidak dapat  diartikan bahwa orang
islam belum menjejakan kakinya dibumi indonesia.namun paling tidak memungkinkan belum
terbentuknya komunitas muslim.

D.    Awal Terbentuknya Entitas Politik Muslim di Kawasan Melayu

1.      Islam melayu diindonesia

Islam masuk keindonesia diperkirakan abad ke-7 atau 8M hal ini dikemukan oleh serjana
muslim taufik abdullah. Ketika islamm masih dianut para pedagang timur tengah yang berlayar
keindonesia.bersama dengan pedagang ini juga datang para dai dan para sufi sehingga
memungkinkan terbentuknya perkampungan muslim, lalu kemudian membentuk struktur
pemerintahan dengan mengangkat kepala suku gampun samudra menjadi raja sultan malik as-
sholeh.pada abad ke-13 setelah kehancuran baghdad islam masuk secara besar-besaran dan
mempunyai kekuatan politik dengan berdirinya kerajaan samudra pasai.

Musyrifah sunanto mengemukakaan bahwa masuknya islam diindonesia melalui saluran-


saluran berikut.

a.       Perdagangan yang menggunakan sarana pelayaran,.

b.      Dakwah yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama pedagang.

c.       Perkawinan,yaitu perkawinan antara pedagang muslim dengan anak bangsawan indonesia

d.      Pendidikan ,setelah kedudukan patra pedagang mantap, menguasai kekuasaan ekonomi.pusat


perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran islam.

Islam diindonesia secara garis besar terbagi tiga tahap yaitu.

1)      Bermula penyebarannya dikota-kota pelabuhan yang kemudian berkembang menjadi kerajaan


seperti kerajaan samudra pasai pada abad 12.
2)      Pada abad ke-12 ketika VOC dan kolonial belanda menjajah indonesia .peran politik colonial banyak
mempengaruhi kehidupan beragama ditanah air.peran ulam terpinggirkan dan ulama-ulama diluar
keraton jawa mengadakan perlawanan terhadap penjajah .

3)      Awal abad ke-20 ketika peran politik dan ekonomi memporakporandakan bagunan struktur
tradisional, maka peran ulama menjadi tumpuan menghadapi colonial belanda.

Peran ulama semakin meluas dengan membuka pesantren kepedalaman-pedalaman dan


pemukiman baru, dan pengiriman santri ketimur tengah oleh karena para sultan telah banyak
dilakukan maka kepemimpinan bergesar pada ulama dan kiai. Lebih lanjut musyripah sunanto
mengemukakan bahwa, orientasi penyebaran islam yakni melalui organisasi-organisasi yang
didirikan ulama muda satri dari timur tenggah yang memiliki ispirasi keislaman.

Penyebara islam  telah banyak berperan pada masyarakat melayu dari berbagai kehidupan
terutama perkembangan politik. Melalui kerajaan islam seperti kerjaan perlak yang berdiri dari abad
ke-3 H atau 9M.kerajaan samudra pasai abad ke-12M, kerajaan aceh darussalam tahun 1524M,
kerajaan siak indragiri abad ke-17M, dan lain-lain.

2.      Istitusi Politik

Pada tahap berikutnya,terbentuklah kerajaan islam yang tertua adalah samudra pasai yang
terletak dipantai timur aceh. Disitu ditemukan pemakaman kuno, yang nisan-nisanya membuat
prasasti dengan bahasa dan huruf arab.pada salah satu nisan tersebut tercantum perasasti yang
memuat nama al-sultan al-malik al-saleh yang wafat pada tahun 696 H.pencantum sebutan al-sultan
itulah yang menjadi dasar interpretasi keberadaan suatu institusi politik islam dikawasan tersebut.

Tentunya sebelum terbentuk institusi politik islam, lebih dahulu sudah terjadi penyebaran
agama islam secara luas dikalangan masyarakat. Hal itu tersirat dalam sumber-sumber tertulis yang
terkait dengan kawasan tersebut. Marcopolo yang pada tahun 1292 berkunjung kebeberapa
pelabuhan dikawasan itu seperti ferlec atau perlak, mengatakan bahwa penduduk kota beragama
islam, sedangkan penduduk pedalaman

masih kafir.disisi yang lain sumber tertulis seperti hikayat raja-raja pasai dan sejarah melayu
hanya mengkisahkan bahwa pemimpin disamudra pasai diislamkan oleh fakir muhammad.

3.      Penyebaran Islam

Sebelum kesultanan demak lahir, penyebaran agama islam dijawa sudah dilakukan baik dari
orang asing maupun bumi putera sendiri. Ada pun cara-cara penyebaran yang dilakukan antara lain
melalui pernikahan dengan wanita setempat, dakwah, pendidikan, dan kesenian. Sebagai
penyebaran agama islam, beberapa antaranya tergolong dalam wali songo, penyebaran agama islam
juga ditunjukan kepulau-pulau lain, seperti maluku, lombok, kalimantan, dan sulawei, penyebaran
tersebut dipelopori oleh para ulama, termasuk wali song, dan mendapatkan dukungan dari para
penguasa.
Hal semacam ini tampak dalam penyebaran islam misalnya dikalimantan selatan. Pada tahap
awalnya islam disebarkan dinusantara melalui jalur perdagangan, dalam arti islam dibawa dan
diperkenalkan pada masyarakat nusantara oleh para pedagang asing.

4.      Islam dan Kebudayaan Melayu

a.       Sejarah islam dalam kebudayaan melayu indonesia

Sebenarnya yang disebut melayu bukanlah suau komunitas etnik atau suku bangsa. Namun
dalam hal ini masyarakat merupakan kumpulan etnik-etnik serumpun yang menganut agama yang
sama dengan menggunakan bahasa yang sama.

Etnik-etnik serumpun yang lain pada umumnya menempati suatu daerah tertentu.
Dimanapun berada bahasa dan agama mereka sama, melayu dan islam.kepulauan melayu
merupakan gerbang masuk terdapat bagi pelayaran ketimur. Karna itu tidak heran jika kerajaan-
kerajaan islam awal seperti samudra pasai.

Abad ke-13 agama islam mulai berkembang pesat dikepulauan melayu, karena pada saat itu
agama hindu dan budha mengalami kemunduran pada peranan politiknya.yang ditandai dengan
mundurnya kerajaan sriwijaya dan swarnabumi dan dengan kerisisnya ekonomi yang membelitnya.

Agama islam tidak mengenal sistem kasta dan kependapatan, oleh karena itu seluruh lapisan
masyarakat dapat masuk dalam pendidikan.islam adalah agama kitab yang wajib belajar menulis dan
membaca bagi pemeluknya.islam juga mendorong terjadinya perubahan besar dalam jiwa bangsa
melayu dan kebudayaannya.

b.      Nilai budaya masyarakat melayu

Usaha dalam menghidupkan kebudaya melayu akhir-akhir ini berlangsung cukup


marak.berbagai kegiatan dalam usaha menghidupkan kebudayaan melayu kerap kali dilakukan,mulai
dari pernebitan buku, festival.sampai pemberian penghargaan dalam memajukan kebudayaan.
Semua itu jelas menunjukan adanya kesadaran generasi melayu akan kebesaran kebudayaan mereka
dan pentingnya menjaga kesinambungan kebudayaan melayu itu sendiri kini dan esok, bahkan juga
memajukannya sampai pada tingkat yang membanggakan, seperti yang telah dicapai kebudayaan
melayu pada masa lampau. [11]

5.      Entitas politik

Dinusantara umumnya entitas atau masyarakat politik disebit kerajaan A.C. milner menyebutnya
sebagai “kondisi memiliki seorang raja “ entitas politik islam ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dari entitas  politik pada masa-masa pra-islam, dimana raja-raja
mempunyai kedudukan yang sangat pentingdan sering dipandang sebagai pribadi yang
tercerahkan. [12]

 Dari berbagai sumber, disepakati bahwa budaya awal masyarakat Indonesia adalah budaya
yang identik dengan animisme dan dinamisme. Animisme ialah suatu paham dimana setiap benda
memiliki animus atau jiwa yang diyakini memiliki pengaruh bagi manusia, seperti azimat-azimat,
tongkat dan sebagainya. Sedangkan dinamisme ialah kepercayaan dimana setiap benda memiliki
kekuatan seperti gunung-gunung, batu-batu dan sebagainya. Pada perkembangannya budaya yang
mencirikan budaya primitif ini, mulai beralih ke budaya Hindu-Budha, meminjam istilah dari Taufik
Abdullah yang mengatakan bahwa pra-Islam masyarakat terlebih dahulu mengalami yang namanya
“Hindunisasi”, proses Hindunisasi ini memberikan landasan yang kuat bagi pondasi kebudayaan
masyarakat melayu. Tampilnya Islam, sebagai agama dan kekuatan dagang di tanah melayu, tidak
serta merta merusak landasan ini, tetapi secara perlahan-lahan mengubah dasar ideologinya.
Abdul Karim dalam bukunya menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang berubah pasca kedatangan
Islam.

Pertama, dibidang ketuhanan, ditetapkan tauhid yang patut dipuja dan diyakini memiliki
kekuasaan Yang Maha Besar ialah Allah Yang Tunggal. Ke-dua, Manusia dihadapan Allah SWT
memiliki derajat yang sama, kemuliaan diperoleh apabila manusia bertawakal kepada Allah SWT,
dan taqwa menjadi ukuran kemuliaan.  Ke-Tiga, kehidupan manusia dalam masyarakat terikat dalam
kesatuan dan persatuan yang terbagi-bagi menurut susunan kemasyarakatan.

Ke-empat, kehidupan bermasyarakat diatur oleh aturan-aturan yang dibuat secara


bersmusyawarah sesuai dengan kehendak bersama. Ke-lima, nikmat Allah yang tertuang dilangit,
bumi, dan diantara keduanya harus dinikmati secara merata.
                  Pada mulanya kedatangan Islam lebih menekankan atau memperhatikan unsur-unsur yang
berhubungan dengan keyakinan dan peribadatan atau ritual, tetapi pada perkembangannya, Islam
juga mengarahkan manusia untuk berbudaya, karena Islam menganggap bahwa kebudayaan
merupakan bagian dari agama.  Seperti pertanyaan HAR Gibb yang dikutip oleh Nasir yang
mengatakan bahwa “Islam is indeed much-morew than a system of theology, it is complete
civilization”, Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang
sempurna, lebih lanjut Nasir menambahkan bahwa landasan perdaban Islam adalah kebudayaan
Islam, terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan Islam adalah agama, dalam Islam
agama bukanlah kebudayaan, tetapi agama dapat melahirkan kebudayaan.
      Hal diatas bersesuaian dengan hasil kajian sebagian besar sarjana dan peneliti yang mengkaji
islam dikawasan nusantara, mereka sependapat bahwa sejak era formatif pada masa awalnya, Islam
memainkan peran penting dalam perjalanan sejarah, sosial budaya, intelektual, politik dan ekonomi
Nusantara atau Asia Tenggara umumnya. Dalam konteks ini Judith Nagata, ahli Islam Asia Tenggara,
menyimpulkan bahwa “It is almost imposible to think of Malay without reference to Islam”. Hal ini
menjelaskan bahwa mustahil rasanya jika memikirkan Melayu tanpa mengkaitkan dengan Islam.
Begitu juga Ernest Gellner yang menyatakan Islam telah menjadi cara hidup dan sebagai high culture
oleh masyarakat muslim pribumi, termasuk di nusantara.  Setidaknya ke-dua ungkapan ini
memberikan jawaban bahwa pernyataan “Dunia Melayu adalah Dunia Islam dan Budaya Melayu
adalah Budaya Islam”, bukanlah suatu ungkapan yang berlebihan, tetapi memang landasan budaya
masyarakat melayu pada saat itu adalah Islam. [13]

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Islam datang dikawasan  Melayu  diperkirakan pada sekitar abad ke-7. Kemudian mengalami


perkembangan secara intensif dan mengislamisasi masyarakat secara optimal yang diperkirakan
terjadi pada abad ke-13 M. SAwal kedatangannya diduga akibat hubungan dagang antara pedagang-
pedagang Arab dari Timur Tengah (seperti Mesir, Yaman, atau Teluk Persia) atau dari daerah sekitar
India (seperti Gujarat, Malabar, dan Bangladesh), dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, semacam
Sriwijaya di Sumatra atau dengan di Maja Pahit di Jawa.

Perkembangan mereka pada abad ke-13 sampai awal abad ke-15 ditandai dengan
banyaknya pemukiman muslim baik di Sumatra seperti di Malaka, Aceh, maupun di Jawa seperti di
pesisir-pesisir pantai, Tuban, Gresik, Demak, dan sebagainya.

Pusat-pusat kekuatan ekonomi masyarakat Islam secara tidak langsung terlembagakan


dalam bentuk kota-kota dagang atau munculnya para saudagar muslim, baik di Malaka, Aceh,
maupun pesisir-pesisir pulau jawa. Saudagar-saudagar Arab, kelompok-kelompok sufi, dan para
mubaligh dari teluk persia, Oman maupun dari Gujarat-Persia tersebut atau dari berbagai tempat
lain dari Timur Tengah terus berakumulasi dengan kekuatan lokal, hingga terbentuknya komunitas
politik, yakni kesultanan pada abad ke-16. Dari sana para saudagar mendapat perlingdungan dan
semangat lebih untuk meneruskan langkah-langkah ekonomi dan dakwahnya untuk menembus
wilayah-wilayah Timur lainnya, seperti daerah-daerah Jawa, serta daerah Maluku, seperti Ambon,
Ternate, Tidore, dan seterusnya, termasuk Kalimantan, pulau-pulau Sulu dan Filipina.
Sampai saat ini waktu kedatangan islam diindonesia belum diketahui secara pasti.dan
memang sulit untuk mengetahui kapan suatu kepercayaan mulai diterima oleh suatu komunitas
tertentu.disamping wilayah itu nusantara yang luas dengan banyak daerah perdagangan yang
memungkinkan terjadinya kontak dengan orang asing, mengakibatkan suatu daerah mungkin lebih
awal menerima pengaruh islam dari pada daerah lain. Beberapa ahli menyebutkan bahwa
berdasarkan berita cina dari dinasti tang, islam sudah mulai diperkenalkan kepada masyarakat
indonesia pada abad ke-VII-VIII M. beria tersebut meneceritakan bahwa orang ta-shih
mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan holing yang dipimpin ratu simo karena
pemerintah di holing sangat kuat.meskipun hal itu tidak dapat  diartikan bahwa orang islam belum
menjejakan kakinya dibumi indonesia.namun paling tidak memungkinkan belum terbentuknya
komunitas muslim.

Sebenarnya yang disebut melayu bukanlah suau komunitas etnik atau suku bangsa. Namun
dalam hal ini masyarakat merupakan kumpulan etnik-etnik serumpun yang menganut agama yang
sama dengan menggunakan bahasa yang sama. Etnik-etnik serumpun yang lain pada umumnya
menempati suatu daerah tertentu. Dimanapun berada bahasa dan agama mereka sama, melayu dan
islam.kepulauan melayu merupakan gerbang masuk terdapat bagi pelayaran ketimur. Karna itu tidak
heran jika kerajaan-kerajaan islam awal seperti samudra pasai. Abad ke-13 agama islam mulai
berkembang pesat dikepulauan melayu, karena pada saat itu agama hindu dan budha mengalami
kemunduran pada peranan politiknya.yang ditandai dengan mundurnya kerajaan sriwijaya dan
swarnabumi dan dengan kerisisnya ekonomi yang membelitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah, Islam dan Tamadun Melayu,  Riau: Daulat Riau, 2009.

Hasjmy, Ahmad,1990, sejarah kebudayaan islam diindonesia,jakarta:bulan bintang

Helmiati, Islam dalam Masyarakat & Politik Malaysia,  Pekanbaru: Suska Press UIN Suska Riau, 2007.

Roza Ellya, Islam dan Tamadun Melayu,  Pekanbaru-Riau: Daulat Riau, 2013.


Sunanto, Musyrifah, Sejarah peradaban Islam Indonesia, Jakarta :_PT. Raja Grafindo Persada :2005

Thohir Ajid, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik,  Jakarta: Raja Pers,
2011.

Googlewebliqht.com/?islam peradaban melayu.

http://awalbarri .word..n-di-islam-nusantara

http://melayuonline.com /article/?

[1][1]Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik,  (Jakarta: Raja
Pers, 2011), h. 324-325.

[2][2]Ibid., h. 326.

[3][3]Ellya Roza, Islam dan Tamadun Melayu,  (Pekanbaru-Riau: Daulat Riau, 2013), h. 67.

[4][4]Helmiati, Islam dalam Masyarakat & Politik Malaysia,  (Pekanbaru: Suska Press UIN Suska Riau,
2007), h. 36-37.

[5][5]Ellya Roza, Op Cit., h. 67-69.

[6][6]Hasbullah, Islam dan Tamadun Melayu, (Riau: Daulat Riau, 2009), h. 28.

[7][7]Ellya Roza, Op Cit., h. 70.

[8][8]Ibid., h. 71-72.

[9][9]Hasbullah, Op Cit.,  h. 31-32.


[10] Googlewebliqht.com/?islam peradaban melayu.

[11] .Hasjmy, Ahmad,1990, sejarah kebudayaan islam diindonesia,jakarta:bulan bintang


[12] http://awalbarri .word..n-di-islam-nusantara

[13] . http://melayuonline.com /article/?

Anda mungkin juga menyukai