Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERADABAN ISLAM DAN BUDAYA BANTEN

DISUSUN OLEH ;
NAMA : LULU AMALIA
NPM : 15020149
KELAS : A2R1-A

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) BANTEN


TAHUN AKADEMIK 2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN MASALAH

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN

DAFTAR PUSAKA
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah PERADABAN ISLAM DAN BUDAYA
BANTEN kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar
kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-quran
dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Peradaban Islam dan
Budaya Banten di program studi Fakultas Ekonomi pada Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi (STIE) Banten. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Dosen.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-
kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyebaran islam dibanten dilakukan oleh Syarif


Hidayatullah, pada tahun 1525 M dan 1526 M. Seperti di dalam
naskah Purwaka Tjaruban Nagari disebutkan bahwa Syarif
Hidayatullah setelah belajar di Pasai mendarat dibanten untuk
meneruskan penyebaran agama islam yang sebelumnya telah di
lakukan oleh Sunan Ampel. Pada tahun1475 M,beliau menikah
dengan adik bupati Banten yang bernama Nhay Kawunganten,dua
tahun kemudian lahirlah anak perempuan pertama yang diberi nama
Ratu Winahon dan pada tahun berikutnya lahir pula pangeran
Hasanuddin. Setelah pangeran Hasanuddin menginjak dewasa, Syarif
Hidayatullah pergi ke cirebon mengemban tugas sebagai
Tumenggung di sana. Adapun tugasnya dalam penyebaran Islam di
Banten diserahkan kepada pangeran Hasanuddin, di dalam usaha
penyebaran agama islam ini pangeran Hasanuddin berkeliling dari
daerah ke daerah seperti dari G. Pulosari, G. Karang bahkan sampai
ke pulau Panaitan di Ujung Kulon. Sehingga berangsur-angsur
penduduk Banten Utara memeluk agama Islam.
Karena semakin besar dan maju daerah Banten, maka
pada tahun 1552 M, Kadipaten Banten dirubah menjadi negara bagian
Demak dengan Pangern Hasanuddin sebgai Sultannya. Atas petunjuk
dari Syarif Hidayatullah pusat pemerintahan Banten dipindahkan dari
Banten Girang ke deket pelabuhan di Banten Lor yang terletak di
pesisir utara yang sekarang menjadi keraton surosowan. Pada tahun
1568 M, saat itu Kesultanan Demak runtuh dan digantikam olen
Panjang, Barulah Sultan Hasanuddin memproklamasikan Banten
sebagai negara merdeka, lepas dari pengaruh Demak atau pun
Panjang. Disamping itu Banten juga menjadi pusat penyebaran agama
Islam, banyak orang-orang dari luar daerah yang sengaja datang
untuk belajar, sehingga tumbuhlah beberapa perguruan Islam di
Banten seperti yang ada di Kasunyatan. Ditempat ini berdiri masjid
Kasunyatan yang umurnya lebih tua dari masjid agung banten.
Disinilah tempat tinggal dan mengajarnya Kiyai Dukuh yang bergelar
Pangeran Kasunyatan guru dari Pangeran Yusuf.
Kerajaan Islam di Banten pada saat itu lebih dikenal
oleh masyarakat Banten dan sekitarnya dengan sebutan Kesultanan
Banten. Kesultanan Banten telah mencapai masa kejayaan dimasa lalu
dan telah berhasil merubah wajah sebagian besar masyarakat Banten.
Pengaruh yang besar diberikan oleh islam melalui kesultanan dan
para ulama serta mubaligh Islam di Banten seperti tidak dapat
disangsikan lagi dan penyebarannya melalui jalur politik, pendidikan,
kebudayaan dan ekonomi di masa itu.

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Asal mula perkembangan peradaban islam dan budaya banten


b. Proses penyebaran Agama Islam

1.3 TUJUAN MASALAH


a. Asal mula perkembangan peradaban islam dan buadaya banten
b. Proses penyebaran Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN

Proses perluasan Islan di Banten lebih banyak dikisahkan melaui gerbang


Jawa Barat yakni Cirebon. Proses ini menjadi mungkin karena kondisi
kekuasaan politik yang kuat waktu di Jawa adalah Jawa Tengah. Tetapi
islamisasi Indonesia melalui pimtu barat. Oleh karena itu mempunyai
kemungkinan besar bila masuknya islam dari pintu gerbang Barat. Dalam hal ini
kemungkinan dari pelabuhan sunda kelapa ataupun Banten. Perlu ditambah
disini banwa penyebaran Islam melalui jalur perniagaan, sehingga tidak pernah
terjadi agresi militer maupun agama. Dalam penyebaran ini Islam tidak
mengenal adanya organisasi missi ataupu semacam Zending. J. C Van Leur
dalam hal ini menjelaskan bahwa setiap pedagang islam merangkap sebagai
dai. Itulah sebabnya masuk dan meluasnya Islam di indonesia melalui jalur
perniagaan.
Pendiri Agama Islam di Banten :
1. Fatahillah (wafat pada tahun1570)
Kerajaan Banten muncul ketika seorang anak muda Pasai keturunan
Makkah yang mengabdi kepada Sultan Trenggo. Dia diangkat menjadi panglima
perang, dan mendapatkan hadiah menikah dengan adiknya Sultan Demak. Dia
adalah seorang panglima perang dalam penaklukkan kota Banten yang dikuasai
oleh Portugis yaitu Syarif Hidayatullah atau Maulana Nurdi Ibrahim. Dia adalah
ayah dari Sultan Hasanuddin Raja pertama dari kerajaan Banten. Dia juga
pelatak dasar pembangunan agama islam dan kerajaan islam serta bagi
pedagang orang-orang di sana. Keberhasilannya menaklukkan kota Banten
maka dia mendapat gelar dari Sultan Tenggono yaitu Fatahillah dan oleh bangsa
Portugis di sebut Falatehan. Dalam kemenangan ini dia mensyukuri dengan
memberi nama baru, Kota Sunda Kelapa dengan Jayakarta yang artinya
kemenangan. Dalam eksfedisi nya dia memilih yang pertama agar jalan menjadi
lancar. Dia berhasil dengan gilang-gemilangnya yang artinya kota itu sangat
pentinng karenga sebagai batu loncatan untuk menancapkan kaki ke pantai
sebelah selatan sumatera (lampung dan palembang).
Dalam masa kepemimpinannya, Fatahillah mencanangkan menguasai
kunci-kunci kota dan menyebarkan agama islam dimana kota yang ia duduki.
Semua yang Fatahillah canangkan mencapai pada puncak kesukseskan
walaupun beribu halangan tetapi tidak membuat dia gentar. Dia juga tidak
menguasai kota Banten tetapi juga Jakarta, Cirebon dan juga mendapatkan
sebutan penguasa besar Jawa Barat. Kerajaan yang dia duduki masih di bawah
naungan Kerajaan Demak. Dan dia juga berjasa menjadikan pelabuhan Banten
ramai di datangi saudagar-saudagar dari luar negeri sehingga ekonomi rakyat
makmur, dalam penyebaran agama sukses.
Faahillah wafat pada tahun 1570 M. Dia menyerahkan kepemimpinan nya
kepada putera nya Hasanuddin, tetapi sebelumnya dia sudah mengundurkan diri
dari kerajaan dan mendirikan sebuah tempat pendidikan yang bernama Gunung
Jati (Cirebon) dan di bukit itu pula dia di makamkan.
2. Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570 M)
Sultan Maulana Hasanuddin memerintah sebagaibraja pertama
Kesultanan Banten dari tahun 1552 M hingga wafatnya di tahun 1570 M. Pada
masa pemerintahannya, digambarkan Kota Banten telah berkembang sangat
pesat. Jumlah penduduk diperkirakan 70.000 jiwa. Terletak di pertengahan
pesisir teluk Banten, Kota yang dikenal dengan nama Surosowan ini memiliki
panjang 400 hingga 850 depa. Kota Banten dilewati sungai jernih yang dapat
dilalui oleh kapal jung dan gale. Kota Banten di kelilingi benteng bata setebal
tujuh telapak tangan. Bangunan-bangunan pertahanan dua lantai terbuat dari
kayu dan dilengkapi dengan meriam. Di tengah kota terdapat alun-alun yang
digunakan untuk kegiatan ketentaraan, kesenian rakyat dan juga sebagai pasar
di pagi hari. Isstana raja terletak di sisi selatan alun-alun, disamping nya di
bangun, bangunan datar yang ditinggikan dan diatapi yang di sebut srimanganti,
sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyat. Di sebelah alun-alun barat di
bangun Masjid Agung Banten. Sultan Hasanuddin dalam usahanya membangun
dan mengembangkan kota Banten lebih menitik beratkan pada pengembangan
sektor perdagangan, disamping memperluas lahan pertanian dan perkebunan.
Pada masa pemerintahannya, Banten telah menjadi pelabuhan utama di
Nusantara, sebagai persinggahan utama dan penghubung perdagangan dari
Arab, Parsi, Cina dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Sultan Hasanuddin wafat tahun 1570 M dan di makamkan disamping
Masjid Agung. Setelah wafatnya, Maulana Hasanuddin dikenal dengan sebutan
sedakinking. Sebagai penggantinya dinobatkan Pangeran Yusuf sebagai Raja
Banten ke-2.
3. Sultan Maulana Yusuf (1570-1580 M)
Pada masa kepemerintahannya Sultan Maulana Yusuf, strategi
pembangunan di titik beratkan pada pengembangan kota, keamanan wilayah,
perdagangan dan pertanian. Pada saat itu, perdagangan sudah sangat maju
sehingga Banten merupakan tempat penimbunan barang-barang dari seluruh
dunia yang nantinya akan disebarkan keseluruh nusantara. Dengan maju nya
perdagangan maritim di Banten, maka kota surosowan dikembangkan menjadi
kota pelabuhan terbesar di jawa. Ramainya kota baru ini dengan penduduk
pribumi maupun pendatang membuat diperlakukannya aturab penataan dan
penempatan penduduk berdasarkan keahlian dan asal daerah penduduk.
Perkampungan untuk orang asing biasanya ditempatkan diluar tembok kota,
seperti Pekojan yang di peruntuhkan bagi pedagang muslim dari kawasan Arab
ditempatkan disebelah barat pasar karangantu. Pecinan yang diperuntuhkan bagi
pendatang bagi cina ditempatkan di sebelah barat Masjid Agung, di luar batas
kota. Penataan pengelompokan pemukiman ini selain bertujuan untuk kerapian
dan keserasian kota juga untuk kepentingan keamanan. Dan merupakan upaya
penyebaran dan perluasan kota. Selain penataan pemukiman, juga dilakukan
perkuatan dan penebalan tembok keliling kota dan tembok benteng keliling
istana. Tembok benteng diperkuat dengan lapisan luar yang terbuat dari bata dan
batu karang dengan parit-parit dikelilingnya. Perbaiakan masjid agung juga
dilakukakan dan penambahan bangunan menara dengan bantuan Cek Ban Cut,
arsitek muslim asal mongolia.
Sultan Maulana Yusuf wafat pada tahun 1580 M dan di makamkan di
Pakalangan Gede dekat kampung Kasunyatan sekarang, dan karenanya beroleh
gelar Pangeran Penembahan Pekalangan Gede atau Pangeran Pasarean. Sebagai
pengganti, Muhammad yang pada waktu itu berusia 9 tahun.
4. Sultan Maulana Muhammad (1580-1596 M)
Keadaan Banten pada masa Sultan Maulana Muhammad dapat diketahui
berdasarkan kesaksian Willem Lodewycksz yang mengikuti Cornelis de
Houtman yang mendarat di pelabuhan Banten tahun1596. Dari catatan mereka
diketahui bahwa Kota Banten mempunyai tembok-tembok yang lebarnya lebih
dari depa orang dewasa dan terbuat dari bata merah. Diperkirakan besarnya
sebesar kota Amsterdam tahun 1480 M dan orang dapat melayari seluruh kota
Banten melalui banyak sungai. Setiap kapal asing yang hendak berlabuh di
Bandar Banten diharuskan melalui semacam pintu gerbang dan membayar bea
masuk. Transaksi perdagangan di pasar ini berjalan mudah karena mata uang
dan pertukaran mata uang ( money changer) sudah dikenal. Maulana
Muhammad terkenal sebagai orang yang shaleh. Untuk kepentingan penyebaran
agama islam, beliau banyak mengarang kitab agama islam dan membangun
masjid hingga kepelosok negeri. Sultan juga menjadi khayib dan imam untuk
setiap shalat jum`at dan hari raya. Pada masa kepemimpinannya, Masjid Agung
diperindah dengan keramik dan kolomnya dengan kayu cendana, untuk tempat
sholat perempuan disediakan tempat khusus yang disebut pawastren atau
pawadonan.
Sultan Maulana Muhammad wafat pada tahun 1596 M pada saat
penyerangan ke Palembang. Perang yang di mulai akibat bujukan Pangeran
Mas, keturunan dari Kerajaan Demak yang ingin menjadi Raja Palembang.
Sultan tertembak ketika memimpin pasukan dari kapal Indrajaladri di Sungai
Musi . Sultan Maulana Muhammad wafat di usia 25 tahun, di makamkan di
serambi Masjid Agung dan beroleh gelar Pangeran Seda ing Palembang atau
Pangeran Seda ing Rana. Sultan meninggalkan putera yang baru berusia lima
bulan, yaitu Abul Mufakir, yang ditunjuk sebagai penggantinya.
5. Sultan Maulana Mufakhir (1596-1651 M)
Sultan Abdul Mufakhir yang baru berusia lima bulan, untuk menjalankan
roda pemerintahan maka ditunjuklah Mangkubumi Jayanegara, seorang tua
yang lemah lembut dan luas pengalamannya dalam pemerintahan sebagai
walinya. Masa awal pemerintahan Sultan yang masih balita ini merupakan masa
masa pahit dalam sejarah Kesultanan Banten karena banyak nya perpecahan
dalam keluarga kerajaan, dengan berbagai kepentingan yang berbeda serta
keinginan untuk merebut tahta kerajaan. Pada saat Mangkubumi Jayanegara
wafat di tahun 1602 M, perwaliaannya dikembalikan kepada ibunda sultan,
Nyai Gede Wanagiri. Nyai Gede Wanagiri yang telah menikah kembali,
mendesak agar suami barunya ditunjuk sebagai Mangkubumi. Mangkubumi
yang baru ini, dalam kenyataan banyak menerima suap dari pedagang asing,
sehingga tidak memiliki wibawa dan keputusannya lebih banyak tidak ditaati.
Kekacauan di dalam negeri semakin membesar dan tidak dapat ditangani karena
Mangkubumi lebih sibuk mengurus keributan yang ditimbulkan oleh pedagang
Belanda dengan pedagang Portugis, Inggris, maupun pedagang dalam negeri.
Puncakdari kekacauan itu adalah dibunuhnya Mangkubumi, yang memicu
terjadinya perang saudara yang dikenal dengan nama Perang Pailir, yang terjadi
ditahun 1608-1609 M. Perang untuk memperebutkan tahta yang dilancarkan
oleh Pangeran Kulon, saudara sultan lain ibu ini, dapat dihentikan atas usaha
Pangeran Jayakarta hingga dibuat perjanjian perdamaian antara semua pihak.
Salah satunya adalah diangkatnya Pangeran Ranamanggala sebagai
Mangkubumi dan wali dari sultan muda, semenjak itu Banten menjadi aman
kembali. Pangeran Ranamaggala adalah putra Maulana Yusuf, saudara beda ibu
dengan Sultan Maulana Muhammad. Selama menjabat sebagai mangkubumi
tindakan utama yang diambil adalah mengembalikan stabilitas keamanan
Banten dan menegakan peraturan untuk kelancaran pemerintahan, yang bahkan
sultan sendiri tidak diperkenankan untuk ikut campur. Dengan cara demikian,
Banten dapat terselamatkan dari kehancuran akibat rongrongan dari dalam
maupun luar negeri. Mangkubumi dalam menghadapi bangsa asing tidak berat
sebelah atau memihak pihak manapun
Beberapa kebijakan penting yang diambil :
Penghapusan keharusan bagi pedagang cina untuk menjual lada kepada
pedagang belanda
Penetapan pajak ekspor lada dan impor bagi barang-barang yang
sebelumnya tidak terkena pajak
Pemberlakuan pajak yang lebih tinggi bagi pedagang dari Belanda. Hal
ini dilakukan agar pedagang dari Belanda tidak berniaga di Banten karena
perilaku pedagang Belanda yang kasar dan mau mencampuri urusan
pemerintah dan dalam negeri Banten.
6. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682 M)
Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa, Banten merupakan kesultanan
Nusantara yang mempunyai hubungan internasional, baik dengan Kesultanan
Aceh yang mendapat gelar Serambi Makkah atau pun Kesultanan Mughal di
India. Bahkan, Sultan Ageng Tirtayasa mendapat gelar Sultan Haji karena ia
menunakan ibadah haji, gelar yang pertama kai dimiliki raja Jawa. Baru pada
tahun 1645 M raja Mataram dan selanjutnya disusul raja Makasar, keduanya
mendapat gelar Sultan. Di bawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa,
kerajaan Banten adalah kerajaan yang paling ketat melaksnakan hukum Islam.
Di masa Sultan Ageng, di berlakukan hukum potong tangan kanan selanjutnya
potong tangan kiri untuk pencuri harta secara berturut-turut senilai sekurang-
kurangnya satu gram emas. Sultan Ageng mempunyai mufti Syaikh Yusuf Al-
Makasari yang melihat dari nama nya, berasal dari makasr. Sejak muda, Sultan
Ageng (yang waktu itu masih putera mahkota) bersahabat dengan Muhamad
Yusuf yang sudah bergelar di kampung nya sendiri di Makasar, singgah di
Banten dan kemudian belajar ke Aceh selanjutnya ke Makkah kurang lebih
selama 30 tahun. Sekembalinya di Indonesia Kerajaan Makasar telah di kalah
kan oleh Belanda, maka Yusuf yang telah menjadi ulama besar di minta untuk
menjadi mufti di Banten sekaligus menjadi menantu sahabat nya, Sultan Ageng
Tirtayasa. Di Banten selain melaksanakan hukum potong tangan terhadap
pencuri juga menghukum orang yang menggunakan opiumdan laksanakan
terhadap pelaku pelanggaran seksual.
Demikianlah keberagaman kerajaan Banten beserta pelaksanaan syariat
Islam kelihatan lebih ketat dibandingkan kerajaan islam lainnya di Jawa. Ini
terjadi karena banten yang mempunyai hubungan internasional dengan Negara
Islam besar, sehingga menjadi tempat persinggahan dan transaksi perdagangan
internasional. Bangsa lain yang berdagang di Banten antara lain Persia, Arab,
Keling, Koja, Pegu, Cina, Melayu. Walaupun kedudukan Banten nanti kalah
dengan Jayakarta (yang kemudian menjadi Batavia) yang dijadikan pusat
perdagangan oleh Belanda, sehingga Banten menjadi mundur, Sultan Ageng di
tawan Belanda, Syaikh Yusuf di buang, tetapi pelaksanaan syariat islam masih
ketat. Ketika pada tahun 1813 Kesultanan Banten di bumihanguskan oleh
Deandels, keturunan Sultan Ageng masih terus mengembangkan syariah Islam.
Salah seorang diantaranya adalah Al-Nawawi Al-Bantani (1813-1897 M) yang
melahirkan murid-murid menjadi ulama-ulama besar di Jawa.
Walaupun kelak banten sebagai Kesultanan resmi telah hancur, tetapi
keturunannya di luar istana tetap mengembangkan berbagai kegiatan agama
baik mendirikan pesantren ataupun pengiriman putra-putrinya memperdalam
ilmu agama ke Makkah. Oleh karena itu, Snouck Hurgronje menyebut
penduduk Banten lebih taat dalam melaksanakan kewajiban agamanya di
bandingkan orang jawa lainnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari paparan atau penjelasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan


bahwa sesuai dengan makalah Peradaban Islam dan Budaya Banten sangatlah
penting bagi mahasiswa atau mahasiswi banten untuk mengetahui pengaruh
penyebaran islam dari awal mula hingga saat ini. Kita sebagai generasi penerus
seharusnya bisa memitik dari makalah ini dengan baik.

3.2 SARAN

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya


penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung
jawabkan.
Untuk saran bisa berisi keritik atau saran terhadap penulisan juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasa makalah yang telah
dijelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pusaka. Pada
kesempatan ini lain akan saya jelaskan tentang daftar pusaka makalah

DAFTAR PUSAKA
1. Hamka, Sejarah Umat Islam IV, Bulan bintang, jakarta, 1976, hlm. 185
2. H. J. De Graff dan TH. Pigeud, kerajaan Islam pertama di jawa, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm 133-134
3. Hamka, Sejarah Umat Islam IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm.186
4. http://sejarah-peradaban-islam-di-banten.html
5. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia, Rajawali
Pers, Jakarta 2004, hlm.142
6. RifaI Hasan, Warisan Intelektual Islam Indonesia, Telaah Atas Karya
Klasik< Bandung: Mizan, 1987, hlm.39.
7. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia, Rajawali
pers, Jakarta, 2004, hlm.145

Anda mungkin juga menyukai