Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA

Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja Kecik yang bergelar
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah) dengan istrinya Encik
Pong, dengan pusat kerajaan berada di Buantan. Konon nama Siak berasal dari nama sejenis
tumbuh-tumbuhan yaitu siak-siak yang banyak terdapat di situ.
Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak berada dibawah kekuasaan Johor. Yang
memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan di angkat oleh Sultan Johor.
Namun hampir 100 tahun daerah ini tidak ada yang memerintah. Daerah ini diawasi oleh
Syahbandar yang ditunjuk untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut.
Pada awal tahun 1699 Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II mangkat
dibunuh Magat Sri Rama, istrinya yang bernama Encik Pong pada waktu itu sedang hamil
dilarikan ke Singapura, terus ke Jambi. Dalam perjalanan itu lahirlah Raja Kecik dan kemudian
dibesarkan di Kerajaan Pagaruyung Minangkabau. Sementara itu pucuk pimpinan Kerajaan
Johor diduduki oleh Datuk Bendahara tun Habib yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.
Setelah Raja Kecik dewasa, pada tahun 1717 Raja Kecik berhasil merebut tahta Johor.
Tetapi tahun 1722 Kerajaan Johor tersebut direbut kembali oleh Tengku Sulaiman ipar Raja
Kecik yang merupakan putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.
Dalam merebut Kerajaan Johor ini, Tengku Sulaiman dibantu oleh beberapa bangsawan
Bugis. Terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada kedua
belah pihak, maka akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri. Pihak Johor
mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke Bintan dan seterusnya
mendirikan negeri baru di pinggir Sungai Buantan (anak Sungai Siak). Demikianlah awal
berdirinya kerajaan Siak di Buantan.
Namun, pusat Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan. Pusat kerajaan kemudian selalu
berpindah-pindah dari kota Buantan pindah ke Mempura, pindah kemudian ke Senapelan
Pekanbaru dan kembali lagi ke Mempura. Semasa pemerintahan Sultan Ismail dengan Sultan
Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864) pusat Kerajaan Siak dipindahkan ke kota
Siak Sri Indrapura dan akhirnya menetap disana sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak
terakhir.
Pada masa Sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin
yang memerintah pada tahun 1889 - 1908, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak
dan istana ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889.
Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama
dibidang ekonomi. Dan masa itu pula beliau berkesempatan melawat ke Eropa yaitu Jerman dan
Belanda. Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya yang masih kecil dan sedang bersekolah
di Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dan baru pada tahun 1915 beliau ditabalkan
sebagai Sultan Siak ke-12 dengan gelar Assayaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dan
terakhir terkenal dengan nama Sultan Syarif Kasim Tsani (Sultan Syarif Kasim II).

Bergabungnya Kerajaan Siak Sri Indrapura dengan NKRI


Bersamaan dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, beliau pun
mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak dan tak lama kemudian beliau berangkat ke
Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia sambil
menyerahkan Mahkota Kerajaan serta uang sebesar Sepuluh Ribu Gulden.
Dan sejak itu beliau meninggalkan Siak dan bermukim di Jakarta. Baru pada tahun 1960
kembali ke Siak dan mangkat di Rumbai pada tahun 1968. Beliau tidak meninggalkan keturunan
baik dari Permaisuri Pertama Tengku Agung maupun dari Permaisuri Kedua Tengku Maharatu.
Pada tahun 1997 Sultan Syarif Kasim II mendapat gelar Kehormatan Kepahlawanan
sebagai seorang Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Makam Sultan Syarif Kasim II terletak
ditengah Kota Siak Sri Indrapura tepatnya disamping Mesjid Sultan yaitu Mesjid Syahabuddin.

Ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan Republik Indonesia, Kesultanan Siak Sri


Indrapura langsung mengakui lahirnya sebuah negara baru. Sultan Syarif Kasim II (1893-1968)
secara ikhlas menyerahkan seluruh wilayah kedaulatannya. Kekuasaan Kesultanan Siak Sri
Indrapura mencakup pesisir timur Sumatra, Semenanjung Malaka, dan di daratan hingga ke Deli
Serdang, Sumatra Utara.
Selain hak penguasaan tanah, semua harta kekayaan dan properti yang dimiliki diberikan
untuk perjuangan kemerdekaan RI. Termasuk kompleks Istana Asherayah Al-Hasyimiyah juga
dihibahkan sebagai bentuk dukungan atas kemerdekaan Indonesia. Istana Asherayah Al-
Hasyimiyah letaknya tepat di depan Alun-Alun Kabupaten Siak.
Tidak hanya itu, uang kas kesultanan sebesar 13 juta gulden juga diberikan kepada
Indonesia. Dengan penghitungan kurs pada 2011, uang 13 juta gulden itu setara dengan 69 juta
euro atau sekitar Rp 1,074 triliun. Adapun, salah satu bukti warisan tanah yang diberikan kepada
negara adalah lahan yang masuk area Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II di Kota
Pekanbaru yang menjadi ibukota dari Provinsi Riau.
Seluruh kekayaannya dan 12 daerah tahta kesultanan diserahkan demi Republik untuk
membela kemerdekaan. Beliau meninggal dalam keadaan miskin di rumah peraduan. Rumah
peraduan bentuknya sangat sederhana dan berada di sisi barat kompleks istana.
Sultan yang meninggal di Kota Pekanbaru pada 23 April 1968 ini rela mendedikasikan
secara total hidupnya untuk membantu perjuangan berdirinya RI . Selain itu, pilihan
menghibahkan segala hal yang dimilikinya lantaran Sultan Siak ke-12 tidak memiliki zuriat
(keturunan) dari istrinya yang berdarah Turki. Karena itu, demi kebaikan bersama, Sultan yang
menempuh pendidikan di Eropa ini menyerahkan kedaulatan yang dipegangnya kepada
Soekarno-Hatta.
Setelah merasa mantap dengan pilihannya, dengan ditemani oleh Mr. Teuku Muhammad
Hasan yang merupakan Gubernur Sumatra pertama, Sultan Syarif Kasim II menyerahkan
mahkota Kerajaan Siak kepada Soekarno di Istana Negara pada 1945. Dengan berpakaian
kesultanan lengkap, penyerahan mahkota tersebut sebagai simbol bergabungnya seluruh wilayah
Kesultanan Siak dengan RI. Saat ini mahkota tersebut telah tersimpan di Museum Nasional.
Atas totalitas bantuannya makanya beliau diangkat sebagai penasihat oleh Presiden
Soekarno. Pertimbangan lainnya juga karena Sultan orang yang cerdas dan berwawasan luas,
namun sayangnya, Bung Karno belum pernah berkunjung ke Siak.
Sultan Syarif Kasim II sangat total dalam mendukung terbentuknya RI. Hal itu
dibuktikan dengan berhentinya sistem administrasi dan kepegawaian yang mengabdikan
hidupnya untuk Kesultanan Siak. Alhasil, ketika pejuang kemerdekaan benar-benar mengusir
penjajah, Sultan Syarif Kasim II tidak lagi memiliki apa-apa untuk diwariskan
Berikut adalah daftar sultan-sultan yang pernah memerintah di Kerajaan Siak Sri Indrapura.
1. Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I (1725-1746)
2. Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah II (1746-1765)
3. Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1765-1766)
4. Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766-1780)
5. Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782)
6. Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah (17821784)
7. Sultan Assaidis Asyarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi (1784-1810)
8. Sultan Asyaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-1815)
9. Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin (1815-1854)
10. Sultan Assyaidis Syarif Kasyim Abdul Jalil Syaifuddin I (Syarif Kasyim I, 1864-1889)
11. Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908)
12. Sultan Assyaidis Syarif Kasyim Abdul Jalif Syaifudin I (Syarif Kasyim II), (1915-1949)
PENDIDIKAN PANCASILA
SEJARAH KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA

DI SUSUN OLEH :
KISANADA GHUMAIROH (1600013)
DIII IIA FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU


YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

Anda mungkin juga menyukai