Anda di halaman 1dari 15

Kelompok 1

Nama Anggota:
Andiana Afiska (01)
Azril Firansyah (05)
Choirul Yakin Lukman (06)
Cindy Cahaya Khayrani (07)
Moch Bimo Abi Supyan (21)
Rhevina Syahira (28)

KERAJAAN-KERAJAAN DI JAWA BARAT

ABSTRAK
Membahas peradaban Indonesia di masa lalu memang merupakan topik yang sangat
menarik dan tidak akan ada usainya, sebab perjalanan sejarah berbagai kerajaan dan
kesultanan yang terdapat di Jawa Barat sungguh panjang dengan berbagai intrik dan
pergolakannya. kejayaan dan kemahsyuran yang pernah dicapai oleh setiap kerajaan dan
kesultanan seolah terus menggeliat demi mempertahankan adat, budaya dan perilaku
masyarakat di masing-masing daerahnya. Seiring dengan terus ditemukannya berbagai situs
dan artefak yang menggambarkan bahwa peradaban dan ilmu pengetahuan di nusantara telah
melesat ke berbagai pencapaian yang menakjudkan, masyarakat Indonesia modern pun
diharapkan untuk bangkit kembali mempertahankan kejayaan yang pernah dipunyai, demi
masa depan yang lebih baik.

ISI

1) Kesultanan Banten
A. Berdirinya Kerajaan Banten
Semenjak lama Banten merupakan pusat perdagangan penting di pantai Barat Jawa dan telah
menjalin hubungan internasional dengan India serta Cina. Karena itu tak mengherankan apabila para
pedagang asing yang berasal dari dua kawasan tersebut banyak berdiam di Kerajaan Banten. Pada
mulanya Kerajaan Banten dan Cirebon merupakan wilayah kerajaan Hindu Pajajaran. Waktu abad ke-
16, kekuatan lain bangkit letaknya di pantai utara Jawa Tengah, yaitu Demak yang telah menganut
agama Islam, Karena kerajaan tersebut merupakan pendorong berdirinya kerajaan Banten. Pendiri
atau penegak Kerajaan Banten adalah Syarif Hidayat atau Sunan Gunung. Menurut naskah sajarah
Banten atau babad Banten.silsilah Sunan Gunung Jati adalah sebagai berikut : Nabi Adam-Nabi Sis-
Nabi Yunus-Kinayah-Malik-Pasir-Nabi Idris-Saleh-Lamak-Nuhud-Asim-Paseh-Palih-Runi-Saro-
Pakir-Najur-Nabi Ibrahm-Nabi Ismai-Sabit-Yasjar-Yurad-Yarad-Japar-Manawi-Udad-Malab-Malah-
Ud-Almuhar Galib-Asim-Abdulmanap-Asim-Abdul Muthalib-Abdullah-Muhhammad-Patimah-Usen-
Jenulabidin-Jenulkubra-Jumadilkubra-Jumadilkabir-Sultan Bani Israil-Mahdum Gunung Jati(Sunan
Gunung Jati).Meskipun demikian ada perbedaan pendapat dari sumber lain
Maulana Hasanuddin (1552-1570),sebagai pengganti Sunan Gunung Jati,memperluas wilayah
hingga ke Lampung yang sejak dulu merupakan salah satu penghasil lada.Dengan begitu,ia adalah
peletak dasar bagi kemakmuran Banten dan juga banten menjadi pusat peniagaan lada di penghujung
barat pulau jawa. Waktu masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, Banten mengalami kemajuaan
pesat. Banten juga merupakan pelabuhan yang rami dikunjungi oleh pedagang mancanegara, seperti
Portugis dan China. Kerajaan banten juga tersohor sebagai pusat penyebaran agama islam, yang
dpengaruhi Lampung, Bengkulu, dana daerah-daerah sekitar Tulungbawang.
Penguasa Banten Ketiga, Maulana Yusuf(1570-1580).Putra tertua dari Hasanuddin
menakklukan sisa-sisa Kerajaan Pajajaran pada kurang lebih tahun 1579. In merupaan akhir
kekuasaan kerajaan Hindu-Buddha di jawa barat. Seiring dengan penaklukan ini para bangsawan dana
elite Sunda berbondong-bondong memasuki gama islam. Ia melakukan pembangunan perkotaan ,
mendirkan benteng dan memajukan pertanian brserta system irigasinya. Tidak demikian pula
kemajuan masjid dan pesantren mendapat perhatian Maulana Yusuf. Raja Kerajaan Banten yang
ketiga ini mangkat pada 1580an dan dianugerahi dengan gelar anumaerta pangeran pasarean.
Anak putra dari Maulana Yusuf bernama Maulana Muhammad(1580-1596). Maulana
Muhammad masih berusia 9 tahun. Karena usianya tergolong masih muda untuk menjadi pemimpin,
ia diwakili oleh suatu dewan perwakilan yang terdiri dari Kadi(Hakim), Surasaji, Senapati Pontang,
Dipati Jayanagara, Ki Waduaji, dan Ki Wijamanggaka. Berdasarkan penutupan Sajarah Baten,
mangkubumi atau perdana menteri Banten berniat mengangkat Pangeran Jajapara, paman Maulana
sebagai sultan.

B) Perkembangan Kerajaan Banten


Sultan Abdul Kadir atau Abulmufakhir Mahmud Abdul Kadir(1596-1651). Penganti Maulana
Muhammad. Ia memberikan izin pada VOD dan EIC membuka lojinya di banten pada 1603. Timbul
kekacauan di Banten, Karena para bangsawan berebut jabatan mengkubumi dan walinegara. Sewaktu
Aria Ramananggala menjadi mengkubumi, Banten mulai bersikap keras terhadap Belanda, Inggris,
dan orang-orang asing lainya. Pada saat yang bersamaan, Jayakarta atau Sunda Kelapa Tumbuh
menjadi pesaing Banten. Kendati demikian, perseteruan antara keduanya dapat dicegah oleh Aria
Ranamanggala. Belanda berasil mengalahkan dan mendapatkan Jayakarta serta mengubah namanya
menjadi Batavia. Akibatnya banyak terjadi permusuhan yang berujung peperangan antara Banten
dengan Belanda. Peperangan anatara Banten dengan Belanda diakhiri oleh perjanjian tahun 1645.
Kerajaan Banten mengalami kemajuan dan kemakmuran besar semasa pemerintahan Sultan
Abdul Fatah(1651-1683). Pengganti Sultan AbduL Kadir. Beliau berjuang sekeranya untuk
memajukan perniagaan Banten. Dijalin persahabatan dengan para pedagang Inggris, Denmark, dan
Perancis. Sultan Abdul Fatah memberi kelonggaran sebesar-besarnya pada mereka supaya mau
berdagang di Banten. Berkat bantuan mereka ia menyekenggarakan armada dagang yang belyar
hingga philipina, Makau, India, Persia, dan Arab. Pedagang-pedagang Tionghoa beserta Arab
Berbondong-bondong ke Banten.Karena, Malaka dan Makassar jatuh ke tangan Belanda yang
membuat Banten semakin ramai dan makmur.
Saingan terberat Banten adalah VOC.Sultan Abdul Fatah ingin mengusirnya dan menjalin
persekutuan dengan Sultan Sibori dari Ternate.Sultan Abdul Fatah terus menyarang benteng VOC di
Sumatera.
Pamor Kesultanan Banten mulai suram akibat perpecahan anatara Sultan Abdul Fatah denan
putranya yang bernama sultan haji .Putranya ini pernah belayar ke arab guna membina relasi dengan
sesame raja Muslim dan sekaligus menunaikan haji. Setibanya kembali Putranya cepat ingin
menggatikan ayahnya, tapi Sultan Abdul Fatah lebih memilih pangeran purbaya sebagai pengganti
ayahnya.Hal ini memicu pertikaian antara keduanya. Sultan Haji meminta bantuan Belanda. Tentunya
Belanda memancing di air keruh menyambut dengan gembira permohonan bala bantuan.

C) Kemunduran Dan Kemunduran Banten


Sultan Haji digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdul Fadhl Muhammad
Yahya(1687-1690). Tidak seperti ayahnya, ia merupakan penentang aBelanda. Pada masa Sultan
Abdul Fadhl Muhammad Yahya berlangsung 3 tahun. Ta lama Kesultanan di porak-porandakan

Karena tidak mempunyai Putra Sultan, digantikan oleh adiknya yang bergelar Abdul mahasin
Muhammad Zainul Abidin pada tahun 1690 sampai 1733. Catatan sejarah memperlihatkan waktu
penobatan Abdul mahasin Muhammad Zainul Abidin. Dentuman meriam berkali-kali yang
ditembakkan dari istana surosowan, benteng speelwijk, dan kapal-kapal kompeni yang berlabuh di
Teluk Banten.Tembakan meriam Belanda ini menandakan pengakuan kompeni bagi kekuasaan
Sultan. Sultan Banten berikutnya merupakan putra kedua Zainul Abidin dan naik tahta dengan gelar
Abdul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin(1733-1741). Sultan Banten saat ini sangat dipengaruhi
oleh permaisuri yang bernama Ratu syarifat Fatimah. Masa itu pemerintahnya kerap terjadi
pemberontakan rakyat Banten, karena mereka dipaksa oleh kompeni menanam tebu kopi dan
komoditas lainnya yang sanggup mendatangkan keuntungan bagi perusahaan dagang tersebut. Karena
fitnahan permaisurinya, Sultan diasingkan ke Ambon oleh VOC. Sebagai penggantinya diangkat Putra
Ratu Fatimah dengan suaminya terdahulu. Yaitu seorang Letnan Melayu dari Batavia. Gelar bagi
Sultan Baru adalah Sultan Syarifudin Ratu wakil pada 1747-1750.Meski secara teoritis Ia merupakan
penguasa tertinggi Banten, tetapi kendali pemerintahan berada di tangan Ratu Fatimah.Pada masa itu
Kesultanan kembali dirundung pemberontak rakyat, yang antara lain dipimpin oleh Ki(Kyai) Tapa
dan Ratu bagus buang, karena rakyat tidak menyukai Ratu tersebut.Guna memadamkan
pemberontakan ini, Belanda yang mengasingkan Ratu Fatimah ke Saparua dan Sultan Arifin, yang
bernama Pangeran Arya Adi Santika sebagai penguasa baru dengan gelar Sultan Abdulma'ali Muh.
Wasi' Zainul 'Alimin pada masa 1750-1753. Dan karena peristiwa ini menandakan kemunduran
kekuasaan para Sultan Banten, pengangkatan dan pemberhentian Sultan kini diatur oleh Belanda. Di
bagian kepulauan nusantara, lainnya Sultan baru diangkat oleh Belanda diharuskan menandatangani
suatu kontrak politik tetapi isinya sangat merugikan pihak Kesultanan.Pergolakan di kalangan rakyat
masih terus saja berlanjut.Pada masa itu Belanda memberhentikan Sultan Zainul'A dan mengangkat
Pangeran Gusti, putra tertua Sultan Zainul Arifin yang sebelumnya diasingkan ke Sri Lanka,Sebagai
Sultan baru dengan gelar Sultan Abdul Nasr Muh. Arif Zainul Asiqin pada masa 1753-1773.Tak lama
setelah Sultan wafat putranya naik tahta dengan gelar Sultan Abdul Mafakhir Muh. Aliuddin yang
bernama Pangeran Muhidin dengan gelar Sultan Abdul Muh. Muhidin Zainussolihin pada masa 1799-
1801. Saat itu kekuasaan Sultan boleh dikatakan telah terhapuskan. Wilayah langsung diperintahkan
oleh belanda, sultan mendapatkan gaji sebesar 15.000 real per tahunnya. Kesultanan banten boleh
dikatakan berakhir. Rakyat yang merasa tidak puas dengan kenyataan ini menimbulkan gangguan
keamanan terhadap belanda sehingga dicurigai bahwa ini semua tidak langi oleh kesultanan banten.
Belanda lantas menangkap sultan alauddin dan mem menjalankannya di jakarta. Tindakan ini merasa
cukup sehingga belanda juga melulu langkahkan istana surosowan.
Kerabat kesultanan yang masih hidup. Mereka pindah istana kaibon yang terletak 1 km di
sebelah selatan surosowan. Sebagai sultan baru diangkatnya muhammad saifuddin pada tahun 1809-
1832. Yang hanya berlaku sebagai kepala keluarga kesultanan dan tanpa kekuatan politis. Ketika
Inggris berkuasa di antara tahun 1811-1816. Mereka memaksa sultan turun tahta dan menyerahkan
negeri pada pihak mereka. Ini merupakan paham pusat secara resmi kesultanan banten. Kendati
demikian ia masih boleh menyandang gelar sultan dan memperoleh tunjangan 10.000 ringgit spanyol
per tahun dari inggris. Usaha makanan hanya tinggal namanya saja. Pada tahun 1832 belanda
menghasilkan sultan syafiudin ke surabaya.
d)Sistem Pemerintahan Dan Sosiall Kemasyarakatan
Banten diperintah oleh seorang Sultan dan tatanan pemerintah mirip dengan Kesultanan
Mataram di Jawa Tengah. Raja-raja Banten pertama belum bergelar Sultan dan menyandang gelar
Panembahan saja. Selain itu mereka juga digelari Maulana. Gelar Sultan sendiri baru dipakai pada
tahun 1638 yakni semasa pemerintahan Sultan Abdul Kadir. Calon pengganti Sultan adalah putra
mahkota yang digelari Pangeran Dipati Anom atau Pangeran Ratu. Dalam menjalankan pemerintahan
Sultan akan dibantu oleh Mangkubumi beserta dewan menteri dan pejabat-pejabat. Para penguasa
Banten berkesempatan tertentu mengadakan pertemuan dengan para pejabat atau rakyat kebanyakan.
Saat berlangsung pertemuan Sultan biasanya duduk di tempat yang terlindung dari sinar matahari.
Apabila tidak ada tempat duduk hadirin boleh duduk berdekatan dengan sultan. Pertanyaan yang
diajukan Sultan berlangsungnya audisinya biasanya seputar keadaan daerah masing-masing
perdagangan di pasar dan kondisi berbagai pelabuhan. Selanjutnya Sultan akan menanyakan pula
kondisi-kondisi negara-negara lainnya. Beliau menanyakan pula perihal Batavia yang dipandang
sebagai benteng terhadap agresi. Selain itu ia akan menanyakan masalah peradilan karena segenap
perkara yang berlarut-larut akan dimintakan keputusan Sultan. Pertemuan ditutup dengan pandangan
Sultan mengenai kondisi umum negerinya dan acara santap bersama.
e) Perekonomian
Kesultanan Banten boleh dikatakan mengalami kejayaan karena kegiatan
perdagangan dan perkebunan. Saat kebutuhan atau permintaan lada sedang meningkat penduduk
mengalihkan kegiatan pertanian pada budidaya. Permintaan menurun mereka kembali bertani. Tak
kalah Belanda mengepung Banten, Armada dagang hendak membeli lada tidak dapat Merapat di kota
pelabuhan sehingga warga terpaksa kembali menanam padi.
Pada masa Tome Pires, banten masih menduduki Tempat kedua setelah Sunda Kalapa. Di
pelabuhan ini berkumpul para pedagang dari berbagai penjuru nusantara. Sementara itu kapal-kapal
dari kepulauan Maladewa juga datang untuk mengangkut budak berlian. Banten berhasil merebut
Sunda Kelapa pada tahun 1527 sehingga kegiatan perniagaan di sana banyak dialihkan ke Banten.
Kini akan dianalisa beberapa musabab kemunduran Banten sebagai kota pelabuhan. Pertikaian antara
Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya. Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas adalah salah
satu penyebabnya. Faktor lain adalah dikuasai Jayakarta oleh VOC pada tahun 1619. Agar pusat
perniagaan dapat beralih ke Batavia. VOC memblokade Banten sehingga makin sedikit kapal dagang
yang mengunjunginya. Arsip VOC tahun 1643 menyatakan bahwa perniagaan Banten telah pindah ke
Batavia. Jadi sampai di sini dapat disaksikan beberapa kali perpindahan pusat perniagaan yang
bermulai dari Sunda Kelapa ke Banten dan kembali ke Sunda Kelapa lagi
Sebagai Kota pelabuhan yang ramai Banten didatangi oleh pedagang baik dari dalam maupun
negeri. Para pedagang yang singgah di Banten ini membuka perkampungan sendiri. Dengan demikian
terbentuklah perkampungan pegum, siam, Persia, Arab, Turki, dan Cina. Sementara itu para pedagang
dari dalam negeri juga ketinggalan mendirikan pemukimannya. Karenanya di samping perkampungan
bangsa asing terdapat pula perkampungan Bugis, Melayu, Ternate, dan lain sebagainya

2. Kerajaan cirebon
a) Cikal-Bakal Kesultanan Cirebon
Menurut kitab Purwaka Caruban Nagari di daerah Cirebon sebelumnya terdapat 6 kerajaaN kecil yg
disebut Nagari, yakni Nagari Surantaka, Singapura, Japura, Wanagiri, Rajagaluh, dan Talaga. Di
antara nagari nagari tersebut yang terbesar adalah Wanagiri, walaupun apabila ditilik pada masa
sekarang luasnya hanya mencakup kurang lebih empat kecamatan saja. Kerajaan atau nagari surantaka
berpusat di desa Keraton sekarang, yakni fi Kecamatan Cirebon Utara. Masih menurut kitab Purwaka
Caruban Nagari, penguasanya bernama Ki Gedeng Sidhang Kasih. Konon ia memiliki putri bernama
Nyai Amber Kasih, yang menikah dengan saudara sepupunya bernama Raden Pamanah Rasa.
Menurut Babad Siliwangi, Raden Pamanah Rasa ini adalah nama Prabu Siliwangi ketika masih muda.
Sebagai hadiah perkawinan ini, Ki Gedeng Sidhang Kasih memberikan kawasan Sindang Kasih pada
menantu sekaligus kemenakannya itu. Purwaka Caruban Nagari lebih jauh lagi menjelaskan bahwa
Nagari Surantaka merupakan bawahan Kerajaan Galuh.

Raden pamanah rasa memiliki dua istri. Selain Nyai Amber kasih, Ia menikah pula dengan
nyai Sumbang Larang, Putri Mangkubumi atau perdana menteri kerajaan Singapura bernama Ki
Bedeng tapa. Saat itu, Ki Bedeng Tapa menyelenggarakan pertandingan adu ketangkasan senjata
sebagai ajang mencari jodoh bagi putrinya. Ternyata pemenangnya tak lain dan tak bukan ada Raden
pamanah rasa itu sendiri.
Nagari Singapura terletak 4 KM sebelah utara makam Sunan Gunung Jati. Batasnya
diperkirakan sebagai berikut: utara berbatasan dengan surantaka; barat berbatasan dengan Wanagiri;
Selatan dan timurnya dengan Sapura; dan sebelah timurnya dibatasi Laut Jawa. Raja negeri Singapura
adalah ki Bede ng surawijaya Sakti. Saudara Ki sedhang kasih, raja hagari surantaka. Dalam
menjalankan pemerintahannya, Iya dibantu oleh mangkubuminya bernama Ki Bedeng tapa, yang
memiliki seorang putri cantik jelita bernama Khyai Subang Larang. Sebagaimana yang telah
diungkapkan sebelumnya, Kyai Subang Larang kelak bersuamikan Raden pamanah rasa.
Pada kurang lebih tahun 1418 datanglah seorang ulama Syekh Hasanuddin bin Yusuf sidik
yang berkenaan dengan Ki Bedeng tapa, setelah itu, ia bertolak ke krawang dan mendirikan pesantren
di sana. Namanya kemudian dikenal sebagai Syekh Quro. Karena memberikan kesan yang baik Ki
Bedeng Papa merestui putrinya belajar ilmu agama Islam di pesantren Syekh Quro. Pada 1420 tiba
seorang ulama lain dari Baghdad bernama Syekh Datuk Kahfi atau Syekh idofi dengan disertai 12
pengikutnya, yang terdiri dari 10 pria dan 2 perempuan. Syekh Datuk Kahfi diizinkan oleh Ki
bandang tapa bermukim dan mendirikan pesantren di pesambangan. Di masa-masa selanjutnya, Syekh
Datuk Kahfi tersohor pula dengan nama Hurul Jati. Peristiwa kedatangan dua Ulama di atas menandai
masuknya Agama Islam ke daerah Cirebon.
Nagari Japura terletak 17 km sebelah tenggara. Giri Amparan Jati. Yang kini Berada di
kecamatan Astana Jayapura, Sindanglaut, dan Ciledug. Rajanya bernama Prabu marunggul. Kerajaan
ini ditaklukan oleh gapura pada kurang lebih tahun 1422. Nagari Wanagiri kini letaknya berada di
kecamatan Palimanan titik nama Wanagiri sendiri sehingga saat ini masih ada sebagai nama kampung
di desa kalangena, Kecamatan Palimanan. Konon rajanya bernama Ki Bedeng kasmaya, Kakak Ki
Bedeng surawijaya. Menurut cerita rakyat, ia kerap berada di Cirebon girang. Oleh karena itu, boleh
diperkirakan bahwa raja tersebut kemungkinan mempunyai istana dengan atau hadir ke kawasan
tersebut guna mengikuti upacara-upacara keagamaan. Nagari Rajagaluh letaknya sekitar 20 KM
sebelah barat Giri Amparan Jati. Nama rajanya Prabu cakraningrat Nagari Talaga wilayah sebelah
utaranya berbatasan dengan Raja Galuh dan sebelah baratnya berbatasan dengan Sumedang Larang.
Berdasarkan penurunannya cerita rakyat, pusat Kerajaan Talaga berada di Kota Kecamatan Talaga
sekarang. Konon Raja Talaga bernama Prabu pucuk umum.
Nagari Japura terletak 17 km sebelah tenggara. Giri Amparan Jati. Yang kini Berada di
kecamatan Astana Jayapura, Sindanglaut, dan Ciledug. Rajanya bernama Prabu marunggul. Kerajaan
ini ditaklukan oleh gapura pada kurang lebih tahun 1422. Nagari Wanagiri kini letaknya berada di
kecamatan Palimanan titik nama Wanagiri sendiri sehingga saat ini masih ada sebagai nama kampung
di desa kalangena, Kecamatan Palimanan. Konon rajanya bernama Ki Bedeng kasmaya, Kakak Ki
Bedeng surawijaya. Menurut cerita rakyat, ia kerap berada di Cirebon girang. Oleh karena itu, boleh
diperkirakan bahwa raja tersebut kemungkinan mempunyai istana dengan atau hadir ke kawasan
tersebut guna mengikuti upacara-upacara keagamaan. Nagari Rajagaluh letaknya sekitar 20 KM
sebelah barat Giri Amparan Jati. Nama rajanya Prabu cakraningrat Nagari Talaga wilayah sebelah
utaranya berbatasan dengan Raja Galuh dan sebelah baratnya berbatasan dengan Sumedang Larang.
Berdasarkan penurunannya cerita rakyat, pusat Kerajaan Talaga berada di Kota Kecamatan Talaga
sekarang. Konon Raja Talaga bernama Prabu pucuk umum.
Setelah beberapa waktu belajar di bawah bimbingan Ki Gedeng danuwarsih, Raden
walangsungsang disertai istri dan adiknya meneruskan perjalanannya dan kini menuju pesantren yang
diasuh oleh Syekh Datuk Kahfi. Di sana ia menuntut ilmu selama 3 tahun. Ketika tamat belajar,
walangsungsang diberi nama baru ki samadullah oleh gurunya. Guru Raden walangsungsang yaitu
saidatul Kahfi menyarankan membuka Negeri baru di tepi pantai sebelah timur pasambangan, yang
masuk dalam wilayah Nagari Singapura.
Demikianlah demikian pula Raden walang Sungsang membangun perkampungan baru yang
dikenal sebagai Tegal alang-alang. Sebenarnya kawasan ini telah ada penghuninya yaitu Ki danucella
atau Ki Gedeng alang-alang, adik Ki Gedeng danuwarsih berkat hadirnya Raden walangsungsang
daerah tersebut semakin berkembang dan memiliki berbagai suku bangsa yang berdatangan ke sana
seperti Sunda Jawa Arab dan Cina. Karenanya tempat itu lantas disebut Caruban yang artinya
campuran Raden orang Sungsang kemudian diangkat sebagai pangraksabumi,yakni Pemuda
masyarakat yang bertugas mengurusi masalah pertanian dan Perikanan. Sementara itu, Ki Danu Sela
menjadi Kuwu atau kepala kampung Desa itu. Raden walangsungsang yang telah menganut agama
Islam berkesempatan menunaikan ibadah haji ke Mekah, sewaktu berada di Mekah tinggal di
kediaman Syekh Mbak bayanullah, dan memperdalam ilmunya tentang pengetahuan agamanya di
bawah bimbingan Syekh Abdul Yazid. Sepulangnya dari ibadah haji, Raden walangsungsang dikenal
sebagai Haji Abdullah iman. Dengan giat disebarkan agama Islam di Cirebon. Nyai Lara santan turut
pula beribadah haji ke Mekah, di sana menikah dengan seorang bangsawan Arab bernama Syarif
Abdullah dan berputra Syarif Hidayatullah.
b)Perkembangan Dan Perpecahan Cirebon
Pangeran emas mewarisi kemajuan Cirebon yang telah dirintis oleh Syekh Maulana Jati.
Cirebon telah menjadi pelabuhan yang ramai dikunjungi kaum pedagang dari dalam maupun luar
negeri. Pada zamannya semakin menanjak pamornya Banten Apalagi setelah Maulana Yusuf berhasil
menaklukkan Pajajaran. Akibatnya, Cirebon merosot pamornya dibanding Banten. Panembahan Ratu
atau Pangeran emas menikah dengan Putri Sultan pajang inilah yang memicu kecurigaan Maulana
Yusuf terhadap Panembahan Ratu. Raja khawatir apabila panjang memanfaatkan Cirebon sebagai
batu loncatan untuk menguasai seluruh Jawa Barat. Meskipun sikap curiga mencurigai antara Banten
dan Cirebon, Raja Banten bersedia menghormati Cirebon, karena merupakan Negeri asal muasal
leluhurnyaleluhurnya. Cirebon juga dianggap sebagai Perintis penyiaran agama Islam di Jawa Barat.
Kesultanan pajang tidak berlangsung lama usianya karena kekuasaan Tak lama kemudian
beralih ke tangan Mataram dipimpin oleh Panembahan Senopati pada tahun 1586-1601. Kendati
merupakan menantu Sultan panjang, Panembahan ratu 1 tidak menerapkan politik permusuhan pada
Panembahan Senopati yang telah menggulingkan mertuanya. Justru menjalin persekutuan yang erat
dengan Mataram. Panembahan Senopati membantu tembok benteng di Cirebon pada 1590. Hubungan
kekerabatan antara dua kerajaan diperkokoh melalui perkawinan Sultan Agung dengan seorang putri
Cirebon.
Panembahan emas meninggal pada 1649 dan digantikan oleh cucunya bernama Pangeran
Karim. Karena beliau kelak ditawan oleh Mataram dan dimakamkan di bukit girilaya, namanya
dikenal pula sebagai pangeran girilaya. Ia menikahi Putri Amangkurat 1 yakni Raja Mataram yang
menggantikan Sultan Agung. Pernikahan ini dikarunia dengan tiga orang Putra yaitu pangeran
martawijaya pangeran Kartawijaya dan Pangeran Wangsakerta. Karena pernikahan-pernikahan yang
kerap terjadi antara keluarga Cirebon dan Mataram semenjak tahun 1615 Mataram di Cirebon makin
menguat. Menurut F. De. Haan, Cirebon menyerahkan wilayah di sebelah barat yaitu sungai ciamuk
pada Mataram untuk menjadi pasal Mataram dan mulai diwajibkan menyerahkan upeti.
Para penguasa Cirebon Hanya dianggap sebagai raja keagamaan karena merupakan keturunan
Syarif Hidayat atau Sunan Gunung Jati. Mereka belum menyandang gelar Sultan dan hanya Pangeran
atau Panembahan saja. Pada tahun 1662 Cirebon meluaskan daerah kekuasaannya pada saat Galuh
dan telaga melakukan peperangan. Ketika Sultan Agung menyerang Batavia tempat bercokolnya
VOC Cirebon dijadikan pangkalan militer terpenting Mataram pada tahun 1628 karena letaknya yang
sangat strategis.
Bertolak belakang dengan ayahnya Amangkurat 1 malah menjalin persahabatan dengan VOC.
Padahal jelas-jelas mereka hendak melemahkan. Amangkurat 1 keram melakukan tindakan semena-
mena untuk menjadi penguasa yang tidak populer di mata rakyatnya. Waktu itu timbul perseteruan
dengan Banten semenjak zaman Sultan Agung dianggap penghalang cita-cita Mataram untuk
menguasai Pulau Jawa. Karena khawatir Cirebon jatuh dalam pengaruh Banten, Amangkurat 1
berencana mengalahkan Cirebon dengan tipu muslihat Yang Licik. Ia mengundang menantunya,
sekaligus Raja Cirebon, ke Mataram pada kurang lebih tahun 1666 atau 1667. Ternyata Setibanya di
sanasana, Pangeran girilaya beserta kedua orang anaknya malah ditawan. Demi mengisi kekosongan
kekuasaan Cirebon, Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat Pangeran Wangsakerta sebagai pejabat Raja
Cirebon. Pengen girilaya wafat sebagai tawanan dan putranya harus tinggal di Mataram sebagai
Sandera. Tindakan Amangkurat 1 sangat licik itu akan mengakhiri eksistensi Cirebon selama-
lamanya. Kedua orang Pangeran ini bersimpati pada trunajaya yang berontak melawan Amangkurat 1
dengan dukungan Sultan Banten trunajaya membebaskan kedua Pangeran itu dan membawa mereka
ke Banten. Ternyata baik Pangeran martawijaya maupun saudaranya sama-sama ingin menjadi Sultan.
Berkat bantuan trunajaya mereka berhasil meraih kekuasaan atas Cirebon dan sepakat membagi
Negeri mereka menjadi dua, sehingga pecahlah Cirebon. Banten menganugerahkan kedua Pangeran
itu dengan gelar Sultan pada tahun 1678.
C) kesenian dan kebudayaan
Seni arsitektur Cirebon nampak pada bangunan istana. Contohnya adalah Siti Inggil Keraton
Kasepuhan yang berasal dari masa awal perkembangan agama Islam. Corak bangunan mengingatkan
pada bangunan tradisional di Jawa Timur pada abad ke-13 dan 14. Motif banyak dipergunakan pada
seni arsitektur Cirebon adalah motif awan dan Karang, ternyata corak-corak semacam ini telah
dikenal semenjak zaman Majapahit. Contoh karya kesenian Cirebon lainnya adalah taman suryaragi
yang indah. Taman ini dibangun oleh salah seorang Sultan Kasepuhan sebagai tempat bermeditasi.
Panoramanya cukup mempesona karena dilengkapi kolam beserta bunga-bunga yang beraneka warna
Selain arsitektur Cirebon tersohor pula akan seni musik gamelannya jenis alat musiknya mirip
dengan gamelan di Jawa, mereka mengenal dua dengan tangga nada yaitu Slendro dan pelog.
Gamelan biasanya dimainkan pada saat upacara adat menyambut tamu atau mengiringi wayang kulit.
Kesenian Cirebon lainnya yang patut disebutkan adalah seni perdagangan atau wayang, batik,
pembuatan topeng, dan lain-lain. Seni ukir Cirebon dapat disaksikan pada istana Kasepuhan yang
bernama Paksi nagaliman

3. Kerajaan Priangan
a)Awal Mula Kerajaan Priangan

Priangan merupakan suara kawasan yang luasnya hampir meliput seluruh Provinsi Jawa Barat
sekarang. Di sebelah Utara, Priangan berbatasan dengan Cirebon , di sebelah timur dengan dengan
Banyumas serta Cirebon, sedangkan di sebelah barat perbatasan sama Banten. Para bupatinya
memiliki kekuasaan besar yang hampir di sejajarkan dengan para penguasa wilayah swapraja

Di pariangan pernah berdiri kerajaan Sumedang larang yang beribukota di kota Maya.Pendiri
kerajaan ini adalah prabu Tajimalela, yang hidup di sekitaran abad ke-15 (sumber lain ada yang
menyebutkan pada masa abad ke-9). Beliau digantikan oleh putranya. prabu gajah agung ketika
pusat pemerintahan Sumedang larang berada di ciguling. Putra raja Sumedang larang adalah sunan
pagulingan. Iya menikahkan putrinya yaitu ratu raja mantri dengan prabu Siliwangi dari Pajajaran.
Ratu raja mantri digantikan saudaranya bernama sunan guling. Para penguasa Sumedang larang
berikutnya secara berturut-turut adalah zaman tuakan nyimas ratu patuakan dan nyimas ratu Dewi
inten Dewata atau ratu pucuk umun. Beliau digantikan oleh putranya prabu gausan Ulun
(15801601). Sementara itu Galuh daerah lain di pariangan pemerintah oleh para bupati tetapi
kemudian ditaklukkan oleh panembahan Senopati (1586-1601) dari Mataram. Setelah prabu gausan
Ulun berangkat, dia digantikan oleh putranya, Raden Arya suradiwangsa (pemerintah sebagai raja,
16081624, sebagai bupati 1620-1624).

Sementara itu menurut sumber lain disebutkan kerajaan Sumedang larang adalah prabu guru aji
putih (raja tembung agung). Beliau digantikan secara berturut-turut oleh: Batara Tuntang buana
(prabu tali majalah), jayadewata(prabu lumbung agung), Atmabrata(prabu gajah agung), Jayabaya
(prabu panggulingan), martaliya(sunan guling), Tirta Kusuma (sunan tuakan), Sintawati (nyi mas ratu
patuakan), Satyasih (ratu intan Dewata pucuk umum, 1530-1578). Pangeran kusumadinata
I(pangeran santri, suami ratu inten Dewata pucuk umum), dan pangeran geusan ulun (pangeran
kusumadinata ll, 1579-1601). Dengan demikian nampak bahwa angka tahun pemerintahan bagi
prabu geusan Ulun terdapat perbedaan antara kedua sumber. Masih menurut sumber yang sama
pada tahun 1 579 sewaktu keruntuhan kerajaan Pajajaran raja terakhir bernama prabu ragam mulia
menyerahkan mahkota emas kepada prabu geusan Ulun. Sementara saat itu kerajaan Sumedang
larang memperoleh tambahan wilayah berupa 10 bekas daerah kekuasaan kerajaan Pajajaran.

Kerajaan Mataram semakin bertambah jaya di bawah pemerintahan Sultan agung (1613 -1645). Oleh
karenanya, Raden Asia suradiwangsa menyatakan takluk pada Mataram di tahun 1620. Ada
beberapa penyebab tunduknya Raden Asia suradewasa pada Mataram. Ia merasa bahwa kedudukan
Sumedang terjepit di antara tiga kekuasaan besar yang sedang tumbuh saat itu yakni Mataram
Banten dan VOC. Tunduknya Raden Arya suradiwangsa ini merupakan suatu keberuntungan bagi
Mataram karena dapat menjadikan daerah Priangan sebagai benteng serta basis pertahanan di
penjuru sebelah barat terdapat ancaman serbuan VOC dan Banten.

B) Priangan di bawah kekuasaan Mataram

Raden Andi Asia suradiwangsa diangkat sebagai wedana bupati Priangan dan sekaligus Bupati
Sumedang dengan gelar Langga gempol I. Pada tahun 1624 iya pernah diminta Mataram turun serta
menaklukkan Madura. Banten menggunakan kesempatan itu untuk menyerang Sumedang dan
Rangga gede mengalami kekalahan. Sultan agung menyerahkan jabatan wedana Bupati pada Dipati
ukur, penguasa tanah ukur yang berpusat di Bandung. Sultan agung memerintahkan Dipati ukur
merebut Batavia dari tangan Belanda. Karena khawatir mendapat hukuman berat dari Sultan agung
akibat kegagalannya tersebut Adipati ukur memutuskan memberontak melawan Mataram.

Pergolakan ini baru dapat dipadamkan sepenuhnya pada 1632 dengan bantuan beberapa kepala
daerah setempat yang masih setia pada Mataram.

Kedudukan pangeran Rangga gede sebagai wedana bupati dipulihkan kembali dan ia diizinkan
pulang ke kampung halamannya. Karawang yang merupakan daerah penghasil padi utama dijadikan
suatu kabupaten tersendiri tetapi kedudukannya masih berada di bawah wedana Bupati. Priangan
tengah dibagi menjadi 4 kabupaten pertama Sumedang yaitu pemerintahan oleh pangeran Dipati
Rangga Gempol kusumadinata II kedua Sukapura dengan Ki wirawangsa umbul suka kertas yang
bergelar tumenggung wiradadaha sebagai bupatinya ketiga Bandung dengan bupatinya
diamtamanggala umbul di haur beauty yang bergelar tumenggung Wiraangunangun dan yang
keempat Parakan Muncang dengan bupatinya ke somadhita umbul Sindangkasih.

Amangkurat I (1645-1677) yang menggantikan Sultan agung kembali melakukan penataan ulang
wilayah kekuasaan. Ia membagi Mataram menjadi 12 daerah yang disebut ajeg. Reorganisasi disebut
dimaksudkan untuk memperkuat pertahanan periang terhadap ancaman yang berasal dari Banten
maupun VOC. Akibat penataan ulang ini jabatan wedana Bupati dihapuskan dan statusnya menjadi
sama dengan bupati Bupati lainnya.
Setelah tertanamnya otoritas Mataram di Priangan model pemerintah para bupati dibangun seluruh
kerajaan besar tersebut. Bupati-bupati di atas mirip replika raja Mataram dalam skala yang paling
kecil. Di mana mereka seperti penguasa Mataram mempunyai simbol-simbol kebesaran pula, yakni
payung kebesaran (song song), busana kebesaran, senjata pusaka, dan lain sebagainya.

Salah satu sumber penghasilan Bupati berasal dari tanah yang dimilikinya dan disebut cacah. Luasnya
tanah milik ini menentukan tinggi rendahnya kedudukan bupati yang bersangkutan dan bukannya
luas wilayah kabupatennya. Tanah tersebut sangat penting artinya dan ketika seorang Bupati pindah
ke daerah lain dada yang semula dimilikinya tidak perlu dilepaskan. Begitu pula bila seorang Bupati
membuka lahan di tempat jabatan barunya maka tanah itu akan menjadi haknya. Bila terjadi
perselisihan semacam ini raja Mataram yang akan menjadi penengahnya. Persengketaan masalah
tanah ini tentu saja memberi kesempatan bagi Mataram memperkuat pengaruhnya.

C) Kabupaten Priangan pada zaman VOC dan Hindia Belanda

Setelah wafatnya Sultan agung kerajaan Mataram semakin merosot dan beberapa daerah jauh di
tangan VOC termasuk Priangan. Pada perjanjian yang ditandatangani pada 19 - 20 Oktober 1677,
VOC memperoleh Priangan tengah dan barat. Tanggal 5 Oktober 1705 VOC mendapatkan lagi
Priangan timur dan Cirebon. Sehingga kini praktis seluruh daerah Priangan jatuh ke tangan Belanda.
Namun karena penguasaan Mataram semakin lemah Dan kerap meminta bantuan Belanda
lamakelamaan daerah itu jatuh sepenuhnya ke dalam kekuasaan Belanda.

Dengan menerapkan sistem pemerintah tidak langsung Belanda mengangkat para bupati bumi
putera sebagai kepanjangan tangan mereka dalam memerintah rakyat. Pengangkatan yang
berlangsung pada 15 November 1685 itu disertai pula dengan penganugerahan sejumlah tanah
lungguh (apanage) yang dihitung berdasarkan satuan cacah. Pangeran Sumedang menerima 1.500
cacah Demak timbanganten menerima 1.125 cacah tumenggung Sukapura menerima 1125 cacah
tumenggung paraka Muncang menerima 176 data gubernur imba negara menerima 708 cacah d

an lurah lurah Bojong lapang menerima 20 data serta 10 desa untuk mengawasi dan mengatur
mereka, VOC mengangkat Pangeran Aria Cirebon sebagai bupati kompeni yang bertugas melakukan
koordinator antar Bupati yang berada di bawah kekuasaannya dengan base Pluit atau surat
pengangkatan tertanggal 19 Februari 1706

Adapun tugas-tugas Bupati pada masa itu antara lain:

• Melakukan penanaman kopi, lada, kapas, dan tumbuhan lainnya yang Menguntungkan
Belanda.
• Menyerahkan hasil di daerahnya pada VOC setiap tahunnya dan bertanggung Jawab pula
atas transportasinya.
• Mengatur penanaman kopi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan Belanda dan
Menyerahkan hasilnya sebanyak yang telah ditentukan Belanda pula.
• Menyediakan tenaga kerja rodi
• Menjaga keamanan dan ketertiban daerah kekuasaannya masing-masing
• Tidak diperkenankan memecat bawahannya tanpa persetujuan Belanda atau bupati
Kompeni.
• Mengadakan sensus setiap tahun dan melaporkan hasilnya pada Belanda.
• Mengawasi kegiatan keagamaan di daerahnya.
• Menghadap secara berkala pada gubernur jenderal di Batavia
Eksploitasi kompeni berupa penyerahan hasil bumi secara paksa ini disebut Preangerstelsel atau
Sistem Priangan.Penguasa Priangan yang pertama kali Menyerahkan hasilnya pada VOC di tahun
1711 adalah Raden Aria Wiratanudatar Dari Cianjur.

Belanda masih mempertahankan hak para bupati dalam memungut pajak seperti di zaman
MataramMataram. Pada zaman itu terdapat berbagai jenis pungutan pajak seperti pajak jembatan
pajak pasar dan warung pajak penangkapan ikan pajak penjualan hewan ternak dan kuda pajak
penjualan sawah dan tanah pajak pemotongan hewan dan lain-lain sebagainya.

Pada perkembangan selanjutnya kekuasaan Belanda semakin besar dan para mulai turut campur
dalam roda pemerintahan kabupaten. Belanda mempunyai hak memutuskan sesuatu tanpa
berunding atau meminta persetujuan bupati yang bersangkutan terlebih dahulu. hak mewariskan
jabatan secara turun temurun kini ditunjukkan oleh kompeni.agar hasil yang mereka peroleh lebih
maksimal, Belanda belakangan menempatkan orangnya secara langsung untuk mengawasi
penanaman kopi di Priangan.

Borosnya kehidupan para bupati serta makin meningkatnya jumlah sebelumnya yang wajib
diserahkan menyebabkan banyak di antara mereka yang terjerumus dalam hutang pada
pemerintahan kolonial Belanda. Itulah sebabnya, Belanda merasa bahwa mereka adalah pemilik sah
bagi tanah dan wilayah para bupati itu, sementara itu para bupati hanya dianggap meminjam atau
menyewa saja dari Belanda.

Karena mengalami kebangkrutan pada 31 Desember 1799 VOC dibubarkan dan selanjutnya
kepulauan nusantara diperintah langsung oleh pemerintah Belanda. Ketika gubernur jenderal H.W.
Daendels berkuasa antara tahun 1808 sampai 1811 ia mengadakan banyak perombakan termasuk
dalam hal ke bupati yang di Priangan. Ia mengubah status bupati dari penguasa dan berdaulat penuh
(swapraja) menjadi pegawai pemerintah dengan kata lain mereka akan digaji oleh pemerintah
kolonial Belanda.

Kebijaksanaan penting Daendels adalah pembuatan jalan dari Anyer hingga Panarukan grote
password guna melancarkan bio reaksi pemerintahnya. Para bupati Priangan terutama yang
daerahnya dilalui oleh proyek jalan itu wajib menyediakan tenaga kerja rodi. Daendels mengetahui
bahwa Priangan merupakan penghasil kopi yang penting dan memperkirakannya bahwa daerah itu
mampu menghasilkan kopi sebanyak 10.000 pikul (1 pikul setara dengan kurang lebih 62 kg) setiap
tahunnya. Demi mewujudkan rencananya Daendels meneliti dan membagi daerah Priangan menjadi
daerah penghasil kopi dan bukan penghasil kopi. Bagi daerah produsen kopi utama Daendels
menentukan jumlah kopi yang harus ditanam dan menyampaikan kebijaksanaan tersebut pada para
bupatinya di mana mereka selanjutnya meneruskan perintah itu pada rakyat.

Karena para bupati merupakan budaya pemerintah kolonial Belanda mereka dapat dipecat atau
dimundasi bila gagal memenuhi tugas yang harus diembahnya. Bupati Sukapura Raden Demang
anggadipa atau Raden Tulungagung wiradadaha VIII(1807-1811) pernah pula menjadi korban
kebijaksanaan pemerintah kolonial ini. Iya menolak perintah penanaman nilai di sawah sebagai
pengganti padi karena bila tanaman padi yang ada di sawah diganti dengan nila para petani akan
kehilangan pendapatannya yang berasal dari pembudidayaan padi serta palawija sehingga terancam
bahaya kelaparan. Karena sikap bupatinya yang menentang ketetapan Belanda tersebut kabupaten
Sukapura dihapuskan dan wilayahnya digabungkan dengan Limbangan di bawah pimpinan Bupati
Raden tumenggung wangsarejo (1805-1811).
Diantara para bupati Priangan ada yang sangat memerdulikan kepentingan rakyat seperti Raden
Adipati Wirata Kusuma II(1794-1829) dari Bandung. Iya merupakan pelopor pembangunan kota
Bandung. Warga baru berhilip pernah dibebaskan dari pembayaran pajak karena ikut sertaan
mereka dalam membangun kota Bandung.

Daendels digantikan oleh gubernur jenderal Jan Willem jans yang sempat memerintah selama 4
bulan saja, karena serbuan Armada Inggris pada tahun 1811. Belanda tidak sanggup menahan
serbuan tersebut sehingga kepulauan nusantara jatuh ke tangan Inggris melalui penandatanganan
perjanjian Tuntang (17 September 1811). Sebagai wakilnya, pemerintah Inggris menempatkan T.S.
Raffles. Beberapa Kebijaksanaan Daendels tetap dijalankan oleh Raffles, seperti penghapusan hak
Bupati memerintah secara turun-temurun, di mana jabatan bupati masih tetap Sebagai pegawai
pemerintah.

Semenjak tahun 1816 kekuasaan atas Pulau Jawa balik lagi pada Belanda. Kini, Kekuasaan bupati
dikurangi kembali dengan peraturan-peraturan tertentu, sehingga Memancing ketidak-puasan di
kalangan bupati. Pada tahun 1820 dikeluarkan keputusan pemerintah yang menetapkan bahwa para
bupati harus dihormati layaknya penguasa tertinggi di kabupatennya. Meskipun kedudukannya
berada di bawah asisten residen, tetapi baik asisten residen maupun bupati harus saling
memberikan saran atau nasihatnya. Ditetapkan pula bahwa simbol-simbol kebesaran seorang bupati
perlu terus-menerus dipertontonkan pada rakyat.Pemerintah kolonial berharap Menuai keuntungan
dari semakin kokohnya kekuasaan bupati tersebut.

Gubernur Jenderal van den Bosch (1830–1833) yang ingin mengeruk Keuntungan sebesar-besarnya
dari hasil pertanian di Pulau Jawa menerapkan sistem Tanam Paksa (Kultuurstelsel). Demi
menyukseskan peraturan baru ini diperlukan Kerjasama dengan para penguasa tradisional, termasuk
bupati. Kebijaksanaan Van den Bosch ini membuahkan hasil, Karena para bupati menjadi lebih giat
menggerakkan rakyatnya meningkatkan hasil Pertanian atau perkebunan sebagaimana yang
dikehendaki penjajah. Atas usahanya Ini, mereka mendapatkan penghargaan dari pemerintah
kolonial. Raden Adipati Wiranatakusumah IV (1846–1874), bupati Bandung, mendapatkan
pembagian Keuntunguan sebesar f 800.000 per tahunnya, sehingga ia menjadi bupati Priangan
Terkaya pada masa itu dan saat meninggal, kekayaannya mencapai f. 4.000.000.

Menjelang pertengahan abad ke-19, bangkit gerakan liberal di Belanda yang Menentang
praktikpraktik tak manusiawi Tanam Paksa. Oleh karena itu, secara Bertahap pelaksanaan tanam
paksa dihapuskan. Penentangan ini semakin kuat, Setelah terbitnya buku karya Multatuli berjudul
Max Havellar dan tulisan Frans van De Putte berjudul Suiker Contracten. Isinya memaparkan
penderitaan rakyat yang Timbul akibat sistem Tanam Paksa tersebut. Akhirnya pada tahun 1870,
Tanam Paksa secara resmi dihapuskan, terkecuali bagi tanaman kopi yang baru berakhir Tahun 1917.
Selanjutnya, pada kurun waktu akhir abad ke-19, Belanda melakukan Berbagai reorganisasi
pemerintahan Priangan, berupa pembagian ulang kawasan itu Menjadi 9 afdeeling.

Para bupati yang berjasa meningkatkan produksi kopi atau kemajuan daerahnya Akan memperoleh
tanda penghargaan dari Belanda. Terdapat sederetan bupati Yang menerima penghargaan semacam
itu menjelang akhir abad ke-19 dan awal Abad ke-20 atas keberhasilan mereka memajukan
daerahnya.

Bupati Bandung, Raden Adipati Aria Martanagara (1893–1918) berjasa Meningkatkan hasil kopi,
memproduksi genteng bagi tempat kediaman rakyatnya, Membangun sarana pengairan dan
infrastruktur berupa jembatan, membuka areal Pertanian, dan lain sebagainya. Dengan besluit no.2
tertanggal 27 Agustus 1900, ia Memperoleh anugerah Bintang Mas dan gelar adipati (besluit
tertanggal 29 Agustus 1906). Bupati yang terkenal Memajukan kebudayaan adalah Raden Adipati
Wiranatakusumah V (Raden Adipati Kusumadilaga). Ia tercatat menghidupkan kembali kesenian
wayang. Bupati lainnya Yang juga memperoleh penghargaan adalah Raden Prawiradireja (1863–
1910) Dari Cianjur berupa hak memakai gelar adipati dan demikian pula dengan Raden
Wirahadiningrat (1874–1906) dari Sukapura, yang masih ditambah lagi dengan Bintang Oranye
Nassau. Pangeran Suriakusumah Adinata (1836–1882) dari Sumedang

d) Sistem pemerintahan

Para bupati di Priangan pernah mengalami pasang surut dari segi wewenang dan Kekuasaannya,
sebagaimana yang baru saja diulas di atas. Sebelum jatuh ke tangan Mataram, di sana pernah berdiri
Kerajaan Sumedang Larang. Namun kemudian turun Posisinya menjadi wedana bupati Priangan
(merangkap bupati Sumedang), yang masih Lebih tinggi kedudukannya dibandingkan bupati-bupati
Priangan lainnya.

Jalinan bupati dengan rakyatnya boleh dikatakan sangat kuat karena ikatan Feodal masa itu. Belanda
berupaya memutuskan mata rantai ikatan ini, tetapi gagal. Secara umum Belanda menggunakan
sistem pemerintahan tak langsung, di mana Mereka tidak berhubungan langsung dengan rakyat;
melainkan melalui perantaraan Para bupati tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Pustaka Gambar
https://facebook.com/indonesiapustaka
https://twitter.com/museumnasional/status/900936015161864194
https://pakdosen.co.id/kerajaan-banten/
https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fstatic.republika.co.id%2Fuploads
%2Fimages%2Finpicture_slide%2F-ilustrasi-lukisan-pelabuhan-banten-pada-abad-ke-19-
_190221081924-775.png&imgrefurl=https%3A%2F%2Fwww.republika.co.id%2Fberita
%2Fpn951e458%2Fselintas-sejarah-kesultanan-banten-
6&tbnid=ZhUNeKlkVjeVPM&vet=12ahUKEwjw0cvNwPX5AhWHk9gFHQdUD-
QQMygHegUIARC2AQ..i&docid=KT4HZIrItF4RzM&w=830&h=556&q=gambar%20kesultanan
%20banten%20diambil%20alih%20oleh
%20belanda&ved=2ahUKEwjw0cvNwPX5AhWHk9gFHQdUD-QQMygHegUIARC2AQ
Pustaka Buku
SEJARAH Indonesia untuk SM/SMA Kelas X Ratna Hapsari
SEJARAH Indonesia untuk SM/SMA Kelas XI Ratna Hapsari
Mengenal budaya nasional : kerajaan nusantara / penulis, Joko Darmawan, L. Anwarsono

file:///C:/Users/Yakin%20L/Documents/Ensiklopedi%20Kerajaan-Kerajaan%20Nusantara
%20Hikayat%20dan%20Sejarah%201%20(Ivan%20Taniputera)%20(z-lib.org).pdf

VOC di Kepulauan Indonesia: Berdagang dan Menjajah

Anda mungkin juga menyukai