STUDI KEBANTENAN
(Hasuri Waseh Ramil)
Ketentuan Perkuliahan :
1. Diskusi Kelas : 40 %
2. UTS : 25 %
3. UAS : 35 %
4. ABSENSI : 90 %
Pustaka :
BANTEN GIRANG
Pada awalnya sejarah Banten Girang merupakan Kerajaan
Sunda, sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan di Jawa Barat.
Banten Girang merupakan awal kerajaan Banten yang
sebelumnya mendapat kebesaran nama pada saat itu
Kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan Wahanten
adalah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka
Domas, yang bermaksud untuk memulihkan kerajaan-
kerajaan yang telah hancur dimasa silam.
A. Pendahuluan
Sultan Maulana Hasanuddin sebagai Raja/Sultan pertama
di kerajaan Banten sebagai cucu dari raja Syarif Abdullah
(Kerajaan Mesir) dari pihak bapak dan sebagai cucu dari
Prabu Siliwangi (Dewata Wisesa) sebagai Raja Galuh
Pakuan/Pajajaran dari pihak ibu.
Pada kenyataannya sebelum Sultan Maulana Hasanuddin
ditugaskan oleh Ayahandanya Syarif Hidayatullah untuk
mengembangkan Islam di Banten, pada saat itu Banten
dipimpin oleh Raja Saka Domas (Pucuk Umun) dibantu
oleh Mahapatihnya Ajar Jong dan Ajar Jo sebagai pemeluk
Animisme.
Strategi Sultan Maulana Hasanuddin dan Sultan Banten
lainnya dalam mengembangkan agama Islam pada waktu
itu dengan cara adu kekuatan dan penampilan ketangkasan
serta kreatifitas yang dikemas dalam wujud kesenian
debus.
Kejayaan kerajaan Banten pada waktu itu adalah satu
satunya Kerajaan Islam di Indonesia yang mempunyai
hubungan diplomatik dengan Kerajaan luar negeri (Inggris).
C. Syaraif Hidayatullah
Syarif Hidayatullah dilahirkan di Mesir pada tahun 1448 dan
wafat tahun 1568 di Gunung Djati Cirebon.Pada tahun 1470
(mencapai sekitar umur 20 tahun) pergi ibadah haji dan
bermukim di Mekah, belajar agama Islam pada syekh
Attaulahi Sajali ulama di Mekah, terus pergi ke Bagdad
belajar ilmu Tasauf. Setelah kembali ke Mesir oleh Unka
Jatra pejabat Sultan diserahi Mahkota Sultan tapi
menolaknya dan diserahkan ke adiknya yaitu Syarif
Nurullah yang akhirnya dinobatkan menjadi Sultan.
Syarif Hidayatullah adalah seorang yang berjiwa besar,
bercita cita tinggi dan berilmu pengetahuan yang luas,
kemudian berniat untuk pergi meninggalkan Mesir dengan
maksud untuk mengembangkan agama islam di tanah
jawa, kemudian ibunya merestui dan berdo’a :
1. Semoga Allah menjadikan kamu seperti matahari, tidak
ada pilihan semuanya harus disinari.
2. Semoga Allah menjadikan ketabahan hatimu seperti
gunung, walaupun yang datang itu adalah angin topan
dan halilintar tetapi tidak berubah.
3. Semoga Allah menjadikan kebesaran hatimu seperti
luasnya laut.
Syarif Hidayatullah cenderung untuk menjalankan syiar
islam beliau berangkat ke Jawa Barat, mampir di Gujarat,
Pasai, Aceh, mengunjungi guru besarnya di
Blambangan/Jawa Timur belajar agama Islam. Dari Aceh
terus ke Banten, selanjutnya ke Cirebon dalam perjalanan
mengislamkan 98 orang diantaranya Dipati Keling beserta
rombongannya. Di Cirebon diterima oleh Syekh Nurjati dan
dibuatkan sebuah rumah di Sembung dan diberi gelar
Maulana Jati.
Waktu berda’wah di Babadan Cirebon Syarif Hidayatullah
mengislamkan ki Gedheng Babadan dan menikah dengan
putrinya Nhay Babadan pada tahun 1471, tidak dikaruniai
anak dan wafat pada tahun 1477.
Pada tahun 1471 Syarif Hidayatullah muhibah ke Peking
Cina menghadap kepada Kaisar Cina bernama Hong Gie
putra Yung Lo waktu Dinasti Ming (tahun 1368 - 1642) yang
dibantu oleh Jendral Ceheng Ho dan sekretarisnya dari
kerajaan bernama Ma Huan beserta Fhei Hsin yang
menganut agama Islam. Di Istana bertemu putri Ong Tien
dan saling mencintai, tetapi hubungannya tidak disetujui
oleh Kaisar sehingga Syarif Hidayatullah harus pelang ke
Cirebon di Keraton Pakungwati.
Selanjutnya dengan Uwanya Pangeran Walang
Sungsang/Cakrabuana berda’wah ke Kawung Anten
Banten, Ki Gedheng Kawung Anten beserta rakyatnya pada
masuk Islam dan putrinya yang bernama Nhay Ratu
Kawung Anten dinikahi oleh Syarif Hidayatullah pada tahun
1475 kemudian pulang ke Cirebon. Dari pernikan ini
memperoleh 2 orang anak, yaitu :
1. Ratu Winahon lahir 1477 (nikah dengan Sunan Kali
Jaga).
2. Pangeran Seba Kinking/Hasanuddin lahir 1479, diangkat
menjadi Bupati Banteng di Banten pada tahun 1526 dan
menjadi Sultan Banten yang pertama berdaulat penuh
pada tahun 1569.
BAGIAN 4
5. Meriam Ki Amuk
Meriam ini pernah diletakan di
pelabuhan karangantu, kemudian
dipindahkan dipojok alun-alun,
didepan Komplek Keraton
Surosowan, sekarang ditempatkan di
depan Museum Banten di sebelah Barat. Pada meriam itu
terdapat tiga buah prasasti dengan huruf dan bahasa Arab.
Salah satu prasasti bertuliskan “Aqaibatu’l khoirisalamatul
imani”.
8. Benteng Speelwijck
Benteng ini terletak di kampung
pamarican dekat pabean, sekarang
sudah hancur, tetapi sebagian
temboknya masih agak utuh,
terutama yang terletak disisi utara.
Benteng ini didirikan pada tahun 1585 oleh Belanda, diatas
reruntuhan sisi utara tembok keliling kota Banten. Dibagian
luar benteng terdapat parit buatan yang mengelilinginya.
9. Watu Gilang
Selesai