Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH BUDAYA MELAYU RIAU

SEJARAH KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

 REZKIKA MASNELIA PUTRI


 M.LUTFI ARIANDI
 RIANDA NOVITA PUTRI
 SULTAN PRATAMA PUTRA
 SYAFHIRA
 NAYLA RATU JUWITA

GURU PEMBIMBING : YULIANA, S.Pd

SMA NEGERI 1 KAMPAR


TP 2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................i
1. SEJARAH KERAJAAN SIAK.......................................................................1
2. ASAL USUL KATA SIAK ............................................................................3
3. SIAK DIBAWAH PENGARUH HINDU BUDDHA ....................................6
4. KESULTANAN SIAK ...................................................................................8

1.SEJARAH KERAJAAN SIAK


Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja Kecik
yang bergelar Sultan. Abdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor (Sultan
Mahmud Syah) dengan istrinya Encik Pong, dengan pusat kerajaan berada di
Buantan. Konon nama Siak berasal dari nama sejenis tumbuhtumbuhan yaitu siak-
siak yang banyak terdapat di situ. Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak
berada dibawah kekuasaan Johor. Yang memerintah dan mengawasi daerah ini
adalah raja yang ditunjuk dan di angkat oleh Sultan Johor. Namun hampir 100
tahun daerah ini tidak ada yang memerintah. Daerah ini diawasi oleh Syahbandar
yang ditunjuk untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut. Pada awal tahun
1699 Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II mangkat dibunuh
Magat Sri Rama, istrinya yang bernama Encik Pong pada waktu itu sedang hamil
dilarikan ke Singapura, terus ke Jambi. Dalam perjalanan itu lahirlah Raja Kecik
dan kemudian dibesarkan di Kerajaan Pagaruyung Minangkabau.

Sementara itu pucuk pimpinan Kerajaan Johor diduduki oleh Datuk


Bendahara tun Habib yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Setelah Raja
Kecik dewasa, pada tahun 1717 Raja Kecik berhasil merebut tahta Johor. Tetapi
tahun 1722 Kerajaan Johor tersebut direbut kembali oleh Tengku Sulaiman ipar
Raja Kecik yang merupakan putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.
Dalam merebut Kerajaan Johor ini, Tengku Sulaiman dibantu oleh beberapa
bangsawan Bugis. Terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kerugian yang
cukup besar pada kedua belah pihak, maka akhirnya masing-masing pihak
mengundurkan diri. Pihak Johor mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik
mengundurkan diri ke Bintan dan seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir
Sungai Buantan (anak Sungai Siak). Demikianlah awal berdirinya kerajaan Siak
di
Buantan.

Namun, pusat Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan. Pusat kerajaan


kemudian selalu berpindah-pindah dari kota Buantan pindah ke Mempura, pindah
kemudian ke Senapelan Pekanbaru dan kembali lagi ke Mempura. Semasa
pemerintahan Sultan Ismail dengan Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin
(1827-1864) pusat Kerajaan Siak dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura dan
akhirnya menetap disana sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan
Siakterakhir.Pada masa Sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim
Abdul Jalil Syaifuddin yang memerintah pada tahun 1889.1908, dibangunlah
istana yang megah terletak di Kota Siak dan istana ini diberi nama Istana
Asseraiyah Hasyimah yang dibangun pada tahun1889.Pada masa pemerintahan
Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi.
Dan masa itu pula beliau berkesempatan melawat ke Eropa yaitu Jerman dan
Belanda.

Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya yang masih kecil dan
sedang bersekolah di Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dan baru pada
tahun 1915 beliau ditabalkan sebagai Sultan Siak ke-12 dengan gelar Assayaidis
Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dan terakhir terkenal dengan nama Sultan
Syarif Kasim Tsani (Sultan Syarif Kasim II). Bersamaan dengan
diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, beliau pun mengibarkan
bendera merah putih di Istana Siak dan tak lama kemudian beliau berangkat ke
Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bergabung dengan Republik
Indonesia sambil menyerahkan Mahkota Kerajaan serta uang sebesar Sepuluh
Ribu Gulden.

Dan sejak itu beliau meninggalkan Siak dan bermukim di Jakarta. Baru
pada tahun 1960 kembali ke Siak dan mangkat di Rumbai pada tahun 1968.
Beliau tidak meninggalkan keturunan baik dari Permaisuri Pertama Tengku
Agung maupun dari Permaisuri Kedua Tengku Maharatu. Pada tahun 1997 Sultan
Syarif Kasim II mendapat gelar Kehormatan Kepahlawanan sebagai seorang
Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Makam Sultan Syarif Kasim II terletak
ditengah Kota Siak Sri Indrapura tepatnya disamping Mesjid Sultan yaitu Mesjid
Syahabuddin.
Berikut adalah daftar sultan-sultan yang pernah memerintah di Kerajaan Siak Sri
Indrapura.
1. Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I (1725-1746)
2. Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah II (1746-1765)
3. Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1765-1766)
4. Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766-1780)
5. Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782)
6. Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah (17821784)
7. Sultan Assaidis Asyarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi (1784-1810)
8. Sultan Asyaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-1815)
9. Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin (1815-1854)
10. Sultan Assyaidis Syarif Kasyim Abdul Jalil Syaifuddin I (Syarif Kasyim I,
1864-1889)
11. Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908)
12. Sultan Assyaidis Syarif Kasyim Abdul Jalif Syaifudin I (Syarif Kasyim II),
(1915-1949)
Diawal Pemerintahan Republik Indonesia, Kabupaten Siak ini
merupakan Wilayah Kewedanan Siak di bawah Kabupaten Bengkalis yang
kemudian berubah status menjadi Kecamatan Siak. Barulah pada tahun 1999
berubah menjadi Kabupaten Siak dengan ibukotanya Siak Sri Indrapura
berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999.

2.ASAL USUL KATA SIAK


Penyebutan kata “Siak” sudah terdapat diberbagai sumber sejarah
nasional Indonesia. Baik yang ditulis oleh pujangga-pujangga zaman
Hindu/Budha dahulu maupun oleh para sejarawan modern Indonesia dan asing.
Adapun sekarang, kata “Siak” tersebut menjadi nama dari sebuah sungai, yaitu
sungai Siak dimana didapati bekas-bekas kerajaan Siak di sepanjang aliran sungai
tersebut.
Mengenai arti kata “Siak” terdapat bermacam-macam pendapat, seprerti:
1). Kata “Siak” menurut bahasa Tapanuli Selatan berarti “pedas”
2). Kata “Siak” ada yang mengatakan berasal dari kata “Suak”
3). Kata “Siak” ada yang menyatakan berasal dari suatu nama panggilan yang
diberikan kepada orang yang menjaga masjid.
4). Kata “Siak” ada yang menyatakan berasal dari nama tumbuh-tumbuhan sejenis
perdu yang bernama “Siak-siak”.

Dari beberapa arti kata tersebut, timbul beberapa kemungkinan


1. Apabila diartikan “pedas” (bahasa Tapanuli Selatan), pastilah mempunyai latar
belakang hubungan dengan Tapanuli. Sedangkan kenyataannya tidak ada fakta-
fakta menunjukkan bahwa dalam kerajaan Siak ada unsur-unsur Tapanuli yang
bersifat monumental.
2. Kalau yang dimaksud dari arti kata “Suak” tentulah perkataan “suak”
mempunyai arti keseragaman. Kenyataannya sampai sekarang kata “suak” dan
kata “siak” dalam arti yang berdiri sendiri, seperti kata Sungai Siak, kota Siak.
Sedangkan “Suak” diartikan nama suatu tempat atau kampung yang dialiri oleh
anak sungai yang kecil sebagaimana banyak terdapat di sepanjang Sungai Siak,
misalnya: Suak Gelanggang, Suak Rengas, Suak Lanjut, Suak Santai, Suak
Djil, dan sebagainya. Dalam hal ini tidak dipakai kata “siak”. Dengan demikian
jelaslah bahwa kata “siak” bukanlah kata yang diturunkan atau perubahan
mophologis dari kata “suak”.
3. Kalau kata “siak” diartikan seorang penjaga masjid tentulah dahulunya daerah
siak itu merupakan kerajaan Islam dan kalau kita pelajari ketika Siak di bawah
pengaruh Melaka dan Johor merupakan kerajaan yang beragama Islam. Akan
tetapi jauh sebelum kerajaan Siak sudah ada, sebagaimana disebutkan dalam
Kert Kertagama pupuh 13/1-2 menyebut: “Minangkabau, Siak, Rokan dan
Kampar di bawah kekuasaan Majapahit”. Dalam perkembangan sejarah
Indonesia tidak pernah ada sumber yang menyebutkan kerajaan beragama
Islam yang tunduk di bawah kekuasaan Majapahit (Hindu/Budha).
4. Jika kata “Siak” diambil dari nama tumbuh-tumbuhan yang bernama “siak
siak”, maka harus ada hubungan antara kerajaan Siak dengan tumbuh-
tumbuhan tersebut.
Dalam hal ini dapat dihubungkan teori yang diketengahkan oleh J. Kern.,
Prof. Pubotjoroko dan Prof. Muhammad Yamin tentang pemberian nama
kerajaan/raja berdasarkan flora-fauna, dimana nama-nama kerajaan lazim diambil
dari nama tumbuh-tumbuhan (flora) dan nama raja diambil dari nama-nama
hewan (fauna) seperti halnya nama kerajaan dan raja berikut ini:
a. Majapahit, dari nama pohon “maja” yang buahnya pahit.
b. Tarumanegara, dari nama pohon “tarum”.
c. Galih Pakuan, dari nama tumbuh-tumbuhan “paku-pakuan/pakis”.
d. Malaka, dari nama pohon “malaka”.
e. Johor, dari nama pohon”johar”.
Sedangkan nama-nama raja:
a. Hayam Wuruk, dari kata “hayam/ayam”.
b. Gajad Mada, dari kata “gajah”.
c. Si Singamangaraja, dari kata “singa”.
d. Munding Wangi, dari kata yang bermakna “kerbau”.
e. Sawunggaling, dari kata yang bermakna “ayam jantan”.

Berdasarkan hal tersebut, berkemungkinan sekali bahwa sebutan kata


“siak” diambil dari nama tumbuh-tumbuhan (flora). Dan memang di sekitar aliran
sungai Siak maupun di sekitar bekas kerajaan Siak banyak sekali terdapat
tumbuhan jenis perdu yang bernama “siak-siak”. Oleh masyarakat setempat,
tumbuh-tumbuhan itu biasa dipergunakan sebagai bahan obat-obatan dan wangi-
wangian. (Tim Penulis: 1970, hlm. 5). Sedangkan pendapat lain menyatakan
bahwa; kata “Siak” dalam anggapan masyarakat Melayu sangat bertalian erat
dengan agama Islam, Orang Siak ialah orang-orang yang ahli agama Islam, kalau
seseorang hidupnya tekun beragama dapat dikatakan sebagai Orang Siak.
Selanjutnya nama “Siak”, dapat merujuk kepada sebuah klan di kawasan antara
Pakistan dan India, Sihag atau Asiagh yang bermaksud pedang. Masyarakat ini di
kaitkan dengan bangsa Asii masyarakat nomaden yang disebut oleh masyarakat
Romawi, dan diidentifikasikan sebagai Sakai oleh Strabo seorang penulis geografi
dari Yunani. Berkaitan dengan ini pada sehiliran Sungai Siak sampai hari ini
masih dijumpai masyarakat terasing yang dinamakan sebagai Orang Sakai.

3.SIAK DIBAWAH PENGARUH HINDU/BUDDHA


Karena sangat terbatasnya bukti-bukti pemberitaan dan peninggalan
sejarah yang ditemui, belum dapatnya ditunjukkan suatu kepastian tahun bila
sebenarnya Siak atau kerajaan Siak pertama ini timbul. Tetapi perihal adanya
suatu kerajaan Siak pada zaman itu dapat dipastikan, yaitu disebutnya nama
“Siak” dalam sumber-sumber sejarah Indonesia. Misalnya dalam Negara
kertagama pupuh 13/1-2; Pararaton; Tarich Tiongkok; Sedjarah Melajoe dan
dalam karangan yang ditulis oleh N.J. Ryan., Prof. Dr. Slamet Muljono, Prof.
Hamka, serta ahli sejarah mutakhir. Dalam berita sumber-sumber sejarah kuno
(zaman Hindu/Budha) meskipun tidak tersebut dengan tegas bahwa Siak itu
kerajaan, namun sangatlah mendekati kepastian bahwa yang disebut Siak itu
adalah suatu kerajaan yang lokasinya pasti di salah satu tempat di sepanjang
sungai Siak. Lazimnya bahwa sejak dahulu penyebutan nama kerajaan tidak
senantiasa harus disebut secara lengkap dengan wilayahnya.

Demikian pula halnya dengan kerajaan Siak, dimana dalam sumber-


sumber sejarah sering hanya disebut “Siak” saja. Bahkan kerajaan Siak bersama-
sama kerajaan Melayu lainnya seperti: Indragiri, Kampar, Bintan dalam sejarah
Indonesia sudah lama dikenal dan lazim dicakup saja dalam satu sebutan yaitu
kerajaan “Melayu”. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kerajaan Sriwijaya itu
adalah kelanjutan dari kerajaan Melayu Lama. Diantara peninggalan bekas
kerajaan tersebut, bekas kerajaan Siak menunjukkan jumlah yang lebih banyak
dan tersebar luas jika dibandingkan dengan peninggalan bekas kerajaan Melayu
lainnya, baik berupa benda-benda monumental lainnya dalam penyebutan sejarah
dari perkembangan kerajaan-kerajaan selanjutnya.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa kekuatan yang dihadapi


oleh tentara Pamalayu tersebut adalah kekuatan dari beberapa kerajaan yang
masing-masing berdiri sendiri. Selanjutnya, menurut isi maklumat Padang Rontjo,
bahwa pada tahun 1286 M, Raja Kertanegara mengirimkan arca Amoghapaca
(Dyani Budha Awalokitecwara) ke Melayu, di mana atas kiriman ini Raja Melayu
yang bernama Maharaja Tribuwanaraja Mauliwarmadewa sangat bersuka cita.
Dari maklumat tersebut adalah merupakan petunjuk bahwa Raja Melayu
Mauliawarmadewa itu adalah salah seorang raja dari kerajaan yang berada di
Melayu yang sudah tunduk dan sudah bernaung di bawah Singosari setelah tentara
Pamalyu berada di Melayu + 11 tahun lamanya (1275 – 1286 M).

Demikian juga penyebutan gadis dengan kata “dara” bukanlah kelaziman


yang dipakai di luar atau daerah-daerah lain. Begitu pula penyebutan atau
pemberian nama yang diambil dari nama warna-warna, seperti: Petak, Djinggo,
Merah, Kuning, Hijau – seperti “Puteri Hijau” (Rokan Pekaitan) adalah merupakan
kelaziman dalam cerita spesifik daerah Riau, walaupun kadangkadang di daerah
lain juga memakainya. Sedangkan kerajaan Siak pada masa ini masih merupakan
kerajaan Hindu/Budha dan masih terkenal sampai abad ke-15 M, yaitu yang
berpusat di Gasib. Dan kerajaan yang berpusat di Gasib ini masih berlangsung terus
sampai sampai sampai abad ke-17, dimana kerajaan Siak pada waktu itu berada
dibawah pengaruh kerajaan Melaka dan kerajaan Johor. Raja dari kerajaan Siak
yang Beragama Hindu/Budha, diantara yang terkenal yaitu berasal dari Bedagai dan
disebut Raja Bedagai.

Dan sejak ini, kerajaan Siak berada di bawah pengaruh kerajaan Islam
Melaka/Johor, sampai Raja Iskandar Muda dari Aceh menyerang Gasib pada
tahun 1612 – 1626 atau abad ke17 M. Kerajaan-kerajaan Islam di Riau yang
disebut sebut dalam berita Tome Pires (1512-1515 M) adalah Siak (termasuk juga
Kampar dan Indragiri). Bila kerajaan tersebut mulai bercorak Islam belum dapat
dipastikan – meskipun pedagang muslim dari Arab dan negeri-negeri Timur
Tengah lainnya sejak abad ke 7/8 M sudah memegang peran dalam pelayaran dan
perdagangan melalui Selat Melaka. (Marwati Djoened Poesponegoro dan
Nugroho Notosusanto. Mengingat kerajaan Siak pada abad ke 13 dan 14 M masih
ada dalam kekuasaan Melayu dan Singosari-Majapahit, yang mendekati kepastian
kerajaan-kerajaan tersebut tumbuh menjadi kerajaan bercorak Islam sejak aba ke-
15 M. Pengaruh Islam yang sampai ke daerah itu sebagai akibat perkembangan
kerajaan Islam Malaka.

4. KESULTANAN SIAK
Karena sangat terbatasnya bukti-bukti pemberitaan dan peninggalan sejarah
yang ditemui, belum dapatnya ditunjukkan suatu kepastian tahun bila sebenarnya
Siak atau kerajaan Siak pertama ini timbul. Tetapi perihal adanya suatu kerajaan
Siak pada zaman itu dapat dipastikan, yaitu disebutnya nama “Siak” dalam
sumber-sumber sejarah Indonesia. Dalam berita sumber-sumber sejarah kuno
(zaman Hindu/Budha) meskipun tidak tersebut dengan tegas bahwa Siak itu
kerajaan, namun sangatlah mendekati kepastian bahwa yang disebut Siak itu
adalah suatu kerajaan yang lokasinya pasti di salah satu tempat di sepanjang
sungai Siak. Lazimnya bahwa sejak dahulu penyebutan nama kerajaan tidak
senantiasa harus disebut secara lengkap dengan wilayahnya.

Demikian pula halnya dengan kerajaan Siak, dimana dalam sumber-sumber


sejarah sering hanya disebut “Siak” saja. Bahkan kerajaan Siak bersama-sama
kerajaan Melayu lainnya seperti: Indragiri, Kampar, Bintan dalam sejarah
Indonesia sudah lama dikenal dan lazim dicakup saja dalam satu sebutan yaitu
kerajaan “Melayu”. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kerajaan Sriwijaya itu
adalah kelanjutan dari kerajaan Melayu Lama. Didalam penulisan-penulisan
sejarah oleh sebagian sejarawan Indonesia ataupun asing. Melayu sering
dikatakan sekitar daerah Jambi atau Minangkabau. Akan tetapi jika Jambi tersebut
yang dimaksudkan adalah Lubuk Jambi (daerah kabupaten Kuantan Sengingi -
provinsi Riau sekarang), maka hal itu member petunjuk kearah kebenaran, jika
diingat bahwa Lubuk Jambi terletak dekat sungai Langsat, dimana “maklumat
Padang Rontjo” diketemukan.
Dari sumber-sumber tertulis maupun dari peninggalan-peninggalan yang ada
di daerah Riau sekarang, menunjukkan bahwa di Melayu dahulu ada beberapa
kerajaan yang tersebar di sekitar sungai-sungai Siak, Rokan, Kampar dan
Indragiri. Hal tersebut menyatakan bahwa di daerah Riau terdapat peninggalan-
peninggalan bekas kerajaan zaman dahulu (Hindu/Budha) baik yang berupa
puing-puing kerajaan (istana, benteng) maupun benda-benda yang bersifat
monument, seperti candi, stupa, arca dan benda-benda kuno lain serta
peninggalan-peninggalan kebudayaan lama yang terwujud dalam kepercayaan dan
kesenian.

KESULTANAN SIAK
1. Kesultanan Buantan
2. Kesultanan Mempura I
3. Kesultanan Senapelan
4. Kesultanan Mempura II (Kota Tinggi) = Kesultanan Siak
Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin memerintah dari tahun 1784 –
1810 M., yang kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Mempura ke Kota
Tinggi atau kota Siak Sri Indrapura sekarang ini. Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul
Jalil Syaifuddin menghidupkan kembali nama “Siak Sri Indrapura” yang telah pernah
diberikan oleh seorang panglima kerajaan Singosari – Panglima Indrawarman yang
menjadi panglima pada ekspedisi Pamalayu tahun 1275 – 1289 M. (Tim Penulis: 1970,
hlm. 16) Jika pada masa Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah, ketika memindahkan pusat
kerajaan ke Mempura, sejak itu kerajaan diberi nama Siak Sri Indrapura. Sedangkan
pada masa Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin memerintah, maka
kerajaan Siak Sri Indrapuradilengkapkan menjadi Siak Sri Indrapura Dar al-Salam al-
Qiyam. Dan sejak itu pula pusat kerajaan Siak tetap di Siak sampai Sultan Syarif
Kasim II sultan Siak yang terakhir.

Anda mungkin juga menyukai