PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Banten
Kerajaan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam di Provinsi Banten. Berikut sejarah
kerajaan Banten.
Pada awalnya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian
dari Kerajaan Sunda. Kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Cirebon dan
Kesultanan Demak. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, Sultan Cirebon kedua
adalah ayah dari Maulana Hasanuddin.
Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke
kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Ia
menjadi pemimpin pertama Kerajaan Banten yang memerintah pada 1522 sampai dengan
1570.
1. Letak dan Pendirian Kerajaan
Kerajaan Banten didirikan oleh Maulana Hasanudin, putra dari Syarif Hidayatullah,
Sultan Cirebon. Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana
Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke kawasan penghasil lada di
Lampung.
Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan ini. Selain itu, ia juga telah
memainkan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan
Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.
Seiring dengan kemunduran Kerajaan Demak terutama setelah meninggalnya Sultan
Trenggana, Banten mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang dapat berdiri
sendiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada 1570
melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan
Pajajaran pada 1579.
Ia lalu digantikan anaknya Maulana Muhammad yang mencoba menguasai
Palembang pada 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit pergerakan
Portugis di Nusantara. Sayang, ia gagal dan meninggal dalam penaklukkan tersebut.
Selanjutnya pada masa Pangeran Ratu, anak Maulana Muhammad, mulai secara
intensif memainkan hubungan diplomasi. Ia mengirim surat untuk Raja Inggris, James I
pada 1605 dan pada 1629 untuk Charles I.
2. Masa Kejayaan
Kerajaan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam
menopang perekonomiannya. Kesultanan Banten berkembang pesat dengan menjadi
salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu.
Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara. Banten kemudian menjadi
kawasan multietnis. Banten juga berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam,
Filipina, Tiongkok dan Jepang, dibantu orang Inggris, Denmark, dan Tionghoa.
Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah pada 1651-1682 dipandang sebagai masa
kejayaan Kerajaan Banten. Di bawah kekuasannya, Banten memiliki armada. Ia
mengupah orang Eropa untuk memperagakan pekerjaan pada Kesultanan Banten.
Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya
ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (sekarang Kalimantan Barat) dan
menaklukkannya pada 1661. Pada masa ini Banten juga berupaya keluar dari tekanan
yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melaksanakan blokade atas kapal-kapal
dagang menuju Banten.
3. Kemunduran
Kerajaan Banten mengalami kemunduran yang bermula dari perselisihan Sultan
Ageng Tirtayasa dengan sang putra, yakni Sultan Haji karena perebutan kekuasaan. VOC
lalu memanfaat keadaan tersebut dengan cara memihak Sultan Haji dan membuat Sultan
Ageng bersama dengan 2 orang puteranya, yakni Pangeran Purbaya serta Syekh Yusuf
harus mundur menuju pedalaman Sunda.
Pada 14 Maret 1683, Sultan Ageng kemudian ditangkap dan ditahan di Batavia. Ini
menyusul pada 14 Desember 1683, Syekh Yusuf juga ditangkap VOC serta Pangeran
Purbaya yang kemudian juga menyerahkan dirinya.
Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan
kompensasi kepada VOC. Antara lain, pada 12 Maret 1682 wilayah Lampung diserahkan
kepada VOC. Ini seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint
Martin, Laksamana kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten.
Akhirnya VOC juga memeeroleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung.
Berdasarkan perjanjian pada 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian
akibat perang tersebut kepada VOC.
Sultan Haji kemudian meninggal pada 1687 dan VOC menguasai Banten. Ini
membuat pengangkatan Sultan Banten harus disetujui oleh Gubernur Jenderal Hindian
Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya untuk menggantikan Sultan
Haji dan kemudian digantikan kembali oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul
Abidin.
Pada 1808 sampai dengan 1810, Gubernur Hindia Belanda melakukan penyerangan
ke Banten di masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin
Zainussalihin. Penyerangan ini terjadi karena Sultan tidak mau menuruti permintaan
Hindia Belanda yang ingin memindahkan ibu kota Banten ke Anyer.
A. Kesimpulan
Berdirinya Kesultanan Islam Banten;
Perpindahan ibukota kesultanan dari Banten Girang ke Banten Lama pada masa
Sultan Hasanuddin; Dampak perpindahan Ibukota terhadap perubahan ekologi kota
dan perubahan sosial ekonomis masyarakat; dan pengembangan infrastruktur dan
pemukiman masyarakat Banten sebelum masa kesultanan dan menjelang masa
pemerintahan..Sultan.Maulana..Yusuf.
Tentang Sultan Maulana Yusuf sebagai Sultan ke-2 di Kesultanan Banten dilihat
dari latar keluarga Sultan Maulana Yusuf dan latar pendidikan Sultan Maulana
Yusuf; kemudian akan dikaji konsep gawe kuta baluwarti bata kalawan kawis
melihat dari konsep historis dan konsep simbolisnya; dan penerapan konsep gawe
kuta baluwarti bata kalawan kawis pada pengembangan infrastruktur Kesultanan
Banten tahun 1570-1580 seperti yang dapat dilihat pada penyediaan fasilitas
infrastruktur Kesultanan Banten, seperti: keraton, masjid, pasar dan pelabuhan,
irigasi pertanian dan jaringan air bersih dan jaringan jalan
Secara khusus memperlihatkan pemukiman masyarakat
di Kesultanan Banten. Pembahasan bab ini dilihat dari: lapisan masyarakat di
Kesultanan Banten; penyediaan pemukiman masyarakat berdasarka pengelompokkan
lapisan masyarakat; dan pemukiman Kasunyatan sebagai pusat
keagamaan.
B. Saran.
Saran tersebut ditujukan baik kepada diri penulis sendiri, generasi muda maupun
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten selaku pihak yang paling berkepentingan
dalam kebijakan pembangunan fisik di Banten.