Sejalan dengan pendapat Wan Hussein Azmi, Hashim Abdullah dalam kitabnya Perspektif Islam di
Malaysia, menegaskan bahwa para pedagang Arab singgah di pelabuhan-pelabuhan sumatera untuk
mendapatkan barang-barang keperluan dan ada diantara mereka yang singgah di pelabuhan-pelabuhan
tanah melayu seperti Kedah, Trengganu dan Malaka. maka bolehlah dikatakan bahwa islam telah
masuk di tanah Melayu pada abad ke 7 M. Namun pendapat / teori ini masih sangat meragukan karena
hipotesis tersebut terlalu umum dan masih dapat diperdebatkan.
Pendapat lain dikemukakan oleh S. Q Fatimi, dalam bukunya Islam Comes To Malaysia, menjelaskan
bahwa Islam masuk ke Malaysia sekitar abad ke 8 H (14 M). Ia berpegang pada penemuan batu
bersurat di daerah Trengganu yang bertanggal 702 H (1303 M). Batu bersurat tersebut di tulis dengan
aksara Arab. Pada sebuah sisinya memuat pernyataan yang memerintahkan para penguasa dan
pemerintah untuk berpegang teguh pada keyakinan Islam dan ajaran Rasulullah Saw. Dan pada sisi
lainnya memuat 10 aturan dan mereka yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
Namun pendapat S. Q Fatimi juga tidak dapat diterima, karena ada bukti yang lebih kuat yang
menunjukkan bahwa Islam telah sampai ke Malaysia jauh sebelum itu yakni pada ke 3 H (abad 10 M).
Pendapat terakhir ini berdasarkan pada penemuan batu nisan di Tanjung Ingris, Kedah pada tahun
1965. Pada batu nisan tersebut tertulis nama Syekh Abdu Al Qadir Ibnu Husayn syah yang meninggal
pada tahun 291 H (940 M). Menurut sejarawan, Syekh Abdu Al Qadir adalah seorang Da'i keturunan
Persia. Penemuan ini merupakan suatu bukti bahwa Islam telah datang ke Malaysia pada sekitar abad
ke 3 H (10 M).
Tanjung Ingris Kedah tempat ditemukannya batu nisan tersebut merupakan daerah yang tanahnya
lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Lebih strategis dan layak dijadikan sebagai tempat persinggahan
pedagang- pedagang. Disekitar makam tersebut juga terdapat banyak batu nisan dan ini
memperlihatkan bahwa tempat tersebut merupakan sebuah perkampungan lama bagi orang Islam dan
menjelaskan bahwa Tanjung Ingris Kedah adalah tempat persinggahan pedagang- pedagang Arab dan
Persia.
Menyangkut penyebaran Islam di Malaysia, peranan Malaka sama sekali tidak dapat dikesampingkan.
Karena koversi Melayu terjadi terutama selama periode kesultanan Malaka pada abad ke 15 M, dari
sekitar tahun 1402 hingga 1511 M. Malaka dalam sejarah di nukilkan bahwasanya pembentukan dan
pertumbuhannya ada kaitannya dengan perang saudara dikerajaan Majapahit setelah kematian Hayam
Wuruk (1360-1389 M). Pada tahun 1401 M meletus perang saudara untuk merebut tahta kerajaan
antara Wira Bumi dengan raja Wikrama Wardhana. Dalam perang tersebut Parmewara (Putra Raja
Sriwijaya dari Dinasti Seilendra) turut terlibat karena ia menikahi salah seorang putri Majapahit. Oleh
karena pihak yang ia bantu mengalami kekalahan maka parmewara dan pengikutnya melarikan diri
kedaerah Temasek (singapura) yang berada di bawah kekuasaan empair Siam pada saat itu.
Temasek pada masa itu lebih merupakan sebuah perkampungan kaum nelayan, diperintah oleh
seorang wakil raja Siam yang bernama Tamagi. Oleh karena inginkan kekuasaan akhirnya Parmewara
membunuh Tamagi dan berhasil menjadi penguasa di Temasek. Peristiwa terbunuhnya Tamagi
diketahui oleh raja Siam yang kemudian memutuskan untuk menuntut balas atas kematian Tamagi.
Parmewara dan para pengikutnya mengundurkan diri ke Muar dan akhirnya sampai ke Malaka.
Malaka ketika itu merupakan sebuah kampung kecil yang didiami oleh sebagian kecil kaum- kaum
nelayan yang kerja mereka sebagian perampok kapal-kapal dagang yang datang dari Barat ke Timur.
Sesampainya di Malaka, parmewara dilantik menjadi penguasa oleh pengikut-pengikutnya dan
penduduk asli disana, dan kemudian mendirikan kerajaan Malaka pada tahun 1402 M.
Berdasarkan faktor-faktor yang ada, Malaka tumbuh dengan pesat terutama dalam bidang
perdagangan. Dengan berkembangnya Malaka sebagai daerah pelabuhan yang bertaraf internasional,
secara tidak langsung telah mengundang orang-orang Arab dan khususnya para pedagang dari bangsa
tersebut untuk masuk ke daerah tersebut dan melakukan transaksi perdagangan. Dan puncaknya Islam
mendapatkan tempat di Malaka tak kala seorang ulama dari Jeddah yang Syeikh Abdul Aziz berhasil
mengislamkan Parmewara pada tahun 1414 M (abad ke 15).
Setelah Parmewara masuk islam, ia mengganti namanya dengan Sultan Megat Iskandar Shah. Kitab
sejarah Melayu menceritakan bahwa Raja Malaka Megat Iskandar Shah adalah orang pertama kali di
kerajaan tersebut yang memeluk agama Islam. Selanjutnya ia memerintahkan segenap warganya
menjadi muslim. Dalam proses Islamisasi berikutnya, para Sultan memberi dukungan yang besar
dengan turut meningkatkan pemahaman tentang Islam dan berpartisipasi dalam pengembangan
wacana, kajian dan pengamalan Islam.
Dalam sejarah di nukilkan bahwasanya para sultan Malaka mulai dari sultan pertama dan sultan yang
berkuasa belakangan sangat berminat terhadap ajaran Islam. Banyak di antara mereka yang berguru
kepada ulama-ulama yang terkenal. Sebagai contoh sultan Muhammad Shah berguru kepada Maulana
Abdul Aziz, Sultan Mansur Syah berguru kepada Kadi Yusuf dan Maulana Abu Bakar. Dengan
adanya para Sultan tersebut belajar Islam dengan para ulama-ulama yang ada saat itu dan telah
memiliki pengetahuan agama yang luas maka para sultan tersebut sebagaimana yang diungkapkan
oleh A.C Milner dalam bukunya Islam and The Muslim State menjelaskan, bahwasanya Sultan
Malaka sebagai orang yang telah mengajarkan pengetahuan Agama Islam kepada para raja di negeri-
negeri melayu lainnya.
Respon sultan dan rakyat Malaka yang antusias terhadap kedatangan Islam telah mengangkat posisi
Malaka sebagai pusat kegiatan berdakwah. Selain rakyat Malaka menyebarkan dakwah keluar negeri,
banyak pula orang luar yang datang ke Malaka untuk menuntut ilmu. Sunan Bonang dan Sunan
Kalijaga, dua ulama terkenal di pulau Jawa ini menamatkan pengajiannya di Malaka. Peran Malaka
yang begitu penting dalam upaya Islamisasi makin berkembang setelah sultan Muzzafar Shah yang
berkuasa sekitar tahun 1450 M menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan Malaka, sultan
Muzzafar shah juga telah menyusun perundang-undangan di negerinya yang sebagian isinya diambil
dari ajaran Islam, yang mana undang-undang tersebut dikenal dengan nama Hukum kanun Malaka.
Hukum kanun Malaka tersebut menjadi kitab sumber hukum dalam menangani beberapa pekara
hukum di kesultanan Malaka. Dengan demikian, Malaka dapat dianggap sebagai kerajaan Melayu
pertama yang menyusun perundangan yang mempunyai unsur-unsur syari'ah Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Dardiri, Dkk. 2006. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: Institute for Southeast Asian Islamic
Studies (ISAIS) dan Alif Riau.
Gusrianto. 2012. Diktat Sejarah dan Perkembangan Islam di Asia Tenggara. Pekanbaru.