Anda di halaman 1dari 21

Sejarah kerajaan pontianak

(politik, ekonomi, sosial, peninggalan)


Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra ulama
keturunan Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada hari Rabu, 23 Oktober
1771 (14 Rajab 1185 H) yang ditandai dengan membuka hutan di persimpangan Sungai
Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan
rumah sebagai tempat tinggal.

Pada tahun1778 (1192 H), Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak.


Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Masjid Jami Pontianak (kini
bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah yang sekarang
terletak diKelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak.

Dengan menggunakan 14 perahu mereka menyusuri Sungai Peniti hingga pada


akhirnya mereka menetap di sebuah tanjung bernama Kelapa Tinggi Segedong.
Namun, Syarif Alkadrie merasa bahwa tempat tersebut tidak tepat untuk didiami, dan
akhirnya mereka melanjutkan perjalanan balik ke hulu sungai melalui Sungai Kapuas
Kecil. Ketika menyusuri sungai tersebut rombongan Syarif Alkadrie menemukan
sebuah pulau kecil bernama Batu Layang.

Mereka kemudian singgah sejenak. Konon mereka pernah diganggu oleh hantu-hantu
di sana yang menyebabkan Syarif Alkadrie meminta anggotanya untuk mengusirnya.
Setelah itu mereka kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas.

Advertisement

Pada tanggal 23 Oktober1771 (14 Rajab 1184 H), tepatnya menjelang subuh, mereka
akhirnya sampai di persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Rombongan
Syarif Alkadrie kemudian menebang pohon-pohon di hutan selama delapan hari guna
keperluan membangun rumah, balai, dan sebagainya. Di tempat itulah Kesultanan
Kadriah berdiri, beserta Masjid Djami‘ (yang telah berdiri sebelumnya) dan Keraton
Pontianak (yang berdiri setelah berdirinya kesultanan). Pada tanggal 8 Sya‘ban tahun
1192 H, Syarif Alkadrie akhirnya dinobatkan sebagai Sultan Pontianak (Kesultanan
Kadriah) dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie. Kesultanan ini
merupakan kerajaan paling akhir yang ada di Kalimantan dan sebagai cikal bakal
berdirinya Kota Pontianak.

Penobatan Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus sebagai Raja Pontianak dilakukan


oleh Sultan Raja Haji, penguasa Kesultanan Riau. Penobatan tersebt dihadiri oleh para
pemimpin dari sejumlah kerajaan, anara lain Kerajaan Matan, Sukadana, Kubu,
Simpang, Landak, Mempawah, Sambas, dan Banjar. Syarif Idrus Abdurrahman al-
Alydrus memang memiliki kedekatan hubungan dengan keluarga Kesultanan Riau.

Tahun 1778, VOC datang ke Kalimantan Barat mengganggu kestabilan Kerajaan


Pontianak. Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus dihasut supaya menguasai kerajaan-
kerajaan yang selama ini menjadi sekutu Kerajaan Pontianak. Atas bantuan VOC pada
tahun 1787, Kerajaan Pontianak berhasil menguasai Kesultanan Tanjungpura dan
Mempawah. Tahun 1808, Syarif Idrus Abdurrahman al-Alydrus meninggal dan
terjadilah perebutan kekuasaan antara kedua putranya, yaitu Syarif Kasim dan Syarif
Usman. Akhirnya, Syarif Kasim yang terpilih menjadi raja Pontianak akibat pengaruh
VOC walaupun sebenarnya ayah mereka sudah menunjuk Syarif Usman sebagai raja
Pontianak.

Di bawah pemerintahan Sultan Syarif Kasim Alkadrie (1808-1819), Kerajaan


Pontianak semakin bergantung pada pihak-pihak asing, yaitu Belanda dan Inggris
sejak tahun 1811. Setelah Sultan Syarif Kasim wafat pada 25 Februari 1819, Syarif
Usman Alkadrie (1819-1855) naik tahta sebagai Sultan Pontianak. Pada masa
kekuasaan Sultan Syarif Usman, banyak kebijakan bermanfaat yang dikeluarkan
olehnya, termasuk dengan meneruskan proyek pembangunan Masjid Jami’
pada 1821 dan perluasan Istana Kadriah pada tahun 1855. Pada April 1855, Sultan
Syarif Usman meletakkan jabatannya sebagai sultan dan kemudian wafat pada 1860.

Anak tertua Sultan Syarif Usman, Syarif Hamid Alkadrie (1855-1872), lalu dinobatkan
sebagai Sultan Pontianak pada 12 April 1855. Dan ketika Sultan Syarif Hamid wafat
pada 1872, putra tertuanya, Syarif Yusuf Alkadrie (1872-1895) naik tahta beberapa
bulan setelah ayahnya wafat. Sultan Syarif Yusuf dikenal sebagai satu-satunya sultan
yang paling sedikit mencampuri urusan pemerintahan. Dia lebih aktif dalam bidang
keagamaan, sekaligus merangkap sebagai penyebar agama Islam.

Pemerintahan Sultan Syarif Yusuf berakhir pada 15 Maret 1895. Dia digantikan oleh
putranya, Syarif Muhammad Alkadrie (1895-1944) yang dinobatkan sebagai Sultan
Pontianak pada 6 Agustus 1895. Pada masa ini, hubungan kerjasama Kesultanan
Pontianak dengan Belanda semakin erat dan kuat. Masa pemerintahan Sultan Syarif
Muhammad merupakan masa pemerintahan terpanjang dalam sejarah Kesultanan
Pontianak. Ia sangat berperan dalam mendorong terjadinya pembaruan dan
modernisasi di Pontianak.

Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun 1771 hingga
tahun 1950. Ketika kesultanan ini berakhir pada tahun 1950, yaitu seiring dengan
bergabungnya banyak daerah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
maka sistem pemerintahan juga berubah menjadi pemerintahan Kota Pontianak. Pada
tahun 1943-1945, pejuang-pejuang di Kalimantan Barat ikut berjuang melawan
kolonialisme Jepang di Indonesia, sebagaimana yang dilakukan pejuang-pejuang di
Jawa dan Sumatera.

Kesultanan Kadriah merupakan kerajaan terbesar di wilayah Kalimantan beserta


kerajaan-kerajaan lain, seperti Kerajaan Sambas dan Kerajaan Banjar. Kesultanan
Kadriah berkembang pesat karena didukung dengan adanya jalur pelayaran dan
perdagangan yang menyebabkan banyaknya kapal nusantara dan asing yang datang ke
pelabuhan tersebut untuk memasarkan berbagai jenis barang dagang. Di antara jenis
barang yang dimaksud adalah: berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang, karet, tepung
sagu, gambir, pinang, sarang burung, kopra, lada, kelapa, dan sebagainya.

Proses ini juga berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat yang kemudian
banyak mengembangkan kegiatan ekonomi, pertanian, dan perdagangan.Tidak sedikit
dari para pendatang yang kemudian bermukim di daerah ini. Setiap pendatang yang
berasal dari suku bangsa yang berbeda diberikan tempat tersendiri untuk bermukim.
Sehingga nama-nama daerah (kampung) lebih menunjukkan karakteristik ras dan
etnisitas, seperti ada Kampung Bugis, Melayu, Tambelan Sampit, Banjar, Bali, Bangka-
Belitung, Kuantan, Kamboja, Bansir, Saigon, Arab, Tanjung, Kapur, Parit Mayor, dan
sebagainya. Adanya kampung-kampung tersebut menunjukkan bahwa komposisi
masyarakat di Kesultanan Kadriah terdiri dari keturunan pribumi (termasuk Melayu),
Arab, Cina, Eropa, dan sebagainya. Heterogenitas etnik merupakan ciri utama
komposisi masyarakat di Kesultanan Kadriah (kini namanya Pontianak).

Sultan-Sultan Pontianak
No Sultan Masa pemerintahan
Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie bin
1 1 September 1778 – 28 Februari 1808
Habib Husein Alkadrie
Sultan Syarif Kasim Alkadrie bin Sultan
2 28 Februari 1808 – 25 Februari 1819
Syarif Abdurrahman Alkadrie
Sultan Syarif Usman Alkadrie bin Sultan
3 25 Februari 1819 – 12 April 1855
Syarif Abdurrahman Alkadrie
Sultan Syarif Hamid Alkadrie bin Sultan
4 12 April 1855 – 22 Agustus 1872
Syarif Usman Alkadrie
Sultan Syarif Yusuf Alkadrie bin Sultan
5 22 Agustus 1872 – 15 Maret 1895
Syarif Hamid Alkadrie
Sultan Syarif Muhammad Alkadrie bin
6 15 Maret 1895 – 24 Juni 1944
Sultan Syarif Yusuf Alkadrie
* Interregnum 24 Juni 1944 – 29 Oktober 1945
Mayjen KNIL Sultan Hamid II (Sultan
7 Syarif Hamid Alkadrie bin Sultan Syarif 29 Oktober 1945 – 30 Maret 1978
Muhammad Alkadrie)
* Interregnum 30 Maret 1978 – 15 Januari 2004
Sultan Syarif Abubakar Alkadrie bin
8 Syarif Mahmud Alkadrie bin Sultan 15 Januari 2004 – Sekarang
Syarif Muhammad Alkadrie

Kehidupan Ekonomi
Perdagangan merupakan kegiatan yang menopang kehidupan ekonomi di Kerajaan
Pontianak. Kegiatan perdagangan berkembang pesat karena letak Pontianak yang
berada di persimpangan 3 sungai. Pontianak juga membuka pelabuhan sebagai tempat
interaksi dengan pedagang luar.

Komoditas utamanya antara lain :

-Garam, berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang, karet, tepung sagu, gambir, ,pinang,
sarang burung, kopra, lada, dan kelapa.

Pontianak memiliki hubungan dagang yang luas. Selain dengan VOC, pedagang
Pontianak melakukan hubungan dagang dengan pedagang dari berbagai daerah.
Kerajaan Pontianak kemudian menerapkan pajak bagi pedagang dari luar daerah
yang berdagang di Pontianak. Tidak sedikit dari para pendatang yang kemudian
bermukim di Pontianak. Mereka mendirikan perkampungan untuk bermukim
sehingga nama-nama perkampungan lebih menunjukkan ciri ras dan etnis.

Sistem Pemerintahan
Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun 1771 hingga
tahun 1950. Selama kesultanan ini masih eksis terdapat delapan sultan yang pernah
berkuasa. Ketika kesultanan ini berakhir pada tahun 1950, yaitu seiring dengan
bergabungnya banyak daerah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
maka sistem pemerintahan juga berubah menjadi pemerintahan Kota Pontianak.Pada
tahun 1943-1945, pejuang-pejuang di Kalimantan Barat ikut berjuang melawan
kolonialisme Jepang di Indonesia, sebagaimana yang dilakukan pejuang-pejuang di
Jawa dan Sumatera. Puncaknya, pada tanggal 16 Oktober 1943 terjadi pertemuan
rahasia di Gedung Medan Sepakat Pontianak yang dihadiri oleh tokoh-tokoh
masyarakat dari berabagai golongan. Mereka bersepakat untuk merebut kekuasaan
dari pemerintah kolonial Jepang dan mendirikan Negeri Rakyat Kalimantan Barat
dengan lengkap 18 menterinya.
Sistem Sosial
Masyarakat Pontianak dikelompokkan secara sosial berdasarkan identitas kesukuan,
agama, dan ras. Pengelompokan berdasarkan suku, yaitu: pertama, komunitas suku
Dayak yang tinggal di daerah pedalaman. Komunitas ini dikenal tertutup, lebih
mengutamakan kesamaan dan kesatuan sosio-kultural. Kedua, komunitas Melayu,
Bugis, dan Arab, yang dikenal sebagai penganut Islam terbesar di daerah ini yang lebih
menekankan aspek sosio-historis sebagai kelas penguasa. Ketiga, imigran Cina yang
tinggal di daerah pesisir, yang dikenal sebagai satu kesatuan sosio-ekonomi.

Hasil Budaya
Tradisi Saprahan (Makan Dalam Kebersamaan)

Kata Saprahan sudah asing terdengar di telinga masyarakat Kalbar, padahal kata ini
adalah sebuah jamuan makan yang melibatkan banyak orang yang duduk di dalam
satu barisan, saling berhadapan dalam duduk satu kebersamaan. Masa kini tradisi
tersebut telah berganti menjadi sebuah trend baru prasmanan, dimana sulit untuk
mempertemukan sekelompok orang atau masyarakat dalam satu majelis, saling
berbagi rasa tanpa syak swangka, saling berhadapan sembari menikmati hidangan
makanan di hadapannya.

Masjid Agung Pontianak atau dikenal juga dengan nama Masjid Sultan Syarif
Abdurrahman adalah masjid tertua dan terbesar di Kota Pontianak, Provinsi
Kalimantan Barat, Indonesia. Masjid ini merupakan satu dari dua bangunan yang
menjadi pertanda berdirinya Kota Pontianak pada 1771 Masehi, selain Keraton
Kadriyah.

Masjid Kasultanan Pontianak dibangun oleh Sri Sultan Syarif Usman al- KadriIbnu
Sultan Syarif Abdulrachman Ibnu al-Habib Husen al-Kadri pada hari Selasa bulan
Muharamthun 1237 Hijriyah atau 1823 Masehi. Hal ini diketahui berdasarkan atas
tulisan huruf Arab pada selembar papan yang tergantung di atas mimbar. Sultan
Abdulrrachman adalah salah seorang dari Kesultanan Pontianak yang merupakan
kerajaan Islam di Kalimantan Barat akhi rabad 17 Masjid Kasultanan Pontianak telah
dipugar pada tahun 1993 melalui Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Kalimantan Barat

Masjid Agung Pontianak dapat menampung sekitar 1.500 jamaah salat. Masjid akan
penuh terisi jamaah salat, saat waktu salat Jumat dan tarawih Ramadan. Pada sisi
kiri pintu masuk masjid, terdapat pasar ikan tradisional. Di belakangnya merupakan
permukiman padat penduduk Kampung Beting, kelurahan Dalam Bugis dan di
bagian depan masjid, yang juga menghadap ke barat, terbentang Sungai Kapuas.
Alasan mengapa masjid ini terletak di tepi Sungai Kapuas yaitu karena pada masa
lalu sebagian jamaah diduga datang dengan menggunakan perahu.
 

(foto : antara)

Bangunan masjid dibangun di atas tiang-tiang dari kayu berlian. Pada Serambi
masjid ini terdapat di bagian masjid yang disanggah oleh tiang-tiang. Ruang utama
masjid terdapat enam buah tiang utama (soko guru) berbentuk bulat dan 14 buah
tiang pembantu berbentuk segi empat dan sejumlah tiang pinggir. Di bagian tengah
ruang masjid ada 10 buah pintu dan jendela-jendela. Di masjid ini juga terdapat
mihrab dan mimbar yang diatasnya tergantung selembar papan bertuliskan Huruf
Arab. Atap Masjid Pontianak ini terbuat dari sirap yang berbentuk tumpang empat
yang semakin keatas semakin kecil. Setiap tingkatnya dibatasi oleh jendela-jendela
ukuran kecil. Dan pada keempat sudut atap ketiga dihiasi oleh kubah-kubah kecil.
Sedangkan atap paling atas masjid ini berbentuk kubah.
(foto : panoramio)
KERAJAAN BANJAR
Sejarah Lengkap Kerajaan Banjar Beserta
Silsilah Para Raja
Kerajaan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin adalah kerajaan bercorak islam yang berdiri
pada Tahun 1520. Kerajaan ini dihapuskan secara sepihak oleh Belanda pada tanggal 11 Juni
1860.

Namun masyarakat Banjar tetap mengakui adanya pemerintahan darurat yang baru berakhir
pada 24 Januari 1905. Tetapi sejak tanggal 24 Juli 2010, Kesultanan Banjar bangkit kembali
ditandai dengan dilantiknya Sultan Khairul Saleh.
Kerajaan Banjar terletak di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.

Kesultanan ini pada awalnya beribukota di Banjarmasin lalu dipindahkan ke berbagai tempat
dan terakhir pindah ke Martapura. Ketika ibu kota kerajaan Banjar berada di Martapura,
Kerajaan ini disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.
Nama kerajaan ini berubah-ubah ketika ibu kotanya pindah. Waktu ibu kota kerajaan Banjar
berlokasi di Banjarmasin, kesultanan ini dikenal dengan nama Kesultanan Banjarmasin.

Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Daha yang merupakan kerajaan Hindu.
Ibu kota kerajaan Daha terletak di kota Negara, yang sekarang merupakan ibu kota dari
kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.
Sejarah Kerajaan Banjar

Kraton Banjar, via: wikipedia

Berdasarkan mitologi dari suku Maanyan (suku tertua di Kalimantan Selatan), kerajaan pertama di
Kalimantan bagian selatan merupakan Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan daerah kekuasaannya
terhampar luas mulai dari daerah Tabalong hingga ke daerah Pasir.

Keberadaan mitologi Maanyan yang menceritakan mengenai masa-masa kejayaan dari


Kerajaan Nan Sarunai, sebuah kerajaan kuno yang dulunya menyatukan etnis Maanyan di
daerah ini dan telah mengadakan hubungan dengan pulau Madagaskar.

Kerajaan ini mendapat serbuan dari Majapahit Sehingga sebagian rakyatnya menyingkir ke
pedalaman (wilayah suku Lawangan). Salah satu peninggalan arkeologis yang berasal dari
zaman ini adalah Candi Agung yang terletak di kota Amuntai.

Ketika tahun 1996, dilakukan pengujian terhadap sampel arang dari Candi Agung. Hasil
pengujian tersebut menghasilkan angka tahun sekitar 242-226 SM.

Kemunculan Kerajaan Banjar berhubungan erat dengan melemahnya pengaruh dari Negara
Daha sebagai kerajaan yang sedang berkuasa saat itu.
Maharaja Sukarama, Raja dari Negara Daha pernah berwasiat agar penggantinya kelak adalah
cucunya yang bernama Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah
dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, yang
merupakan saudara dari Maharaja Sukarama.

bangsawan dari Banjar via: wikipedia.org

Wasiat tersebut mengakibatkan Raden Samudera terancam keselamatannya lantaran para putra
Maharaja Sukarama juga berambisi unutk menjadi raja yaitu Pangeran Bagalung, Pangeran
Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung.

dra melarikan
Dibantu oleh Arya Taranggana, Pangeran Samu diri menggunakan sampan ke muara sungai
Barito. Setelah Maharaja Sukarama wafat, Pangeran Mangkubumi menjadi Raja Negara
Daha, kemudian digantikan Pangeran Tumenggung yang juga merupakan putra Sukarama.

Raden Samudera sebagai pihak yang kalah lalu melarikan diri dan bersembunyi di daerah
muara sungai barito. Dia dilindungi oleh sekelompok orang melayu yang berdiam di wilayah
itu. Kampung orang melayu itu disebut dengan nama kampung oloh masih yang berarti
kampung orang melayu pimpinan Pati Masih. Lambat laun kampung ini mulai berkembang
menjadi kota banjarmasih karena ramainya perdagangan di tempat ini dan banyaknya
pedagang yang menetap.
gadis dari Banjar via: wikipedia.org

Dalam pelarian politiknya, raden Samudera melihat potensi dari Banjarmasih dengan sumber daya
manusianya dapat dijadikan sebagai kekuatan potensial untuk melawan balik kekuatan pusat, yaitu
Negara Daha.

Kemampuan yang dimiliki Banjarmasih untuk melakukan perlawanan terhadap Negara Daha
akhirnya mendapat pengakuan formal setelah komunitas melayu tersebut mengangkat Raden
Samudera menjadi kepala Negara.

Pengangkatan ini akhirnya menjadi titik balik perjuangan bagi Raden Samudera.
Terbentuknya kekuatan politik baru di banjarmasih, yang dapat menandingi Negara Daha ini
dijadikan sebagai senjata oleh Raden Samudra untuk mendapatkan haknya kembali sebagai
Raja Negara Daha.

Sedangkan orang melayu yang menolongnya menjadikan ini sebagai media agar mereka tidak
perlu lagi membayar pajak pada Negara Daha.

Setelah berhasil menjadi Raja di Banjarmasih, Raden Samudera dianjurkan oleh Patih Masih
untuk meminta bantuan tempur kepada Kerajaan Demak.

Permintaan bantuan dari Raden Samudera diterima oleh Sultan Demak, Namun dengan syarat
Raden Samudera beserta para pengikutnya harus masuk agama Islam. Syarat tersebut lalu
disanggupi oleh Raden Samudera dan Sultan Demak akhirnya mengirimkan pasukannya yang
dipimpin oleh Khatib Dayan.

Sesampainya di Banjarmasih, pasukan Demak pimpinan Khatib Dayan bergabung dengan


pasukan dari Banjarmasih untuk melakukan penyerbuan ke Negara Daha di muara sungai
Barito.
Sesampainya di daerah yang bernama Sanghiang Gantung, pasukan Bandarmasih dan
Pasukan Demak bertemu terlibat pertempuran Pasukan Negara daha.

Pertempuran ini diakhiri dengan sebuah kesepakatan yang isinya adalah duel antara Raden
samudera dengan Pangeran Tumenggung. Dalam duel itu, Raden Samudera berhasil
mengalahkan pangeran Tumenggung dan itu menandaka kemenangan Banjarmasih.

Setelah kemenangan dalam pertempuran, Raden Samudera lalu memindahkan Rakyat dari
Negara Daha ke Banjarmasih dan Raden Samudera diangkat sebagai Kepala negaranya.

Bersatunya penduduk Banjarmasih yang terdiri dari rakyat Negara Daha, Melayu, Dayak dan
orang jawa (pasukan dari Demak) menunjukan bersatunya masyarakat Banjarmasih di bawah
pemerintahan Raden Samudera.

Para penduduk yang berkumpul di Banjarmasih menyebabkan daerah ini menjadi ramai.
Ditambah lokasinya yang terletak pada muara sungai barito dan martapura menjadikan
tempat ini sebagai lalu lintas perdangan.

Raden Samudera lalu menjadikan Islam sebagai agama resmi negara dan rakyatnya memeluk
agama Islam. Raden Samudra lalu bergelar Sultan Suriansyah yang menjadi raja pertama dari
kerajaan Banjar.

Silsilah Raja dari Kerajaan Banjar

1526 – 1545

Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk
Islam

1545 – 1570

Sultan Rahmatullah

1570 – 1595

Sultan Hidayatullah

1595 – 1620

Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Sultan
inilah yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang
hancur diserang Belanda pada Tahun 1612

1620 – 1637

Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah

1637 – 1642

Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah


1642 – 1660

Adipati Halid memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah,
Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa

1660 – 1663

Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati
Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke
Banjarmasin=

1663 – 1679

Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke


Banjarmasin bergelar Sultan Agung

1679 – 1700

Sultan Tahlilullah berkuasa

1700 – 1734

Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning

1734 – 1759

Pangeran Tamjid bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah

1759 – 1761

Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah

1761 – 1801

Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa
tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah

1801 – 1825

Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah

1825 – 1857

Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman

1857 – 1859

Pangeran Tamjidillah
1859 – 1862

Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu’mina

1862 – 1905

Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banja

   Sistem Politik, Ekonomi, dan Budaya Kerajaan Banjar

  Politik
Bentuk pemerintahan Banjar sejak berdirinya sudah dipengaruhi oleh Kerajaan Demak.
Merupakan konsekuensi logis jikalau kerajaan A dapat memdirikan kerajaan dengan bantuan
Kerajaan B, maka Kerajaan B turut mempengaruhi bentuk dan jalannya pemerintahan
Kerajaan A.
Walaupun dalam bentuk pemerintahan dibangun menurut model Jawa, raja dalam
kekuasaannya tidaklah semutlak (seabsolut) raja-raja jawa. Disamping keturunan, kekayaan
juga faktor yang menentukan dalam kedudukan raja. Pada hakekatnya pemerintah bersifat
aristokratis, yang dikuasai oleh para bangsawan, yang mana raja hanya sebagai simbol
pemersatu belaka.
Sultan dalam Kerajaan Banjar merupakan penguasa tertinggi , yang mempunyai
kekuasaan dalam masalah politik dan keagamaan. Dibawah sultan ada Putera Mahkota yang
dikenal dengan sebutan Sultan Muta. Ia tidak mempunyai jabatan tertentu tetapi pembantu
Sultan. Disamping Sultan, terdapat sebuah lembaga Dewan Mahkota yang terdiri dari kaum
bangsawan dan Mangkubumi.
Mangkubumi adalah pembantu sultan yang mempunyai peranan besar dalam roda
pemerintahan. Mangkubumi di dalam pemerintahan didampingi menteri Panganan, Menteri
Pangiwa dan Menteri Bumi dan dibantu lagi oleh 40 orang menteri Sikap. Tiap-tiap menteri
Sikap mempunyai bawahan sebanyak 100 orang.1[11]
Dilingkungan Kraton terdapat banyak pegawai atau petugas.2[12] Antara lain:
1.      Lima puluh orang Sarawisa di bawah pimpinan Sarabraja bertugas menjaga krato
2.      Lima puluh orang Mandung dibawah Raksayuda bertugas menjaga istana bangsal
3.      Empat puluh orang Menagarsari dibawah Sarayuda bertugas mengawal raja
4.      Empat puluh orang Singabana atau Parawila dibawah Singataka dan Singapati bertugas
sebagai polisi
5.      Empat puluh orang Sarageni di bawah Saradipa bertugas menjaga alat senjata
6.      Empat puluh orang Tuha Buru di bawah Puspawana bertugas mengawal raja bila sedang
berburu
7.      Lima puluh orang Pangadapan atau Pamarakan dibawah Rasawija melakukan ber aneka
ragam tugas di istana.

  Sosial-ekonomi
Dalam masyarakat Banjar terdapat susunan dan peranan sosial yang berbentuk segi tiga
piramid. Lapisan teratas adalah golongan penguasa yang merupakan golongan minoritas.
Golongan ini terdiri dari kaum bangsawan, keluarga raja. Lapisan tengah diisi oleh para

2
pemuka agama yang mengurusi masalah hukum keagamaan dalam kerajaan. Sementara
golongan mayoritas diisi oleh para petani, nelayan, pedagang dan lain sebagainya.3[13]
Perkembangan perekonomian di Kalimantan Selatan mengalami kemajuan yang pesat
pada abad-16 sampai abad-17. Banjarmasin menjadi kota dagang yang sangat berarti untuk
mencapai suatu kemakmuran kerajaan. Kalimantan Selatan juga memiliki perairan yang
strategis sebagai lalu lintas perdagangan. Dalam perdagangan, lada merupakan komoditas
ekspor terbesar dalam Kerajaan Banjar.
Dalam hal industri, Kerajaan Banjar juga menghasilkan besi dan logam. Industri logam
dan besi ini terdapat di daerah Negara. Kemampuan dan keahlian mereka mencor logam
seperti perunggu, yang dapat menghasilkan bermacam barang-barang untuk di ekspor. Sejak
abad ke-17 daerah Negara terkenal dengan pembuatan kapal dan peralatan senjata lainnya,
seperti golok, kapak, cangkul dan lain-lain. Selain itu, keahlian membuat kendi sebagai
bentuk kerajinan yang telah berkembang turun-temurun sebagai sambilan disamping bertani.
Kemudian dikenal juga usaha-usaha pertukangan, seperti tukang gergaji papan dan balok,
tukang sirap, dan lain sebagainya.

  Budaya
Orang-orang Banjar terdiri dari tiga golongan, yaitu kelompok Banjar Muara (Suku
Ngaju), Kelompok Banjar Batang Banyu (Suku Maanyan), dan Kelompok Banjar Hulu (Suku
Bukit). Dalam setiap kurun Sejarah, Kebudayaan Banjar mengalami pergeseran dan
perubahan-perubahan hingga coraknya berbeda dari zaman ke zaman. Ini merupakan
manifestasi dari cara berpikir sekelompok manusia di daerah ini dalam suatu kurun waktu
tertentu.
Dalam rentetan peristiwa sejarah, kita dapatkan bahwa masyarakat Banjar dimulai dari
percampuran budaya melayu dengan budaya bukit dan maanyan sebagai inti, kemudian
membentuk kerajaan Tanjung Pura dengan agama Buddha. Yang kedua, percampuran
kebudayaan pertama dengan kebudayaan Jawa, yang mana budaya Maanyan, Bukit, dan
Melayu menjadi inti, yang kemudian membentuk Kerajaan Negara Dipa dengan agama
Buddha. Yang ketiga, adalah perpaduan dengan kebudayaan Jawa yang membentuk kerajaan
Negara Daha dengan agama Hindu. Yang terakhir, lanjutan dari Kerajaan Daha dalam
membentuk kerajaan Banjar Islam dan perpaduan suku Ngaju, Maanyan dan Bukit. Dari
perpaduan yang terakhir inilah akhirnya melahirkan kebudayaan yang ada dalam Kerajaan
Banjar.4[14]

D.    Islamisasi pada Kerajaan Banjar


Sultan Suriansyah adalah raja pertama yang memeluk Islam dan menjadikannya agama
resmi kerajaan. Tetapi, hukum Islam belum melembaga dalam pemerintahan. Karena pada
saat itu belum ada ulama yang mendampinginya. Setelah Sultan Tahmidullah II berkuasa,
barulah hukum Islam itu melembaga. Hal ini menimbulkan terjadinya perubahan dalam
pemerintahan, terutama setelah Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari datang dari Mekkah.
Ia sangat disegani oleh sultan karena kedalaman ilmunya. Kitab Sabilul Muhtadin yang
ditulis atas permintaan sultan yang berkuasa pada saat itu dijadikan pedoman hukum
meskipun masih terbatas dalam bidang-bidang tertentu, seperti hukum waris dan pernikahan.
Dengan kebijakan Syeikh al-Banjari, perlahan-lahan hukum islam masuk istana. Dalam
masyarakat Banjar ajaran fiqh dari madzhab Syafi’i sangat berpengaruh sehingga menjadi
hukum adat rakyat. Syeikh Al-Banjari juga mengusulkan kepada Sultan untuk membentuk

4
Mahkamah Syari’ah, yakni suatu lembaga pengadilan agama, yang dipimpin oleh seorang
mufti sebagai ketua hakim tertinggi pengawas pengadilan umum.
Dalam penyebaran dan islamisasi di Kalimantan juga dikenal peranan seorang ulama
yang bernama Khatib Dayyan. Ia adalah seorang utusan dari Jawa, tepatnya Kerajaan Demak.
Tujuan Sultan Demak mengirimnya adalah untuk mengislamkan orang Banjar.

E.     Kemunduran Kerajaan Banjar


Kerajaan Banjar mengalami kemajuaan sebagai dampak dari diaktikannya wilayah
kerajaan ini sebagai pelabuhan bebas, tetapi sebaliknya kehadiran unsur asing didaerah itu
juga dapat mengakibatkan perpecahan di kalangan istana. Kehadiran pihak Pemerintah
Kolonial Hindia Belanda yang ikut campur dalam urusan adat kerajaan adalah bukti bahwa
unsur asing yang hadir dalam Kerajaan Banjar nantinya akan memunculkan perpercahan
dikalangan istana. Keterlibatan unsur asing dalam urusan istana juga merupakan salah satu
penyebab utama meletusnya perang antara Kerajaan Banjar dengan Pemerintah Kolonial
Hindia Belanda.
Awal mulanya Kerajaan Banjar memiliki hubungan yang cukup baik dengan pemerintah
kolonial Hindia Belanda, akan tetapi dengan ikut campurnya pemerintah kolonial dalam
urasaan kerajaan mengakibatkan memanasnya hubungan diantara kedua belah pihak yang
pada akhirnya akan menyebabkan pertempuran untuk mempertahankan kekuasaan di wilayah
Kalimantan Selatan. Dalam sejarah pertempuran tersebut dikenal sebagai “Perang Banjar”.
Perlawanan Kerajaan Banjar berlangsung dalam dua tahap, yang pertama berlangsung
dari tahun 1859-1863, sedangkan perlawanan tahap kedua berlangsung dari tahun 1863-1905.
Peperangan yang berlangsung hampir setengah abad lamanya berakhir dengan kekalahan di
pihak Kerajaan Banjar. Dengan terpatahkannya perlawanan rakyat Banjar pada tahun 1905,
maka hal ini menandai runtuhnya era dari Kerajaan Banjar yang telah berdiri sejak tahun
1520.5[15]

h jika masjid ini terlihat unik juga dan banyak sekali terlihat percampuran arsitekturnya.

Bentuk dari gabungan beberapa arsitektur tadi dapat kita lihat pada 3 aspek yang paling penting juga
paling pokok di ruangan Masjid Sultan ini. Yaitu sebagai berikut :

a. Atap meru

b. Ruang Kramat atau masyarakat di sekitarnya menyebutnya CELLA

c. Tiang guru yang mengelilingi Ruang Cella

Nah, terakhir kata nya masjid ini di berikan pada cucu dari Sultan Suriansyah yaitu Pangeran
Hidayatullah lewat suatu surat wasiat yang panjang, berikut surat wasiat dari Sultan yang aslinya
menggunakan huruf arab dan berbahasa dengan melayu Banjar. Namun saya akan memberikan
terjemahannya saja.

5
Terjemahan :

Bismillahirrahmannirrohim

Asyhadualla ilaha ilalloh naik saksi aku tiada Tuhan lain yang di sembah dengan se-benar2nya hanya
Allah

Wa asyhaduanna Muhammad- arasululloh naik saksi aku Nabi Muhammad itu se-benar2nya
pesuruh Allah Ta’ala

Dan kemudian dari pada itu aku menyaksikan kepada dua orang baik2 yang memegang hukum
agama Islam yang pertama Mufti Haji Jamaludin yang kedua pengulu Haji Mahmut serta aku adalah
didalam tetap ibadahku dan sempurna ingatanku.

Maka adalah aku memberi kepada cucuku Andarun bernama Pangeran Hidayatullah suatu desa
namanya Riyam Kanan maka adalah perwatasan tersebut dibawah ini ;

Mulai di Muha Bincau terus di Teluk Sanggar dan Pamandian Walanda dan Jawa dan terus di
Gunung Rungging terus di Gunung Kupang terus di Gunung Rundan dan terus di Kepalamandin dan
Padang Basar terus di Pasiraman Gunung Pamaton terus di Gunung Damar terus di Junggur dari
Junggur terus di Kala’an terus di Gunung Hakung dari Hakung terus di Gunung Baratus, itulah
perwatasan yang didarat.

Adapun perwatasan yang di pinggir sungai besar maka adalah yang tersebut dibawah ini;

Mulai di Teluk Simarak terus diseberang Pakan Jati terus seberang Lok Tunggul terus Seberang
Danau Salak naik kedaratnya Batu Tiris terus Abirau terus di Padang Kancur dan Mandiwarah
menyebelah Gunung Tunggul Buta terus kepada pahalatan Riyam Kanan dan Riyam Kiwa dan
Pahalatan Riyam Kanan dengan tamunih yaitu Kusan.

Kemudian aku memberi Keris namanya Abu Gagang kepada cucuku.

Kemudian lagi aku memberi pula suatu desa namanya Margasari dan Muhara Marampiyau dan
terus di Pabaungan kaulunya Muhara Papandayan terus kepada desa Batang Kulur dan desa
Balimau dan desa Rantau dan desa Banua Padang terus kaulunya Banua Tapin.
Demikianlah yang berikan kepada cucuku adanya.

Syahdan maka adalah pemberianku yang tersebut didalam ini surat kepada cucuku andarun
Hidayatullah hingga turun temurun anak cucunya cucuku andarun Hidayatullah serta barang siapa
ada yang maharu biru maka yaitu aku tiada ridho dunia akhirat.

Kemudian aku memberi tahu kepada sekalian anak cucuku dan sekalian Raja-raja yang lain dan
sekalian hamba rakyatku semuanya mesti me-Rajakan kepada cucuku andarun Hidayatullah ini buat
ganti anakku Abdur Rahman adanya.

Sekian dulu artikel mengenai Peninggalan Kerajaan Banjar nya, sering mampir ya ke blog ini untuk
dapat kan sejarah kerajaan yang lain di sajikan dengan lengkap dan actual juga.

Bagikan Kepada Teman Kamu


Google Facebook Twitter More

Related Articles :



 Peninggalan Kerajaan AdityawarmanPeninggalan Kerajaan Adityawarman – Sejarah memang
tidak ada habisnya untuk di gali dan juga di temukan kembali sampai dalam dalamnya ...


 Sejarah Singkat Kerajaan AcehSejarah Singkat Kerajaan Aceh – Kerajaan Aceh sangatlah
banyak di bicarakan dalam catatan sejarah, karena kerajaan aceh ini adalah SER ...

 Peninggalan Kerajaan Gajah Mada Beserta Gambarnya Peningalan Kerajaan Gajah Mada
Beserta Gambarnya - Ada seorang tokoh besar di masa lalu bangsa kita, yang mana sampai
sekarang pun tok ...


 Sejarah Kerajaan BanjarSejarah Kerajaan Banjar - Kesultanan BANJAR ataupun kerajaan
Banjarmasin adalah sebuah kerajaan yang berdiri sekitar tahun 1520 M, di ...

Anda mungkin juga menyukai