Anda di halaman 1dari 42

KESULTANAN BANTEN

LETAK KESULTANAN BANTEN


Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di
propinsi Banten. Wilayah kekuasaan Banten meliputi
bagian barat Pulau Jawa, seluruh wilayah Lampung,
dan sebagian wilayah selatan Jawa Barat. Situs
peninggalan Kerajaan Banten tersebar di beberapa
kota seperti Tangerang, Serang, Cilegon, dan
Pandeglang. Pada mulanya, wilayah Kesultanan
Banten termasuk dalam kekuasaan Kerajaan Sunda.
Dengan posisi yang strategis ini Kerajaan Banten
berkembang menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa
dan bahkan menjadi saingan berat bagi VOC di
Batavia.
LETAK KERAJAAN BANTEN
KEHIDUPAN POLITIK
Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran.
Namun pada tahun 1524 wilayah Banten berhasil dikuasai oleh
Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah. Pada waktu
Demak terjadi perebutan kekuasaan, Banten melepaskan diri dan
tumbuh menjadi kerajaan besar.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan
Hasanudin, putra Syarif Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap
sebagai peletak dasar Kerajaan Banten. Banten semakin maju di
bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh faktor-
faktor berikut ini:
1. Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke
tangan Portugis, Banten menjadi bandar utama karena dilalui jalur
perdagangan laut.
2. Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi
perdagangan utama bangsa Eropa menuju Asia.
3. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa terhadap
kemajuan Kerajaan Banten adalah sebagai berikut:

1. Memajukan wilayah perdagangan yang berkembang sampai ke bagian


selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
2. Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan.
3. Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid
yang belajar agama Islam ke Banten.
4. Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur
Lucas Cardeel.
5. Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan.
6. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang gigih
menentang pendudukan VOC di Indonesia. Kekuatan politik dan
angkatan perang Banten maju pesat di bawah kepemimpinannya.
Namun akhirnya VOC menjalankan politik adu domba antara Sultan
Ageng dan putranya, Sultan Haji. Berkat politik adu domba tersebut Sultan
Ageng Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia
hingga wafat pada tahun 1629 Masehi.
PUNCAK KEJAYAAN
Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan
perdagangan dalam menopang perekonomiannya. Monopoli atas
perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus
sebagai pedagang perantara dan Kesultanan Banten berkembang pesat,
menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan
laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-
etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang
dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang
sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada
yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, juga telah mengupah
orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur
pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke
Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan
menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar
dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah
melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.
MASA KESULTANAN :

Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin memerintah


pada tahun 1552 1570
Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan memerintah pada
tahun 1570 1585
Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana memerintah
pada tahun 1585 1596
Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran
Ratu memerintah pada tahun 1596 1647
Sultan Abu al-Maali Ahmad memerintah pada tahun 1647
1651
Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah
memerintah pada tahun 1651-1682
Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar memerintah pada tahun
1683 1687
Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya memerintah pada tahun 1687 1690
Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin memerintah pada tahun
1690 1733
Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin memerintah pada tahun
1733 1747
Ratu Syarifah Fatimah memerintah pada tahun 1747 1750
Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri memerintah pada tahun 1753 1773
Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin memerintah pada tahun 1773
1799
Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin memerintah pada
tahun 1799 1803
Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin memerintah pada
tahun 1803 1808
Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin memerintah
pada tahun 1809 1813
KEHIDUPAN EKONOMI
Kehidupan ekonomi kerajaan Banten bertumpu pada bidang
perdagangan karena memiliki bahan ekspor penting, yaitu lada
sebagai daya tarik yang kuat bagi pedagang asing.
Dalam meletakan dasar pembangunan ekonomi Banten,
selain di bidang perdagangan untuk daerah pesisir, pada kawasan
pedalaman pembukaan sawah mulai diperkenalkan. Asumsi ini
berkembang karena pada waktu itu di beberapa kawasan
pedalaman seperti Lebak, perekonomian masyarakatnya ditopang
oleh kegiatan perladangan, sebagaimana penafsiran dari
naskah sanghyangsiksakandangkaresian yang menceritakan
adanya istilah pahuma(peladang), panggerek (pemburu)
dan panyadap (penyadap). Ketiga istilah ini jelas lebih kepada
sistem ladang, begitu juga dengan nama peralatanya
seperti kujang, patik, baliung, kored dan sadap.
Pada masa Sultan Ageng antara 1663 dan 1667 pekerjaan
pengairan besar dilakukan untuk mengembangkanpertanian.
Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan
menggunakan tenaga sebanyak 16000 orang. Di
sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40000 ribu hektar
sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam.
30000-an petani ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk
orang Bugis dan Makasar. Perkebunan tebu, yang
didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an, dikembangkan.
Di bawah Sultan Ageng, perkembangan penduduk Banten
meningkat signifikan.

Tak dapat dipungkiri sampai pada tahun 1678, Banten telah


menjadi kota metropolitan, dengan jumlah penduduk dan
kekayaan yang dimilikinya menjadikan Banten sebagai salah
satu kota terbesar di dunia pada masa tersebut.
KEHIDUPAN SOSIAL
Kehidupan sosial rakyat Banten berlandaskan ajaran-ajaran
yang berlaku dalam agama Islam.Pada masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial masyarakat Banten
semakin meningkat dengan pesat karena sultan
memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.Usaha yang ditempuh
oleh Sultan Ageng Tirtayasa adalah menerapkan sistem
perdagangan bebas dan mengusir VOC dari Batavia.

Menurut catatan sejarah Banten, Sultan Banten termasuk


keturunan Nabi Muhammad SAW sehingga agama Islam benar-
benar menjadi pedoman hidup rakyat. Meskipun agama Islam
mempengaruhi sebagian besar kehidupan Kesultanan Banten,
namun penduduk Banten telah menjalankan praktek toleransi
terhadap keberadaan pemeluk agama lain. Hal ini dibuktikan
dengan dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten
pada tahun 1673.
Kerajaan Banten menerapkan sistem timbal balik, Kerajaan
akan membina hubungan baik terhadap Negara manapun yang
ingin membina hubungan baik dengan Kerajaan, tapi sebaliknya
Kerajaan Banten menerapkan sistem perlawanan terhadap
bangsa manapun yang ingin menganggu kedaulatan Kerajaan.
Sayangnya ini hanya berlangsung pada masa Sultan Ageng
Tirtayasa saja, karena pada masa kepemimpinan Sultan Haji
Kerajaan Banten justru mengalami keruntuhan karena pada
masa itu Kerajaan Banten berada dibawah naungan Belanda
yang ingin menguasai pemerintah dan perekonomian Banten
sepeunuhnya.
Sejak kematian Sultan Ageng Tirtayasa pemerintahan
Kerajaan Banten mengalami banyak kemunduran karena terjadi
perebutan tahta dan perang saudara hingga akhirnya Banten
dikuasai oleh Belanda.
KEHIDUPAN BUDAYA
Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari
beragam etnis yang ada di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis,
Makassar, dan Bali. Beragam suku tersebut memberi pengaruh terhadap
perkembangan budaya di Banten dengan tetap berdasarkan aturan agama
Islam. Pengaruh budaya Asia lain didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat
perang Fujian tahun 1676, serta keberadaan pedagang India dan Arab yang
berinteraksi dengan masyarakat setempat.
Hasil peninggalan kebudayaan yang bersifat materi dari Kerajaan Banten
berupa bangunan-bangunan yang bentuk dan ukirannya mendapatkan
pengaruh dari kebudayaan Islam. Contoh dari peninggalan tersebut bisa kita
lihat pada adanya pembangunan masjid yang pada masa Kesultanan Banten,
masjid dijadikan sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah. Selain masjid
hasil peninggalan kebudayaan berupa materi berupa hasil karya sastra berupa
nyanyian-nyanyian bernada islami, teknik membaca Al-quran, serta hikayat
mengenai cerita-cerita bertema islam. Selain peninggalan satra juga terdapat
bangunan peninggalan istana pada masa Kesultanan Banten. Bangunan-
bangunan tersebut adalah peninggalan materi yang bercorak islam karena
dibangun pada masa kekusaan Kerajaan Banten yang bercorak islam.
Dalam bidang seni bangunan Banten meninggalkan
seni bangunan Masjid Agung Banten yang dibangun
pada abad ke-16. Selain itu, Kerajaan Banten memiliki
bangunan istana dan bangunan gapura pada Istana
Kaibon yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel, seorang
Belanda yang telah memeluk agama Islam. Sejumlah
peninggalan bersejarah di Banten saat ini dikembangkan
menjadi tempat wisata sejarah yang banyak menarik
kunjungan wisatawan dari dalam dan luar negeri.
FAKTOR KEMAJUAN
Beberapa faktor penyebab kemajuaan kerajaan ini adalah :
1. Letaknya sangat strategis, yaitu di Selat Sunda,
2. Pelabuhan kerajaan Banten memenuhi persyaratan yang
baik.
3. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.

FAKTOR KEMUNDURAN
Beberapa faktor penyebab kemunduran kerajaan ini adalah :
1. Mangkatnya Raja Besar Banten Maulana Yusuf dan tidak
ada yang menggantikannya,
2. Perang saudara antara saudara Maulana Yusuf dengan
pembesar Kerajaan Banten.
PENINGGALAN-PENINGGALAN

Di Banten Lama dan sekitarnya kini masih terdapat


beberapa peninggalan kepurbakalaan yang berasal dari
zaman kerajaan Islam Banten (abad XVI XVIII)
Peninggalan tersebut ada yang masih utuh namun
banyak yang tinggal reruntuhannya saja bahkan tidak
sedikit yang berupa fragmen-fragmen kecil. Peninggalan
berupa artefak artefak kecil yang dikumpulkan dalam
penelitian dan penggalian kepurbakalaan kini telah
disimpan di Museum Situs Kepurbakalaan yang terletak di
halaman depan bekas Keraton Surosowan.
Komplek Keraton Surosowan Komplek Mesjid Agung
Meriam Ki Amuk Mesjid Pacinan Tinggi
Komplek Keraton Kaibon Mesjid Koja
Kerkhof Klenteng Cina
Benteng Spelwijk
Watu Gilang Makam Kerabat Sultan
Mesjid Agung Kenari Museum Banten
Pelabuhan Karangantu Tasikardi
Foto: Pintu masuk menuju komplek makam raja-raja Mataram
Kerajaan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang
didirikan oleh Sutawijaya, keturunan dari Ki Ageng
Pemanahan yang mendapat hadiah sebidang tanah dari
raja Pajang, Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir).

Kerajaan Mataram Islam berdiri sekitar


tahun 1586 . Kerajaan ini bermula dari
sebuah daerah kadipaten yang berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Pajang.
Raja pertama Kerajaan Mataram Islam
adalah Sutawijaya. Sutawijaya memerintah
dari tahun 1586 1601. Ia bergelar
Panembahan Senopati ing Alogo Sayidin
Panotogomo.

Pada tanggal 13 Februari 1755, Mataram pecah menjadi dua


kerajaan. Pembagian ini didasarkan pada isi Perjanjian
Giyanti.
Kedua kerajaan tersebut adalah Kesultanan Yogyakarta
(Ngayogyakarta Hadiningrat) dengan pusatnya di
Yogyakarta. Kesultanan Yogyakarta diperintah oleh
Mangkubumi dengan gelar Hamengku Buwono I.
Kesuhunan Surakarta dengan pusatnya di Surakarta.
Kesuhunan Surakarta diperintah oleh Susuhunan
Pakubuwono III.
Perkembangan berikutnya, Kesuhunan Surakarta pecah
menjadi dua, yaitu Kesuhunan dan Mangkunegaran.
Pembagian ini didasarkan pada
Perjanjian Salatiga pada tahun
1757 antara Mas Said dan Mataram.
Kasultanan Yogyakarta
akhirnya juga terbagi atas
Kasultanan dan Paku
Alaman.
Daerah Kekuasaan Kerajaan Mataram Islam
Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan mataram islam
adalah sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi
dan mutlak ada pada diri sultan.
Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat
keramat, yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air
muka dan kewibawannya yang tiada tara. Raja menampakkan
diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun istana.
Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang
merupakan penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada
pula panglima perang yang bergelar Kusumadayu, serta
perwira rendahan atau Yudanegara. Pejabat lainnya adalah
Sasranegara, pejabat administrasi.
KEHIDUPAN EKONOMI

Menggantungkan kehidupan ekonominya dari


sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang
berada di pedalaman.
Mataram juga memiliki daerah kekuasan di
daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas
sebagai pelaut.
KEHIDUPAN SOSIAL
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram,
tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam
tanpa meninggalkan norma-norma lama
Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi,
kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan.
Disusun masyarakat yang bersifat feodal atas
dasar kehidupan agraris.
Para pejabat mendapat imbalan berupa tanah
garapan atau pajak tanah.
KEHIDUPAN BUDAYA
Kebudayaan yang berkembang berupa seni tari, pahat,
suara, dan sastra.
Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah upacara
kejawen. Misal upacara grebeg.
Memunculkan karya sastra yang terkenal, yaitu kitab
sastra gending
Adanya penanggalan tahun jawa yang didasarkan
peredaran bulan.
Sultan Agung mengarang Kitab Sastra Gending ( Kitab
Filsafat, Kitab Niti Sruti, Niti Sastra, dan Astabrata )
Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada
masa pemerintahan Raden Mas Rangsang yang bergelar
Sultan Agung Senopati ing Albogo Ngabdurrachman atau
lebih dikenal sebagai Sultan Agung (1613-1645).

Daerah kekuasaannya mencakup Pulau


Jawa (kecuali Banten dan Batavia),
Pulau Madura, dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat.
Pada waktu itu,Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie ) Belanda. Kekuatan militer Mataram
sangat besar.
Sumber-sumber berita : Seni dan Tradisi :

Sastra Ghending
karya Sultan Agung
Kerajinan perak (Kotagede)
Babad Tanah Jawi Serat Centini
Bangunan-bangunan, Benda Pusaka dan lainnya

Segara Wana dan Syuh Brata


(Meriam) Masjid Agung Negara

Gerbang Makam kota gede

Masjid makam Kota Gede Rumah Kalang


Makam raja-raja Mataram
di Imogiri
PUNCAK KEJAYAAN MATARAM ISLAM
Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada
jaman Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah
kekuasaannya mencakup Pulau Jawa (kecuali Banten dan
Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di
Kalimantan Barat. Pada waktu itu, Batavia dikuasai VOC
(Vereenigde Oost Indische Compagnie ) Belanda. Kekuatan
militer Mataram sangat besar. Sultan Agung yang sangat
anti kolonialisme itu menyerang VOC di Batavia sebanyak
dua kali (1628 dan 1629). Menurut Moejanto sepertiyang
dikutip oleh Purwadi (2007), Sultan Agung memakai konsep
politik keagung binataran yang berarti bahwa kerajaan
Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat, tidak
tersaingi, dan tidak terbagi-bagi.
Kemunduran Mataram Islam berawal saat
kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan
menguasai seluruh Jawa dari Belanda.
Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi
rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat
dikerahkan untuk berperang.
~ SELESAI ~

Anda mungkin juga menyukai