Anda di halaman 1dari 22

Bab IV

Pemerintahan Kampung
di Kabupaten Siak

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 63


64 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak
BAB IV
PEMERINTAHAN KAMPUNG
DI KABUPATEN SIAK

A. Sejarah Pemerintahan Kampung


Kerajaan Siak adalah salah satu kerajaan yang ada di Propinsi
Riau sebelum masa kemerdekaan, disamping beberapa kerajaan lain-
nya antara lain yaitu Kerajaan Indragiri, Kerajaan Rokan dan masih
ada lagi kerajaan-kerajaan kecil lainnya.1Pemerintahan kerajaan yang
ada di Riau pada waktu itu mempunyai struktur dan gelaran pemegang
pemerintahan tersendiri. Di Kerajaan Siak, dikenal pula adanya ber-
bagai sistem pemerintahan diantaranya sistem pemerintahan kampung.
Ditinjau dari perspektif sejarah, Siak adalah sebuah Kerajaan
Melayu yang besar dipesisir pantai pulau Sumatera yang berdiri Abad
ke 14 Masehi. Setelah runtuh kerajaan Sriwijaya di Muara takus.
Kerajaan Gasib Kerajaan Siak pertama yang terletak Sungai Gasib
anak sungai Siak (Sungai jantan) yang menganut Agama Hindu dan
Budha, kerajaan Gasib diserang oleh kerajaan Melaka yang sudah
beragama Islam,kemudian juga diserang oleh Iskandar Zulkarnain dari
Aceh untuk mengislamkan rakyat Siak Gasib.2

1
Kajian Akademis Desa Adat Kabupaten Siak berdasarkan Peraturan Daerah Nomor
2 Tahun 2015 tentang Penetapan Kampung Adat di Kabupaten Siak, hlm.2.
2
Suwardi, dkk, Pemetaan Adat Masyarakat Melayu Riau Kabupaten/Kota Se-Provinsi
Riau, Unri Press, Pekanbaru, 2006, hlm. 49.

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 65


Kesultanan Siak Sri Indrapura merupakan sebuah kesultanan
yang didirikan oleh Raja Kecil yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rakhmat
Syah (13-1746) pada 1723. Raja Kecil merupakan keturunan dari
Sultan Abdul Jalil RahmatSyah (Sultan Johor) dan Encik Pung. Sebelum
menetap di daerah yang saat ini dinamakan Kabupaten Siak, Kesul-
tanan Siak Sri Indrapura beberapa kali mengalami perpindahan pusat
kekuasaan. Ketika pertama kali didirikan, pusat pemerintahan Ke-
sultanan Siak Sri Indrapura berada di Buantan, kemudian berpindah
ke Mempura, Senapelan Pekanbaru, kembali lagi ke Mempura, dan
ketika diperintah oleh Tengku Said Ismail bergelar Sultan Assyaidi
Syarif Ismail Abdul Jalil Syarifuddin (1827-1864) pusat pemerintahan
dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura dan akhirnya menetap di sana
sampai pemerintahan Sultan Siak Sri Indrapura yang terakhir, Tengku
(Putera) Said Kasim II bergelar Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani
Abdul Jalil Syarifuddin (1908-1946).3
Roda pemerintahan kerajaan Siak dilaksanakan Sultan (Raja)
dengan dibantu oleh Orang-orang Besar Kerajaan dan Datuk-datuk
dengan diberi daerah kekuasaan, sedangkan Orang-orang Besar
Kerajaan sebagai Dewan Kerajaan mendampingi Sultan dan membuat
undang-undang. Pada sistem pemerintahan kerajaan Siak Sri Indra-
pura, posisi Raja (Sultan) adalah menduduki tingkat yang tertinggi,
kemudian Tuanku Bandar, di bawah Tuanku Bandar ialah Penghulu
Dagang (Orang Kaya), dibawahnya lagi ialah Penghulu, dan seterusnya
Batin. Pada masa Pemerintahan Kerajaan Siak Sri Indrapura terdapat
10 propinsi secara administrasi pemerintahan masuk dalam struktur
pemerintahan Kerajaan Siak. Kemudian pada masa penjajahan terjadi
perubahan-perubahan. Dengan demikian lembaga masyarakat yang
ada di Kabupaten Siak mempunyai kekhasan sesuai dengan sosial
budaya sendiri. Struktur masyarakat dan lembaga lokal yang ada lebih

3
Norma Dewi et.al, Selintas Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura dan Peninggalannya,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kanwil Depdikbud Provinsi Riau Bagian
Proyek Pembinaan Permuseuman Riau, Pekanbaru, 2000, hlm. 5-6.

66 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak


ringkas dan sederhana bila dibandingkan dengan lembaga modern
(lembaga lokal yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat).
Secara ringkas sistem pemerintahan Kerajaan Siak dipimpin oleh
Sultan yang dibantu oleh satu Dewan yang disebut “Dewan Kesultanan”.
Dewan Kesultanan itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu:4
1. Datuk Empat Suku yang merupakan penasehat utama Sultan,
mereka adalah:
a. Datuk Lima Puluh;
b. Datuk tanah Datar;
c. Datuk Pesisir; dan
d. Datuk Kampar.
2. Tunggal Manah, yaitu kelompok penasehat Sultan dalam adat,
mereka adalah :
a. Penghulu-penghulu yang tertua;
b. Batin-batin yang tertua; dan
c. Para ketua.
3. Orang besar kerajaan, yaitu pembantu sultan dalam urusan
pertahanan, mereka terdiri dari:
a. Panglima perang;
b. Datuk hamba raja;
c. Datuk bintara kiri;
d. Datuk bintara kanan; dan
e. Datuk bendahara (pemegang perbendaharaan istana).
Di luar pusat pemerintahan, Kesultanan Siak Sri Indrapura juga
mengatur sistem pemerintahan di daerah. Pemerintahan di daerah-
daerah dipegang oleh Kepala Suku yang bergelar Penghulu, Orang
Kaya, dan Batin. Ketiga jabatan tersebut sama kedudukannya, hanya
saja Penghulu tidak mempunyai hutan tanah. Dalam menjalankan
tugasnya Penghulu dibantu oleh:5

4
O.K, Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, Lembaga Warisan Budaya Melayu
Riau, Baim Grafika, 2014, hlm.58-61.
5
Yuli S. Setyowati, Sejarah Riau, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta, 2004, hlm. 207.

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 67


a. Sangko Penghulu (wakil Penghulu);
b. Malim Penghulu (pembantu urusan kepercayaan/agama); dan
c. Lelo Penghulu (pembantu urusan adat sekaligus berfungsi se-
bagai Hulubalang).
Batin dan Orang Kaya adalah orang yang mengepalai suku asli.
Jabatan ini didapat secara turun temurun. Batin mempunyai hutan tanah
(ulayat). Dalam menjalankan tugasnya, Batin dibantu oleh:
a. Tongkat (pembantu Batin dalam urusan yang menyangkut
kewajiban-kewajiban terhadap sultan);
b. Monti (pembantu Batin urusan adat); dan
c. Antan-antan (pembantu Batin yang sewaktu-waktu dapat
mewakili Tongkat atau Monti jika keduanya berhalangan).
Pada masa pemerintahan Raja Kecil, terdapat beberapa
perbatinan di sepanjang aliran Sungai Siak, antara lain: Perbatinan
Gassib, Senapelan, Sejaleh, dan Perawang. Perbatinan sebelah selatan
Sungai Siak antara lain: Perbatinan Sakai dan Petalangan. Sedangkan
perbatinan di pulau-pulau, antara lain : Perbatinan Tebing Tínggi,
Senggoro, Merbau, dan Rangsang. Sementara itu, daerah asli yang
kepala sukunya disebut penghulu antara lain: Siak Kecil, Siak Besar,
Betung, dan Rempah. Model sistem pemerintahan yang dirancang oleh
Raja Kecil bertahan hingga Kesultanan Siak Sri Indrapura diperintah
oleh Sultan Assyaidis Syarif Hasim Abdul Jalil Syarifuddin (1889-
1908). Sultan Assyaidis Syarif Hasim Abdul Jalil Syarifuddin merubah
sistem pemerintahan dan meletakkan landasan sistem pemerintahan
Monarki Konstitusional.6
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Indrapura juga
melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini
tidak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yang berlaku
di Eropa maupun yang diterapkan pada kawasan kolonial Belanda
dan Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak

6
http://maszal.blogspot.co.id/2015/06/sistim-peradilan-kerajaan-siak.html diakses
tanggal 20 Juni 2016.

68 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak


terlihat pada naskah Ingat Jabatan yang diterbitkan tahun 1897.
Naskah ini terdiri dari 33 halaman yang panjang serta ditulis de-
ngan Abjad Jawi atau tulisan Arab-Melayu.Ingat Jabatan merupakan
dokumen resmi Siak Sri Indrapura yang dicetak di Singapura, berisi
rincian tanggung jawab dari berbagai posisi atau jabatan di peme-
rintahan mulai dari pejabat istana, wakil kerajaan di daerah ja-
jahan, pengadilan maupun polisi. Pada bagian akhir dari setiap uraian
tugas para birokrat tersebut, ditutup dengan peringatan serta perintah
untuk tidak khianat kepada sultan dan nagari.
Perkembangan selanjutnya, Siak Sri Inderapura juga menerbitkan
salah satu kitab hukum atau undang-undang, dikenal dengan namaBab
al-Qawa’id. Sistem pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura
digambarkan dalam Bab al-Qawa’id yang artinya “Pintu Segala
Pegangan”, yaitu semacam “konstitusi” kerajaan Siak Sri Indrapura.
Didalamnya diatur tata hukum, tata adat istiadat dan pembagian tugas
setiap pemegang jabatan baik orang besar kerajaan, Datuk-Datuk,
Para Bangsawan, Penghulu, Batin, Hakim Polisi, Imam dan Tuan Qadi,
kepala suku, Hinduk-hinduk dan hendaklah patuh mengikuti adat
pusaka dahulu yang telah terpakai selamanya di Kerajaan Siak dan
taklukannya.
Kitab ini dicetak di Siak tahun 1901, menguraikan hukum yang
dikenakan kepada masyarakat Melayu dan masyarakat lain yang
terlibat perkara dengan masyarakat Melayu. Namun tidak mengikat
orang Melayu yang bekerja dengan pihak pemerintah Hindia-Belanda,
dimana jika terjadi permasalahan akan diselesaikan secara bilateral
antara Sultan Siak dengan pemerintah Hindia-Belanda.
Dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di Kesultanan Siak
diselesaikan melalui Balai Kerapatan Tinggi yang dipimpin olehSultan
Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh Kadi Siak sertaControleur
Siak sebagai anggota. Selanjutnya beberapa nama jabatan lainnya
dalam pemerintahan Siak antara lain Pangiran Wira Negara, Biduanda
Pahlawan, Biduanda Perkasa, Opas Polisi. Kemudian terdapat
juga warga dalam yang bertanggung jawab terhadap harta-

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 69


harta disebut dengan Kerukuan Setia Raja, serta Bendahari Sriwa
Raja yang bertanggung jawab terhadap pusaka kerajaan.
Dalam administrasi pemerintahannya Kesultanan Siak membagi
kawasannya atas hulu danhilir, masing-masing terdiri dari beberapa
kawasan dalam bentuk distrik yang dipimpin oleh seseorang yang
bergelar Datuk atau Tuanku atau Yang Dipertuan dan bertang-
gungjawab kepada Sultan Siak yang juga bergelar Yang Dipertuan
Besar. Pengaruh Islam dan keturunan Arab mewarnai Kesultanan
Siak, salah satunya keturunan Al-Jufri yang bergelarBendahara
Patapahan.
Pada kawasan tertentu, ditunjuk Kepala Suku yang ber-
gelar Penghulu, dibantu oleh Sangko Penghulu, Malim Peng-
hulu sertaLelo Penghulu. Sementara terdapat juga istilah Batin,
dengan kedudukan yang sama dengan Penghulu, namun memiliki
kelebihan hak atas hasil hutan yang tidak dimiliki oleh Penghulu. Batin ini
juga dibantu oleh Tongkat, Monti danAntan-antan. Istilah Orang
Kaya juga digunakan untuk jabatan tertentu dalam Kesultanan Siak,
seperti halnya digunakan di Kesultanan Johor danUrang Kayo di
Minangkabau terutama pada kawasan pesisir.7
Terkait dengan pemberlakuan sistem Pemerintahan Kampung
belum ditemukan sumber yang pasti menjelaskan hal tersebut. Namun
jika mengacu pada kerajaan pelalawan/petalangan yang masuk dalam
salah satu wilayah perbatinan kerajaan Siak, maka sistem pemerintahan
kampung juga dikenal dalam sistem Pemerintahan Kerajaan Siak. Pada
masa kekuasaan Raja Kecil (1723-1746), Wilayah kekuasaan Ke-
sultanan Siak Sri Indrapura mencakup wilayah Buantan sebagai pusat
pemerintahan hingga wilayah perbatinan yang merupakan daerah
perluasan wilayah. Sehingga dilihat dari wilayah perbatinan inilah,
wilayah Kesultanan Siak Sri Indrapura mencakup wilayah Buantan,
Gassib, Senapelan, Sejaleh, Perawang, Sakai, Petalangan, Tebing
Tinggi, Senggoro, Merbau, dan Rangsang, Siak Kecil, Siak Besar,
7
Ibid.

70 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak


Betung, dan Rempah8 Ditambahkan pula bahwa wilayah Kesultanan
Siak mencakup pula daerah Panai, Bilah, Asahan, dan Batu Bara.9
Di wilayah perbatinan petalangan, sistem pemerintahan kampung
adalah satu fenomena baru dalam sistem pertempatan Orang
Petalangan. Sebelumnya mereka tinggal pondok basolai di ladang,
berpindah-pindah sejalan dengan perpindahan ladang. Belum
didapatkan sumber yang jelas terkait sejak kapan Orang Asli
Petalangan duduk menetap di kampung. Pada masa awal tinggal di
kampung, mereka masih berulang-alik antara ladang (ujung) dengan
kampung (puun). Kemungkinan besar perpindahan hidup menetap di
kampung baru dimulai pada zaman kerajaan Pelalawan-Siak, terutama
zaman pemerintahan Sultan Said Jaafar (1865), kerana pada masa
inilah pihak kerajaan mulai membuat penataan terhadap kehidupan
sosial-politik masyarakat Petalangan. Pada masa ini daerah Pelalawan
secara khusus dan Riau secara umumnya mulai dimasuki oleh
kekuasaan Belanda. Sebuah kampung dipimpin oleh seorang kepala
kampung yang disebut penghulu. Dalam sebuah kampung tinggal
penduduk dari beberapa suku. Penghulu kampung lazimnya berasal
dari suku yang sama dengan Batin. Penghulu kampung bertanggung
jawab atas keamanan dan kedamaian kehidupan masyarakat dalam
kampung.10
Sistem Pemerintahan Kampung di Siak dapat pula dilihat dalam
“Het Maleische Gebied No.12 : Zelesbestuursverordening Van Siak
(1915)”/Peraturan Pemerintahan Kerajaan Siak. Pada Pasal 1
disebutkan bahwa Pemerintahan Kerajaan Siak dibagi 5 distrik yaitu
Siak, Pekanbaru, Bagan Api-Api, Bukit Batu, dan Selat Panjang.
Setiap distrik diperintah oleh seorang kepala distrik dan setiap distrik

8
Yuli S. Setyowati, Op.Cit, hlm. 204-205.
9
NN. Hikayat Baginda Sultan Abdul Jalil RahmatSyah (Raja Kecil) Sultan Siak
Pertama. Siak Sri Indrapura,Yayasan Amanat Sultan Syarif Qasim Siak Sri Indrapura,
Siak, 1985. hlm. 16.
10
Amri Marzali, Sejarah Politik Dan Pemerintahan Pelalawan Riau, Makalah tidak
diterbitkan, tp., tt.,hlm. 5.

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 71


dibagi dengan beberapa onderdistrict, dan beberapa onderdistrict
dibagi dengan beberapa kampung-kampung yang dikepalai oleh Datuk
atau Penghulu.11 Berdasarkan peraturan ini, dapat disimpulkan bahwa
satuan pemerintahan terbawah dalam sistem Pemerintahan Kerajaan
Siak sejak Tahun 1915 adalah sistem Pemerintahan Kampung.
Amir Luthfi dalam penelitiannya terkait struktur pemerintahan dan
kekuasaan pemerintahan Kerajaan Siak, membaginya dalam 4 (empat)
periode, yaitu: Periode Tahun 1723-1784, Periode Tahun 1784-1898,
Periode Tahun 1898-1915, dan Periode Tahun 1915-1945. Struktur
Pemerintahan Kerajaan Siak dalam 4 (empat) periode tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:12
1. Periode Tahun 1723-1784.
Pada masa ini, struktur Pemerintahan Kerajaan Siak banyak
dipengaruhi oleh proses historis dari Sultan pertama yang dibesarkan
di Kerajaan Pagarruyung. Dalam pelaksanaan pemerintahan, ke-
kuasaan tertinggi ada ditangan Sultan, namun dalam menjalankan
pemerintahan sehari-hari, Sultan dibantu oleh satu dewan yang disebut
“Dewan Kesultanan” yang terdiri dari Datuk Empat Suku, Tunggul
Manah, dan Orang Besar Kerajaan. Adapun pemerintahan di tingkat
daerah, dipimpin oleh Penghulu dan Batin. Sultan sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi, menetapkan dan menentukan ketentuan-ketentuan
umum pemerintahan. Akan tetapi, Sultan tidak mencampuri masalah
adat yang hidup di Kesultanan, namun diserahkan kepada Penghulu
maupun Batin. Adapun struktur Pemerintahan Kerajaan Siak dapat
digambarkan sebagai berikut:

11
Wan Ghalib, Adat Istiadat Bidang Pemerintahan di Kerajaan Siak dan Pesukuan
Melayu yang Ada di Kabupaten Siak, makalah tidak diterbitkan, 31 Oktober 2002,
hlm. 30.
12
Ibid.,hlm. 6-14.

72 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak


BAGAN 4.1.
STRUKTUR PEMERINTAHAN SIAK TAHUN 1723-1784

Keterangan : Garis Hubungan Langsung (Komando)



  

2. Periode Tahun 1784-1898.


Periode ini dimulai pada masa pemerintahan Sultan Siak ke VII,
Sultan SayyidAssyarifAliAbdul Jalil Saifuddin. Lembaga Tunggul Manah
yang dahulu merupakan anggota Dewan Kesultanan dihapuskan oleh
Sultan, dan digantikan dengan lembaga Qadhi. Sultan juga mengangkat
beberapa Datuk untuk mengkoordinir Penghulu dan Batin. Dengan
demikian, para Penghulu dan batin tidak lagi berhubungan langsunng dengan
Sultan maupun Dewan Kesultanan, tetapi harus melalui Datuk. Batin yang
mempunyai tanah wilayah yang kecil dan terletak di tepi sungai berada
dibawah kekuasaan Penghulu, sedangkan Batin yang mempunyai tanah
wilayah luas tetap sebagaimana biasa. Adapun struktur Pemerintahan
Kerajaan Siak pada masa ini dapat digambarkan sebagai berikut:
GAMBAR 4.2.
STRUKTUR PEMERINTAHAN SIAK TAHUN 1784-1898

3. Periode Tahun 1898-1915.

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 73


Periode ini dimulai pada masa pemerintahan Sultan Siak ke XI,
Sultan Hasyim Abdul Jalil Saifuddin. Sultan dalam menjalankan
pemerintahan didampingi oleh Dewan Kesultanan sebagai penasehat
Sultan dalam pelaksanaan Pemerintahan sehari-hari dan Dewan
Kerapatan Tinggi sebagai badan yang menjalankan fungsi pengadilan.
Ditingkat provinsi dibentuk pula Kerapatan Provinsi yang diketuai oleh
Hakim Polisi. Kerapatan ini disebut Pengadilan Hakim Polisi. Untuk
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan agama dibentuk
Kerapatan Syariah yang disebut Pengadilan Syariah yang diketuai oleh
Imam setempat. Dalam Daerah Kesultanan, terdapat 37 Suku yang
dikepalai oleh Kepala Suku dan 124 Hinduk yang dikepalai oleh
Kepala Hinduk. Adapun struktur Pemerintahan Kerajaan Siak pada
masa ini dapat digambarkan sebagai berikut:
GAMBAR 4.3.
STRUKTUR PEMERINTAHAN SIAK TAHUN 1898-1915

4. Periode Tahun 1915-1945.


Periode ini dimulai pada masa pemerintahan Sultan Siak terakhir,
Sultan Syarif Qaim II. Pembagian wilayah Kerajaan Siak menjadi 5
Distrik dan 14 Onderdistrik. Adapun Onderdistrik ini membawahi para
Penghulu dan Batin, dan kedua badan ini membawahi Hinduk-hinduk.
Adapun struktur Pemerintahan Kerajaan Siak pada masa ini dapat
digambarkan sebagai berikut:

74 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak


GAMBAR 4.4.
STRUKTUR PEMERINTAHAN SIAK TAHUN 1915-1945

B. Eksistensi Kampung Adat


Fenomena pemerintahan desa adat dalam sejarah tata
pemerintahan di Indonesia mengalami pasang surut akibat pengaruh
kebijakan negara yang sentralistik mengatur kehidupan masyarakat
lokal. Mengacu pada sejarah di masa lampau konsep pemerintahan
lokal atau desa di bawah pimpinan Kerajaan Siak disebut Pemerintahan
Kampung, maka saat ini di Kabupaten Siak telah dibentuk pula
Pemerintahan Kampung yang dikepalai oleh seorang Penghulu sebagai
Kepala Pemerintah Kampung. Hal ini diperkuat dengan adanya
kebijakan negara melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa membuka ruang bagi daerah untuk menentukan bentuk
pemerintahan desa yang sesuai dengan corak dan karektarestik
budaya lokal masyarakat setempat, termasuk bagi Pemerintah
Kabupaten Siak.
Melalui Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor 2 Tahun 2015
tentang Penetapan Kampung Adat di Kabupaten Siak sedikit demi
sedikit pemerintah Kabupaten Siak mulai mereduksi bentuk pe-
merintahan lama yang dianggap berkontribusi dalam penyelenggaraan

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 75


pemerintahan daerah sekaligus mengurangi beban besar negara dalam
hal kemandirian dan permasalahan daerah. Usaha untuk
mengembalikan format Pemerintahan Desa Adat/Pemeritahan
Kampung Adat ini sejalan dengan semangat dari perumusan Pasal
18B ayat (2) yang secara tegas menyatakan bahwa: “negara mengakui
dan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih ada dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang”.
Adapun landasan filosofis pembentukan Peraturan Daerah ini
adalah bertolak dari konsepsi negara mengakui dan menghormati
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-
Undang. Sedangkan landasan sosiologis pembentukan Peraturan
Daerah ini didasarkan pada upaya untuk mengembalikan nilai adat
masyarakat lokal dan peranan tokoh masyarakat adat serta untuk
menghidupkan kembali nilai dan norma adat di Kampung Adat atau
nama lainnya perlu di lakukan Penetapan Kampung Adat di Kabupaten
Siak.
Kampung Adat yang diamaksud dalam Peraturan Daerah ini
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1
angka 9). Adapun Kampung Adat adalah susunan asli yang mempunyai
hak asal usul berupa hak mengurus wilayah dan mengurus kehidupan
masyarakat hukum adatnya (Pasal 1 angka 9), khususnya adat Melayu
Siak.
Ditinjau dari landasan pembentukan peraturan perundang-
undangan, baik landasan filosofis dan sosiologis dalam Peraturan

76 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak


Daerah ini memiliki landasan argumentasi hukum yang kuat. Dalam
konteks NKRI, landasan filosofis pembentukan Peraturan Daerah ini
harus mengacu pada nilai-nilai Pancasilayang merupakan pandangan
hidup, cita-cita bangsa, falsafah atau jalan kehidupan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara (way of life). Adapun landasan sosiologis
menghendaki ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini harus
mencerminkan kenyataan hidup dalam masyarakat dan merupakan
aspirasi masyarakat. Hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum
yang hidup (living law) dalam masyarakat,13 khususnya masyarakat
Kabupaten Siak.
Pemerintah Kabupaten Siak telah menetapkan 8 (delapan)
Kampung Adat di Kabupaten Siak yaitu:
1. Kampung Lubuk Jering menjadi Kampung Adat Lubuk Jering
di Kecamatan Sungai Mandau;
2. Kampung Tengah menjadi Kampung Adat Kampung Tengah
di Kecamatan Mempura;
3. Kampung Kuala Gasib menjadi Kampung Adat Kuala Gasib
di Kecamatan Koto Gasib;
4. Kampung Penyengat menjadi Kampung Adat Asli Anak Rawa
Penyengat di Kecamatan Sungai Apit;
5. Kampung Minas Barat menjadi Kampung Adat Sakai Minas
di Kecamatan Minas;
6. Kampung Mandi Angin menjadi Kampung Adat Sakai Mandi
Angin di Kecamatan Minas;
7. Kampung Bekalar menjadi Kampung Adat Sakai Bekalar di
Kecamatan Kandis; dan
8. Kampung Libo Jaya menjadi Kampung Adat Sakai Libo Jaya
di Kecamatan Kandis.
Adapun gambaran umum kedelapan wilayah Kampung Adat dari
aspek wilayah, kependudukan, dan sarana prasarana sebagai berikut:

13
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1999, hlm. 23.

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 77


1. Kampung Adat Lubuk Jering
Kampung Adat Lubuk Jering berada di Kecamatan Sungai
Mandau merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Minas yang di-
mekarkan menjadi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Sungai
Mandau dan Kecamatan Minas yang dilaksanakan pada tahun 2001
berdasarkan pada Perda No. 13 Tahun 2001 yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Siak. Luas wilayah Kampung Adat
Lubuk Jering adalah 202,72 hektar, terdiri dari 3 RW, dan 6 RT.
Jumlah penduduk sebanyak 1054 orang yang terdiri dari 576 orang
laki-laki dan 478 orang perempuan. Sarana dan prasarana sosial yang
memadai dibutuhkan untuk menunjang kegiatan masyarakat. Beberapa
suku yang ada di Kampung ini yaitu Suku Pandan, Suku Antan-Antan,
Suku Geronggang, Suku Olak, Suku Botung, dan Suku Hamba Raja.14
Pada tahun 2014, jumlah fasilitas tempat ibadah yang ada di Kampung
Adat Lubuk Jering yakni 1 masjid dan 2 mushalla/langgar. Sementara
untuk gereja Kristen, gereja khatolik, vihara, maupun pura belum ter-
sedia.15

2. Kampung Adat Kampung Tengah


Kampung Adat Kampung Tengah berada di Kecamatan Mem-
pura. Wilayah kecamatan Mempura seperti pada umumnya wilayah
Kecamatan Mempura terdiri dari dataran rendah dan berbukit-bukit
dengan struktur tanah pada umumnya terdiri dari tanah podsolik merah
kuning dari batuan dan aluvial serta tanah organosol dan gley humus
dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah. Hampir seluruh desa di
Kecamatan Mempura berada di daerah aliran sungai yaitu Sungai
Mempura, sehingga dengan demikian sebagian besar wilayahnya me-
rupakan dataran rendah. Demikian pula dengan keseharian penduduk
wilayah ini, banyak pula yang menggantungkan kehidupan mereka

14
Dokumen Kelengkapan Administrasi Untuk Desa Adat, Pemerintah Kecamatan
Sungai Mandau, 2014.
15
BPS Kabupaten Siak, Statistik Daerah Kecamatan Sungai Mandau 2015.

78 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak


dengan memanfaatkan keberadaan Sungai Mempura. Luas wilayah
Kampung Adat Kampung Tengah adalah 107,21 hektar, terdiri dari
1 RW dan 3 RT. Jumlah penduduk sebanyak 415 orang yang terdiri
dari 213 orang laki-laki dan 202 orang perempuan. Pada tahun 2014,
jumlah fasilitas tempat ibadah yang ada di Kampung Adat Kampung
Tengah yakni 3 masjid dan 2 mushalla/langgar.16 Dalam sejarahnya,
Kampung Tengah merupakan tempat tinggal bekas Petinggi Kerajaan
Siak yang dahulu kala disebut Kampung Kelakap. Segala sesuatu
yang terjadi di masyarakat didasarkan pada hukum adat Melayu
dengan falsafah “adat bersendikan Syara’, Syara’ bersendikan Kita-
bullah.17

3. Kampung Adat Kuala Gasib.


Kampung Adat Kuala Gasib berada di Kecamatan Koto Gasib
beribukotakan di Desa Pangkalan Pisang yang berjarak 45 km dari
pusat pemerintahan Kabupaten Siak. Wilayah Kecamatan Koto Gasib
seperti pada umumnya wilayah Kabupaten Siak terdiri dari dataran
rendah dan berbukit-bukit dengan struktur tanah pada umumnya terdiri
dari tanah podsolik merah kuning dari batuan dan aluvial serta tanah
organosol dan gley humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah.
Kecamatan Koto Gasib secara umum berada pada daerah dataran
dengan mayoritas sektor pertanian didominasi oleh perkebunan kelapa
sawit dan karet selain itu kecamatan ini terdapat pelabuhan yang
melakukan kegiatan ekspor impor sehingga dapat menggerakkan per-
ekonomian masyarakat sekitarnya. Luas wilayah Kampung Adat Kuala
Gasib adalah 85,2 hektar, 6 RW, 13 RT. Jumlah penduduk sebanyak
2340 orang yang terdiri dari 1211 orang laki-laki dan 1129 orang
perempuan. Jumlah Kepala Keluarga sebanyak 584 KK yang terdiri
dari Suku Melayu sebanyak 1052 jiwa, Suku Jawa sebanyak 568 jiwa,

16
BPS Kabupaten Siak, Statistik Daerah Kecamatan Mempura 2015.
17
Dokumen Notulen Rapat Sosialisasi Desa Adat, Pemerintah Desa Kampung Tengah,
2014.

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 79


Suku Batak sebanyak 370 jiwa, dan Suku Minang sebanyak 245
jiwa. Adapu adat istiadat yang berlaku di Kampung ini adalah adat
Melayu. Adapun suku-suku asli yang awal mula mendiami Kampung
ini adalah Suku Hambo Ajo, Suku Salak, Suku Pandan, dan Suku
Lalang. Namun dahulu yang biasanya memimpin Kampung ini adalah
dari Suku Hambo Ajo. Pada tahun 2014, jumlah fasilitas tempat ibadah
yang ada di Kampung Adat Kuala Gasib yakni 3 masjid dan 1 mushalla/
langgar.18

4. Kampung Adat Asli Anak Rawa Penyengat.


Kampung Adat Asli Anak Rawa Penyengat berada di
Kecamatan Sungai Apit beribukotakan Kelurahan Sungai Apit yang
berjarak 37 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Siak. Sungai
Apit merupakan kecamatan dengan wilayah nomor tiga paling luas di
antara kecamatan se-kabupaten Siak yakni sebesar 15,74 % dari
total wilayah Kabupaten Siak. Kecamatan ini berada pada daerah
aliran Sungai Siak serta di sebagian tempat merupakan pantai landai
yang berhadapan dengan Pulau Tebing Tinggi dan Pulau Padang
wilayah Kabupaten Bengkalis. Luas wilayah Kampung Adat Asli Anak
Rawa Penyengat adalah 24.740 hektar, terdiri dari 4 RW dan 12 RT.
Jumlah penduduk sebanyak 1.412 orang. Jumlah fasilitas tempat ibadah
yang ada di Kampung Adat Asli Anak Rawa yakni 1 masjid dan 2
Gereja Katholik.19

5. Kampung Adat Sakai Minas.


Kampung Adat Sakai Minas berada di Kecamatan Minas
beribukotakan Minas Jaya yang jarak lurusnya 66 km dari pusat
pemerintahan Kabupaten Siak. Minas merupakan kecamatan dengan

18
BPS Kabupaten Siak, Statistik Daerah Kecamatan Koto Gasib 2015, lihat juga
Dokumen Identifikasi Desa Dalam Rangka Persiapan/Penetapan Desa Adat Provinsi
Riau, Lembaga Adat Melayu Riau, 2014.
19
BPS Kabupaten Siak, Statistik Daerah Kecamatan Sungai Apit 2015.

80 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak


wilayah Nomor 8 yang paling luas di antara kecamatan se-kabupaten
Siak yakni sebesar 4,05% dari total wilayah Kabupaten Siak. Wilayah
kecamatan Minas seperti pada umumnya wilayah Kabupaten Siak
terdiri dari dataran rendah dan berbukit-bukit dengan struktur tanah
pada umumnya terdiri dari tanah podsolik merah kuning dari batuan
dan aluvial serta tanah organosol dan gley humus dalam bentuk rawa-
rawa atau tanah basah. Kecamatan Minas merupakan Kecamatan
induk yang dimekarkan menjadi dua Kecamatan, yaitu Kecamatan
Minas dan Kecamatan Sungai Mandau yang dilaksanakan pada tahun
2001 berdasarkan pada Perda Nomor 13 Tahun 2001 yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dan pada tahun
2002 dimekarkan kembali menjadi Kecamatan Minas dan Kecamatan
Kandis. Tujuan pemekaran ini adalah untuk mempermudah masyarakat
juga pemerintah dalam menjalankan hubungan administrasi, serta
mempermudah jangkauan pembangunan dari pemerintahan kecamatan.
Luas wilayah Kampung Adat Sakai Minas adalah 310 hektar terdiri
dari 6 RW dan 21 RT. Jumlah penduduk sebanyak 5.255 orang
terdiri dari 2.779 orang laki-laki dan 2.476 orang perempuan. Jumlah
Kepala Keluarga sebanyak 1.407 KK yang terdiri dari Suku Sakai
sebanyak 8 %, Suku Jawa sebanyak 20 %, Suku Batak sebanyak 60
%, dan Suku Minang sebanyak 12 %. Pada tahun 2014, jumlah fasilitas
tempat ibadah yang ada di Kampung Adat Sakai Minas yakni 5 masjid,
7 mushalla/langgar, 1 Gereja Katholik, dan 3 Gereja Protestan , 20
Masyarakat Suku Sakai adalah penduduk asli tempatan yang secara
turun temurun merupakan penghuni kampung ini sejak sebelum
Indonesia merdeka. Pada awalnya, Suku Sakai mempunyai hutan tanah
dengan adat istiadat dibawah naungan Batin Limo Bomban Mineh ,
diangkat, dan disahkan oleh Kerajaan Siak untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya.21

20
BPS Kabupaten Siak, Statistik Daerah Kecamatan Minas 2015.
21
Dokumen Permohonan Desa Adat, Pemerintah Minas Barat, 2014.

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 81


6. Kampung Adat Sakai Mandi Angin.
Kampung Adat Sakai Mandi Angin berada di Kecamatan Minas
beribukotakan Minas Jaya yang jarak lurusnya 66 km dari pusat
pemerintahan Kabupaten Siak. Luas wilayah Kampung Adat Sakai
Mandi Angin adalah 150 hektar (± 32.000 Km²), terdiri dari 10 RW
dan 21 RT. Jumlah penduduk sebanyak 2.642 orang terdiri dari
1.428 orang laki-laki dan 1.214 orang perempuan. Jumlah Kepala
Keluarga sebanyak 640 KK yang terdiri dari Suku Sakai sebanyak
22%, Suku Jawa sebanyak 67 %, Suku Batak sebanyak 10 %, dan
Suku Minang sebanyak 0,1 %. Pada tahun 2014, jumlah fasilitas
tempat ibadah yang ada di Kampung Adat Sakai Mandi Angin yakni
5 masjid, 3mushalla/langgar, dan 1 Gereja Protestan.22 Masyarakat
Suku Sakai adalah penduduk asli tempatan yang secara turun temurun
merupakan penghuni kampung ini sejak sebelum Indonesia merdeka.
Pada awalnya, Suku Sakai mempunyai hutan tanah dengan adat istiadat
dibawah naungan Batin Limo Bomban Mineh. Batin adalah sebagai
pemangku adat Suku Sakai yang ditunjuk, diangkat, dan disahkan
oleh Kerajaan Siak untuk mengatur dan mengurus kepentingan mas-
yarakatnya.23

7. Kampung Adat Sakai Bekalar


Kampung Adat Sakai Bekalar bearada di wilayah kecamatan
Kandis seperti pada umumnya wilayah Kabupaten Siak terdiri dari
dataran rendah dan berbukit-bukit dengan struktur tanah pada
umumnya terdiri dari tanah podsolik merah kuning dari batuan dan
aluvial serta tanah organosol dan gley humus dalam bentuk rawa-rawa
atau tanah basah. Dengan topografi yang berbukit dan berlembah
Kecamatan Kandis merupakan daerah lintas Sumatera yang ramai
dilalui kendaraan, selain itu di daerah ini juga banyak terdapat
perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh swasta. Kampung Adat
22
Ibid.
23
Dokumen Permohonan Desa Adat, Pemerintah Desa Mandiangin, 2014.

82 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak


Sakai Bekalar merupakan pemekaran dari Desa Belutu pada tahun
2010. Luas wilayah Kampung Adat Sakai Bekalar adalah 8.471
hektar, yang terdiri dari 8 RW dan 21 RT. Jumlah penduduk sebanyak
6.672 orang terdiri dari 3.470 orang laki-laki dan 3.202 orang pe-
rempuan. Jumlah Kepala Keluarga sebanyak 1256 KK yang terdiri
dari Suku Sakai sebanyak 15%, Suku Jawa sebanyak 50 %, Suku
Batak sebanyak 20 %, dan suku lainnya sebanyak 15 %. Jumlah fasi-
litas tempat ibadah yang ada di Kampung Adat Sakai Bekalar yakni 5
masjid, 4 mushalla/langgar, dan 5 Gereja.24 Masyarakat Suku Sakai
adalah penduduk asli tempat di kampung ini sejak sebelum Indonesia
merdeka, memiliki hutan tanah adat yang diakui dan dihormati hak
tradisional oleh Pemerintah Kerajaan Siak dibawah kepemimpinan
Batin Belutu yang diberikan kewenangan sepenuhnya untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakatnya.25

8. Kampung Adat Sakai Libo Jaya.


Kampung Adat Sakai Libo Jaya berada di wilayah kecamatan
Kandis seperti pada umumnya wilayah Kabupaten Siak terdiri dari
dataran rendah dan berbukit-bukit dengan struktur tanah pada
umumnya terdiri dari tanah podsolik merah kuning dari batuan dan
aluvial serta tanah organosol dan gley humus dalam bentuk rawa-rawa
atau tanah basah.Kampung Adat Sakai Libo Jaya merupakan
pemekaran dari Desa Sam Sam pada tahun 2011. Luas wilayah
Kampung Adat Sakai Libo Jaya adalah 13.200 hektar, yang terdiri
dari 11 RW dan 25 RT. Jumlah penduduk sebanyak 7.620 orang
terdiri dari 3.984 orang laki-laki dan 3.636 orang perempuan. Jumlah
Kepala Keluarga sebanyak 1321 KK yang terdiri dari Suku Sakai
sebanyak 15%, Suku Jawa sebanyak 50 %, Suku Batak sebanyak
40 %, dan Suku Karo sebanyak 20 %, dan suku lainnya sebanyak 15
%. Jumlah fasilitas tempat ibadah yang ada di Kampung Adat Sakai
24
BPS Kabupaten Siak, Statistik Daerah Kecamatan Kandis 2015.
25
Dokumen Permohonan Desa Adat, Pemerintah Desa Bekalar, 2014.

Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak 83


Libo Jaya yakni 8 masjid, 6 mushalla/langgar, dan 16 Gereja.26
Masyarakat Suku Sakai adalah penduduk asli tempat di kampung ini
sejak sebelum Indonesia merdeka, memiliki hutan tanah adat yang
diakui dan dihormati hak tradisional oleh Pemerintah Kerajaan Siak
dibawah kepemimpinan Batin Singo Majo yang diberikan kewenangan
sepenuhnya untuk mengatur dan mengurus kepentingan mas-
yarakatnya.27

26
BPS Kabupaten Siak, Statistik Daerah Kecamatan Kandis 2015.
27
Dokumen Permohonan Desa Adat, Pemerintah Desa Libo Jaya, 2014.

84 Model Penataan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Adat di Kabupaten Siak

Anda mungkin juga menyukai