Anda di halaman 1dari 3

Kerajaan Banten

1. Sejarah Kerajaan Banten


Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah
menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan. Hal ini didukung oleh posisinya yang
strategis, yaitu di ujung barat Pulau Jawa, lebih tepatnya di Tanah Sunda, Provinsi Banten.
Kerajaan Banten didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati pada abad ke-
16. Kendati demikian, Sunan Gunung Jati tidak pernah bertindak sebagai raja. Raja
pertama Kesultanan Banten adalah Sultan Maulana Hasanuddin, yang berkuasa antara
1552-1570 M. Sedangkan masa kejayaan Kerajaan Banten berlangsung ketika
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683 M). Sultan Ageng Tirtayasa berhasil
memajukan kekuatan politik dan angkatan perang Banten untuk melawan VOC.
Sebelum periode Islam, Banten adalah kota penting yang masih dalam kekuasaan
Pajajaran. Pada awalnya, penguasa Pajajaran bermaksud menjalin kerjasama dengan
Portugis untuk membantunya dalam menghadapi orang Islam di Jawa Tengah yang telah
mengambil alih kekuasaan dari tangan raja-raja bawahan Majapahit. Namun, sebelum
Portugis sempat mengambil manfaat dari perjanjian dengan mendirikan pos perdagangan,
pelabuhan Banten telah diduduki oleh orang-orang Islam.
Sunan Gunung Jati berhasil menguasai Banten pada 1525-1526 M. Kedatangan
Sunan Gunung Jati ke Banten adalah bagian dari misi Sultan Trenggono dari Kerajaan
Demak untuk mengusir Portugis dari nusantara. Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan
Gunung Jati segera mengambil alih pemerintahan, tetapi tidak mengangkat dirinya sebagai
raja. Pada 1552 M, Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon dan menyerahkan Banten
kepada putra keduanya, Sultan Maulana Hasanuddin. Sejak saat itu, Sultan Maulana
Hasanuddin resmi diangkat sebagai raja pertama Kerajaan Banten.
A. Perkembangan agama Islam dan kehidupan sosial Kerajaan Banten
Setelah menjadi raja, Sultan Maulana Hasanuddin melanjutkan cita-cita ayahnya
untuk meluaskan pengaruh Islam di tanah Banten. Bahkan Banten mempunyai peranan
penting dalam penyebaran Islam di nusantara, khususnya di wilayah Jawa Barat, Jakarta,
Lampung, dan Sumatera Selatan. Menurut catatan sejarah Banten, sultan yang berkuasa
masih keturunan Nabi Muhammad, sehingga agama Islam benar-benar menjadi pedoman
rakyatnya. Meski ajaran Islam memengaruhi sebagian besar aspek kehidupan,
masyarakatnya telah menjalankan praktik toleransi terhadap pemeluk agama lain. Terlebih
lagi, banyak orang India, Arab, Cina, Melayu, dan Jawa yang menetap di Banten.
Salah satu bukti toleransi beragama pada masa pemerintahan Kesultanan Banten
adalah dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten pada 1673 M. Kehidupan sosial
masyarakat Banten semakin makmur pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sebab, sultan sangat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya, salah satu caranya dengan
menerapkan sistem perdagangan bebas. Berdirinya, Raja-raja, Keruntuhan, dan
Peninggalan Kehidupan ekonomi Kerajaan Banten Sebelum menjadi kesultanan, Banten
merupakan penghasil rempah-rempah lada yang menjadi komoditas perdagangan. Pada
masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, hal itu dimanfaatkan untuk
mengembangkan Banten menjadi bandar perdagangan yang lebih besar. Setelah Sultan
Maulana Yusuf berkuasa, menggantikan Maulana Hasanuddin, sektor pertanian juga
dikembangkan untuk mendukung perekonomian rakyatnya.
B. Masa Kejayaan Kerajaan Banten
Kerajaan Banten berhasil mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa. Beberapa hal yang dilakukannya untuk memajukan Kesultanan
Banten di antaranya, sebagai berikut. Memajukan wilayah perdagangan Banten hingga ke
bagian selatan Pulau Sumatera dan Kalimantan Banten dijadikan tempat perdagangan
internasional yang memertemukan pedagang lokal dengan pedagang Eropa Memajukan
pendidikan dan kebudayaan Islam Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan
bantuan arsitektur Lucas Cardeel Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan
dari kerajaan lain dan serangan pasukan Eropa Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal
sebagai raja yang gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia. Di bawah
kekuasaannya, kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat.
C. Masa kemunduran kerajaan Banten
Kegigihan Sultan Ageng Tirtayasa dalam melawan VOC mendorong Belanda
melakukan politik adu domba. Politik adu domba ditujukan kepada Sultan Ageng Tirtayasa
dengan putranya, Sultan Haji, yang kala itu sedang terlibat konflik. Siasat VOC pun
berhasil, hingga Sultan Haji mau bekerjasama dengan Belanda demi meruntuhkan
kekuasaan ayahnya. Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara sehingga
harus menyerahkan kekuasaannya kepada putranya. Penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa
menjadi tanda berkibarnya kekuasaan VOC di Banten. Meski Sultan Abu Nashar Abdul
Qahar atau Sultan Haji diangkat menjadi raja, tetapi pengangkatan tersebut disertai
beberapa persyaratan yang tertuang dalam Perjanjian Banten. Sejak saat itu, Kesultanan
Banten tidak lagi memiliki kedaulatan dan penderitaan rakyat semakin berat. Dengan
kondisi demikian, sangat wajar apabila masa pemerintahan Sultan Haji dan sultan-sultan
setelahnya terus diwarnai banyak kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala
bidang. Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC berlangsung hingga awal abad ke-19.
Untuk mengatasi hal itu, pada 1809 Gubernur Jenderal Daendels menghapus Kesultanan
Banten.

2. Kehidupan Ekonomi
Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi
bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun faktor-faktornya ialah:
(1) letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan; (2) jatuhnya Malaka ke tangan
Portugis, sehingga para pedagang Islam tidak lagi singgah di Malaka namun langsung
menuju Banten; (3) Banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada. Banten yang
menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat, Persia, Turki,
Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk perkampungan-
perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab mendirikan Kampung
Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-orang Indonesia mendirikan
Kampung Banda, Kampung Jawa dan sebagainya.
3. Kehidupan Sosial-budaya
Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial
masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Setelah
Banten berhasil mengalahkan Pajajaran, pengaruh Islam makin kuat di daerah pedalaman.
Pendukung kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yakni ke daerah Banten Selatan,
mereka dikenal sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan yang
artinya Pasundan yang pertama. Mereka mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak
pengaruh Islam
Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik,
karena sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah Sultan
Ageng Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan Belanda dalam berbagai kehidupan
sosial masyarakat berubah merosot tajam. Seni budaya masyarakat ditemukan pada
bangunan Masjid Agung Banten (tumpang lima), dan bangunan gapura-gapura di Kaibon
Banten. Di samping itu juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang
Belanda, pelarian dari Batavia yang telah menganut agama Islam. Susunan istananya
menyerupai istana raja di Eropa.
4. Peninggalan kerajaan Banten
1. Masjid Agung Banten
2. Istana Keraton Kaibon Banten
3. Istana Keraton Surosowan Banten
4. Benteng Speelwijk
5. Danau Tasikardi
6. Meriam Ki Amuk
7. Vihara Avalokitesvara
8. Serta Benda Benda Berharga Seperti Keris

Anda mungkin juga menyukai