Anda di halaman 1dari 4

KERAJAAN BANTEN

Kesultanan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Tatar
Pasundan, Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan
Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan
beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan
perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah
penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang
dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi
kesultanan yang berdiri sendiri.
Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang luar
biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan
pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber
daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni
Kesultanan Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada
tahun 1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan
dihancurkan, dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari raja
bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.

Sumber : http://www.zonasiswa.com/2015/06/sejarah-kerajaan-banten-kehidupan.html
1. Sistem pemerintahan
Setelah Banten muncul sebagai kerajaan yang mandiri, penguasanya menggunakan
gelar Sultan, sementara dalam lingkaran istana terdapat gelar Pangeran Ratu, Pangeran
Adipati, Pangeran Gusti, dan Pangeran Anom yang disandang oleh para pewaris.Pada
pemerintahan Banten terdapat seseorang dengan
gelar Mangkubumi, Kadi, Patih serta Syahbandar yang memiliki peran dalam administrasi
pemerintahan. Sementara pada masyarakat Banten terdapat kelompok bangsawan yang digelari
dengan tubagus (Ratu Bagus), ratu atau sayyid, dan golongan khusus lainya yang mendapat
kedudukan istimewa adalah terdiri atas kaum ulama, pamong praja, serta kaum jawara.
Pusat pemerintahan Banten berada antara dua buah sungai yaitu Ci Banten dan Ci Karangantu. Di
kawasan tersebut dahulunya juga didirikan pasar, alun-alun dan Istana Surosowan yang dikelilingi
oleh tembok beserta parit, sementara disebelah utara dari istana dibangun Masjid Agung
Banten dengan menara berbentuk mercusuar yang kemungkinan dahulunya juga berfungsi
sebagai menara pengawas untuk melihat kedatangan kapal di Banten.
Berdasarkan Sejarah Banten, lokasi pasar utama di Banten berada antara Masjid Agung Banten
dan Ci Banten, dan dikenal dengan nama Kapalembangan. Sementara pada kawasan alun-alun
terdapat paseban yang digunakan oleh Sultan Banten sebagai tempat untuk menyampaikan
maklumat kepada rakyatnya. Secara keseluruhan rancangan Kota Banten berbentuk segi empat
yang dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau representasi yang dikenal dengan nama mandala.
Selain itu pada kawasan Kota terdapat beberapa kampung yang mewakili etnis tertentu, seperti
Kampung Pekojan (Persia) dan Kampung Pecinan.
Kesultanan Banten telah menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singah ke Banten, pemungutan
cukai ini dilakukan olehSyahbandar yang berada di kawasan yang dinamakan Pabean. Salah
seorang syahbandar yang terkenal pada masa Sultan Ageng bernama Syahbandar Kaytsu.

Kemasyarakatan:
Kemajuan Kesultanan Banten ditopang oleh jumlah penduduk yang banyak serta multi-etnis.
Mulai dari Jawa, Sunda dan Melayu. Sementara kelompok etnis nusantara lain dengan jumlah
signifikan antara lain Makasar, Bugis dan Bali.
Dari beberapa sumber Eropa disebutkan sekitar tahun 1672, di Banten diperkirakan terdapat antara
100 000 sampai 200 000 orang lelaki yang siap untuk berperang, sumber lain menyebutkan, bahwa
di Banten dapat direkrut sebanyak 10 000 orang yang siap memanggul senjata. Namun dari sumber
yang paling dapat diandalkan, pada Dagh Register-(16.1.1673) menyebutkan dari sensus yang
dilakukan VOC pada tahun 1673, diperkirakan penduduk di kota Banten yang mampu
menggunakan tombak atau senapan berjumlah sekita 55 000 orang. Jika keseluruhan penduduk
dihitung, apa pun kewarganegaraan mereka, diperkirakan berjumlah sekitar 150 000 penduduk,
termasuk perempuan, anak-anak, dan lansia.
Sekitar tahun 1676 ribuan masyarakat Cina mencari suaka dan bekerja di Banten. Gelombang
migrasi ini akibat berkecamuknya perang di Fujian serta pada kawasan Cina Selatan lainnya.
Masyarakat ini umumnya membangun pemukiman sekitar pinggiran pantai dan sungai serta
memiliki proporsi jumlah yang signifikan dibandingkan masyarakat India dan Arab. Sementara di
Banten beberapa kelompok masyarakat Eropa
seperti Inggris, Belanda, Perancis, Denmark dan Portugal juga telah membangun pemondokan
dan gudang di sekitar Ci Banten.

Ekonomi: Dalam meletakan dasar pembangunan ekonomi Banten, selain di


bidang perdagangan untuk daerah pesisir, pada kawasan pedalaman pembukaan sawah mulai
diperkenalkan. Asumsi ini berkembang karena pada waktu itu di beberapa kawasan pedalaman
seperti Lebak, perekonomian masyarakatnya ditopang oleh kegiatan perladangan, sebagaimana
penafsiran dari naskah sanghyang siksakanda ng karesian yang menceritakan adanya
istilah pahuma (peladang), panggerek (pemburu) dan panyadap (penyadap). Ketiga istilah ini
jelas lebih kepada sistem ladang, begitu juga dengan nama peralatanya
seperti kujang, patik, baliung, kored dansadap.
Pada masa Sultan Ageng antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk
mengembangkan pertanian. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan
tenaga sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000 ribu hektare
sawah baru dan ribuan hektare perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani ditempatkan di atas
tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makasar. Perkebunan tebu, yang
didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an, dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng,
perkembangan penduduk Banten meningkat signifikan.
Tak dapat dimungkiri sampai pada tahun 1678, Banten telah menjadi kota metropolitan, dengan
jumlah penduduk dan kekayaan yang dimilikinya menjadikan Banten sebagai salah satu kota
terbesar di dunia pada masa tersebut.[22]

Kepercayaan pada masa kerajaan islam di indonesia:


Berdasarkan data arkeologis, masa awal masyarakat Banten dipengaruhi oleh beberapa kerajaan
yang membawa keyakinan Hindu-Budha, seperti Tarumanagara, Sriwijaya dan Kerajaan Sunda.
Dalam Babad Banten menceritakan bagaimana Sunan Gunung Jati bersama Maulana Hasanuddin,
melakukan penyebaran agama Islam secara intensif kepada penguasa Banten Girang beserta
penduduknya. Beberapa cerita mistis juga mengiringi proses islamisasi di Banten, termasuk ketika
pada masa Maulana Yusuf mulai menyebarkan dakwah kepada penduduk pedalaman Sunda, yang
ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran.
Islam menjadi pilar pendirian Kesultanan Banten, Sultan Banten dirujuk memiliki silsilah sampai
kepada Nabi Muhammad, dan menempatkan para ulama memiliki pengaruh yang besar dalam
kehidupan masyarakatnya, seiring itu tarekat maupun tasawuf juga berkembang di Banten.
Sementara budaya masyarakat menyerap Islam sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Beberapa
tradisi yang ada dipengaruhi oleh perkembangan Islam di masyarakat, seperti terlihat pada
kesenian bela diri Debus.
Kadi memainkan peranan penting dalam pemerintahan Kesultanan Banten, selain
bertanggungjawab dalam penyelesaian sengketa rakyat di pengadilan agama, juga dalam
penegakan hukum Islam seperti hudud.
Toleransi umat beragama di Banten, berkembang dengan baik. Walau didominasi oleh muslim,
namun komunitas tertentu diperkenankan membangun sarana peribadatan mereka, di mana sekitar
tahun 1673 telah berdiri beberapa klenteng pada kawasan sekitar pelabuhan Banten.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banten

Anda mungkin juga menyukai